Studi Kandungan Vitamin C Pada Tumbuhan Kol ( Brassica Oleracia L. ) Dengan Berbagai Pengolahan

(1)

STUDI KANDUNGAN VITAMIN C PADA TUMBUHAN KOL ( Brassica Oleracia L. ) DENGAN BERBAGAI PENGOLAHAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana sains

RIDWAN HABIBI SINAGA 030802006

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI KANDUNGAN VITAMIN C PADA

TUMBUHAN KOL ( Brassica Oleracia L. ) DENGAN BERBAGAI PENGOLAHAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : RIDWAN HABIBI SINAGA

Nomor Induk Mahasiswa : 030802006

Program Studi : SARJANA ( S1 ) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM ( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan , 06 Januari 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs.Ahmad Darwin,M.Sc DR. Tini Sembiring , MS NIP.195211161980031001 NIP.194805131971072001

Diketahui / Disetujui Oleh : Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

DR. Rumondang Bulan Nasution , MS NIP.195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

STUDI KANDUNGAN VITAMIN C PADA TUMBUHAN KOL ( Brassica Oleracia L.) DENGAN BERBAGAI PENGOLAHAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri , kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya Medan ,


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang , dengan limpah Kurnia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan .

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada DR.Tini Sembiring , MS dan Drs.Ahmad Darwin Bangun , M.Sc , selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberi panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini.Panduan ringkas dan padat dan profesional telah diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen , DR.Rumondang Bulan Nasution , MS dan Drs. Firman Sebayang , M.Si , Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara , semua dosen pada departemen Kimia FMIPA USU , pegawai di FMIPA USU dan rekan – rekan semuanya (Best,Ronald,Tobok,Gomgom,Julius).Akhirnya , tidak terlupakan kepada Bapak saya ( N.Sinaga ), Ibu ( R.Br.Siallagan ), Adik saya ( Darma Setiawan Sinaga ) dan semua ahli keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.


(5)

ABSTRAK

Studi kandungan vitamin C pada tanaman Kol ( Brassica Oleracia L . ) dengan berbagai pengolahan dilakukan dengan titrasi Iodometri , dimana prinsip titrasi Iodometri adalah reaksi redoks. Sampel dihaluskan dengan penambahan aquadest dan larutan pengekstraksi ( campuran asam phospat dan asam asetat ) . Filtrat yang diperoleh diencerkan dengan aquadest , kemudian dipipet 10 ml. Filtrat ditambahkan dengan Amilum 1 % dan dititrasi dengan larutan standard I2 sampai tercapai keadaan setimbang dengan perubahan warna larutan menjadi biru.


(6)

STUDIES ON VITAMIN C CONTENT OF CABBAGE PLANTS ( Brassica Oleracia L. ) WITH DIFFERENT TREATMENT

ABSTRACT

Studies on vitamin C content of cabbage plants ( Brassica Oleracia L. ) , with different processing was done by Iodometric titration , where the principle of iodometric titration is a redox reaction. Sample was smoothened by the addition of distilled water and carrier solution ( a mixture of acetic acid and phosporic acid ). Filtrate obtained was diluted with distilled water , then it taken 10 ml. The filtrate was added with 1 % starch solution and titrated with Iodine standard to reach equilibrium with the solution color changes to blue.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Metodologi Percobaan 3

1.6 Manfaat Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Tumbuhan Kol 5

2.1.1 Budidaya Tanaman Kol 5

2.1.2 Kandungan dan Manfaat Tumbuhan Kol 6

2.2 Vitamin C 9

2.2.1 Sejarah Umum vitamin C 9

2.2.2 Sifat Vitamin C 9

2.2.3 Akibat Kekurangan Vitamin C 10

2.2.4 Sumber Vitamin C 11

2.3 Titrasi Iodometri 13

2.3.1 Titrasi Redoks 13

2.3.2 Iodometri 16

2.3.3 Iodometri Pada Sayuran Kol 19

Bab 3 Bahan , Alat dan Prosedur Percobaan 23

3.1 Bahan 23

3.2 Alat 23

3.3 Prosedur Penelitian 24

3.3.1 Prosedur Pembuatan Reagent 24 3.3.2 Prosedur Penentuan Kadar Vitamin C 24

3.3.3 Bagan Penelitian 26

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 29

4.1 Hasil Penelitian 29


(8)

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 31

5.1 Kesimpulan 31

5.2 Saran 31


(9)

ABSTRAK

Studi kandungan vitamin C pada tanaman Kol ( Brassica Oleracia L . ) dengan berbagai pengolahan dilakukan dengan titrasi Iodometri , dimana prinsip titrasi Iodometri adalah reaksi redoks. Sampel dihaluskan dengan penambahan aquadest dan larutan pengekstraksi ( campuran asam phospat dan asam asetat ) . Filtrat yang diperoleh diencerkan dengan aquadest , kemudian dipipet 10 ml. Filtrat ditambahkan dengan Amilum 1 % dan dititrasi dengan larutan standard I2 sampai tercapai keadaan setimbang dengan perubahan warna larutan menjadi biru.


(10)

STUDIES ON VITAMIN C CONTENT OF CABBAGE PLANTS ( Brassica Oleracia L. ) WITH DIFFERENT TREATMENT

ABSTRACT

Studies on vitamin C content of cabbage plants ( Brassica Oleracia L. ) , with different processing was done by Iodometric titration , where the principle of iodometric titration is a redox reaction. Sample was smoothened by the addition of distilled water and carrier solution ( a mixture of acetic acid and phosporic acid ). Filtrate obtained was diluted with distilled water , then it taken 10 ml. The filtrate was added with 1 % starch solution and titrated with Iodine standard to reach equilibrium with the solution color changes to blue.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menurut beberapa survey , Kol termasuk sayuran yang sangat tinggi nilai kesehatannya. Senyawa didalam kol yang diketahui mengandung zat anti kanker adalah klorofil , dithiolthione , flavonoid tertentu , isothiocyanate , fenol ( coffeic dan asam ferulat ) , vitamin E dan vitamin C. Kandungan sulfur didalam kol juga dapat membantu melenyapkan alkohol dalam darah.

Selain itu , Kol juga baik digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Sebagai obat kulit , kol juga dapat digunakan ssecara eksternal ( pengobatan dari luar tubuh ) dan internal ( pengobatan dari dalam tubuh ). Pengobatan eksternal langsung ke kulit yang sakit. Sementara itu , pengobatan secara internal dengan cara memakan Kol mentah sebagai lalap , sayur dan jus. Selain itu kol juga dapat membantu mempercepat mekanisme rekasi obat – obatan farmasi dalam tubuh yang dinamakan asetaminophen. Namun , bagi orang – orang tertentu mengkonsumsi kol terlalu banyak dapat mengakibatkan terbentuknya gas dalam lambung. Masyarakat yang harus membatasi konsumsi kol adalah penderita tukak lambung ( maag ) , gastritis dan perut kembung. Kol juga dapat dimakan mentah sebagai lalap atau dimasak terlebih dahulu. Selain itu , kol juga dapatdibuat jus. Agar rasanya lebih enak , bisa dicampur dengan tomat , wortel atau seledri.

Manfaat kol bagi kesehatan tubuh sebagai berikut :

1. Membantu menurunkan resiko gangguan jantung dan terjadinya stroke 2. Mengurangi resiko kanker lambung , kanker usus besar ( kolon ) dan kanker

dubur

3. Mengurangi resiko terserang katarak

4. Mempercepat penyembuhan bisul dan meningkatkan pencernaan


(12)

Kandungan nutrisi pada kol terdiri atas beberapa senyawa berikut :

1. Kalsium 116 mg

2. Fosfor 31 mg

3. Zat Besi 0,6 mg

4. Sodium 18 mg

5. Potasium 214 mg

6. Vitamin A 2,170 IU

7. Vitamin C 18 mg

Berdasarkan data terebut , sayuran kol ini mempunyai kandungan yang cukup komplit sebagai bahan pemenuhan gizi makanan ( Bangun AP, 2004 ).

Umumnya di Indonesia sayur Kol dikonsumsi dalam 3 perlakuan yaitu :

1. Dimakan mentah sebagai lalapan ( dalam produk makanan , misalnya : gado – gado , pecal )

2. Dimakan setengah matang ( dicelur selama 2 menit dalam air mendidih ) 3. Dimakan dalama keadaan masak ( dicelur selama 15 menit dalam air

mendidih)

Berdasarkan uraian dari literatur dan cara mengkonsumsi sayur kol yang tersebut diatas , maka penulis tertarik untuk melakukan studi mengenai kandungan vitamin C pada sayuran kol dengan berbagai pengolahan.


(13)

1.2 Permasalahan

Bagaimanakah kadar vitamin C yang terkandung pada sayuran kol pada kondisi kol segar , kol yang dicelur dalam air mendidih selama 2 menit dan sayur kol yang dicelur dalam air mendidih selama 15menit

1.3 Pembatasan Masalah

Metode penentuan kadar vitamin C pada sayuran kol , menggunakan prinsip titrasi Iodometri , yang mana dalam proses penentuan kadar vitamin C ini tidak ada variasi waktu dan suhu.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mnegetahui kadar vitamin C pada sayuran kol dengan cara mengkonsumsi yang berbeda – beda yaitu :

1. Dimakan sebagai lalapan

2. Dimakan dalam keadaan setengah matang ( dicelur dalam air mendidih selama 2 menit )

3. Dimakan dalam keadaan masak ( dicelur selama 15 menit dalam air mendidih)

1.5. Metodologi Percobaan

Dalam penelitian ini , penentuan kadar vitamin C dilakukan pada sayuran kol melalui 3 perlakuan :

1. Kol segar yang telah dibersihkan ( dapat dijadikan lalapan )

2. Kol segar yang telah dibersihkan , kemudian dicelur kedalam air mendidih selama 2 menit ( atau cukup diliat layu )

3. Kol segar yang telah dibersihkan , kemudian dicelur kedalam air mendidih selama 15 menit


(14)

Proses penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan larutan standard I2 dengan indikator Amilum. Metode titrasi yang dilakukan adalah titrasi redoks Iodometri , dimana dengan penambahan larutan standard I2 akan menyebabkan perubahan warna larutan menjadi biru yang menandakan tercapainya titik akhir titrasi.

1.6 Manfaat Penelitian

Memperoleh informasi tentang kandungan vitamin C yang tersisa akiabt berbagi pengolahan seperti tersebut diatas.

1.7 Lokasi Penelitian

Sampel yang digunakan diperoleh dari Pasar pagi , Padang Bulan , Medan dan tempat melakukan penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Sumatera Utara.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Kol

2.1.1 Budidaya Tanaman Kol

Faktor utama dalam budidaya tanaman kol adalah temperatur iklim dan tempat penanaman. Kol dapat tumbuh baik pada daerah beriklim sejuk. Secara umum , temperatur yang terbaik untuk produksi tanaman kol berkisar pada temperatur 500 – 700 F. Kemudian musim yang cukup menguntungkan untuk budidaya jenis tanaman ini pada musim penghujan dan awal musim kemarau. Pengaruh iklim dengan daerah yang cukup air juga bisa menjanjikan untuk budidaya tanaman kol.

Kol tumbuh dalam beberapa varietas tanah. Secara umum tanaman untuk pangsa pasar dan pengiriman jarak jauh , ditanam dalam tanah yang agak berpasir. Untuk jenis penyimpanan dalam gudang , kol juga dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah liat dan untuk industri , sebaiknya tanah diberikan sedikit asam agar varietas yang tumbuh nantinya tahan terhadap layu dan penyakit fungus yang serius.

Sebagimana yang dinyatakan sebelumnya , kol ditanam dengan pola pembesaran kuncup. Seperti tanaman komoditi yang lainnya ini merupakan kewajiban, pertumbuhan periode pertama komoditi yang lainnya ini merupakan kewajiban , pertumbuhan periode pertama harus pada pertumbuhan akar , daun dan batang. Dan periode berikutnya , difokuskan pada perkembangan organ yang dalam. Selama periode awal perkembangan kol yang menghasilkan banyak daun hijau dan kadang – kadang , daun – daun muda tersebut ada yang tumbuh dari dalam tanpa mengandung klorofil. Daun ini biasanya gemuk dan penuh dengan pati dan gula. Selama dalam tahap produksi harus difokuskan pada banyaknya daun yang dihasilkan.

Ada tiga tahap awal budidaya kol :

1. Menanam langsung benih kedalam tanah 2. Menanam langsung di aeral terbuka


(16)

Proses penanaman dapat dilakukan dengan cara manual ataupun mekanik. Secara umum penentuan jarak berpengaruh besar dalam kualitas dan kesuburan dari tanah itu sendiri. Biasanya pengaturan jarak rentang tanam diatur dari 12 – 18 inci dengan jarak lebar per tanaman 3,3 atau 4 kaki per bagian tanaman ( Muller HG, 1980 ).

2.1.2 Kandungan dan Manfaat Tumbuhan Kol

Kol merupakan jenis tumbuhan lunak , yang memerlukan proses penggemburan tanah dan pengairan yang cukup untuk menghasilkan jenis kol yang berkwalitet. Umumnya jenis sayuran kol yang merupakan produk andalan dalam proses niaga , mempunyai ciri khas dapat langsung dijadikan lalapan dengan adanya tanda – tanda dari daun pembungkus kol tersebut yang berwarna hijau tua.

Sedikit banyak tentang proses pembudidayaan kol , harus dilakukan dengan pengawasan yang ketat , dikarenakan tanaman kol ini rentan terhadap perubahan kelembapan dan cuaca ekstrim yang mendadak , yang tentu saja dapat mengurangi kualitas kol tersebut di pasaran dan juga zat – zat penting yang terkandung dalam kelopak daun kol ini.

Secara umum , sebuah kol segar mengandung air , protein , lemak , karbohidrat , serat , kalsium , fosfor , besi , besi , natrium , kalium , vitamin A , vitamin C , vitamin E , tiamin , riboflavin , nicotinamide , kalsium dan beta karoten.

Selain itu , kol mengandung senyawa sianohidroksibutena ( CHB ) , sulforafan dan iberin yang merangsang pembentukan glutation , suatu enzim yang bekerja dengan cara menguraikan dan membuang zat – zat beracun yang beredar didalam tubuh, Tingginya kandungan vitamin C dalam kol ini dapat mencegah timbulnya Scorbut ( scury ).

Kandungan zat aktif lainnya , sulforafan dan histidine dapat menghamabt pertumbuhan tumor , mencegah kanker kolon dan rektum , detoksikasi senyawa kimia berbahaya seperti kobalt , nikel , tembaga yang berlebihan didalam tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan kanker. Kandungan asam amino


(17)

dalam sulfurnya juga berkhasiat menurunkan kadar kolesterol yang tinggi , penenang saraf dan pembangkit semangat.

Adapun kegunaan lain dari tumbuhan kol adalah sebagai berikut : 1. Pengobatan gatal akibat jamur candida ( candidiasis)

2. Menghilangkan jamur di kulit kepala , tangan dan kaki 3. Radang sendi

4. Melindungi tubuh dari sinar radiasi , seperti sinar X-ray , komputer , microwave dan televisi berwarna

5. Antidot pada pemabuk alkohol ( hangover ) , racun di hati 6. Menghilangkan keluhan prahaid ( premenstrual syndrom ) 7. Meningkatkan produksi ASI dan

8. Sulit buang air besar ( sembelit ) ( Edmond JB , 1957 ).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh badan dunia WFO , jumlah kalori dan kandungan zat lain dalam kol , sangat menjanjikan komoditi kol dapat memenuhi asumsi nilai gzi dan nutrisi kebutuhan pangan dunia. Kalori yang dihasilkan dari 150 gram kol setelah direbus dalam 1 L air adalah 33 kalori dan nilai gizi terdapat pada tabel II.1 dibawah ini.

Tabel II.1 : Nilai gizi dalam 150 gram kol

Gizi Jumlah DV

( % )

Kepadatan Rating Makanan Vitamin K 73 , 35 mcg 91,7 50,0 Bagus Vitamin C 30 , 15 mg 50,3 27,4 Bagus

Serat 30,15 mg 13,8 7,5 Sangat Baik Mangan 0,18 mg 9,0 4,9 Sangat Baik Vitamin B6 ( Pyroxidine ) 0.17 mg 8,5 4,6 Sangat Baik Asam Folat 30,00 mcg 7,5 4,1 Sangat Baik Omega 3 0,17 g 7,1 3,9 Sangat Baik Vitamin B1 ( Thiamin ) 0,09 mg 6,0 3,3 Baik Vitamin B2 ( Riboflavin ) 0,08 mg 4,7 2,6 Baik

Kalsium 46.50 mg 4,7 2,5 Baik


(18)

Vitamin A 198,00 IU 4,0 2,2 Baik

Triptofan 0,01 g 3,1 1,7 Baik

Protein 1,53 g 3,1 1,7 Baik

Magnesium 12,00 mg 3.0 1,6 Baik

Berdasarkan data dari Badan Pangan Dunia ( WFO )

Rating Kesehatan Makanan Dunia Peraturan

Bagus DV >=75% atau Kepadatan >=7,6 dan DV.=10%

Sangat Baik DV>=50% atau Kepadatan>=3,4 dan DV>=5%

Baik DV>=25% atau Kepadatan>=1,5 dan DV>=2,5%


(19)

2.2 Vitamin C

2.2.1 Sejarah Umum Vitamin C

Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin tidak dapat dihasilkan oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Terkecuali pada vitamin D, yang dapat dibentuk dalam kulit jika kulit mendapat sinar matahari.

Dalam bahan pangan hanya terdapat vitamin dalam jumlah relatif sangat kecil, dan terdapat dalam bentuk yang berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor) yang dapat diubah dalam tubuh menjadi vitamin yang aktif. Segera setelah diserap oleh tubuh provitamin akan mengalami perubahan kimia sehingga menjadi satu atau lebih bentuk yang aktif.

2.2.2 Sifat Vitamin C Sifat-sifat vitamin C adalah:

1.Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak.

2.Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi.

Vitamin C dalam tubuh berguna dalam dalam pembentukan dan pemeliharaan zat perekat yang menghubungkan sel-sel dengan sel dari berbagai jaringan.

Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan melemahnya dinding kapiler-kapiler darah sehingga mempermudah pedarahan. Kekurangan vitamin C juga dapat mengakibatkan perubahan susunan tulang dan tulang muda (kartilase), gusi berdarah,dan gigi.

Juga asam askorbin ini juga berpengaruh dalam pembentukan sel-sel darah dalam susunan tulang serta dalam pemeliharaan kadar haemoglobin yang normal. Penyakit skorbut, yang diakibatkan oleh kekurangan vitamin C adalah penyakit defisiensi yang paling lama dikenal. Sifat vitamin C mudah larut dalam air dan akan mudah rusak dengan pemanasan yang terlalu lama.

Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kadar vitamin C dalam makanan antara lain:

- Bahan makanan yang disimpan terlalu lama.

- Bahan makanan yang dijemur dengan cahaya matahari. - Pemanasan yang terlalu lama.


(20)

Vitamin C umumnya banyak sekali terdapat dalam bahan makanan, seperti buah-buahan yang masak. Cadangan vitamin C dalam tubuh dalam kelenjar adrenalin, kelenjar tumys dan lain-lain. Jumlah cadangan vitamin C ini tergantung pada jumlah vitamin C yang terdapat dalam makanan sehari-hari.

Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah. Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan kita masuk ke dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Kelenjer adrenalin mengandung vitamin C yang sangat tinggi.

Pada umumnya tubuh menyerap vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dari konsumsi makanan akan dibuang melalui air kemih. Karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar (megadose), sebagian besar akan dibuang keluar, terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan bergizi tinggi. Tetapi sebaliknya, bila sebelumnya orang tersebut jelek keadaan gizinya, maka sebagian besar dari jumlah itu dapat ditahan oleh jaringan tubuh.

2.2.3 Akibat Kekurangan Vitamin C

Kekurangan vitamin C akan menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Penyakit skorbut biasanya jarang terjadi pada bayi; bila terjadi pada anak-anak, biasanya pada usia setelah 6 bulan dan dibawah 12 bulan.

Gejala-gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi, dan demam. Juga timbul sakit, pelunakan, dan pembengkakan kaki bagian paha. Pada anak yang giginya telah keluar, gusi membengkak, empuk, dan terjadi pendarahan.

Pada orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejala-gejalanya ialah pembengkakan dan pendarahan pada gusi, gingivalis, kaki menjadi empuk, anemia, dan deformasi tulang.


(21)

Penyakit sariawan yang akut dapat disembuhkan dalam beberapa waktu dengan pemberian 100 sampai 200 mg vitamin C per hari. Bila penyakit sudah kronik perlu diperlukan waktu lebih lama untuk penyembuhannya dan suplai vitamin C yang lebih.

2.2.4 Sumber Vitamin C

Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Karena itu vitamin C sering disebut Fresh Food Vitamin. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan vitamin C-nya; semakin tua buah semakin berkurang kandungan vitamin C-nya.

Mengkonsumsi buah dalam keadaan segar jauh lebih baik dari buah yang sudah diolah. Pengolahan pada buah-buahan dengan menggunakan panas, akan mengakibatkan kerusakan pada vitamin C. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah rusak oleh oksidasi, panas, dan alkali. Karena itu agar vitamin C tidak banyak hilang, sebaiknya pengirisan dan penghancuran yang berlebihan dihindari.

Buah jeruk, baik yang dibekukan maupun yang dikalengkan merupakan sumber vitamin C yang tinggi. Demikian juga halnya berries, nenas, dan jambu. Beberapa buah tergolong buah yang tidak asam seperti pisang, apel, pear, dan peach rendah kandungan vitamin C-nya, apalagi bila produk tersebut dikalengkan.

Bayam, brokoli, cabe hijau, dan kubis juga merupakan sumber vitamin C yang baik, bahkan juga setelah dimasak

Sebaliknya beberapa jenis bahan pangan hewani seperti susu, telur, daging, ikan, dan unggas sedikit sekali kandungan vitamin C-nya.

Air susu ibu yang sehat mengandung enam kali lebih banyak vitamin C dibandingkan susu sapi. Pemberian ASI yang teratur dan sesuai dengan kebutuhan bayi dan balita membantu memnuhi kebutuhan tubuhnya akan vitamin C. Vitamin C mudah diperoleh jika mengkonsumsi makanan dengan benar.


(22)

Konsumsi bahan sayuran dan buah dalam keadaan segar, dapat menyediakan kebutuhan tubuh akan vitamin ini. Hanya saja terkadang kita sering kurang memperhatikan cara pengolahan bahan yang benar, sehingga vitamin C rusak dan terbuang percuma.

Saat proses merebus sayuran, guna mempertahankan kesegaran warna sering ditambahkan baking soda. Penambahan baking soda pada saat memasak sayuran, dapat merusak kandungan vitamin C pada sayuran. Oleh karena itu sebaiknya dalam pengolahan sayuran tidak menggunakan bahan tambahan yang dapat merusak kandungan zat gizi.

Kandungan vitamin C pada beberapa jenis sayuran: 1. Bayam dan tekokak : 80 mg / 100 g

2. Daun katuk : 239 mg / 100 g 3. Daun kelor : 220 mg / 100 g 4. Dan singkong : 275 mg / 100 g 5. Daun talas : 163 mg / 100 g 6. Daun lobak : 109 mg / 100 g 7. Daun melinjo : 182 mg / 100 g 8. Daun oyong : 150 mg / 100 g 9. Peterseli : 193 mg / 100 g


(23)

2.3. Titrasi Iodometri 2.3.1 Titrasi Redoks

Semula istilah oksidasi diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-masing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing-masing-masing.

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi.

Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

Ared + Boks -  Aoks + Bred

Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:

Ni(s) + Cu2+(l)  Ni2+ + Cu(s)

Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu.

Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi.

Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam dioksidasi dengan reaksi berikut :


(24)

Fe  Fe2+ + 2e-

Dan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu :

½ O2 + H2O+ 2e- + 2OH- ( Day & Underwood 1981 ).

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan, seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg). Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi (pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal sebagai sistem redoks.

Kafein merupakan alkaloid dengan penamaan kimia 1, 3,7-trimetil xanthina. Dalam aktivitasnya secara faal, kafein berfungsi sebagai stimulat/perangsang. Kadar kafein dalam daun teh labih besar daripada di dalam biji kopi. Kadar kafein di dalam teh adalah sebesar 2-4%, sedangkan di dalam biji kopi hanya mencapai 0,5%.

Kafein terdapat pada teh, kopi, kola, mente dan coklat. Selain itu kafein juga dapat diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada di dalam kopi. Kadar kafein di dalam teh 2-4%, sedangkan di dalam kopi hanya 0,5%. Kafein dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafein dapat diukur dengan larutan Iodium. Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih, kelebihan iodium di analisa dengan titrasi redoks, yaitu penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi reduksi dan oksidasi.

Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor untuk terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)


(25)

I2 + 2e-2I -2S2O32-S4O62- + 2e -I2 + 2S2O32-2I- + S4O62

-Untuk mengetahui kadar kafein, maka terlebih dahulu teh diekstraksi dengan alkohol. Kemudian larutan yang mengandung kafein ini ditambahkan larutan iodium yang telah diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi di titrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3), sehingga iodium yang teradisi oleh kafein dapat dihitung.

Kristal natrium thiosulfat dengan rumus kimianya Na2S2O3.5H2O, meskipun garam natrium thiosulfat mudah dperoleh dalam keadaan murni, tetapi oleh karena kandungan air krisatalnya tidak dapat diketahui dengan tepat sehingga larutannya tidak dapat digunakan sebagai larutan standar primer, artinya untuk menjadi larutan standar, larutan natrium thiosulfat harus distandarisasikan dahulu menggunakan larutan standar lain (primer) seperti K2Cr2O7, KIO3, Cu dan lain-lain. Penggunaan pelarut air yang tentunya masih mengandung CO2 yang dapat bebas, meskipun penguraiannya sangat lambat. Disamping hal tersebut, terjadinya penguraian juga disebabkan karena keaktifan bakteri Thiobacillus Thioparus.

Kalium dikromat merupakan pereaksi oksidasi yang cukup kuat, potensial standar dari reaksi :

Cr2O7 + 14 H+ + 6 e- 2Cr2- + 7 H2O

Akan tetapi ia tak sekuat permanganat atau ion Serium (IV). Keuntungannya adalah tidak mahal, sangat labil dalam larutan, dan dapat diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk pembuatan larutan standar dengan menimbang langsung. Sering digunakan sebagai larutan standar primer untuk larutan natrium thiosulfat.

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan


(26)

reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggu nakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor ( Anita F.P, 1973 ).

2.3.2 Iodometri

Metode titrasi langsung dinamakan iodimetri mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar .Sedangkan metode titrasi tak langsung dinamakan iodometri adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia .Potensial reduksi normal dari sistem reversibel adalah 0,5345 volt.

I2 (solid) + 2e-↔ 2I

-Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi setengah sel itu lebih baik ditulis sebagai berikut :

I3- + 2e- ↔ I3

-Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt .Maka iod atau ion triiodida merupakan zat pengoksidasi yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permangganat, kaliumdikhromat dan serium (IV) sulfat.

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod ,digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodide, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triiodida . Untuk tepatnya ,semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2 , misal :


(27)

akan lebih akurat dari pada :

I2 + 2S2O32-↔ 2I- + S4O6

2-Namun demi kesederhanaan, persamaan dalam buku ini biasanya lebih banyak ditulis dengan rumus-rumus iod molekuler dari pada ion triiodida( Day & Underwood 1981).

Zat-zat pereduksi yang kuat ( zat-zat dengan potensial yang jauh lebih rendah) ,seperti timah(II)klorida, asam sulfat, hydrogen sulfida , dan natrium tiosulfat bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam . dengan zat oereduksi yang agak lemah ,misal arsen trivalent, atau stibium trivalent ,reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau sangat sedikit suasana asam.Pada kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum , atau daya mereduksinya adalah maksimum.

Jika suatu zat pengoksidasi kuat diolah dalam larutan yang netral atau larutan yang asam ,dengan ion iodide yang sangat berlebih , yang terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi,dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal demikian , sejumlah iod yang ekuivalen akan dibebaskan ,lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium tiosulfat.

Potensial reduk si normal dari system iod-iodida tak bergantung pada pH larutan , selama yang terakhir berada pH ± 8 , pada nilai-nilai yang lebih tinggi , iod bereaksi dengan ion hidroksida untuk membentuk iodida dan hipoiodit yang sangat tidak stabil, dimana hasil terakhir ini cepat sekali diubah menjadi iodat dan iodide oleh reaksi oksidasi dan reduksinya sendiri :

I2 + 2OH-↔ I- + H2O 3IO- ↔ 2I- +IO3

-Tembaga murni dapat digunakan sbagai standar primer untuk Iod dan natrium tiosulfat dan dianjurkan apabila tiosulfat harus digunakan untuk penetuan tembaga . potensial standar pasangan Cu (II) – Cu (I)


(28)

Adalah + 0,15 V dan dengan emikian iodium Eo = +0,53 V merupakan reaksi oksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu (II) . Akan tetapi bila ion iodide ditambahkan pada suatu larutan Cu (II) ,maka suatu endapan CuI terbentuk.

2Cu2+ + 4 I- → 2 CuI (p) + I2

Reaksinya dipaksa berlangsung kekanan denagn pembentukan endapan dan juga dengan penambahan ion iodide berlabih ( Basset , 1994 ).

pH larutan harus dipertahankan oleh suatu system buffer, lebih baik antara 3 dan 4 . Pada harga pH lebih tinggi hidrolisa sebagian dari ion Cu (II) berlangsung dan reaksi denagn ion iodide adalah lambat.dalam larutan berasam tinggi oksidasi dengan katalis tembaga dari ion iodide terjadi dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Jika anion (sepsert asetat) digunakan dalam buffer membentuk suatu kompleks cukup stabil dengan ion Cu (II) , reaksi antara ion Cu (II) dan ion iodide dapat dicegah untuk berlangsung secara lengkap. Jika iodium dihilangkan dengan titrasi dengan tiosulfat, kompleks Cu(II) berdisosiasi untuk membentuk ion Cu (II) lebih benyak , yang pada gilirannay bereaksi denagn iodide untuk membebaskan lebih banyak iodium . Ini menyebabkan suatu titik akhir yang terulang kembali.

Telah diketahui bahwa iodium ditahan karena adsorbsi pada permukaan endapan tembaga (II) iodide dan membuatnya berwarna abu-abu dari pada putih. Kecuali kalau iodium dihilangkan , maka titik akhir dicapai terlalu cepat dan dapat berulang jika iodium lambat dilapaskan dari permukaan ( Day & Underwood , 1981 ).

2.3.3 Iodometri Pada Sayuran Kol

Kol untuk pengobatan herbal kanker tumor atau dalam bahasa sundanya engkol ternyata banyak mengandung vitamin C, serat kasar dan indolum untuk pengobatan tradisional kanker herbal. Baik indolum ataupun serat kasarnya ternyata dapat mencegah dan berguna untuk pengobatan kanker payudara dan pengobatan herbal kanker usus serta kanker tradisional. Zat indolum untuk pengobatan herbal kanker tradisional yang ada pada kubis yang ternyata dapat menjadi pengobatan kanker tradisional, walaupun pola konsumsi kubis herbal kanker memerlukan penentuan kadar yang tepat .


(29)

Derajat kelarutan asam (atau derajat disosiasi asam, dilambangkan dengan pKa) dalam kimia digunakan sebagai ukuran kelarutan suatu asam (atau basa) dalam pelarut air dengan kondisi standar (1 atm dan 25°C). Nilai pKa didefinisikan sebagai "minus logaritma terhadap konsentrasi ion H+ dalam larutan". Definisi ini menyebabkan konsentrasi yang lebih tinggi memberikan nilai yang lebih rendah. Ukuran kelarutan diukur dari banyaknya ion H+ (dalam mol per liter larutan atau molar) terlarut. Air murni memiliki rumus kesetimbangan kelarutan: H2O <==> H+ + OH-.

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178 dengan rumus molekul C6H806. Dalam bentuk Kristal tidak berwarna, titik cair 190-1920C.bersifat larut dalam air sedikit larut dalam aseton atau alcohol yang mempunyai berat molukul rendah. Vitamin C sukar larut dalam kloroform, ether dan benzene. Vitamin C dengan logam akan membentuk garam. Sifat asam ditentukan oleh ionisasi enolgroup pada atom C nomor 3. Pada pH rendah vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi lebih-lebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar dan temperature yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti diatas. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam dehidroasam askorbat.

Uji organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji-penguji rasa (panelis) yang pekerjaannya mengamati, menguji, dan menilai secara organoleptik. Sensoris berasal dari kata “sense” yang berarti timbulnya rasa, dan timbulnya rasa selalu dihubungkan dengan panca indera. Leptis berarti menangkap atau menerima. Jadi pengujian sensoris atau organoleptik mempunyai pengertian dasar melakukan suatu kejadian yang melibatkan pengumpulan data-data, keterangan-keterangan atau catatan mekanis dengan tubuh jasmani sebagai penerima .

Memipet 25 mL larutan sampel diatas kemudian memasukkannya dalam Erlenmeyer , ditambahkan 1 mL indikator amilum 1% lalu titrasi dengan larutan iod 0,01 N sehingga berubah dari tidak berwarna menjadi biru.


(30)

Reaksi percobaan adalah sebagai berikut :

Kadar vitamin C ditetapkan berdasarkan prinsip reduksi oksidasi yaitu dengan menggunakan titrasi iodimetri atau titrasi langsung. Dalam hal ini I2 atau iod adalah sebagai titrant. Prinsip titrasi ini adalah analat atau contoh dioksidasi oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida. I2 merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi biru.

Iod sebagai zat padat skar larut dalam air tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk I3- sebagai berikut:

I2 + I- I3- ( Lee , FA 1975 )

Larutan iod dibuat dengan KI sebagai pelarut. Larutan iod ini bersifat tidak stabil sehingga perlu distandarisasi berulangkali terutama apabila akan dipakai sebagai titrant. Ketidakstabilan larutan iod disebabkan oleh penguapan iod, reaksi iod dengan karet, gabus dan bahan organic lain yang mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan asap, serta disebabkan oleh oksidasi olleh udara pada pH rendah. Oksidasi ini dipercepat oeh cahaya dan panas. Maka hendaknya larutan ini disimpan pada tempat yang sejuk dengan botol berwarna gelap. Selain itu juga harus dihindarkan kontak dengan bahan organic maupun gas mereduksi seperti SO2 dan H2S. Bahan baku primer yang digunakan untuk menstandarisasi iod adalah Na2S2O3 dan As2O3. Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan preparasi sampel. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menghaluskan sampel dengan menggunakan mortar atau pada sampel yang tidak dapat dihaluskan dengan mortar dapat menggunakan alternatif lain yaitu memarutnya. Selanjutnya menimbang 5 g sampel yang telah dihaluskan lalu memasukkannya dalam labu ukur 100 mL.


(31)

Diencerkan dengan aquadest sampai tanda tera. Tujuan dari pengenceran ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi analat yang sekecil mungkin. Dalam 5 g sampel buah atau sayur dimungkinkan terdapat banyak vitamin C dalam jumlah pekat sehingga perlu diencerkan lebih dahulu. Kocok agar larutan homogen. Pipet sebanyak 5 mL larutan sampel kedalam Erlenmeyer. Tambahkan 1 mL indikator amilum 1% kemudian dititrasi dengan larutan iodium 0,01 N ( Khopkar , 1994 ).

Vitamin C merupakan vitamin yang diperlukan oleh tubuh untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh serta berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menangkal senyawa radikal bebas penyebab penuaan serta munculnya sel-sel kanker.. Kebutuhan vitamin C yang tercukupi dapat menurunkan resiko terkena flu. Vitamin C mudah larut dalam air sehingga apabila terjadi kelebihan vitamin C akan dibuang melalui urin. Kebutuhan vitamin C setiap orang berbeda-beda tergantung pada daya tahan tubuhnya masing-masing.

Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan gusi berdarah, sariawan, nyeri otot atau gangguan syaraf. Kekurangan lebih lanjut mengakibatkan anemia, sering mengalami infeksi dan kulit kasar. Sementara kelebihan vitamin C dapat menyebabkan diare. Bila kelebihan vitamin C akibat penggunaan suplemen dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan batu ginjal, sedangkan bila kelebihan vitamin C yang berasal dari buah-buahan umumnya tidak menimbulkan efek samping.

Makanan yang mengandung vitamin C umumnya adalah buah-buahan dan sayuran. Buah yang mengandung vitamin C tidak selalu berwarna kuning, misalnya pada jambu biji yang merupakan buah dengan kandungan vitamin C paling tinggi yang dapat kita konsumsi. Bahkan, pada beberapa buah, kulitnya mengandung vitamin C lebih tinggi daripada buahnya. Misalnya pada kulit buah apel dan jeruk walaupun tidak semua kulit buah bisa dimakan.

Kol baik indolum ataupun serat kasarnya dapat mencegah dan berguna untuk pengobatan kanker payudara dan pengobatan herbal kanker usus serta kanker tradisional. Zat indolum untuk pengobatan tradisional herbal kanker bila dikonsumsi sesuai takaran dapat menjadi pengobatan herbal kanker, tetapi bila dikonsumsi dalam jumlah yang tidak terbatas dapat menimbulkan efek negatif. Hal ini disebabkan oleh


(32)

timbulnya gas asam karbonat, hasil dari fermentasi kubis yang tidak dapat keluar dari perut.

Asam karbonat bersama dengan indolum akan menimbulkan sakit pada lambung. Selain fungsinya untuk menjadi pengobatan kanker tradisional dan kanker usus serta kanker tumor, jus kol mentah yang diminum setengah gelas perhari dapat meredakan nyeri pada maag, sebagai pengobatan tumor tradisional dan kanker herbal karena vitamin U dan klorofil yang masih utuh. Vitamin U-nya meredam nyeri sedangkan klorofil (yang susunan molekulnya mirip darah merah manusia) mendorong pertumbuhan sel dan jaringan baru pada luka tukak lambung ( Lee F.A , 1975 ).


(33)

BAB III

BAHAN , ALAT DAN PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kol Segar

2. Asam Posfat p.a.Merck

3. Asam Asetat p.a.Merck

4. KI (solid)

5. Larutan standard I2 6. Amilum

7. aquadest

8. Larutan standard Natrium Tiosulfat ( Na2S2O3 )

3.2 Alat – alat

1. Labu Takar Pyrex 1000 ml

2. Labu Takar Pyrex 500 ml

3. Labu Takar Pyrex 50 ml

4. Gelas Erlenmeyer Pyrex 250 ml 5. Pipet Volumetri Pyrex 10 ml

6. Gelas Ukur Pyrex 250 ml

7. Corong 8. Kertas Saring 9. Statif dan Klem

10. Buret Pyrex 100 ml

11. Hot Plate

12. Neraca Analitik Mettler PM 480

13. Gelas Beaker Pyrex 250 ml


(34)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Prosedur Pembuatan Reagent

1. Pembuatan larutan standard I2 dan standarisasi larutan standard Na2S2O3

Ditimbang 2,5 g KI dan 1,269 g I2 , kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 ml sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.

Kemudian distandarisasi dengan larutan standard Na2S2O3 0,1 N 2. Pembuatan Amilum 1 %

Ditimbang 1 g tepung amilum lalu dilarutkan dengan aquadest didalam gelas beaker sampai volumenya tepat 100 ml.Kemudian,dipanaskan sampai larutan jernih.

3. Pembuatan Larutan Pengekstraksi

Dilarutkan 15 g asam metaphosfat dalam 40 ml asam asetat dan

ditambahkan 200 ml air.Kemudian,diencerkan hingga 500 ml dan disaring 4. Pembuatan Asam Askorbat 0,01%

Ditimbang 100 mg Asam Askorbat , kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml

3.3.2. Prosedur Penentuan Kadar Vitamin C A. Persiapan Sampel

Bahan baku yang digunakan adalah Kol segar yang dilakukan dengan 3 metode yaitu :

1. Kol segar yang sudah dibersihkan dan dapat dijadikan lalapan ( sampel A )

2. Kol segar yang sudah dibersihkan , dicelur dlaam air panas selama 2 menit ( sampel B )

3. Kol segar yang sudah dibersihkan , dimasukkan kedalam air panas selama 15 menit


(35)

B. Titrasi Asam Askorbat ( Vitamin C )dengan larutan standard I2 0,9998 N

1. Ditimbang 10 mg Asam Askorbat

2. Diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml 3. Dipipet 10 ml larutan asam askorbat

4. Dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer 5. Ditambahkan 2 ml Amilum 1 %

6. Dititrasi dengan larutan standard I2 sampai larutan berwarna biru 7. Diulangi percobaan sampai 3 kali

8. Dicatat volume titrasi larutan standard I2 yang terpakai 9. Dihitung kadar vitaman C

C. Penentuan Kadar Vitamin C ( Asam Askorbat ) dalam sayuran Kol 1. Ditimbang sampel sebanyak 100 g

2. Ditambah 50 ml larutan pengekstraksi 3. Dihaluskan dengan blender

4. Disaring dan filtrat diencerkan sampai volumenya tepat 50 ml 5. Dipipet filtrat sebanyak 25 ml ke dalam gelas Erlenmyer 6. Ditambahkan amilum 1 % sebanyak 2 ml

7. Dititrasi dengan larutan standard I2 sampai larutan berwarna biru 8. Diulangi percobaa sampai 3 kali

9. Dicatat volume titrasi larutan standard I2 yang terpakai 10. Dihitung kadar vitamin C


(36)

3.3.3 Bagan Penelitian A. Persiapan Sampel

Dicuci sampai bersih

Dibagi menjadi 3 bagian

( masing – masing 100 g )

Dicelur dalam air panas Dimasukkan Selama 2 menit dalam air panas

Selama 10 menit Kol


(37)

B. Titrasi Asam Askorbat ( Vitamin C ) dengan larutan Standard I2 0,9998 N

Diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml

Dipipet 10 ml larutan Asam Askorbat

Dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer

Ditambahkan 2 ml Amilum 1 %

Dititrasi dengan larutan standard I2 sampai larutan

berwarna biru

Diulangi percobaan sampai 3 kali

Dicatat volume titrasi larutan standard I2 yang terpakai 10 mg Asam Askorbat


(38)

D. Prosedur Penentuan Kadar Vitamin C Dalam Sampel

Ditambahkan 50 ml larutan pengekstraksi

Dihaluskan dengan blender

Disaring dengan kertas saring

Diencerkan sampai volumenya tepat 50 ml

Dipipet 25 ml kedalam gelas Erlenmeyer

Ditambahkan Amilum 1 % sebanyak 2 ml

Dititrasi dengan larutan standard I2 sampai larutan berwarna

biru

Diulangi percobaan sampai 3 kali

Dicatat volume titrasi larutan standard I2 yang terpakai 100 g sampel

Residu Filtrat

Filtrat yang telah diencerkan


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian sampel tumbujan kol yang dilakukan dengan titrasi Iodometri , diperoleh data :

No. Sampel V1 V2 V3 V(rata – rata )

1. A 2,6 ml 2,54 ml 2,66 ml 2,6 ml

2. B 2,02 ml 2,22 ml 2,16 ml 2,133 ml 3. C 1,86 ml 1,94 ml 1,92 ml 1,906 ml

Data hasil titrasi Asam Askorbat 0,01 % dengan larutan standard I2 0,9998N :

V1 = 3,82 ml V2 = 3,82 ml V3 = 3,84 ml

Maka , V ( rata – rata ) = 3,826 ml

Dimana ,

Volume larutan standard Na2S2O3 yang digunakan adalah : 0,4333 ml Normalisasi larutan standard Na2S2O3 yang diperoleh adalah :

( 1 / 50 x 10 ) : 0,4333 ml = 0,4615 N

Maka normalisasi larutan I2 yang diperoleh adalah : ( 0.4615 x 50 x 0,4333 ) : ( 10 x 1 ) = 0,9998N


(40)

4.2. Pembahasan

Penentuan kadar vitamin C dari masing – masing sampel diketahui dari : Asam Askorbat 0,01 % = 0,01 g / 100 ml

= 10 mg / 100 ml Dalam 1 ml = 0,1 mg

Dalam 10 ml sampel membutuhkan 3,826 ml I2 / 0,998 N 1 ml I2 = 10 / 3,826 ml

= 2,613 mg Asam Askorbat

[Dipakai larutan pembanding 0,01 % Asam Askorbat untuk penentuan kadar Asam Askorbat dalam sampel]

Sampel A

Dibutuhkan 2,6 ml I2 / 0,998N untuk mencapai titik akhir Kandungan Asam Askorbat dalam sampel = 2,6 x 2,613 mg

= 6,795 mg Berat Asam Askorbat dalam larutan ekstrak ( dalam labu takar 50 ml )

= ( 50 / 25 ) x 6,795 mg = 13,591 mg

Berat Asam Askorbat dalam 100 g sampel = 13,591 mg / 100 g sampel

Sampel B

Dibutuhkan 2,133 ml I2 / 0,998N untuk mencapai titik akhir Kandungan Asam Askorbat didalam sampel = 2,133 x 2,613 mg

= 5,573 mg Berat Asam Askorbat dalam larutan ekstrak ( dalam labu takar 50 ml )

= ( 50/25 ) x 5,573 mg = 11,147 mg


(41)

Sampel C

Dibutuhkan 1,906 ml I2 /0,998N untuk mencapai titik akhir Kandungan Asam Askorbat didalam sampel = 1,906 x 2,613 mg

= 4,980 mg

Kandungan Asam Askorbat dalam larutan ekstrak ( dalam labu takar 50 ml ) = ( 50/25) x 4,980 mg = 9,960 mg

Berat Asam Askorbat dalam 100 g sampel = 9,960 mg / 100 g sampel

Penyebab perbedaan kandungan vitamin C pada masing – masing sampel dikarenakan proses pemanasan.Dimana , pada sampel A yang tanpa pemanasan kandungan vitamin C nya masih tinggi.Berbeda pada sampel B dan sampel C ( masing – masing selama 2 menit dan 15 menit ) kandungan vitamin C nya turun,hal ini disebabkan denaturasi vitamin C oleh panas yang menyebabkan proses enzimasi Arcorbit Acid Oksidase pada sampel berhenti bekerja.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Faktor utama penurunan kadar vitamin C dalam sampel disebabkan pemanasan , karena sifat dari vitamin C itu sendiri yang mudah terurai dalam panas , yang mana proses enzimasi Ascorbit Acid Oksidase pada sampel berhenti bekerja.

2. Pengaruh pengolahan yang berbeda juga menyebabkan proses penurunan kadar vitamin C, dikarenakan proses enzimatis alami yang sudah tergantikan dengan adanya penambahan beberapa pereaksi kimia.

3. Kandungan vitamin C pada masing – masing sampel yaitu :

A . Sampel A ( Kol Segar ) = 13,591 mg / 100 g sampel

B . Sampel B ( Kol yang dicelur selama 2 menit didalam air mendidih) = 11,147 mg / 100 g sampel

C. Sampel C ( Kol yang dimasukkan selama 15 menit dalam air mendidih) = 9,960 mg / 100 g sampel

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian kandungan vitamin C pada tumbuhan kol dengan menggunakan metode lain

2. Diutamakan untuk mengkonsumsi sayuran Kol dalam bentuk segar , dengan kata lain dimakan mentah sebagai lalapan , karena dalam bentuk kol segar masih memiliki jumlah kandungan vitamin C yang paling tinggi.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anita , F.P.1973 . Clinical Diet Etic and Nutrition . 2nd Edition . London: Oxford University Press.

Bangun , A.P . 2003 . Vegetarian Pola Hidup Sehat Berpantang Daging. Jakarta : PT.Agromedia Pustaka.

Basset , J . 1994 . Chemical Modelling Of Aqueous System . New Jersey : Newborn Ltd.

Day & Underwood , A.I . 1981 . Quantitative Analysis . 2nd Edition . California : Berkeley University Press.

Edmond , J.B ., Musser , A.M , and Andrew , F.S .1957 . Fundamental Of Horticulture . 2nd Edition . London:

Egan , H., Kirk , R.S , and Sawyer , R . 1981 . Pearson’s Chemical Analysis Of Foods.

8th Edition . Great Britain:Buttler and Tanner Ltd.

Hall , D. and Hawkins , S . 1975 . Laboratory Manual Of Cell Biology . 1st Edition Great Britain: Clark Doble and Brendan Ltd.

Khopkar , S.M . 1994 . Basic Concepts Of Analytical Chemistry .New Delhi:

Lee , F.A .1980 . Basic Food Chemistry . 2nd Edition . Westport : The Avi Publishing Company Inc.

Muller , H.G and Tobin , G . 1980 . Nutrition and Food Processing . Westport : The Avi Publishing Company Inc.

Farmakope Indonesia . 1979 . Edisi Ketiga . Korpri SubUnit Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta : Departemen Kesehatan


(1)

D. Prosedur Penentuan Kadar Vitamin C Dalam Sampel

Ditambahkan 50 ml larutan pengekstraksi

Dihaluskan dengan blender

Disaring dengan kertas saring

Diencerkan sampai volumenya tepat 50 ml

Dipipet 25 ml kedalam gelas Erlenmeyer

Ditambahkan Amilum 1 % sebanyak 2 ml

Dititrasi dengan larutan standard I2 sampai larutan berwarna

biru

Diulangi percobaan sampai 3 kali

Dicatat volume titrasi larutan standard I2 yang terpakai

100 g sampel

Residu Filtrat

Filtrat yang telah diencerkan


(2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian sampel tumbujan kol yang dilakukan dengan titrasi Iodometri , diperoleh data :

No. Sampel V1 V2 V3 V(rata – rata )

1. A 2,6 ml 2,54 ml 2,66 ml 2,6 ml

2. B 2,02 ml 2,22 ml 2,16 ml 2,133 ml

3. C 1,86 ml 1,94 ml 1,92 ml 1,906 ml

Data hasil titrasi Asam Askorbat 0,01 % dengan larutan standard I2 0,9998N :

V1 = 3,82 ml

V2 = 3,82 ml

V3 = 3,84 ml

Maka , V ( rata – rata ) = 3,826 ml

Dimana ,

Volume larutan standard Na2S2O3 yang digunakan adalah : 0,4333 ml

Normalisasi larutan standard Na2S2O3 yang diperoleh adalah :

( 1 / 50 x 10 ) : 0,4333 ml = 0,4615 N

Maka normalisasi larutan I2 yang diperoleh adalah :


(3)

4.2. Pembahasan

Penentuan kadar vitamin C dari masing – masing sampel diketahui dari : Asam Askorbat 0,01 % = 0,01 g / 100 ml

= 10 mg / 100 ml Dalam 1 ml = 0,1 mg

Dalam 10 ml sampel membutuhkan 3,826 ml I2 / 0,998 N

1 ml I2 = 10 / 3,826 ml

= 2,613 mg Asam Askorbat

[Dipakai larutan pembanding 0,01 % Asam Askorbat untuk penentuan kadar Asam Askorbat dalam sampel]

Sampel A

Dibutuhkan 2,6 ml I2 / 0,998N untuk mencapai titik akhir

Kandungan Asam Askorbat dalam sampel = 2,6 x 2,613 mg = 6,795 mg Berat Asam Askorbat dalam larutan ekstrak ( dalam labu takar 50 ml )

= ( 50 / 25 ) x 6,795 mg = 13,591 mg

Berat Asam Askorbat dalam 100 g sampel = 13,591 mg / 100 g sampel

Sampel B

Dibutuhkan 2,133 ml I2 / 0,998N untuk mencapai titik akhir

Kandungan Asam Askorbat didalam sampel = 2,133 x 2,613 mg = 5,573 mg

Berat Asam Askorbat dalam larutan ekstrak ( dalam labu takar 50 ml ) = ( 50/25 ) x 5,573 mg = 11,147 mg


(4)

Sampel C

Dibutuhkan 1,906 ml I2 /0,998N untuk mencapai titik akhir

Kandungan Asam Askorbat didalam sampel = 1,906 x 2,613 mg = 4,980 mg

Kandungan Asam Askorbat dalam larutan ekstrak ( dalam labu takar 50 ml ) = ( 50/25) x 4,980 mg = 9,960 mg

Berat Asam Askorbat dalam 100 g sampel = 9,960 mg / 100 g sampel

Penyebab perbedaan kandungan vitamin C pada masing – masing sampel dikarenakan proses pemanasan.Dimana , pada sampel A yang tanpa pemanasan kandungan vitamin C nya masih tinggi.Berbeda pada sampel B dan sampel C ( masing – masing selama 2 menit dan 15 menit ) kandungan vitamin C nya turun,hal ini disebabkan denaturasi vitamin C oleh panas yang menyebabkan proses enzimasi Arcorbit Acid Oksidase pada sampel berhenti bekerja.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Faktor utama penurunan kadar vitamin C dalam sampel disebabkan pemanasan , karena sifat dari vitamin C itu sendiri yang mudah terurai dalam panas , yang mana proses enzimasi Ascorbit Acid Oksidase pada sampel berhenti bekerja.

2. Pengaruh pengolahan yang berbeda juga menyebabkan proses penurunan kadar vitamin C, dikarenakan proses enzimatis alami yang sudah tergantikan dengan adanya penambahan beberapa pereaksi kimia.

3. Kandungan vitamin C pada masing – masing sampel yaitu :

A . Sampel A ( Kol Segar ) = 13,591 mg / 100 g sampel

B . Sampel B ( Kol yang dicelur selama 2 menit didalam air mendidih) = 11,147 mg / 100 g sampel

C. Sampel C ( Kol yang dimasukkan selama 15 menit dalam air mendidih) = 9,960 mg / 100 g sampel

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian kandungan vitamin C pada tumbuhan kol dengan menggunakan metode lain

2. Diutamakan untuk mengkonsumsi sayuran Kol dalam bentuk segar , dengan kata lain dimakan mentah sebagai lalapan , karena dalam bentuk kol segar masih memiliki jumlah kandungan vitamin C yang paling tinggi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anita , F.P.1973 . Clinical Diet Etic and Nutrition . 2nd Edition . London: Oxford University Press.

Bangun , A.P . 2003 . Vegetarian Pola Hidup Sehat Berpantang Daging. Jakarta : PT.Agromedia Pustaka.

Basset , J . 1994 . Chemical Modelling Of Aqueous System . New Jersey : Newborn Ltd.

Day & Underwood , A.I . 1981 . Quantitative Analysis . 2nd Edition . California : Berkeley University Press.

Edmond , J.B ., Musser , A.M , and Andrew , F.S .1957 . Fundamental Of

Horticulture . 2nd Edition . London:

Egan , H., Kirk , R.S , and Sawyer , R . 1981 . Pearson’s Chemical Analysis Of

Foods.

8th Edition . Great Britain:Buttler and Tanner Ltd.

Hall , D. and Hawkins , S . 1975 . Laboratory Manual Of Cell Biology . 1st Edition Great Britain: Clark Doble and Brendan Ltd.

Khopkar , S.M . 1994 . Basic Concepts Of Analytical Chemistry .New Delhi:

Lee , F.A .1980 . Basic Food Chemistry . 2nd Edition . Westport : The Avi Publishing Company Inc.

Muller , H.G and Tobin , G . 1980 . Nutrition and Food Processing . Westport : The Avi Publishing Company Inc.

Farmakope Indonesia . 1979 . Edisi Ketiga . Korpri SubUnit Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Dokumen yang terkait

Studi Penetapan Kadar Kandungan Vitamin C Pada Beberapa Macam Buah Mangga (Mangifera Indica L.) Yang Beredar Di Kota Medan Secara Volumetri Dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

13 123 64

Kandungan Logam Berat Kadmium Pada Tanaman Sawi (Brassica Juncea L. ) Akibat Pemupukan Fosfat

1 47 65

Formulasi Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kubis Merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell) Sebagai Pewarna

42 173 64

Pertumbuhan Dan Produksi Kailan (Brassica Oleraceae Var. Acephala) Pada Berbagai Media Tanam Dan Pemberian Pupuk

6 84 72

KANDUNGAN VITAMIN C, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, WARNA, DAN TEKSTUR KOL PUTIH (Brassica oleracea var. capitata L.) PASKA PEREBUSAN - Unika Repository

0 0 11

KANDUNGAN VITAMIN C, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, WARNA, DAN TEKSTUR KOL PUTIH (Brassica oleracea var. capitata L.) PASKA PEREBUSAN - Unika Repository

0 0 20

STUDI BERBAGAI METODE PEMASAKAN DENGAN AIR PANAS DAN PENGARUH UKURAN IRISAN TERHADAP KANDUNGAN VITAMIN A, VITAMIN C DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA CAISIN (Brassica parachinensis)

0 0 10

POLA PERUBAHAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, KANDUNGAN VITAMIN C, DAN KANDUNGAN TOTAL FENOL PADA KOL PUTIH (Brassica oleracea var. capitata L. f. Alba DC) SELAMA PEREBUSAN - Unika Repository

0 0 11

POLA PERUBAHAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, KANDUNGAN VITAMIN C, DAN KANDUNGAN TOTAL FENOL PADA KOL PUTIH (Brassica oleracea var. capitata L. f. Alba DC) SELAMA PEREBUSAN - Unika Repository

0 0 18

PENGUKUSAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var. italica) PADA BERBAGAI SUHU: POLA PERUBAHAN KANDUNGAN VITAMIN C, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, TEKSTUR, DAN WARNA STEAMING AT DIFFERENT TEMPERATURES OF BROCCOLI (Brassica oleracea L. var. italica): CHANGES IN VITAMIN

0 0 11