Analisis Daya Saing Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN

Wilayah : ______________

Kuisoner Penelitian

Analisis Daya Saing Ekonomi Kab/Kota di Propinsi

Sumatera Utara

A.

Identitas Responden

1. Nama Responden :

2. Badan Usaha : 1. PT 2. CV 3. UD 4. Lainnya...

3. Bidang Usaha : 1. Pertanian Pangan 5.

Perdagangan

2. Industri 6. Hotel dan

Restoran

3. Perikanan 7. Jasa-Jasa

4. Perkebunan 8. Lainnya

4. Alamat Usaha/Kantor/Rumah :

Kecamatan :

5. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 6. Berapa usia B/I/S saat ini : ___________ tahun

7. Pendidikan terakhir yang ditamatkan :

1. Tamat SMP atau sederajat 3. Sarjana Muda/D3 atau lebih tinggi


(2)

B. Indikator Pembobotan Faktor Daya Saing Ekonomi

Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria untuk indikator pembobotan faktor daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan cara memberi tanda silang (X) pada kolom yang telah disediakan di bawah ini dengan menggunakan Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan :

Nilai 1 = sama pentingnya Nilai 3 = sedikit lebih penting Nilai 5 = lebih penting

Nilai 7 = sangat lebih penting Nilai 9 = mutlak lebih penting 2,4,6,8 = nilai tengah

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Kelembagaan Sosial Politik

Kelembagaan Ekonomi Daerah

Kelembagaan Tenaga Kerja

Kelembagaan Infrastruktur

Sosial Politik Ekonomi Daerah

Sosial Politik Tenaga Kerja

Sosial Politik Infrastruktur

Ekonomi Daerah Tenaga Kerja

Ekonomi Daerah Infrastruktur

Tenaga Kerja Infrastruktur

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

Dengan menggunakanSkala Penilaian Perbandingan Berpasangan di atas, variabel manakah yang menurut Bapak/Ibu/Saudara lebih penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

1. Faktor Kelembagaan

Untuk faktor kelembagaan, terdapat 4 variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan, yakni :

a) Variabel kepastian hukum

b) Variabel pembiayaan pembangunan c) Variabel aparatur


(3)

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Kepastian hukum Pembiayaan

Kepastian hukum Aparatur

Kepastian hukum Perda

Pembiayaan Aparatur

Pembiayaan Perda

Aparatur Perda

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

2. Faktor Sosial Politik

Untuk faktor sosial politik, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor sosial politik, yakni :

a) Variabel stabilitas politik b) Variabel keamanan c) Variabel budaya

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Stabilitas politik Keamanan

Stabilitas politik Budaya

Keamanan Budaya

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

3. Faktor Perekonomian Daerah

Untuk faktor perekonomian daerah, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian daerah, yakni :

a) Variabel potensi ekonomi b) Variabel struktur ekonomi

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Potensi ekonomi Struktur ekonomi


(4)

4. Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Untuk faktor tenaga kerja dan produktivitas, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor tenaga kerja dan produktivitas, yakni :

a) Variabel biaya tenaga kerja

b) Variabel ketersediaan tenaga kerja c) Variabel produktivitas tenaga kerja

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Biaya TK Ketersediaan TK

Biaya TK Produktivitas TK

Ketersediaan TK Produktivitas TK

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

5. Faktor Infrastruktur Fisik

Untuk faktor infrastruktur fisik, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur fisik, yakni :

a) Variabel ketersediaan infrastruktur fisik b) Variabel kualitas infrastruktur fisik

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

ketersediaan infrastruktur

Kualitas infrastruktur


(5)

C. Persepsi Masyarakat

Keterangan :

1 = Sangat Tidak Setuju ; 2 = Tidak Setuju ; 3 = Kurang Setuju ; 4 = Setuju ; 5 = Sangat Setuju

No

Item-Item Pertanyaan

Skala Likert

1 2 3 4 5

Kelembagaan

A. Variabel Kepastian Hukum

1 Menurut B/I/S, konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha

sudah berjalan baik. 1 2 3 4 5

2 Menurut B/I/S, penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia

usaha sudah baik. 1 2 3 4 5

3 Menurut B/I/S, pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha

semakin berkurang. 1 2 3 4 5

B. Variabel Keuangan Daerah

4 Menurut B/I/S, jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai

dengan kebutuhan. 1 2 3 4 5

5 Menurut B/I/S, realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan

anggaran. 1 2 3 4 5

6 Menurut B/I/S, tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD

relatif rendah. 1 2 3 4 5

C. Variabel Aparatur dan Pelayanan

7 Menurut B/I/S, birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin

baik. 1 2 3 4 5

8 Menurut B/I/S, penyalagunaan wewenang oleh aparatur semakin

berkurang. 1 2 3 4 5

9 Menurut B/I/S, struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap

dunia usaha sudah sesuai. 1 2 3 4 5

D. Variabel Peraturan Daerah

10 Menurut B/I/S, peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan

retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5

11 Menurut B/I/S, implementasi Perda sudah sesuai dengan yang

ditetapkan. 1 2 3 4 5

Sosial Politik

A. Variabel Stabilitas Politik

12 Menurut B/I/S, potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan

dapat dideteksi. 1 2 3 4 5


(6)

menurun.

14 Menurut B/I/S, hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin

baik. 1 2 3 4 5

B. Variabel Keamanan

15 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha

semakin menurun. 1 2 3 4 5

16 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap masyarakat

dilingkungan sekitar tempat kegiatan usaha semakin menurun. 1 2 3 4 5

17 Menurut B/I/S, kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan

keamanan semakin baik. 1 2 3 4 5

C. Variabel Budaya Masyarakat

18 Menurut B/I/S, Partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam

perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat. 1 2 3 4 5

19 Menurut B/I/S, keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha

semakin baik. 1 2 3 4 5

20 Menurut B/I/S, perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin

menurun. 1 2 3 4 5

21 Menurut B/I/S, adat istiadat masyarakat daerah semakin

mendukung kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5

22 Menurut B/I/S, etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat 1 2 3 4 5

Perekonomian Daerah

A. Variabel Potensi Ekonomi

23 Menurut B/I/S, tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

24 Menurut B/I/S, perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 1 2 3 4 5

25 Menurut B/I/S, kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan

terjangkau. 1 2 3 4 5

26 Menurut B/I/S, tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung

semakin membaik. 1 2 3 4 5

B. Variabel Struktur Ekonomi

27 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

28 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder

semakin meningkat. 1 2 3 4 5

29 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

Tenaga Kerja dan Produktivitas

A. Variabel Biaya Tenaga Kerja

30 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan

UMK. 1 2 3 4 5

31 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan


(7)

B. Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja

32 Menurut B/I/S, jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan

pasar tenaga kerja. 1 2 3 4 5

33 Menurut B/I/S, tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan

kebutuhan pasar tenaga kerja. 1 2 3 4 5

C. Variabel Produktivitas Tenaga Kerja

34 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif

tinggi. 1 2 3 4 5

35 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan

besarnya upah yang ada. 1 2 3 4 5

Infrastruktur Fisik

A. Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik

36 Menurut B/I/S, ketersediaan jalan sudah memadai. 1 2 3 4 5

37 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. 1 2 3 4 5

38 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. 1 2 3 4 5

39 Menurut B/I/S, ketersediaan saluran telepon sudah memadai. 1 2 3 4 5

B. Variabel Kualitas Infrastruktur Fisik

40 Menurut B/I/S, kualitas jalan sudah baik. 1 2 3 4 5

41 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik. 1 2 3 4 5

42 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik. 1 2 3 4 5


(8)

Daftar Pustaka

Abdullah, P, Alisjahbana, Armida, S, Effendi, N., Boediono, 2002. Daya Saing

Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE,

Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, dalam Angka tahun, 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, dalam Angka tahun, 2014.

Economics and Statistics Directorate, 2000. “UK Competitiveness Indicators”, Department of Trade and Industry, UK.

Hadi, Syaiful, Bakce, Djaimi, 2011. “Analisi Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau”.

Hidayat, Paidi, 2012. “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan”, Jurnal Keuangan dan Bisnis,

Huda, Miftakhul dan Eko Budi Santoso, 2014. “ Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya”,

Volume 4 Nomor 3, hal 228-238.

Jurnal Teknik Pomits

Irawati, Ira, Zulfadly Urufi, Renato Everardo Isaias Rezza Resobeoen, Agus Setiawan, Aryanto, 2008. “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara”, Prosiding INSAHP5, Semarang.

, Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print).

KPPOD, 2005. “Daya Tarik Investasi 214 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2004”, KPPOD, Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad dan Anggi Rahajeng, 2005. “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY”, Jurnal Ekonomi Pembangunan

Kuncoro, Mudrajad, Ph.D, 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi 3, Erlangga, Jakarta.

, Volume 10 Nomor 2, hal 171-184.

Millah, Anita Nur, 2013 “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa”, Skripsi,

Semarang.

PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD, 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing

Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia,. Rajawali Pers, Jakarta.


(9)

Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy

Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh,

Pittsburgh.

Santoso, Eko Budi, 2009. “Daya Saing Kota-kota Besar di Indonesia”, Makalah,

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya.

Soebagyo, Daryono, Triyono, Yuli Tri Cahyono, 2013. “Regional Competitiveness and Its Implications for Development”, Jurnal Ekonomi Pembangunan

Sugiyono, Fx, 2004. “Peningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia”,

, Volume 14, Nomor 2, Desember 2013, hlm. 160-171

Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis

Taniredja, Prof. Dr. Tukiran dan Hidayat Mustafidah, S.Si., M.Kom., 2012

Penelitian Kuantitatif,. Alfabeta, Bandung.

, Vol. 1 No. 1, hal 14-27.

Undang Undang Otonomi Daerah Terbaru, 2005. Pustaka Pelajar, Jakarta

World Economic Forum, 2014. The Global Competitiveness Report, Oxford University Press, New York.


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah langkah-langkah sistematik atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memcahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.1 Ruang lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2015 dengan pendekatan

Analytical Hierarchy Process (AHP).

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara dengan kurun waktu penelitian selama 3 bulan.

3.3 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional yang terdapat dalan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kelembagaan b. Sosial Politik

c. Perekonomian Daerah

d. Tenaga Kerja & Produktivitas,dan e. Infrastruktur Fisik.


(11)

3.4Definisi Operasional

a. Kelembagaan : Suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal dan nonformal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Sosial Politik : Sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.

c. Perekonomian Daerah : Ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. d. Tenaga Kerja : Setiap orang yang mampu menghasilkan barang dan jasa baik

untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maupun untuk masyarakat, sedangkan Produktivitas : Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran tenaga Kerja persatuan waktu.

e. Infrstruktur Fisik : Segala struktur yang berwujud fisik yang digunakan untuk menopang keberjalanan kegiatan masyarakat sehingga dapat menekan inefisiensi dari aktivitas masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.


(12)

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang berusia 15-64 tahun (penduduk usia produktif) dan bermukim di Kabupaten Tapanuli Utara. Berdasarkan data BPS (2013), jumlahnya sebesar 287.166 jiwa (53,37% dari 165.000) penduduk Kabupaten Tapanuli Utara.

3.6 Metode Pengambilan Sampel

Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive sampling, yakni dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah. Sampel yang ditentukan adalah sampel nonprobabilitas dipilih secara arbitrer oleh peneliti.

Peneliti menetapkan Quota sampling sebagai jenis dari purposive sampling untuk menentukan kuota kelompok masyarakat. Metode ini digunakan untuk memastikan bahwa berbagai karakteristik sampel sampai batas tertentu seperti yang dikehendaki oleh peneliti. Dalam quota sampling, peneliti menentukan target yang dikehendaki.

Sesuai dengan penelitian sosial menurut Roscoe (1982:253) dalam buku Taniredja dan Mustafidah (2011:38) memberikan saran-saran untuk penelitian sebagai berikut :

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.

2. Bila sampel dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap katagori minimal 30.


(13)

3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya). Maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5 (independent + dependent) maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50

4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, jumlah anggota sampel masing – masing antara 10 sampai dengan 20.

Dalam penelitian ini sampel yang di ambil sebanyak 30 responden yang terdapat di 15 kecamatan dan 259 Kelurahan/desa di Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat

No Kelompok Masyarakat Responden

1 Anggota DPRD 3

2 Staf Pengajar/Dosen/Guru 3

3 Masyarakat Umum 4

4 Birokrasi 4

5 Perbankan 3

6 Non Perbankan 3

7 Pengusaha 10

Jumlah 30

3.7Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan adalah:


(14)

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang dijadikan sampel.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini diberikan lembaran. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara.


(15)

3.8Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2015 meliputi analisis deskriptif

dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang

digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakterisistik tertentu dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015. Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi gambar (chart) dan diagram.

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2015. Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan dengan menggunakan Analytical Hierarchy

Process (AHP) melalui kuesioner untuk kelompok masyarakat yang sudah

ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang ilmu.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970. Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan atau permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif.


(16)

Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numeric pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Analytical HierarchyProcess(AHP)dapat menyederhanakan masalah yang

kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam satu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat daripengambilan keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.


(17)

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan luar kelompok elemen strukturnya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang

terdiri dari:

1. ReciprocalComparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan

berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah K kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogeneity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan

perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy)

walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).


(18)

4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan, penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut:

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin dirangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau criteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.


(19)

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensimetris pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,15 maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:

1. Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya

2. Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya 3. Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan denga kepentingan lainnya

4. Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan lainnya. Antara lain:

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan


(20)

karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogeny. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut:

1. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3. Lengkap


(21)

4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

b. Comparative judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

Pertama yang dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub

sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada tabel dibawah ini:


(22)

Tabel 3.2

Matriks Perbandingan Berpasangan

C A1 A2 A3 …. An

A1 A2 A3 .... An a11 a12 a31 …. an1 a12 a22 a32 …. an2 a13 a23 a33 …. an3 …. …. …. …. …. a1n a2n a3n …. ann

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom)

yang menyatakan hubungan:

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap criteria C dibandingkan

dengan A1 (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1

(kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria Ai

adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty

mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolut pada skala tersebut

merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen A1


(23)

Tabel 3.3

Skala Penilaian Perbandingan Skala Tingkat

Kepentingan Defenisi Keteranganan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih

penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu

elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua

penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij= 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila

dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

Sumber: Thomas L. Saaty (1991)

Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolut atau ekstrim. Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.

Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode peraatan dengan rata-rata geometrik (geometric mean). Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang diRata-rata-Rata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai


(24)

tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai berikut:

aij= (Z1. Z2. Z3. ….. Zn)1/n

dengan:

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan criteria A1 dengan Aj untuk n partisipan

Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipasi I, dengan nilai i =1, 2,3, …, n

n = Jumlah partisipan

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigen vector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.


(25)

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen value maksimum. Dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah:

CI = (λmaks-n) (n-1)

Dengan :

CI = Indeks konsistensi

λmaks = Eigen value maksimum

n = Orde matrik

dengan λ merupakan eigen value dan n ukuran matriks. Eigen value maksimum

suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negative. Makin dekat eigen value maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus diatas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National


(26)

Tabel 3.4

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi

RI = Indeks random

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistensian respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah menyusun nilai CR (Consistency Ratio) yang diinzinkan adalah CR≤0,15.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tentang Kabupaten Tapanuli Utara


(27)

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara terletak diwilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 150-1700 meter di atas permukaan laut. Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu yang tergolong datar (3,16 persen), landai (26,86 persen), miring (25,63 persen) dan terjal (44,35 persen).

Secara astronomis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi1020’– 2041’Lintang Utara dan 98005’–99016’Bujur Timur. Sedangkan secara geografis letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu,

• disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir;

• di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara; • disebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan; dan • disebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan

Tapanuli Tengah.

Letak geografis dan astronomis Kabupaten Tapanuli Utara ini sangat menguntungkan karena berada pada jalur lintas dari beberapa Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.

4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Tapanuli Utara

Berdasarkan hasil proyeksi dari sensus penduduk 2010, penduduk Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2013 berjumlah 287.166 jiwa yang terdiri atas 141.893 laki-laki, dan 145.273 perempuan, dan dengan kepadatan penduduk 2.621


(28)

jiwa per km2. Penduduk terbanyak terdapat pada kecamatan Siborong-borong sebesar 45.420 jiwa. Sedangkan penduduk terpadat berada pada Kecamatan Tarutung sebesar 377 km2/jiwa.

Tabel 4.1

Penyebaran Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah

Laki – Laki Perempuan

1 Parmonangan 6.639 6.750 13.389

2 Adiankoting 7.215 7.056 14.271

3 Sipaholon 11.254 11.644 22.898

4 Tarutung 19.797 20.823 40.620

5 Siatas Barita 6.477 6.957 13.434

6 Pahae Julu 5.910 6.168 12.078

7 Pahae Jae 5.258 5.611 10.869

8 Purbatua 3.570 3.796 7.366

9 Simangumban 3.665 3.842 7.507

10 Pangaribuan 13.571 13.925 27.496

11 Garoga 8.047 7.975 16.022

12 Sipahutar 12.636 12.596 25.232

13 Siborong-borong 22.829 22.591 45.420

14 Pagaran 8.422 8.589 17.011

15 Muara 6.603 6.950 13.553

Kabupaten Tapanuli Utara Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Jumlah rumah tangga di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 sebanyak 67.568 rumah tangga. Dengan jumlah penduduk 287.166 jiwa, maka setiap rumah tangga rata-rata beranggotakan 4 orang.

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara

Suatu perekonomian suatu kota/kabupaten dapat diukur dari PDRBnya kota/kabupaten tersebut. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 sebesar 6,05 persen. PDRB


(29)

Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013 atas dasar harga berlaku sebesar Rp 5.121,10 Miliar dan atas dasar harga konstan sebesar Rp 1.914,41 Miliar. Jika dilihat menurut lapangan usahanya maka sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu 2.587 Miliar rupiah, dan diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa sebagai kontributor terbesar ketiga, sedangkan sisanya disumbangkan oleh enam sektor lainnya, dimana sektor penyumbang terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian.

Tabel 4.2

Nilai PDRB Harga Berlaku, Nilai PDRB Harga Konstan, dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

Sektor Usaha Nilai PDRB

Harga Berlaku

Nilai PDRB Harga Konstan

Sumber Pertumbuhan

Pertanian 2.587.168,99 963.456,03 1,960

Pertambangan & Penggalian 7.549,70 1.579,06 0,008

Industri Pengolahan 83.058,98 38.493,57 0,074

Listrik, Gas & Air Bersih 46.600,60 14.372,10 0,056

Konstruksi 373.573,54 141.802,85 0,835

Perdagangan, Hotel &

Restoran 814.160,30 260.000,29 0,952

Pengangkutan &

Komunikasi 213.788,90 72.376,65 0,271

Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan 183.614,68 63.173,66 0,285

Jasa-jasa 811.587,82 359.160,36 1,610

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara 6,050

Sumber : BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Kontributor terbesar dalam membentuk PDRB Kabupaten Tapanuli Utara adalah Sektor pertanian. Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sub sektor pertanian yang paling dominan yang dibudidayakan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara adalah sektor tanaman bahan makanan mencakup tanaman padi, palawija dan hortikultura. Untuk tanaman padi dan palawija, padi memiliki luas 27 ribu


(30)

hektar. Sedangkan untuk tanaman sayuran, cabe memiliki luas panen terbesar yaitu sebesar 1080 hektar.

Komoditas tanaman pangan tersebut adalah padi sawah, padi ladang, jagung, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar dan komoditas hortikultura adalah bawang merah, cabe besar, bawang daun, buncis, kentang, kubis, sawi, terung, tomat, kacang panjang, dan bayam. Produksi komoditas jagung pada tahun 2013 yaitu 21.375,74 ton, kacang tanah 3.595,59 ton, ubi kayu 32.476,44 ton dan ubi jalar 11.009,19 ton. Sedangkan komoditas bawang merah 449,57 ton, cabe besar5.424,69 ton, bawang daun 2.558,36 ton, buncis 1.867,26 ton, kentang 3.499,55 ton, kubis 7.769,74 ton, sawi 4.852,13 ton, terung 1.254,48 ton, tomat 2.097,60 ton, kacang panjang 499,22 ton, bayam 331,26 ton.

Sektor perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara yang memberikan kontribusi adalah karet, Kemenyan, kopi arabika, kopi robusta, cengkeh, kelapa, kulit manis, kemiri, tembakau, kelapa sawit, coklat, aren, pinang, vanili, nilam, andaliman. Produksi komoditas karet pada tahun 2013 yaitu karet 4.848,43 ton, kemenyan 3.632,20 ton, kopi arabika 10.573,34 ton, kopi robusta 625,94 ton, cengkeh 11,09 ton, kelapa 270,23 ton, kulit manis 1.309,03 ton, kemiri 216,41 ton, tembakau 154,53 ton, kelapa sawit 11,64 ton , coklat 1.052,10 ton, aren 169,26 ton, pinang 60,12 ton, vanili 0,38 ton, nilam 0,55 ton, andaliman 12,25 ton.

Sektor jasa, komoditi yang diunggulkan adalah wisata alam dan wisata budaya. Salah satu tujuan wisata unggulan di Tapanuli Utara adalah salib kasih yang ada di Kecamatan Sipaholon. Salib kasihterletak di Kecamatan Sipaholon


(31)

dengan jarak 230 Km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Beriklim tropis dengan udaranya yang sejuk merupakan salah satu daerahtujuan wisata utama di Sumatera Utara.

4. 2 Profil Responden

Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 30 responden yang menjadi sampel dalam peneltian ini didapat informasi bahwa responden berjenis kelamin pria 70% dan wanita berjumlah 30%. Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia 41-50 tahun berkisar 47%. Kemudian diikuti oleh usiadiatas 50 berkisar sebesar 23%. Kemudian usia 20-30 berkisar 17%. Serta yang berusia 31-40 tahun hanya sebesar 13%. Sementara itu untuk tingkat pendidikan, pada umumnya responden tamatan D3/S1/S2 sebesar 70% dan selebihnya tamatan SMA/Sederajat sebesar 30%. Untuk lebih jelasnya, karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Pria 21 70%


(32)

Usia (Tahun) Jumlah Persentase

1 20 – 30 5 17%

2 31 – 40 4 13%

3 41 – 50 14 47%

4 >50 7 23%

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 SMA/Sederajat 9 30%

2 D3/S1/S2 21 70%

Sumber : Data Primer Diolah

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Daya saing ekonomi daerah merupakan representasi dari kinerja indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator-indikator-indikator pembentuknya, maka akan semakin tinggi daya saing ekonomi suatu daerah. Sebaliknya, apabila kinerja indikator-indikator pembentuk daya saing ekonomi tersebut rendah, maka daya saing ekonomi daerah tersebut juga rendah. Untuk melihat daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode

Analytic Hierarchy Proccess (AHP) dengan bantuan Software yaitu Expert

Choice.

Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015. Bobot yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih penting dibandingkat dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara. Berikut ini hasil pembobotan dari


(33)

faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.1

Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015

Hasil diatas menunjukkan bahwa faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015 adalah faktor infrastruktur fisik yang memiliki bobot paling tinggi yaitu sebesar 0,326. Kemudian diikuti oleh faktor perekonomian daerah sebesar 0,283. Berikutnya faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas dengan bobot sebesar 0,178 dan kemudian faktor kelembagaan dengan bobot sebesar 0,108. Faktor sosial politik berada di urutan terakhir dengan bobot sebesar 0,105.


(34)

Secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.2

Persentase Faktor Penentu Daya Saing

Dari hasil pembobotan tersebut, tanggapan responden terhadap faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara dipengaruhi oleh tiga faktor dengan nilai bobot terbesar, yaitu faktor infrastruktur, faktor perekonomian daerah, serta faktor tenaga kerja dan produktivitas. Faktor infrastruktur dianggap penting karena faktor tersebut menjadi tolak ukur bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi di suatu daerah. Berikut akan dijelaskan masing-masing faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan pemeringkatan beserta variabelnya.

4. 3. 1 Faktor Infrastruktur Fisik

1. Kelembagaan 11%

2. Sosial Politik 10%

3. Ekonomi Daerah

28% 4. Tenaga Kerja

dan Produktivitas 18% 5. Infrastruktur

Fisik 33%


(35)

Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan usaha. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik sangat mempengaruhi kelancaran dunia usaha di suatu daerah. Semakin besar skala suatu usaha, maka kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur fisik juga akan semakin besar.

Salah satu infrastruktur strategis yang perlu ditingkatkan kualitasnya untuk menunjang perekonomian yang berdaya saing tinggi adalah kualitas kondisi jalan. Kualitas jalan yang baik sangat mendukung mobilitas perekonomian yang menghubungkan antar kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara maupun dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sumatera Utara. Berikut penulis lampirkan data kondisi jalan dalam tabel 4.4.

Tabel 4.4

Kondisi Jalan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2013

No Kondisi Jalan Panjang Jalan

1 Baik 446,27 km

2 Sedang 529,72 km

3 Rusak 169,79 km

4 Rusak Berat 76,23 km

Total 1222.01 km

Sumber : Dinas PU Kabupaten Tapanuli Utara

Faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari dua variabel yaitu ketersediaan infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur. Variabel ketersediaan infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,385 atau 39% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,615 atau 61% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Persentase bobot dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(36)

Gambar 4.3

Persentase bobot variabel faktor infrastruktur fisik

Menurut tanggapan responden menunjukkan bahwa kualitas infrastruktur fisik lebih menjadi prioritas dalam faktor infrastruktur fisik. Hasil pembobotan ini didukung oleh hasil wawancara terhadap responden yang menunjukkan bahwa dalam variabel ketersediaan infrastruktur fisik, 40% responden menyatakan kurang setujuterdahap ketersediaan jalan yang sudah memadai. Hanya sekitar 27% responden yang menyatakan setuju bahwa ketersediaan jalan sudah memadai. Kemudian, untuk akses dan kualitas pelabuhan laut sebanyak 33% menyatakan sangat tidak setuju jika akses dan kualitas pelabuhan laut sudah memadai, 23% menyatakan tidak setuju, lalu 20% menyatakan kurang setuju. Hanya 23% yang menyatakan setuju dengan hal ini. Mungkin yang menjadi alasan utama adalah mengingat jarak antara Kabupaten Tapanuli Utara dan Pelabuhan Belawan yang cukup jauh. Jika diukur dari Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara yaitu Kecamatan Tarutung menuju Pelabuhan Belawan jaraknya

39%

61%


(37)

cukup jauh yaitu 213 kilometer.Hanya 20% responden yang menyatakan tidak setuju kalau ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. 47% responden menyatakan setuju terhadap pernyataan ini dikarenakan akses yang memadai ke bandara silangit yang berada di Tapanuli Utara. Kemudian untuk ketersediaan saluran telepon, 57% responden setuju kalau ketersedian saluran telepon sudah memadai. Hanya 10% responden yang menyatakan tidak setuju, dan 20% responden menyatakan kurang setuju.

Dalam variabel kualitas infrastruktur fisik, 23% responden menyatakan tidak setuju terhadap kualitas jalan sudah baik. 47% responden menyatakan kurang setuju. Hanya 20% responden yang menyatakan sangat setuju kalau kualitas jalan di Kabupaten Tapanuli Utara sudah baik, ini dikarenakan banyaknya responden yang kurang setuju seperti yang dilihat pada table 4.4 karena kondisi jalan yang baik hanya 446,27km sedangkan yang sedang 529,72km dan yang rusak 169,79km. Kemudian untuk akses dan kualitas pelabuhan laut yang sudah baik, 33% responden menyatakan sangat tidak setuju bahwa akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik. 23% responden menyatakan tidak setuju. Dan hanya 23% responden yang menyatakan setuju. Sedangkan untuk akses dan kualitas pelabuhan udara yang sudah baik, 20% responden menyatakan tidak setuju, dan sebesar 40% responden yang menyatakan setuju. Sedangkan untuk kualitas saluran dan sambungan telepon yang sudah baik, 50% responden menyatakan setuju bahwa kualitas saluran dan sambungan telepon sudah baik.

Berdasarkan analisis dan persepsi dari para responden, hal ini menunjukkan kualitas dan ketersediaan infrastruktur diharapkan agar bisa menjadi


(38)

lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan pergerakan sumber-sumber ekonomi bagi peningkatan kegiatan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara.

4. 3. 2 Faktor Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah sebagai faktor ekonomi yang utama dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara. Meskipun dalam pembobotan ini merupakan prioritas kedua setelah infrastruktur fisik dengan nilai bobot sebesar 0,283. Hal ini memang tidak terlepas dari peran perekonomian daerah yang mutlak harus didukung adanya infrastruktur yang memadai. Namun demikian, kondisi perekonomian daerah berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Dimana, kondisi perekonomian daerah yang baik akan mewujudkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Begitupun sebaliknya, jika perekonomian daerah cenderung berjalan stagnan maka pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut juga akan terhambat yang berimbas pada perekonomian secara regional maupun nasional.

Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa, struktur yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi di masing-masing sektor.

Secara umum ada tiga sektor yang cukup dominan dalam pembentukan total PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2013 yaitu sektor pertanian 50,52 persen, sektor perdagangan 15,90 persen, dan sektor


(39)

jasa-jasa sebesar 15,85%, sedangkan sektor-sektor yang lain memberikan kontribusi dibawah 10 persen adalah sektor bangunan 7,29 persen, sektor pengangkutan 4,17 persen, sektor keuangan 3,59 persen, sektor industri 1,62 persen, sektor listrik, gas dan air minum 0,91 persen dan pertambangan dan penggalian 0,15 persen.

Suatu wilayah/ daerah bisa dikatakan maju kalau distribusi nilai tambah sektor industri dan sektor jasa-jasa lebih besar jika dibandingkan dengan sektor pertaniannya dan Kabupaten Tapanuli Utara sudah mengarah ke karakteristik seperti itu dimana konstribusi sector pertanian tahun 2009-2013 cenderung mengalami penurunan, sedangkan sektor yang mengalami kenaikan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa kontribusi sektor pertanian terus menurun dari tahun ketahun, pada tahun 2009 sebesar 54,74 persen dan tahun 2010 menurun lagi menjadi 54,14 persen yang kemudian menurun menjadi 53,19 persen pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012 kembali menurun menjadi 52,28 persen dan kembali menurun menjadi sebesar 50,52 persen pada tahun 2013. Hal tersebut bisa dimaklumi karena sektor pertanian merupakan sektor primer yang kinerjanya sangat bergantung pada ketersediaan dan kondisi sumber daya alam. Jika sumber daya alam yang ada semakin berkurang, sementara sumber daya alam yang baru belum atau tidak ditemukan dan teknologi pertanian yang digunakanpun tidak berkembang maka kinerja sektor tersebut tidak akan mengalami peningkatan atau bahkan mengalami penurunan. Berkurangnya sektor pertanian ini dikarenakan banyak komoditi pertanian yang mengalami penurunan


(40)

produksi terutama tanaman perkebunan yang rata-rata umurnya telah tua dan perlu dilakukan peremajaan sehingga dapat memacu kenaikan produksi.

Secara keseluruhan struktur perekonomian daerah Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2009-2013 ditunjukkan pada table 4.5 dan table 4.6.

Tabel 4.5

Nilai dan Kontribusi PDRB Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2009-2013 Atas Dasar Harga Berlaku

Sektor Usaha Tahun

2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

Pertanian 1.856,97 2.071,79 2.211,59 2.386,48 2.587,17

Pertambangan & Penggalian 4,48 5,19 5,81 6,58 7,55

Industri 59,25 64,34 69,31 74,65 83,06

Listrik, Gas & Air Bersih 29,83 33,47 37,15 41,76 46,61

Bangunan 211,11 233,31 268,70 309,87 373,58

Perdagangan, Hotel &

Restoran 487,80 557,98 623,54 701,56 814,17

Pengangkutan & Komunikasi 141,74 156,09 172,45 190,94 213,79

Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan 129,47 140,82 151,22 163,43 183,62

Jasa-jasa 472,02 544,86 617,787 689,53 811,59

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara Tabel 4.6

Struktur PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha/ Sektor Tahun 2009 – 2013

No Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (%)

2009 2010 2011 2012 2013

1 Pertanian 54,74 54,41 53,19 52,28 50,52

2 Pertambangan & Penggalian 0,13 0,14 0,14 0,14 0,15

3 Industri 1,75 1,69 1,67 1,64 1,62

4 Listrik, Gas & Air Bersih 0,88 0,88 0,89 0,91 0,91

5 Bangunan 6,22 6,13 6,46 6,79 7,29

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 14,38 14,65 15,00 15,37 15,90

7 Pengangkutan & Komunikasi 4,18 4,10 4,15 4,18 4,17

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan 3,82 3,70 3,64 3,58 3,59

9 Jasa-jasa 13,91 14,31 14,86 15,11 15,85

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00


(41)

Pada tabel 4.6 Secara umum ada tiga sektor yang cukup dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 yaitu sektor pertanian (primer) 50,52 persen, sektor perdagangan (sekunder) 15,90 persen, dan sektor jasa-jasa (tersier) sebesar 15,11 persen, sedangkan sektor yang lain memberikan kontribusi 15,85 persen. Responden lebih memprioritaskan variabel potensi ekonomi dengan bobot sebesar 0,718 atau 72% dari keseluruhan bobot faktor perekonomian daerah. Ini dikarenakan Kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi ekonomi yang baik terutama di potensi alam dan sumber daya manusianya. Letak geografis dan astronomis kabupaten Tapanuli Utara ini sangat menguntungkan karena berada pada jalur lintas dari beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Potensi alam antara lain luasnya lahan kering untuk dijadikan persawahan baru dengan membangun irigasi ditambah kebun-kebun kopi yang cukup menjanjikan. Keindahan alam dengan panorama khususnya banyak ditemui didaerah ini. Lokasi wisata dapat kita lihat seperti pulau sibandang dikawasan danau toba, permandian air panas sipaholon, pacuan kuda siborongborong dan wisata rohani salib kasih. Kekayaan seni budaya asli merupakan potensi dalam upaya mengembangkan kepariwisataan nasional. Potensi lain terdapat berbagai jenis mencakup seperti kaolin, batu gamping, belerang, batu besi, mika, batu bara, panas bumi dan sebagainya. Potensi sumber daya manusia sudah tidak diragukan lagi bahwa cukup banyak putera-puteri Tapanuli yang berjasa di pemerintahan, dunia usaha dan sebagainya. Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka tulang punggung perekonomian kabupaten Tapanuli Utara didominasi oleh sektor pertanian khususnya pertanian tanaman


(42)

pangan dan perkebunan rakyat, menyusul sektor perdagangan, pemerintahan perindustrian dan pariwisata. Pada era informasi dan globalisasi peranan pemerintah maupun pihak swasta semakin nyata dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah di berbagai sektor/bidang sehingga pendapatan masyarakat semakin meningkat.

Variabel stuktur ekonomi memiliki bobot sebesar 0,282 atau 28% dari keseluruhan bobot faktor perekonomian daerah. Dimana, struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sector-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur yang terbentuk dari nilai tambah (PDRB) yang diciptakan oleh masing-masing sector menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi di masing-masing sektor. Secara umum ada tiga sektor yang cukup dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 yaitu sektor pertanian 50,52 persen, sektor perdagangan 15,90 persen, dan sektor jasa-jasa sebesar 15,11 persen, sedangkan sektor yang lain memberikan kontribusi 15,85 persen. Kontribusi terbesar sektor pertanian diberikan oleh sub sektor tanaman dan bahan makanan 28,12 persen, utamanya padi-padian yang menjadi komiditi unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara. Persentase dari masing-masing variabel indikator perekonomian daerah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(43)

Gambar 4.4

Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah

Dari tanggapan responden, variabel potensi ekonomi dianggap lebih penting dan menjadi prioritas dalam indikator perekonomian daerah dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara.

Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel potensi ekonomi, 53% responden menyatakan setuju bahwa tingkat daya beli masyarakat cenderung meningkat. Tetapi, 27% responden menyatakan kurang setuju, dan 13% responden bahkan menyatakan sangat setuju bahwa tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin meningkat. Selanjutnya untuk perkembangan kondisi ekonomi yang semakin membaik, 60% responden menyatakan setuju, 7% responden menyatakan sangat setuju, dan 23% responden menyatakan kurang setuju bahwa perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. Kemudian, 43% responden kurang setuju bahwa kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau. Hanya 27% responden yang setuju dan 17% responden

Struktur Ekonomi; 28%

Potensi Ekonomi; 72%


(44)

menyatakan tidak setuju. Selanjutnya untuk tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung semakin membaik, 40% responden kurang setuju, 50% responden setuju bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin membaik, dan 7% responden tidak setuju.

Dalam variabel struktur ekonomi, 53% responden menyatakan setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. 33% responden menyatakan kurang setuju, dan 7% responden menyatakan sangat setuju. Selanjutnya, 37% responden setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat, dan 57% responden menyatakan kurang setuju. Kemudian, 40% responden setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat. 43% responden menyatakan kurang setuju, dan 3% responden sangat setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat.

Berdasarkan hasil analisis dan wawancara persepsi para responden, variabel struktur ekonomi dapat dikatakan semakin membaik, dan nilai tambah atau kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier cenderung semakin meningkat. Namun potensi ekonomi diharapkan dapat menjadi lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara.

4. 3. 3 Faktor Tenaga kerja dan Produktivitas

Tenaga kerja merupakan indikator yang penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah. Tenaga kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah. Faktor tenaga kerja dan


(45)

produktivitas terdiri dari 3 variabel, yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja.

Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Di Kabupaten Tapanuli Utara penduduk kelompok umur 15-19 tahun merupakan angkatan kerja dengan populasi tertinggi. Sedangkan penduduk kelompok umur 60-64 tahun merupakan angkatan kerja dengan populasi yang terendah. Kemudian sebagian besar penduduk usia angkatan kerja di Kabupaten Tapanuli Utara bekerja di sektor pertanian. Sementara listrik, gas & air bersih menjadi sektor penyumbang angkatan kerja yang paling rendah. Tabel 4.7 dibawah ini menjelaskan secara detail angkatan kerja berdasarkan kelompok umur dan tabel 4.8 menunjukkan persentase penduduk 15 tahun keatas menurut lapangan pekerjaan dan jenis kelamin di Kabupaten Tapanuli Utara.

Tabel 4.7

Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2013

No Kelompok Umur Laki -Laki Perempuan Jumlah

1 15 – 19 15.122 14.011 29.133

2 20 – 24 8.621 7.167 15.788

3 25 -29 8.574 8.092 16.666

4 30 – 34 8.983 8.701 17.864

5 35 – 39 8.455 8.121 16.576

6 40 – 44 7.762 8.092 15.854

7 45 – 49 7.594 8.184 15.778

8 50 – 54 6.811 7.883 14.694

9 55 – 59 5.828 7.153 12.981

10 60 + 4.428 5.418 9.846

Jumlah 82.178 82.822 165.540


(46)

Tabel 4.8

Persentase Penduduk 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2014

No Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Pertanian 75,34 79,37 77,36

2 Pertambangan & Penggalian 0,38 0,00 0,19

3 Industri Pengolahan 1,97 5,45 3,72

4 Listrik, Gas & Air Bersih 0,00 0,00 0,00

5 Bangunan 4,26 0,00 2,12

6 Perdagangan,Hotel & Restoran 5,53 6,66 6,07

7 Angkutan & Komunikasi 2,75 0,10 1,42

8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0,57 0,27 0,42

9 Jasa - jasa 9,20 8,21 8,70

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : Tapanuli Utara Dalam angka 2014

Variabel biaya tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,279 atau 28% dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Variabel ketersediaan tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,345 atau 34%. Dan variabel produktivitas tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,376 atau 38% dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Persentase bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.5

Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Biaya Tenaga Kerja 28%

Ketersediaan Tenaga Kerja

34% Produktivitas

Tenaga Kerja 38%


(47)

Menurut tanggapan responden, variabel produktivitas tenaga kerja dan ketersediaan tenaga kerja menjadi prioritas dalam faktor tenaga kerja dan produktivitas. Kedua variabel tersebut dianggap sangat penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara dari faktor tenaga kerja dan produktivitas.

Table 4.9

Data UMP Provinsi Sumatera Utara dan UMK Tapanuli Utara tahun 2012-2016

Tahun UMP Sumatera Utara UMK Tapanuli Utara

2012 1.035.500,00 -

2013 1.200.000,00 -

2014 1.375.000,00 1.551.000,00

2015 1.625.000,00 1.653.000,00

2016 1.811.875,00 -

Sumber : www.bkpm.go.id

Tabel 4.10

PDRB Harga Berlaku, Jumlah Tenaga Kerja, dan Produktivitas Tenaga Kerja pada tahun 2009-2013

Tahun PDRB Tenaga Kerja Produktivitas Tenaga Kerja

2009 3.392.626,16 150.866 2.248.767

2010 3.807.803,55 157.867 2.412.032

2011 4.157.526,92 159.204 2.611.446

2012 4.564.753,53 163.677 2.788.879

2013 5.121.103,53 165.000 3.103.699

Sumber : Tapanuli Utara dalam angka 2014

Dari tabel di atas menunjukan setiap tahunnya pada tahun 2009 hingga tahun 2013 produktivitas tenaga kerja Tapanuli Utara terus meningkat, ini dikarenakan adanya peningkatakan PDRB harga berlaku dan jumlah tenaga kerja di Tapanuli Utara.

Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel tenaga kerja, 43% responden menyatakan kurang setuju terhadap besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan UMK. Sekitar 37% responden setuju, dan 13% responden tidak setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sudah sesuai dengan


(48)

ketentuan UMK. Begitu juga dengan besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat, 53% responden menyatakan kurang setuju bahwa besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Sekitar 27% responden setuju. Dan 7% responden juga menyatakan tidak setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Hal ini juga didukung dari tabel 4.9 dimana data UMK Tapanuli Utara hanya sebesar 1.551.000 pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 UMK Tapanuli Utara sebesar 1.653.000, artinya pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara perlu meningkatkan lagu upah minimum kabupaten untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.

Dalam variabel ketersediaan tenaga kerja, untuk pernyataan jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 50% responden kurang setuju terhadap pernyataan tersebut. 20% responden menyatakan tidak setuju, dan 27% responden juga menyatakan setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kemudian untuk tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 57% responden menyatakan kurang setuju, hanya 30% responden menyatakan setuju.

Dalam variabel produktivitas tenaga kerja, 40% responden kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi. Namun, 37% responden menyatakan setuju kalau tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi. Kemudian untuk tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada, 50% responden menyatakan kurang setuju, hanya 27% responden yang menyatakan setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada.


(49)

Berdasarkan analisis dan persepsi dari responden, produktivitas tenaga kerja diharapkan untuk lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara. Mengenai ketersediaan tenaga kerja, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Tapanuli Utara melebihi dari kebutuhan pasar tenaga kerja sehingga menimbulkan tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2013 sekitar 1.556 sedang mencari pekerjaan.

4. 3. 4 Faktor Kelembagaan

Kelembagaan Kabupaten Tapanuli Utara merupakan faktor ekonomi yang juga berpengaruh terhadap daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2015. Walaupun menduduki posisi keempat setelah infrastruktur fisik, perekonomian daerah, dan tenaga kerja memiliki bobot penilaian sebesar 0,108. Namun, dapat dipastikan bahwa infrastruktur fisik tidak akan berjalan tanpa adanya izin dari kelembagaan. Karena setiap aturan baik infrastruktur, perekonomian daerah, dan tenaga kerja harus memiliki izin atau peraturan dari kelembagaan. Pada tahun 2013, kabupaten Tapanuli utara secara wilayah administrasi terdiri dari 15 kecamatan. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) daerah di Tapanuli Utara keadaan Desember 2013 adalah sebanyak 6.321 orang. Jika dirinci menurut golongan adalah golong II sebanyak 1.766 orang tau 25.60%, golongan III sebanyak 2.545 orang atau 42,95%, sedangkan untuk golongan IV ada sebanyak 1.896 orang atau 29,63% dan masih terdapat 114 orang atau 1,81% golongan I. Tabel 4.9 dibawah ini menjelaskan secara detail jumlah PNS dan golongannya di Tapanuli Utara.


(50)

Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Unit Kerja dan Golongan di Pemerintahan Daerah di Tapanuli Utara Tahun 2013

No Unit Kerja Golongan Jumlah

I II III IV

1. Sekretariat Daerah, Dinas, Badan dan Kantor 46 341 573 167 1.127

2. Kecamatan dan Sekretaris Desa 38 183 126 10 357

3. Kelurahan 0 12 48 1 61

4. UPT Pasar 9 25 12 0 46

5. UPTD Dinas 8 262 341 57 668

6. TK 0 5 6 3 14

7. SD 12 818 487 990 2307

8. SLTP 1 51 481 402 935

9. SMA 0 11 203 193 407

10. SMK 0 9 164 65 238

11. RSU Swadana Daerah Tarutung 0 45 82 4 131

12. AKBID / AKPER 0 4 22 4 30

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Utara

Tabel 4.12

Laporan Realisasi APBD Tahun 2013, dan 2014

No Realisasi Anggaran Tahun (Rp.)

2013 2014


(51)

1.1 Pendapatan Asli Daerah 37.954.419.661,95 63.696.097.398,86

1.1.1 Pendapatan Pajak daerah 6.024.675.998,00 11.286.218.960,23

1.1.2 Pendapatan Retribusi Daerah 17.636.231.882,00 36.162.112.657,00

1.1.3 Pendapatan pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan

7.195.245.251,00 4.481.772.418,00

1.1.4 Lain -lain pendapatan daerah yang sah 7.098.266.530,95 11.765.993.363,63

1.2 Pendapatan Transfer 761.663.073.336,00 780.637.089.042,00

1.2.1 Dana Perimbangan (Transfer) 637.547.710.918.00 668.307.058.689,00

1.2.1.1 Dana Bagi hasil Pajak 24.878.538.890,00 18.486.679.728,00

1.2.1.2 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4.427.951.028,00 4.662.262.961,00

1.2.1.3 Dana Alokasi Umum 552.463.211.000,00 596.841.256.000,00

1.2.1.4 Dana Alokasi Khusus 55.778.010.000,00 48.316.860.000,00

1.2.2 Transfer Pemerintah Pusat-lainnya 116.344.568.000,00 106.872.852.000,00

1.2.2.2 Dana Penyesuaian 116.344.568.000,00 106.872.852.000,00

1.2.3 Transfer Pemerintah Provinsi 7.770.794.418,00 5.457.178.353,00

1.2.3.1 Pendapatan Bagi Hasil Pajak 7.770.794.418,00 5.457.178.353,00

1.3 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 52.618.560.194,00 28.859.959.080,00

1.3.1 Pendapatan Hibah 5.564.966.194,00 3.175.162.650,00

1.3.2 Pendapatan Lainnya 47.053.594.000,00 25.684.796.430,00

2 Belanja 834.384.699.583,00 816.538.465.050.87

2.1 Belanja Operasi 623.440.128.967,00 665.260.931.487,91

2.1.1 Belanja Pegawai 452.035.329.699,00 486.384.226.909,00

2.1.2 Belanja Barang 132.155.775.281,00 138.051.229.923,91

2.1.3 Belanja Hibah 24.572.248.119,00 15.992.591.949,00

2.1.4 Belanja Bantuan Sosial 3.147.781.000,00 2.728.366.000,00

2.1.5 Belanja Bantuan Keuangan 11.528.994.868,00 22.104.516.706,00

2.2 Belanja Modal 206.895.522.616,15 146.464.311.062,96

Belanja Tanah 0,00 0,00

Belanja Peralatan dan Mesin 27.309.652.040,00 14.400.625.838,00

Belanja Bangunan dan Gedung 78.828.688.975,00 36.573.108.932,50

Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 99.654.850.791,15 94.429.242.256,46

Belanja Aset Tetap Lainnya 1.102.330.810,00 1.061.334.036,00

2.3 Belanja Tak Terduga 4.049.048.000,00 4.813.222.500,00

2.3.1 Belanja Tak Terduga 4.049.048.000,00 4.813.222.500,00

3 Pembiayaan

3.1 Penerimaan Daerah 24.687.881.729,48 56.132.000.696,00

Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA)

24.687.881.729,48 39.532.475.153,28

Penerimaan Piutang Daerah 0,00 16.599.525.543,00

3.2 Pengeluaran Daerah 2.973.912.050,00 22.000.000.000,00

Pembentukan Dana Cadangan 0,00 20.000.000.000,00

Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah

2.935.449.050,00 2.000.000.000,00

Pembayaran Pokok Utang 38.463.000,00 0,00

Pembiyaan Netto 21.713.969.679,48 34.132.000.696,28

Sumber : Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara

Faktor kelembagaan terdiri dari empat variabel, yaitu variabel kepastian hukum, variabel pembiayaan pembangunan, variabel aparatur, dan variabel peraturan daerah. seluruh variabel-variabel dalam faktor kelembagaan berada


(52)

dibawah kendali pemerintah daerah. Pada tahun 2014 APBD Tapanuli Utara merealisasikan belanja untuk pembiayaan pembangunan sebesar 36 Miliar dimana pada tahun sebelumnya tahun 2013 belanja untuk pembiayaan pembangunan sebesar 78 Miliar artinya Kabupaten Tapanuli Utara sudah baik akan pembiayaan pembangunan sehingga terjadinya pengurangan belanja pembiayaan pembangunan pada tahun 2014.

Variabel kepastian hukum memiliki bobot sebesar 0,334 atau 33% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Variabel pembiayaan pembangunan memiliki bobot sebesar 0,260 atau 26% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Variabel aparatur memiliki bobot sebesar 0,177 atau 18% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Dan variabel peraturan daerah memiliki bobot sebesar 0,239 atau 23% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Peraturan daerah yang terkait pada Investasi di Tapanuli Utara Persentase dari masing-masing variabel faktor kelembagaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


(53)

Gambar 4.6

Persentase Bobot Variabel faktor Kelembagaan

Variabel kepastian hukum dan pembiayaan pembangunan menjadi variabel yang paling penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara. Diikuti dengan variabel peraturan daerah, dan terakhir variabel aparatur.

Hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel kepastian hukum, 47% responden menyatakan setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. 33% responden kurang setuju, dan sebesar 3% responden menyatakan tidak setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. Selanjutnya, 43% responden setuju bahwa penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik. 30% responden menyatakan kurang setuju, 13% responden tidak setuju, dan 10% responden sangat setuju bahwa penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik. Kemudian 47% responden setuju bahwa pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang, 23% responden menyatakan kurang

Kepastian Hukum 33%

Pembiyaan Pembangunan

26%

Aparatur 18%

Peraturan Daerah 23%


(54)

setuju, 17% responden tidak setuju, dan 3% responden menyatakan sangat setuju bahwa pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang.

Dalam variable pembiayaan pembangunan, 23% responden kurang setuju bahwa jumlah APBD yang ada sekarang telah sesuai dengan kebutuhan. Namun, 27% responden menyatakan setuju, 30% responden menyatakan tidak setuju, dan 17% responden menyatakan sangat setuju bahwa jumlah APBD yang ada sekarang telah sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya untuk realisasi APBD yang telah sesuai dengan rencana program dan anggaran 26% responden menyatakan setuju dengan hal ini. 17% responden kurang setuju, 37% responden menyatakan tidak setuju, dan 17% responden menyatakan sangat setuju. Kemudian 32% responden menyatakan kurang setuju bahwa tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah. 23% responden setuju, 23% responden tidak setuju, dan 3% responden menyatakan sangat setuju bahwa tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah.

Dalam variabel aparatur dan pelayanan, untuk birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha yang semakin baik, 47% responden menyatakan setuju, 40% responden yang menyatakan kurang setuju, 3% responden yang menyatakan sangat setuju, dan 15% responden yang menyakatan tidak setuju bahwa birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. Selanjutnya untuk penyalahgunaan wewenang oleh aparatur yang semakin berkurang, 23% responden menyatakan setuju, 47% responden juga yang menyatakan kurang setuju. Selanjutnya untuk struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap dunia usaha yang sudah sesuai, 37% responden menyatakan setuju, 43% responden yang menyatakan


(55)

kurang setuju bahwa struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah sesuai.

Dalam variabel peraturan daerah, mengenai peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha, 63% responden menyatakan setuju. Hanya 3 % responden yang menyatakan tidak setuju bahwa peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. Kemudian mengena implementasi perda sudah sesuai dengan yang ditetapkan, 43% responden menyatakan setuju, dan sekitar 33% responden yang kurang setuju bahwa implementasi perda sudah sesuai dengan yang ditetapkan.

Dari keseluruhan variabel-variabel faktor kelembagaan di atas, variabel kepastian hukum yang lebih perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah agar lebih diperbaiki untuk meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara.

4. 3. 5 Faktor Sosial Politik

Faktor sosial politik penting dalam menentukan daya saing ekonomi suatu daerah. Suatu kegiatan ekonomi tidak akan dapat berjalan lancar tanpa di dukung oleh keamanan dalam menjalankan dunia usaha, kondisi politik yang stabil, partisipasi, keterbukaan, serta perilaku masyarakat yang mendukung kegiatan usaha. Pada tahun 2013 jumlah anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara berjumlah 35 orang terdiri dari 32 orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Pada tahun 2013 anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara melakukan kegiatan rapat sebanyak 111. Untuk tingkat kejahatan/pelanggaran di Tapanuli Utara sebesar


(56)

4.263 kejahatan/pelanggaran dimana sebagian besar kejahatan/pelanggaran ada kejahatan/pelanggaran lalu lintas, dan untuk penyelesaian kejahatan/pelanggaran di Tapanuli Utara tergolong baik dimana sebanyak 4.263 kejahatan/pelanggaran yang dilaporkan dapat diselesaikan 3.727 kejahatan/pelanggaran. Untuk lebih jelasnya berikut penulis lampirkan dalam table 4.10, table 4.11 dan table 4.12.

Table 4.13

Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Menurut partai dan Jenis kelamin

Tahun 2013

No Partai Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Partai Barisan Nasional 1 0 1

2. Partai Buruh 2 0 2

3. Partai Damai Sejahtera 2 0 2

4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 2 1 3

5. Partai Demokari Pembaharuan 1 0 1

6. Partai Demokrat 3 0 3

7. Partai Gerakan Indonesia Raya 2 0 2

8. Partai Golkar 3 0 3

9. Partai Hati Nurani Rakyat 1 2 3

10. Partai Indonesia Sejahtera 2 0 2

11. Partai Karya Peduli Bangsa 2 0 2

12. Partai Kebangkitan Bangsa 3 0 3

13. Partai Matahari Bangsa 1 0 1

14. Partai Merdeka 1 0 1

15. Partai Patriot 2 0 2

16. Partai Peduli Rakyat Nasional 2 0 2

17. Partai Perjuangan Indonesia Baru 1 0 1

18. Partai Persatuan Daerah 1 0 1

Jumlah 32 3 35


(57)

Table 4.14

Kegiatan rapat-rapat DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Pada tahun 2011-2013

No Rapat-rapat 2011 2012 2013

1. Istimewa 2 2 2

2. Paripurna 4 4 4

3. Khusus 4 2 4

4. Rapat 14 13 18

5. Panitia Anggaran 6 6 9

6. Panitia Musyawarah 26 24 14

7. Rapat Kerja Dengar Pendapat 21 23 24

8. Rapat-Rapat Komisi 36 36 36

Total 113 110 111

Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Table 4.15

Tingkat Kejahatan/Pelanggaran yang dilaporkan atau diselesaikan menurut jenis kejahatan/pelanggaran pada tahun 2013

No Jenis Kejahatan/Pelanggaran Dilaporkan Diselesaikan Belum selesai

1. Kebakaran 1 0 1

2. Perzinaan 23 17 6

3. Perkosaan 1 1 0

4. Perjudian 29 29 0

5. Pembunuhan 1 1 0

6. Penganiayaan Berat 16 8 8

7. Penganiayaan Ringan 127 82 45

8. Pencurian Biasa 36 16 20

9. Pencurian Dengan Kekerasan 1 0 1

10. Pencurian Dengan Pemberatan 37 17 20

11. Penghinaan 10 3 7

12. Penggelapan 17 7 10

13. Penipuan 14 9 5

14. Merusak 27 10 17

15. Curanmor 23 5 18

16. Kejahatan Narkotika 10 10 0

17. Pelanggaran Lalu Lintas 3.890 3.512 378

Jumlah Kejahatan 4.263 3.727 536

Sumber: Polres Tapanuli Utara

Faktor sosial politik terdiri dari tiga variabel, yaitu variabel stabilias politik, variabel keamanan, dan variabel budaya masyarakat.Variabel stabilitas politik memiliki bobot sebesar 0,212 atau 21% dari keseluruhan bobot faktor sosial politk. Variabel keamanan memiliki bobot sebesar 0,454 atau 45% dari keseluruhan bobot faktor sosial politik. Dan variabel budaya memiliki bobot


(1)

Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberi masukan dari awal sehingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan saran dan kritik dalam skripsi ini 6. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution,S.E., M.Si. selaku dosen penguji yang telah

banyak memberikan dukungan dan masukan berupa saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan 8. Kepada seluruh teman-teman Ekonomi pembangunan 2011 serta kepada

seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, termasuk bagi penulis sendiri.

Medan, Desember 2015


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep Daya Saing Global ... 6

2.2 Konsep dan Definisi Daya Saing Daerah ... 7

2.3 Indikator Utama Daya Saing Darah ... 10

2.4 Penelitian Terdahulu ... 16

2.5 Kerangka Konseptual ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 20

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Batasan Operasional ... 20

3.4 Definisi Operasional... 21

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

3.6 Metode Pengambilan Sampel ... 22

3.7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.8 Metode Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara... 37

4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Tapanuli Utara ... 37

4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Tapanuli Utara .... 38 4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara 39


(3)

4.2 Profil Responden ... 41

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing ... 42

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik ... 45

4.3.2 Faktor Perekonomian Daerah ... 48

4.3.3 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas... 54

4.3.4 Faktor Kelembagaan ... 59

4.3.5 Faktor Sosial Politik ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(4)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat ... 23

3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 32

3.3 Skala Nilai Perbandingan ... 33

3.4 Pembangkit Random (RI) ... 36

4.1 Penyebaran Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara ... 38

4.2 Nilai PDRB Harga Berlaku, Nilai PDRB Harga Konstan, dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013 ... 39

4.3 Karakteristik Responden ... 42

4.4 Kondisi Jalan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013 ... 45

4.5 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB 2009-2013 Atas Dasar Harga Berlaku ... 50

4.6 Struktur PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha / Sektor Tahun 2009-2013 ... 50

4.7 Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Tapanuli Utara Pada Tahun 2013 ... 55

4.8 Persentase Penduduk 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin ... 56

4.9 Data UMP Sumatera Utara dan UMK Tapanuli Utara ... 57

4.10 PDRB Harga Belaku, Jumlah Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2009-2013 ... 57

4.11 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Unit Kerja dan Golongan di Pemerintahan Daerah Tapanuli Utara ... 60

4.12 Laporan Realisasi APBD Tahun 2013, dan 2014 ... 61

4.13 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Partai dan Jenis Kelamin ... 66

4.14 Kegiatan Rapat-Rapat DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Pada Tahun 2013 ... 67

4.15 Tingkat Kejahatan/Pelanggaran Yang dilaporkan atau Diselesaikan Menurut Jenis Kejahatan atau Pelanggaran Pada Tahun 2013 ... 67


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman 2.1 Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi

Kabupaten Tapanuli Utara ... 19

4.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara ... 43

4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 44

4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur ... 46

4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah ... 53

4.5 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja... 56

4.6 Persentase Bobot Variabel Faktor Kelembagaan ... 63


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman 1 Instrumen Penelitian... 75