55
BAB IV IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 92PUU-
X2012 TERHADAP UNDANG-UNDANG MPR, DPR, DPD dan DPRD NOMOR 17 TAHUN 2014
A. Terciptanya Proses Legislasi Model Tripartit Dalam Kehidupan Legislatif
di Indonesia
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92PUU-X2012 menegaskan bahwa DPD memiliki kedudukan yang sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Presiden dalam proses legislasi atau lebih dikenal sebagai proses legislasi model tripartit, yakni Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, dan Presiden, yang setara
sejak awal hingga akhir tahapan Pembicaraan Tingkat I kegiatannya adalah pengantar musyarawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan pendapat
mini. Artinya, Mahkamah Konstitusi memutuskan DPD berhak danatau berwenang mengusulkan Rancangan Undang-Undang tertentu dan membahasnya
sejak awal hingga akhir tahapan Pembicaraan Tingkat I. Pada Pembicaraan Tingkat II, DPD menyampaikan pendapat sebelum persetujuan atau pengesahan
Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat sampai
sebelum tahapan persetujuan.
77
77
Diakses dari : http:www.kompasiana.comimsitumeangmengadopsi-proses-legislasi-model-
tripartit-dpr-dpd-dan-presiden-dalam-revisi-uu-mpr-dpr-dpd-dan- dprd_54f736b5a33311d6748b4786.
56
Model legislasi tripartit tiga lembaga dengan keikutsertaan DPD dalam mekanisme legislasi terbagi atas tiga bagian, yaitu terkait dengan pembahasan
prolegnas. Kedepan harus diatur dalam Undang-Undang dan Tata Tertib internal DPD mengenai badan atau panitia yang berwenang dalam pembahasan prolegnas,
Panitia Perancang Undang- Undang DPD. Dalam pasal 276 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dapat diartikan bahwa DPD dalam melakukan pengajuan
Rancangan Undang-Undang berdasarkan program legislasi nasional. DPD juga mendapat hak ikut dalam pembahasan bersama mengenai Prolegnas tidak hanya
ikut membahas, namun juga memberikan kesepakatan atas Prolegnas.
78
Lalu dalam pengajuan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Undang- Undang disampaikan beserta naskah akademik dengan surat pengantar pimpinan
DPD kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden. Surat pengantar pimpinan DPD menyebut juga Panitia Perancang Undang-Undang danatau
panitia kerja yang mewakili DPD dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang tersebut dalam pasal 277 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014.
79
78
Akhmad Haris Supriyanto. Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Menuju Sistem Ketatanegaraan Demokratis. Fakultas Hukum. Universitas Brawijaya. 2014. Hlm 16.
DPD juga dapat menyampaikan daftar inventarisasi masalah dari Rancangan Undang-Undang dari DPR dan Presiden terkait
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
79
Ibid,.
57 keuangan pusat dan daerah yang tertulis dalam pasal 278 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014.
80
Pembahasan bersama Rancangan Undang-Undang, yakni terkait mekanisme pembahasan, menurut penulis dalam Pasal 170 mengenai pembicaraan
tingkat I yang dilakukan dengan kegiatan pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah dan penyampaian pendapat mini , seharusnya bisa
dijadikan rapat joint Committe atau dalam istilah parlemen bikameral adalah conference committe yang dijadikan forum untuk melakukan negosiasi dan
musyawarah dalam menggabungkan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden dan DPD. Dalam tingkat komisi, sejalan dengan hal
tersebut Muhammad Ali Safa’at S.H., M.H mengatakan bahwa seharusnya sebelum mengadakan rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat harus menyatukan
sikap terlebih dahulu di Internal komisi. Sehingga tidak terjadi lagi perbedaan pendapat antar fraksi ketika melakukan pembahasan bersama dengan Presiden dan
DPD. Disamping itu, masing-masing pembahas harus memiliki proporsi jumlah yang sama, sehingga pembahasan tidak di dominasi oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan fraksi-fraksinya. dalam tingkat II mengenai penyampaian Pendapat Mini, maka penyampaian sikap ini harus dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat oleh pimpinan komisi gabungan komisi pansus Baleg, bukan fraksi.
81
80
Pasal 277 dan 278 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014.
81
Akhmad Haris Supriyanto.,op. Cit. Hlm 16.
58
Pimpinan DPD bersama Tim Litigasi DPD menyosialisasikan proses legislasi model tripartit sebagai konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi ihwal
konstitusionalitas hak danatau kewenangan legislasi DPD yang memutuskan posisi DPD setara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, bahwa DPD berhak
danatau berwenang untuk mengusulkan rancangan undang-undang bidang tertentu dan membahas Rancangan Undang-Undang bidang tertentu sejak awal
hingga akhir tahapan namun DPD tidak memberi persetujuan atau pengesahan Rancangan Undang-Undang menjadi undang-undang. Mahkamah Konstitusi juga
memutuskan Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, dan Pemerintah menyusun Program Legislasi Nasional.
82
Ketua DPD Irman Gusman menyebut putusan MK tersebut mengubah proses legislasi dari model bipartit Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden ke
model tripartit Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, dan Presiden, utamanya mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang bidang tertentu. “Tidak
seperti selama ini, tidak lagi fraksi Dewan Perwakilan Rakyat yang tampil. Mekanismenya disebut proses legislasi model tripartit. Prinsipnya mereka fraksi
Dewan Perwakilan Rakyat setuju untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konsitusi. Tapi mengenai keterlibatan fraksi Dewan Perwakilan Rakyat dalam
pembahasan Rancangan Undang-Undang, mereka tidak sepaham. Nah, kalau putusan Mahkamah Konstitusi itu benar-benar dilaksanakan, terjadilah reformasi
dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang. Mekanismenya lebih simpel atau
82
Diakses dari : http:www.dpd.go.idartikel-dpd-menyosialisasikan-proses-legislasi-model- tripartit.
59
sederhana, sehingga diharapkan akan menghasilkan undang-undang yang jauh lebih banyak dan jauh lebih bermutu.”
Hak danatau kewenangan legislasi antara Dewan Perwakilan Rakyat dan DPD, seharusnya sama atau setara. “Ada pandangan politik yang menginginkan
DPD kuat, tapi dikhawatirkan seperti negara federal. Ada juga pandangan politik yang tidak menginginkan begitu, karena mereka menganggap negara kesatuan
Republik Indonesia jangan meniru negara federal, tapi merujuk negara unikameral. Akibatnya, rumusan pasal beserta ayat tentang DPD dalam konstitusi
itu bersifat kompromi.”
B. Kedudukan Dan Peran Dewan Perwakilan Daerah Pasca Lahirnya