Hubungan antara Asertivitas dengan Kekerasan dalam Berpacaran

Tugas perkembangan dewasa awal yaitu membangun relasi intim.Individu dewasa awal mendambakan hubungan-hubungan yang intim-akrab serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen meskipun memerlukan suatu pengorbanan Hall Lindzey, 1993. Dapat disimpulkan bahwa salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah membangun hubungan yang intim dengan pasangan hidup yang sudah dipilih sesuai kriteria untuk dijadikan sebagai pasangan dalam pernikahan.

D. Hubungan antara Asertivitas dengan Kekerasan dalam Berpacaran

yang Dialami Perempuan Dewasa Awal Salah satu tugas perkembangan pada dewasa awal yang paling menonjol adalah membentuk relasi yang intim dengan orang yang sepaham dengan dirinya. Oleh karena itu, individu dewasa awal akan memilih individu yang paling dicintai dan dipercayai untuk dijadikan pasangan. Hubungan ini dikenal dengan istilah pacaran. Hubungan dalam pacaran tidak lepas dari masalah. Ketika terjadi konflik, tidak sedikit terjadi tindakan kekerasan dalam berpacaran dimana sebagian besar perempuan yang menjadi korban. Hal ini dapat terjadi karena adanya budaya patriarkhi dimana menempatkan laki-laki pada posisi superior dan berkuasa sedangkan perempuan sebagai kaum yang lemah. Budaya seperti ini dapat menjadikan laki-laki sebagai kaum yang agresif dan perempuan sebagai posisi yang bergantung pada laki-laki. Selain adanya pengaruh budaya patriarkhi, perempuan yang memiliki karakteristik sebagai korban kekerasan yaitu rendahnya harga diri, pasif dan selalu mengalah, pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan pada saat masih anak-anak, menggunakan pemikiran yang keliru untuk meminimalkan kekerasan, berkepribadian introvert, dan terisolasi secara sosial juga dapat menjadikan perempuan tidak dapat bersikap asertif, yaitu menolak jika diperlakukan kasar serta keras oleh laki-laki. Hal ini dapat menjadikan perempuan bergantung pada pasangannya sehingga memiliki ketakutan akan ditinggal atau diceraikan oleh pasangan. Berdasarkan pada pendapat mengenai asertivitas di atas, maka dapat diperoleh gambaran bahwa perempuan yang memiliki asertivitas dapat menolak atau mengatakan ketidaksetujuan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh pacar. Hal ini dapat diwujudkan dengan kemampuan membuat keputusan sendiri dan memiliki keyakinan atas keputusan tersebut. Perempuan yang asetif ketika memiliki pasangan dengan agresivitas tinggi, dapat membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan dan memiliki keyakinan bahwa keputusan yang sudah dibuat adalah tepat, sehingga hal ini dapat membuat seorang perempuan tidak lagi mengalami tindakan kekerasan dalam berpacaran. Sementara itu, bila perempuan yang tidak asertif, ia tidak berani untuk menolak dan mengungkapkan secara jujur apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Perempuan yang tidak asetif ketika memiliki pasangan dengan agresivitas tinggi, tidak memiliki kemampuan untuk membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan karena bergantung pada pasangan dan memiliki pemikiran yang keliru bahwa dirinya pantas diperlakukan kasar, sehingga hal ini membuat perempuan rentan menjadi korban kekerasan dalam berpacaran. Alur penjabaran tentang hubungan tingkat asertivitas dengan kekerasan dalam berpacaran dapat dilihat pada bagan dibawah ini: Pacaran Terjadi Kekerasan Dalam Berpacaran Budaya Patriarkhi Tugas perkembangan relasi intim Menolak Tidak berani menolak Asertif Tidak asertif Pasangan dengan agresivitas tinggi Pasangan dengan agresivitas tinggi Tidak terjadi Kekerasan Dalam Berpacaran  Harga diri rendah  Pasif  Selalu mengalah  Introvert  Pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan  Terisolasi secara sosial Berani membuat keputusan Tidak berani membuat keputusan

E. Hipotesis