terbalik dari panjang gelombang λ. Gambar dibawah menunjukkan panjang gelombang
elektromagnetik yang umum digunakan pada penginderaan jauh optis
2. Pengolahan Awal
2.1 Koreksi Radiometri
Koreksi geometri merupakan tipe koreksi yang sangat berkaitan dengan topik tulisan ini. Hal ini dimungkinkan mengingat koreksi geometri merupakan teknik yang secara
langsung mengubah kenampakan citra penginderaan jauh yang digunakan. Secara idealteoritis, fluks radian yang direkam oleh sistem pencitra penginderaan jauh
pada band-band yang digunakan adalah representasi yang akurat dari fluks yang dipantulkan oleh benda di atas permukaan bumi. Akan tetapi kesalahan atau
penyimpangan dapat terjadi dan masuk dalam subsistem penerimaan sinyal elektromagnetik. Penyimpangan dapat terjadi akibat alat yang tidak berfungsi sempurna
malfunction atau tidak terkalibrasi sempurna. Selain di pihak alat, penyimpangan dapat pula terjadi akibat efek atmosferik.
3
Kesalahan pada detektor sistem dapat berbentuk line dropouts, stripingbanding dan line-start. Line dropouts dapat terjadi sewaktu sensor malfungsi pada baris tertentu.
Kesalahan ini akan ditampakkan pada citra dengan garis hitam memanjang horisontal. Mengingat kesalahan ini merupakan kesalahan sistem, maka tidak ada cara apapun
yang dapat digunakan untuk memperbaiki nilai digital yang hilang. Akan tetapi kesalahan tersebut dapat direduksi untuk kepentingan visualisasi dengan mengestimasi
nilai yang hilang tersebut dengan rataan piksel pada baris sebelumnya dan sesudahnya Jensen, 1996. Teknik ini merupakan teknik yang awal sekali dikembangkan.
Kadang kala detektor tidak malfungsi sama sekali, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dengan ciri piksel-piksel sekitarnya. Pada umumnya kondisi yang ada adalah
terjadi ketidakcocokan kontras dan kecerahan dengan piksel-piksel yang lain. Kejadian ini sering disebut dengan striping. Jika striping ini terjadi secara simultan, maka
fenomena ini disebut dengan banding. Teknik yang dikembangkan untuk line dropouts dapat digunakan bila baris yang terdegradasi memiliki karakteristik yang mirip dengan
ciri line dropouts. Pendekatan lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan transformasi Fast Fourier FFT untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan tersebut
dan memperbaikinya Trisasongko and Tjahjono, 1999. Makalah di atas menggunakan pendekatan UDF User Defined Function pada proses masking
spektrum Fourier. Pendekatan ini berbasis pada teknik thresholding pada citra. Hasil yang didapatkan cukup menjanjikan, meskipun pendekatan teknik yang digunakan
membutuhkan pengetahuan tentang spektrum frekuensi yang cukup dan hasil yang diperoleh sangat tergantung pada kemampuan analis dalam mengolah citra atau
dengan kata lain subyektivitas masih cukup kuat.
4
2.2 Normalisasi Topografi
Normalisasi topografi sebenarnya merupakan bagian dari kegiatan dalam koreksi radiometri, namun mengingat besarnya peran proses ini dalam studi vegetasi, maka dalam
makalah ini kegiatan ini dipisahkan dari induk koreksi radiometri. Di samping kejaian kesalahan radiometri di atas, topografi dan lereng permukaan bumi
juga seringkali mengaburkan interpretasi citra. Topografi yang bergunung dapat menghilangkan sama sekali informasi yang terkandung pada permukaan bumi tersebut.
Ada tiga kelompok besar prosedur pengoreksi topografi yaitu Koreksi Kosinus, Koreksi Semi Empirik dan Koreksi Statistik-Empirik. Khusus untuk kelompok Koreksi Semi
Empirik, makalah ini akan menyajikan dua metode yang sering digunakan yaitu Koreksi Minnaert dan Koreksi C.
Jumlah pantulan irradiance yang mencapai sensor dan direpresentasikan dalam 1 piksel pada sebuah lereng memiliki hubungan langsung dan proporsional dengan kosinus dari
incidence angle. Sudut incidence adalah sudut yang dibentuk dari garis normal dengan garis zenith. Asumsi yang dibuat dalam Koreksi Kosinus adalah: 1 permukaan
Lambertian, 2 jarak yang konstan antara matahari dan bumi, dan 3 jumlah pancaran illumination matahari yang konstan. Secara matematis, koreksi ini dinyatakan sebagai
cos
θ L
H
= L
T
cos α
dimana L
H
adalah pantulan pada permukaan horisontal, L
T
adalah pantulan pada permukaan yang miring,
θ adalah sudut zenith dan
αadalah sudut incidence Jensen, 1996; Hill et al, 1995.
Modifikasi Koreksi Kosinus diperkenalkan oleh Teillet, Guindon dan Goodenough untuk mereduksi kelemahan-kelemahan Koreksi Kosinus. Modifikasi ini dikenal dengan nama
Koreksi C dan didefinisikan sebagai: cos
θ +
c
L
H
= L
T
cos α
+ c
dimana c adalah rasio bm pada persamaan regresi yang akan diterangkan pada Koreksi Statistik-Empirik.
5
Teillet-Guindon-Goodenough juga memperkenalkan Koreksi Minnaert yang didefinisikan sebagai berikut:
cos
θ L
H
= L
T
cos α
k
dimana k adalah konstanta Minnaert yang bervariasi antara 0 bukan permukaan Lambertian dan 1 permukaan Lambertian penuh Jensen, 1996.
Dalam Koreksi Statistik-Empirik, setiap piksel dalam citra dapat dikorelasikan dengan iluminasi yang diprediksikan dari model elevasi digital. Koreksi ini dapat didefinisikan
sebagai:
L
H
= L
T
−cosα.m −b +
L
T
dimana m adalah kemiringan dari garis regresi linier, b adalah intersep pada garis y dari garis regresi, dan L
T
adalah rataan L
T
untuk piksel-piksel hutan dari data referensi Jensen, 1996.
Aplikasi normalisasi topografi dalam bidang kehutanan dapat ditelaah dalam makalah Ekstrand 1996 dan Hill et al. 1995.
2.3 Koreksi Geometri
Data penginderaan jauh umumnya mengandung galat geometri sistematik dan non sistematik. Distorsi sistematik dapat diakibatkan oleh scan skew, kecepatan mirror
scanning, distorsi panoramik, kecepatan wahana, rotasi bumi dan efek perspektif. Sedangkan distorsi non sistematik umumnya diakibatkan oleh ketinggian wahana dan
attitude. Prosedur koreksi geometri yang sering digunakan dan diterapkan oleh pembuat perangkat
lunak pengolahan citra penginderaan jauh adalah koreksi image-to-map dan image-to- image. Koreksi pertama merupakan jenis koreksi yang sangat dianjurkan mengingat
referensi peta merupakan referensi standar bagi berbagai aplikasi. Mengingat lokasi baru dari piksel tertransformasi sangat jarang cocok dengan lokasi
awal, maka umumnya piksel tertransformasi tersebut akan mengalami interpolasi. Nilai piksel keluaran akan ditentukan oleh piksel-piksel lain dalam sebuah kelompok
ketetanggaan. Proses interpolasi ini umumnya dikenal dengan nama Resampling.
6
Terdapat tiga algoritma resampling yang dapat dimanfaatkan untuk menentuka nilai suatu piksel yaitu a Tetangga Terdekat Nearest Neighbour Resampling; b Interpolasi
Bilinear Bilinear Interpolation; c Konvolusi Kubik Cubic Convolution. Ilustrasi berikut akan menggambarkan perbandingan penetapan nilai piksel dari suatu lokasi baru
A.
Bila dilakukan resampling dengan pendekatan Tetangga Terdekat, maka nilai piksel keluaran akan ditentukan oleh nilai piksel tetanggany dengan jarak spasial yang paling
dekat. Keuntungan dari algoritma ini adalah citra keluaran akan memiliki pola rona atau warna yang mendekati citra aslinya. Pada Interpolasi Bilinear, nilai piksel keluaran akan
ditentukan oleh rataan terboboti dari empat piksel-piksel tetangganya. Ciri penting dari teknik ini adalah citra keluaran cenderung kabur blur karena terdapat operasi perataan.
Sementara algoritma Konvolusi Kubik lebih mirip dengan Interpolasi Bilinear, namun menggunakan 16 piksel tetangga.
3. Transformasi Citra