Penentuan Bilangan Iodium Fraksi Stearin Sebelum dan Sesudah Proses Hidrogenasi
PENENTUAN BILANGAN IODIUM FRAKSI STEARIN SEBELUM
DAN SESUDAH PROSES
HIDROGENASI
KARYA ILMIAH
MARTINA DA SILVA NABABAN
092401019
PROGRAM DIPLOMA III KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
(2)
PENENTUAN BILANGAN IODIUM FRAKSI STEARIN SEBELUM DAN SESUDAH PROSES
HIDROGENASI KARYA ILMIAH
Dianjurkan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya MARTINA DA SILVA NABABAN
092401019
PROGRAM DIPLOMA III KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PENENTUAN BILANGAN IODIUM FRAKSI STEARIN SEBELUM DAN SESUDAH PROSES HIDROGENASI
Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : MARTINA DA SILVA NABABAN
Nomor Induk Mahasiswa : 092401019
Program Studi : DIPLOMA III KIMIA ANALIS Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juni 2012
Diketahui
Program studi DIII Kimia Dosen Pembimbing Ketua
Dra. Emma Zainar Nst, M.Si Dr. Nimpan Bangun, M.Sc NIP.195512181987012001 NIP.195012221980031002
Diketahui/ Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP.195408302985032001
(4)
PERNYATAAN
PENENTUAN BILANGAN IODIUM FRAKSI STEARIN SEBELUM DAN SESUDAH PROSES
HIDROGENASI
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2012
Martina Da Silva Nababan 092401019
(5)
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan limpahan kasih dan karuniaNya tugas akhir ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada kedua orang tua M. Nababan dan N. Sinaga dan keluarga yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga penulis dapat menyeselesaikan tugas akhir ini semaksimal mungkin. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Nimpan Bangun, M.Sc selaku pembimbing dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku Ketua Dapartemen Kimia FMIPA USU.
3. Ibu Dr. Emma Zaidar, M.Si selaku Dosen Pembimbing dari Fakultas.
4. Bapak Drs. Manius Sianipar selaku pembimbing lapangan penulis selama melakukan Praktek Kerja Lapangan di PT. SOCI MAS.
5. Teman-teman seperjuangan Kimia Analis khususnya stambuk 2009 . 6. Abang Leonardo MAS Nababan dan adik Christine Natalia Nababan.
7. Sahabat saya Jorenta Sembiring, Kak Dian Yoanita dan Christoper Panjaitan. 8. Teman-teman paredaan Yulia Shara Br.Sembiring, Mawar Siringoringo, Yessi
Juniar Samosir, Windy Tobing, Irekha R.O Parapat, Masryana Ikawany Girsang dan Stevani Sinambela.
9. Terkhusus Echohadi Siswoyo Simbolon yang selalu mendukung, memotivasi dan selalu ada untuk penulis.
Dalam kesempatan ini, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurana dan terdapat banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan seran bagi pembaca yang bersifat membangun untuk penyempurnaan selanjutnya. Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaan bagi para pembaca.
Medan, Juli 2012
Martina Da Silva Nababan 092401019
(6)
ABSTRAK
Tugas akhir ini bertujuan untuk melihat besarnya bilangan iodium dari fraksi stearin sebelum dan sesudah hidrogenasi. Bilangan iodium diselesaikan dengan menggunakan methode Wijs sebagai larutan stadart dari ICl 0,2 N. Rata-rata bilangan iodium yang diperoleh adalah 35,11gr sebelum hidrogenasi dan 0,4 gr sesudah hidrogenasi. Standart bilangan iodium untuk PT.SOCIMAS adalah 48 gr sebelum hidrogenasi dan 0,5 gr sesudah hidrogenasi. Bilangan iodium yang diperoleh dalam percobaan ditetapkan oleh standart PT.SOCIMAS.
(7)
THE DETERMINATION OF IODINE VALUE ON FRAKSI STEARIN BEFORE AND AFTER PROCESS
HYDROGENATION
ABSTRACT
This paperwork is done to determine the iodine value in stearin fraction before and after hydrogenation. To elaberate the iodine number is done by using Wijs methods by standart solution of ICl 0,2 N. The average iodine value is fround 35,11gr before and 0,4 gr after hydrogenation. The standart iodine number for PT. SOCIMAS is 48 gr before hydrogenation and 0,5 gr after hydrogenation. There for the obtined iodine value in the experiment, is met to PT.SOCIMAS standart.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan vi
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3.Tujuan 3
1.4. Manfaat 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1. Kelapa Sawit 4
2.2. Minyak Sawit dan Inti Kelapa Sawit 5
2.3. Pemurnian Kelapa Sawit 6
2.3.1. Degumming 6
2.3.2. Bleaching 7
2.3.3. Deodorasi 7
2.4. Minyak Dan Lemak 8
2.4.1. Sifat Kimia Minyak Dan Lemak 9
2.4.2. Reaksi Minyak Dan Lemak 11
2.5. Asam Lemak 14
2.6. Bilangan Iodium 15
2.7. Penentuan Bilangan Iodium 16
Bab 3 Metodologi Penyelidikan
3.1. Peralatan 20
3.2. Bahan 20
3.3. Prosedur 21
Bab 4 Hasil Dan Pembahasan
4.1. Data Analisa 22
4.2. Perhitungan 23
4.3. Pembahasan 24
Bab 5 Kesimpulan Dan Saran
(9)
5.2. Saran 25 Daftar Pustaka
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
dan Minyak Inti Kelapa Sawit 6 Tabel 3.1. Perkiraan sampel terhadap bilangan iodium 21 Tabel 4.1. Data Analisis Bilangan Iodium Sebelum Hidrogenasi 22 Tabel 4.2. Data Analisis Bilangan Iodium Sesudah Hidrogenasi 22
(11)
ABSTRAK
Tugas akhir ini bertujuan untuk melihat besarnya bilangan iodium dari fraksi stearin sebelum dan sesudah hidrogenasi. Bilangan iodium diselesaikan dengan menggunakan methode Wijs sebagai larutan stadart dari ICl 0,2 N. Rata-rata bilangan iodium yang diperoleh adalah 35,11gr sebelum hidrogenasi dan 0,4 gr sesudah hidrogenasi. Standart bilangan iodium untuk PT.SOCIMAS adalah 48 gr sebelum hidrogenasi dan 0,5 gr sesudah hidrogenasi. Bilangan iodium yang diperoleh dalam percobaan ditetapkan oleh standart PT.SOCIMAS.
(12)
THE DETERMINATION OF IODINE VALUE ON FRAKSI STEARIN BEFORE AND AFTER PROCESS
HYDROGENATION
ABSTRACT
This paperwork is done to determine the iodine value in stearin fraction before and after hydrogenation. To elaberate the iodine number is done by using Wijs methods by standart solution of ICl 0,2 N. The average iodine value is fround 35,11gr before and 0,4 gr after hydrogenation. The standart iodine number for PT. SOCIMAS is 48 gr before hydrogenation and 0,5 gr after hydrogenation. There for the obtined iodine value in the experiment, is met to PT.SOCIMAS standart.
(13)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaesis guinensis JACQ). Kelapa sawit dikenal terdiri dari empat macam tipe atau varientas, yaitu tipe Macrocarya, Dura, Tenera dan Pisifera. Masing-masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung.
Minyak dan lemak sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (Palm Kernel Meal atau Pellet) ( Ketaren, S. 2005 ).
Teknologi pengolahan kelapa sawit terdiri dari tahap ekstraksi, pemurnian dan pengolahan lanjut menjadi produk pangan atau pun nonpangan (Ketaren, S. 2005). Tahap pemurnian dapat dilakukan melalui proses pemisahan gum (degumming), penghilangan (refining), pemucatan (bleaching), dan deodorasi (deodorizer). CPO yang telah mengalami proses pemurnian disebut RBDPO (refined bleached deodorized palm oil). Proses dari CPO dapat menjadi beberapa produk antara sebelum menjadi minyak goreng, diantaranya crude palm oil (CP olein), crude palm stearin (CP stearin), refined bleaching deodorize olein (RBD olein), refined bleached deodorized stearin (RBDP stearin) serta RBDPO ( http://repository.ipb.ac.id ).
(14)
Bilangan iodium adalah jumlah (gram) iodium yang dapat diikat oleh 100 gram lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan iodium atau senyawa-senyawa iodium. Gliserida dengan tingkat ketidak jenuhan yang tinggi, akan mengikat iodium dalam jumlah yang lebih besar.
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator ( Ketaren, S. 2005 ).
Hidrogenasi juga disebut pengerasan, penyebabkan penjenuhan/ ikatan rangkap dalam rangkaian asam lemak dari trigliserida. Dua akibat yang ditimbulkan yaitu titik cair lemak atau minyak akan naik, dan lemak atau minyak menjadi lebih stabil terhadap ketengikan oksidatif ( Buckle, K. 2007 ).
Beradasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk memilih judul: “PENENTUAN BILANGAN IODIUM FRAKSI STEARIN SEBELUM DAN SESUDAH PROSES HIDROGENASI” dalam karya ilmiah ini.
1.2Permasalahan
Berapakah angka iodium dari fraksi stearin sebelum proses hidrogenasi dan sesudah proses hidrogenasi.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan melakukan analisa ini adalah untuk mendapatkan stearin yang memiliki syarat sebagai oleochemical.
(15)
1.4 Manfaat
Dengan mengetahui bilangan iodium pada stearin, sehingga dapat mengetahui mutu minyak tersebut.
(16)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guinensis jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Kelapa sawit pertama kali dikenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonia Belanda pada tahun 1848. Kelapa sawit pada awal mulanya didatangkan ke Indonesia sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor (Fauzi, Y. 2006).
Tanaman kelapa sawit baru dapat diproduksi setelah berumur 30 bulan setelah ditanam dilapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit buch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3-14 tahun dan akan menurun kembali umur 15-25 tahun.
TBS diolah dipabrik kelapa untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit merupakan produk setengah jadi. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti kelapa sawit (Kernel) harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya.
Perkembangan ini membawa dampak positif bagi dunia industri di Indonesia. Banyak bahan baku kelapa sawit seperti Palm Kernel Oil (PKO), Refined Bleached Deodorised Palm Oil (RBDPO) dan Refined Bleached Deodorised Palm Stearin (RBDPS) yang dihasilkan pabrik-pabrik minyak kelapa sawit mendorong untuk
(17)
didirikannya pabrik kimia oleo (Oleochemical) yang mengolah lenih lanjut minyak kelapa sawit menjadi asam lemak dan gliserin. Oleochemical adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak sawit dan minyak inti kelapa sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleochemical adalah asam lemak, metil ester, lemak alkohol, asam amino dan gliserin (Tim penulis, PS. 1997).
2.2. Minyak Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kandungan minyak dalam perikarp sekitar 30%-40%. Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat bernilai sifatnya, yaitu :
1. Minyak sawit (CPO), yaitu minyak yang berasal dari sabut kelapa sawit 2. Minyak inti sawit (CPKO), yaitu minyak yang berasal dari inti kelapa sawit
Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam palmitat,oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak sawit merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut (Rondang, T. 2006).
Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit
(18)
(%) (%)
Asam kaprikat - 3-4
Asam kaproat - 3-7
Asam laurat - 46-52
Asam miristat 1,1-2,5 14-17
Asam palmitat 40-46 6,5-9
Asam stearat 3,6-4,7 1-2,5
Asam oleat 39-45 13-19
Asam linoleat 7-11 0,5-2
(Ketaren, S. 2005)
2.3. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit
Tujuan utama proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang massa simpan minyak sebelum di komsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.
(Ketaren, S. 2005).
2.3.1. Degumming
Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fasfatida, protein, residu, kabohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.
(19)
Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul proses pemusingan (sentifugasi). Caranya ialah dengan melakukan uap air panas kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifugasi sehingga bagian lendir terpisah dari air (Ketaren, S. 2005).
2.3.2. Bleaching
Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan mencampur minyak dengan sejumlah kecil absorben, seperti tanah serap, lempung aktif dan arang aktif atau juga menggunakan bahan kimia.
Absorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan absorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak misalnya peroksida (Ketaren, S. 2005).
2.3.3. Deodorasi
Deodorasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses
(20)
deodorasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanana atmosfer atau keadaan vakum.
Dalam industri minyak kelapa sawit biasanya dipisahkan antara fase padat dan fase cairnya. Fase padat mengandung sejumlah trigliserida yang lebih besar sedangkan fase cair mengandung trigliserida yang tidak jenuh. Fase padat ini mengandung trigliserida ester palmitat yang lebih besar dibanding asam stearat. Namun dalam industri, fase padat ini lebih populer disebut stearin, sedangkan fase cairnya disebut olein (Lawson, H. 1985).
Bahan baku yang digunakan dalam pabrik fraksinasi minyak kelapa sawit berupa Rifined Bleached Deodorised Palm Oil (RBDPO) yang menghasilkan produk utama Rifined Bleached Deodorised Palm Olein (RBDPL,olein) dan produk samping Rifined Bleached Deodorised Palm Stearin (RBDPS,stearin). Fraksinasi kering digunakan untuk memisahkan olein sawit dan stearin sawit dari RBDPO yang diolah secara fisik. RBDPO dialirkan keproses fraksinasi untuk mendapatkan beberapa grade olein sawit dan stearin sawit (Iyung, P. 2005).
2.4. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh
(21)
minyak dan lemak tergantung pada strukturnya,biasanya meningkat dengan jumlah karbon (Rondang, T. 2006).
2.4.1. Sifat Kimia Minyak dan Lemak
Sifat fisiokimia lemak dan minyak berbeda satu sama lain, tergantung pada sumbernya. Secara umum, bentuk trigliserida lemak dan minyak hampir sama, tetapi wujudnya berbeda. Dalam pengertian sehari-hari, disebut lemak jika berbentuk padat pada suhu kamar dan disebut minyak jika berbentuk cair pada suhu kamar.
Lemak dan minyak mempunyai sifat antara lain :
1. Kelarutan
Lemak dan minyak tidak larut dalam air. Lemak dan minyak larut dalam pelarut organik seperti minyak tanah, ester dan karbon tetraklorida. Pelarut-peralut tipe ini dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran oleh gemuk pada pakaian. 2. Pengaruh panas
Jika lemak dipanaskan akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada titik suhu. a. Titik cair
Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran trigliserida tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentangan suhu. Suhu pada saat lemak terlihat mulai mencair disebut titik cair. Kebanyakan lemak mencair pada suhu antara 300C dan 400C. Titik cair lemak adalah dibawah suhu udara biasa.
(22)
Jika lemak atau minyak dipanaskan sampai suhu tertentu, dia akan mengalami dekomposisi, menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan lamak dan minyak mulai berasap pada suhu diatas 2000C. Umumnya, minyak nabati mempunyai titik asap lebih tinggi dari pada lemak hewani.
c. Titik nyala
Jika dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, dia akan nyala. Suhu ini dikenal sebagai titik nyala.
3. Plastisitas
Substansi yang mempunyai sifat plastis akan berubah bentuknya ditekan, dan tetap pada bentuk terakhirnya meskipun sudah tidak ditekan lagi. Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskam. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri, ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian lemak akan mencair dan sebagian lagi akan dalam bentuk kristal-kristal padat. Lemak yang mengandung kristal kecil-kecil, akibat proses pendinginan cepat selama proses pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis.
4. Ketengikan
Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan pada proses ketengikan.
(23)
a. Oksidasi
Ini terjadi sebagai hasil reaksi trigliserida antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat berbentuk berbegai senyawa yang menimbulkan rasa tengik dan tidak sedap. Reaksi ini dipercapat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga.
b. Hidrolisa
Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahkan menjadi gliserol dan asam lemak
lipase
Lemak + air Gliserol + Asam lemak
Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada bahan makanan berlemak. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh reaksi ini dapat memberikan rasa dan bau tidak sedap.
5. Saponifikasi
Trigliserida bereaksi dengan alkali membentuk sabun dan gliserol. Proses ini dikenal sebagai saponifikasi ( Gaman, B. 1992 ).
(24)
Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak mempunyai rantai lurus monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap. Reaksi yang penting pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi dan esterifikasi.
1. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut.
H2C O
HC
C R
O C R
O O
H2C O C R O
+ 3 HOH HC OH OH
OH H2C
3R C +
O OH
H2C
Gliserida Gliserol Asam Lemak
2. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas.
(25)
Mekanisme oksidasi yang umum dari minyak dan lemak adalah sebagai berikut: Inisiasi (initiation)
RO(OH)2 RH + O2
Perambatan (propagation)
R
.
+ O2
.
RO2
RO2 + RH R + ROOH
Penghentian (termination)
R + RO2 RO2 + RO2
R
.
R
.
+ R RR
O O
R
R R + O2
3. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak dipisahkan dari katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhanya.
Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen.
(26)
Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh. Setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen,membentuk asam lemak jenuh.
R CH CH CH2 COOH H2 R CH2 CH 2
CH2 COOH
Pt/Ni
Asam lemak jenuh Asam lemak tak jenuh
Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi,sedangkan plladium, platina dan copper chromite jarang dipergunakan. Hal ini disebabkan nikel lebih ekonomis dan lebih efisien dari pada logam lainnya. Untuk keperluan minyak makan sebelum dilakukan hidrogenasi, minyak harus bebas dari sabun, kering dan mempunyai kandungan asam lemak bebas serta kandungan fosfatida yang rendah.
4. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan utuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dan bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas prinsip transesterifikasi Friedel-Craft. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam koproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap ( Ketaren, S.2005 ).
(27)
R C OR' R'' OR'''
O
C O
+
+ R C
O
OR''' R'' C OR'
O
ester ester
2.5. Asam Lemak
Asam-asam lemak yang ditemukan dialam biasanya merupakan asam-asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam-asam lemak yang ditemukan dialam dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh (Winarno, F. 1992)
Semakin panjang rantai atom C asam lemak semakin tinggi titik cairnya. Namun apabila ada ikatan tak jenuhnya, maka titik cair rantai C asam lemak yang sama akan turun. Dengan prinsip perbedaan titik cair asam-asam lemak ini trigliserida dapat dipisahkan secara fisis antara komponen minyak dan lemaknya. Komponen minyak umumnya terdiri dari trigliserida yang memiliki banyak asam-asam lemak yang tak jenuh, sedangkan komponen lemak memiliki asam-asam lemak jenuh. Misalnya minyak kelapa sawit (crude palm oil) dapat dipisahkan secara pendinginan (winterisasi) antara bagian yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh (oleat) yaitu yang berupa minyak dan yang banyak mengandung asam lemak jenuh (stearat) yaitu yang berupa lemak yang banyak dijual dipasaran dalam negeri sebagai minyak padat dengan berbagai merek. Bagian minyak karena banyak mengandung oleat disebut minyak olein sedangkan lemak yang padat karena banyak mengandung stearat disebut stearin (Sudarmadji, S. 1989).
(28)
Asam lemak bersama-sama dengan glikol,merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku lipida pada makluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan minyak gizinya. Secara alamia, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Asam lemak merupakan salah satu basic oleochemical (Rondang, T. 2006).
2.5. Bilangan Iodium
Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawa-senyawa iod. Gliserida dengan tingkat ketidak jenuhan yang tinggi, akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar.
Bilangan iod ditetapkan dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau lemak (0,1 sampai 0,5 gram) dalam kloroform atau karbon tetraklorida, kemudian halogen secara berlebihan. Setelah didiamkan ditempat yang gelap dengan periode yang dikontrol, kelebihan dari iod yang tidak bereaksi diukur dengan jalan menitrasi larutan campuran tadi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3) . Pada cara Hunus, larutan standar iod dibuat dalam asam asetat glasial yang tidak hanya mengandung iod, tetapi juga mengandung iodine bromide yang akan mempercepat jalannya reaksi pengikatan iod oleh ikatan rangkap. Reaksi iod yang berlebihan adalah sebagai berikut :
(29)
2 Na2S2O3 + I2 2 Nal + Na2S4O6
Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dengan indikator amilum.
Bilangan iod dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau lemak dan dapat juga dipergunakan untuk menggolongkan jenis minyak “pengering” dan minyak “bukan pengering”. Minyak yang mempunyai bilangan iod antara 100 sampai 130 bersifat setengah mengering (Ketaren, S. 2005).
2.6. Penentuan Bilangan Iodium
Asam lemak tidak jenuh dalam minyak dan lemak maupun menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan benyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh.
Kecepatan reaksi antara asam lemak tidak jenuh dengan halogen tergantung pada macam halogen dan stuktur asam lemak. Dalam urutan iod > brom > flour > klor, menunjukkan bahwa semakin kekanan, reaktivitasnya semakin bertambah. Penentuan bilangan iod biasanya menggunakan cara Hanus, Kaufmann dan Wijs. Perhitungan bilangan iod dari masing-masing cara tersebut adalah sama. Semua cara ini berdasarkan atas prinsip titrasi, dimana pereaksi halogen berlebihan ditambahkan pada contoh yang akan diuji. Setelah reaksi sempurna, kelebihan pereaksi ditetapkan sejumlahnya dengan cara titrasi.
(30)
1. Cara Hanus
Pembuatan Pereaksi Hunus :
Dalam cara Hanus digunakan pereaksi iodium bromida dalam larutan asam asetat glasial (larutan Hunus). Untuk membuat larutan ini, 20 gram bromida dilarutkan dalam 100 ml alkohol murni yang bebas dari asam asetat. Jumlah contoh yang ditimbang tergantung dari perkiraan besarnya bilangan iod, yaitu sekitar 0,5 gram untuk lemak, 0,25 gram untuk minyak dan 0,1 sampai 0,2 garam untuk minyak, dan 0,1 sampai 0,2 gram untuk minyak dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi. Jika ditambahkan 25 ml pereaksi harus ada kelebihan pereaksi sekitar 60 persen.
Prosedur :
Contoh minyak atau lemak dimasukkan kedalam labu erlenmeyer 200 atau 300 ml yang bertutup. Kemudian, dilarutkan dengan 10 ml kloroform atau karbon tetraklorida, dan ditambahkan 25 ml pereaksi. Reaksi dibiarkan selama 1 jam ditempat yang gelap. Sebagian iodium (I2) akan dibebaskan dari larutan (larutan KI 15 persen). Iod yang dibebaskan ditirasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan pati. Titrasi untuk blanko dilakkukan dengan cara yang sama.
2. Cara Kaufmann dan Von Hubl
Pada cara ini digunakan pereaksi kaufmann yang terdiri dari campuran 5,2 ml larutan brom murni didalam 1000 ml metanol dan dijenuhkan dengan natrium bromida. Contoh yang telah ditimbang dilarutkan dalam 10 ml klorofrom kemudaian ditambahkan 25 ml pereaksi. Di dalam pereaksi ini, natrium bromida akan mengendap. Reaksi dilakukan
(31)
ditempat yang gelap. Larutan ini dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan pati. Blanko dikerjakan denngan cara yang sama.
Pada cara Von Hubl digunakan pereaksi yang terdiri dari larutan 25 gram iod di dalam 500 ml etanol dan larutan 30 gram merkuri klorida didalam 500 ml etanol. Kedua larutan ini baru dicampurkan jika akan digunakan, dan tidak boleh berumur labih dari 58 jam. Pereaksi ini mempunyai reaktifitas yang lebih kecil dibandingkan dengan cara-cara lainnya, sehingga membutuhkan waktu reaksi selama 12 sampai 14 jam.
3. Cara Wijs
Pembuatan Pereaksi Wijs :
Pereaksi Wijs yang terdiri dari larutan 16 gram iod monoklorida dalam 1000 ml asam asetat glasial. Cara lain yang lebih baik untuk membuat larutan ini yaitu dengan melarutkan 13 g iod dalam 1000 ml asam asetat glasial , kemudian dialirkan gas klor sampai terlihat perubahan warna yang menunjukkan bahwa jumlah gas klor yang dimasukkan sudah cukup. Pembuatan larutan ini agak sukar, dan bersifat tidak tahan lama. Larutan ini sangat peka terhadap cahaya, panas, dan udara sehingga harus disimpan di tempat yang gelap, sejuk dan tertutup rapat.
Prosedur :
Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,1-0,5 gram di dalam erlenmeyer 500 ml yang bertutup, kemudian ditambahkan 20 ml karbon tetraklorida sebagai pelarut. Ditambahkan 25 ml larutan Wijs dengan pipet, dengan kelebihan volume pereaksi sekitar 50-60 persen. Dengan cara yang sama dibuat juga larutan blanko. Erlenmeyer disimpan ditempat gelap pada suhu 250 ± 50 C selama 30 menit.
(32)
Akhirnya ditambahkan 20 ml larutan kadnium iodida 15 persen dan 100 ml air. Kemudian, botol ditutup serta dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan menggunakan indikator larutan pati.
Dari berbagai percobaan ternyata cara Wijs dan Kaufmann hasilnya lebih baik dan praktis.
B = jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi blanko S = jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi contoh N = normalitas larutan Na2S2O3
G = bobot contoh (gram)
12, 69 =
(33)
BAB 3
METODE PERCOBAAN
3.1 Peralatan
− Erlenmeyer 300 ml
dengan tutup Scot Duran
− Labu takar 100 ml dengan tutup
− Pipet volum 10 ml
Pyrex
− Pipet volum 25 ml
Pyrex
− Gelas ukur 50 ml Pyrex
− Buret digital
Shimadzu
− Ball Pipet
− Neraca analitik
− Botol Aquadest
3.2 Bahan
− Indikator amilum 1%
(34)
− Sikloheksana
− Aquadest
− Larutan Wijs (ICl 0,2N)
− Na2S2O3
− Sampel : Asam Lemak PSO-FA
3.3 Prosedur
- Ditimbang sampel dalam erlenmeyer tertutup dengan berat seperti yang terdapat pada tabel yang tertera di bawah, kemudian ditambahkan 10 ml sikloheksana dan 25 ml larutan Wijs
- Disimpan dalam tempat yang gelap selama 30 menit.
- Ditambahkan dengan 20 ml KI 10 %, lalu diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml.
- Ditirasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai ada perubahan warna dari merah gelap sampai kuning lemah.
- Ditimbahkan larutan amilum 1 ml, Maka larutan akan berubah menjadi larutan biru gelap.
- Dititrasi dilanjutkan hingga bening/ tidak berwarna.
- Dilakukan perlakuan yang sama untuk blanko tanpa sampel
Tabel 3.1. Perkiraan sampel terhadap bilangan iodium
Perkiraan IV <10 10 – 30 30 - 50 50 – 100 Berat sampel (g) 2,2 – 3,0 0,6 – 2,5 0,4 – 0,6 0,2 – 0,3
(35)
Lama reaksi (menit)
30 30 30 30
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Analisa
Data analisis yang telah dilakukan maka bilangan iodium dari fraksi stearin sebelum hidrogenasi dapat dilihat pada tabel 4.1. dan bilangan iodium setelah hidrogenasi dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1. Data Analisis Bilangan Iodium Sebelum Hidrogenasi
Tanggal Analisa Berat Sampel (gr) Vol. Titrasi Blanko (ml) Vol. Titrasi sampel (ml) Faktor Na2S203
Bil. Iodin (gr) 03 Feb 2012 0,3474 49,40 40,03 1,0257 35,10 05 Feb 2012 0,3473 46,57 37,20 1,0257 35,11 06 Feb 2012 0,3282 46,57 37,71 1,0257 35,13 07 Feb 2012 0,3472 46,57 37,20 1,0257 35,12 08 Feb 2012 0,3283 46,57 37,31 1,0257 35,12
Rata-rata 35,11
Tabel 4.2. Data Analisis Bilangan Iodium Sesudah Hidrogenasi Tanggal Analisa Berat Sampel Vol. Titrasi Vol. Titrasi Faktor Na2S203
Bil. Iodin (gr)
(36)
(gr) Blanko (ml)
sampel (ml)
19 feb 2012 1,0020 17,95 17,65 1,0297 0,39 20 feb 2012 1,0018 17,82 17,50 1,0297 0,41 21 feb 2012 1,0030 17,72 17,40 1,0297 0,41 22 feb 2012 1,0509 17,64 17,30 1,0699 0,43 23 feb 2012 1,0845 18,04 17,61 1,0465 0,40
Rata-rata 0,40
4.2. Perhitungan
IV = Iodine value
A = Volume Na2S2O3 untuk titrasi blanko B = Volume Na2S2O3 untuk titrasi sampel C = Berat sampel
12,69 = 1/10 ml equvalen iodine f = faktor koreksi Na2S2O3
Contoh Perhitungan
(37)
= 35,10
Bilangan iodium sesudah hidrogenasi :
= 0,39
4.3. Pembahasan
Bilangan iod merupakan jumlah gram iod yang dapat diikat oleh 100 gram lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawa-senyawa iod.
Deteksi asam lemak tidak jenuh secara tidak langsung dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya kuantiti bilangan iodin dari lemak tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara keduanya. Dengan demikian semakin tinggi bilangan iodin dari suatu lemak maka semakin tinggi pula asam lemak tidak jenuhnya.
Sebagai contoh :
CH3 (CH2)7 CH CH
O + OH ICl
I Cl
C CH3 (CH2)7 CH CH
O OH
C
Asam oleat
(CH2)7 (CH2)7
Dimana ICl harus berlebih, kelebihan ICl dititrasi dengan iodometri dengan reaksi sebagai berikut :
(38)
ICl + KI KCl + I2
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + 2Na2S2O6
Dengan melakukan blanko dapatlah diketahui berapa banyak ICl yang digunakan untuk memutuskan ikatan rangkap sehingga rumus penitrasian dari ICl tersebut adalah :
Dari hasil analisa yang telah dilakukan didapat rata-rata bilangan iodium dari fraksi stearin sebelum proses hidrogenasi adalah 35,11 gr dan rata-rata bilangan iodium sesudah proses hidrogenasi adalah 0,4 gr.
Maka dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa bilangan iodium fraksi stearin yang dihasilkan sebelum dan sesudah hidrogenasi telah memenuhi standart PT.SOCIMAS sebagai perusahaan oleochemical yaitu maksimal pada proses sebelum hidrogenasi adalah 48 gr dan maksimal pada proses sesudah hidrogenasi adalah 0,5 gr.
(39)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa yang telah dilakukan didapat rata-rata bilangan iodium dari fraksi stearin sebelum proses hidrogenasi adalah 35,11 gr dan rata-rata bilangan iodium sesudah proses hidrogenasi adalah 0,4 gr.
Dari data yang diperoleh di PT.SOCIMAS, bilangan iodium yang didapat telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan itu sendiri sebagai perusahaan oleochemical yaitu maksimal pada proses sebelum hidrogenasi adalah 48 gr dan maksimal pada proses setelah hidrogenasi adalah 0,5 gr. Hal ini berarti bahwa nilai bilangan iodium yang didapat sesuai dengan standar untuk perusahan oleochemical.
(40)
Sebaiknya untuk menentukan bilangan iodin, selain dengan menggunakan metode Wijs dilakukan juga metode lain. Untuk mengetahui metode mana yang lebih efisien untuk menentukan bilangan iodin dari asam lemak.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle,K.2007.Ilmu Pangan.Jakarta : Universitas Indonesia.
Fauzi,Y.2006. Kelapa Sawit. Edisi RevisiJakarta : Penebar Swadaya.
Gaman,M.1981.Penghantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi.Edisi Kedua.Yongyakarta : Gajah Mada University Press.
Girindra,A.1990. Biokimia I. Jakarta : PT.Gramedia.
Ketaren,S.2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Lawson,H.1985.Standars for Fats & Oils.United States Of America : The Avi
Publishing Company,INC.
Pahan,I.2005. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hilir. Jakarta : Penabar Swadaya.
Tim Penulis PS.1997. Kelapa Sawit : Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil Dan Aspek Pemasaran. Jakarta : Peneber Swadaya.
Sudarmaji,S.1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Pertama. Yogyakarta : Liberty
Rondang,T.2006.Buku Ajar Teknologi Oleokimia.Medan : Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara.
(41)
(42)
(43)
RAW OIL
Caprylic Acid Capric Acid Lauric Acid Myristic Acid Palmitic Acid Stearic Acid
Staric Acid
Triple Pressed Stearic Acid PKO RBDPS Spliting #400 PACKING Final Evaporation Bleching #760 Active Carbon PKOFA Glycerine Pre-Treatment#710 Ion Exchanger #770 Cation Resin Anion Resin Distilation #300 PACKING Glycerine Evaporation #750 Granulation #800 Spliting#100 Hydrogenation
(#200) Flaking FLAKING #810&820 Fractionation #500 PACKING Gliserine
(44)
TABEL 1.5.STANDART UNTUK DATA HARIAN YANG DIPEROLEH DI LABORATORIUM PT.SOCIMAS A.FATTY ACID
FATTY ACID
PRODUCT NAME
DESCRIPTION
SPECIFICATION TYPICAL FATTY ACID COMPOSITION AV SV IV TT
(0C)
MP (0C)
COLOR
(APHA)
C6 C8 C10 C12 C14 C16 C18 C18’ C18” C20
SINAR-FAPK Distilled Palm Kermel Fatt
Acid 250-265
251-266 10-20 20-30 150 Max 4 4 49 16 8 2 15 2 SINAR-PKO-FA Palm Kermel Fatty Acid 245 Min 245-264 15-20 19-23 G 5 Max 3 3 48 16 9 2 16 3
SINAR-PSOFA Palm Stearic Fatty Acid 196-216 198-218 32-48 47-57 G 5 Max 0.2 1.4 62 4.5 25.3 6.5 0.1 SINAR-FA 0899 Caprylic Acid 99% 383-390 384-391 0.5 Max 15-16 120 Max 0.5 99 0.5
SINAR-FA 0810 Caprylic,Capric Acid Blend 352-365 353-366 1.0 Max 7 Max 400 Max 3 M 50-54 44-49 2 M SINAR-FA 1099 Capric Acid 99% 322-327 323-328 0.5 Max 29-31 120 Max 0.5 99 0.5
SINAR-FA 1270 Lauric Acid 70% 269-275 270-276 1.0 Max 32-38 100 Max 0.5 73-78 21-26 SINAR-FA 1299 Myristic Acid 99% 278-282 279-283 0.5 Max 43-44 100 Max 0.5 99 0.5 SINAR-FA 1499 Palmitic Acid 95% 244-248 245-249 0.5 Max 53-54 80 Max 0.5 99 0.5 SINAR-FA 1695 Steric Acid 95% 215-220 216-221 1.0 Max 59-63 80 Max 2 96 SINAR-FA 1865 Stearic Acid 65% 199-209 200-210 2.0 Max 57-61 100 Max 30-35 SINAR-FA 1893 Stearic Acid 93% 192-202 193-203 1.0 Max 66-69 100 Max 7 SINAR-FAH Triple Pressed Stearic Acid 205-215 206-216 0.5 Max 53-57 50 Max 57-63 SINAR-FAB Triple Pressed Stearic Acid 205-215 206-216 0.5 Max 53-57 80 Max 57-63 SINAR-FAG Triple Pressed Stearic Acid 206-212 206-216 1.0 Max 53 Min 150 Max 1 M 2 M 57-63 SINAR-FAS Triple Pressed Stearic Acid 200-210 207-213 0.5 Max 54-58 80 Max 52-57 SINAR-FAK Triple Pressed Stearic Acid 199-209 201-211 1.0 Max 54-58 100 Max 2 M 41-49
(1)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa yang telah dilakukan didapat rata-rata bilangan iodium dari fraksi
stearin
sebelum proses hidrogenasi adalah 35,11 gr dan rata-rata bilangan iodium
sesudah proses hidrogenasi adalah 0,4 gr.
Dari data yang diperoleh di PT.SOCIMAS, bilangan iodium yang didapat telah
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan itu sendiri sebagai perusahaan
oleochemical
yaitu maksimal pada proses sebelum hidrogenasi adalah 48 gr dan
maksimal pada proses setelah hidrogenasi adalah 0,5 gr. Hal ini berarti bahwa nilai
bilangan iodium yang didapat sesuai dengan standar untuk perusahan
oleochemical
.
(2)
Sebaiknya untuk menentukan bilangan iodin, selain dengan menggunakan metode Wijs
dilakukan juga metode lain. Untuk mengetahui metode mana yang lebih efisien untuk
menentukan bilangan iodin dari asam lemak.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle,K.2007.
Ilmu Pangan.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Fauzi,Y.2006.
Kelapa Sawit.
Edisi Revisi
Jakarta : Penebar Swadaya.
Gaman,M.1981.
Penghantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi.
Edisi
Kedua.Yongyakarta :
Gajah Mada University Press.
Girindra,A.1990.
Biokimia I.
Jakarta : PT.Gramedia.
Ketaren,S.2005.
Minyak dan Lemak Pangan.
Jakarta : Universitas Indonesia
Lawson,H.1985.
Standars for Fats & Oils.
United States Of America : The Avi
Publishing Company,INC.
Pahan,I.2005.
Panduan Lengkap
Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hilir.
Jakarta : Penabar Swadaya.
Tim Penulis PS.1997.
Kelapa Sawit : Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil Dan Aspek
Pemasaran.
Jakarta : Peneber Swadaya.
Sudarmaji,S.1989.
Analisa Bahan Makanan dan Pertanian
. Edisi Pertama. Yogyakarta :
Liberty
Rondang,T.2006.
Buku Ajar Teknologi Oleokimia.
Medan : Fakultas teknik Universitas
Sumatera Utara.
(3)
(4)
(5)
RAW OIL
Caprylic Acid
Capric Acid
Lauric Acid
Myristic Acid
Palmitic Acid
Stearic Acid
Staric Acid
Triple Pressed Stearic Acid
PKO
RBDPS
Spliting #400
PACKING
Final
Evaporation
Bleching
#760
Active Carbon
PKOFA
Glycerine
Pre-Treatment#710
Ion
Exchanger
#770
Cation Resin
Anion Resin
Distilation #300
Glycerine
Evaporation
#750
Granulation
#800
Spliting#100
Hydrogenation
(#200)
FLAKING
#810&820
Fractionation
#500
PACKING
Gliserine
(6)
TABEL 1.5.STANDART UNTUK DATA HARIAN YANG DIPEROLEH DI LABORATORIUM PT.SOCIMAS
A.FATTY ACID
FATTY ACID
PRODUCT NAME
DESCRIPTION
SPECIFICATION
TYPICAL FATTY ACID COMPOSITION
AV
SV
IV
TT
(
0C)
MP
(
0C)
COLOR
(APHA)
C6
C8
C10
C12
C14
C16
C18
C18’
C18”
C20
SINAR-FAPK Distilled Palm Kermel Fatt
Acid 250-265
251-266 10-20 20-30 150 Max 4 4 49 16 8 2 15 2 SINAR-PKO-FA Palm Kermel Fatty Acid 245 Min 245-264 15-20 19-23 G 5 Max 3 3 48 16 9 2 16 3
SINAR-PSOFA Palm Stearic Fatty Acid 196-216 198-218 32-48 47-57 G 5 Max 0.2 1.4 62 4.5 25.3 6.5 0.1 SINAR-FA 0899 Caprylic Acid 99% 383-390 384-391 0.5 Max 15-16 120 Max 0.5 99 0.5
SINAR-FA 0810 Caprylic,Capric Acid Blend 352-365 353-366 1.0 Max 7 Max 400 Max 3 M 50-54 44-49 2 M SINAR-FA 1099 Capric Acid 99% 322-327 323-328 0.5 Max 29-31 120 Max 0.5 99 0.5
SINAR-FA 1270 Lauric Acid 70% 269-275 270-276 1.0 Max 32-38 100 Max 0.5 73-78 21-26 SINAR-FA 1299 Myristic Acid 99% 278-282 279-283 0.5 Max 43-44 100 Max 0.5 99 0.5 SINAR-FA 1499 Palmitic Acid 95% 244-248 245-249 0.5 Max 53-54 80 Max 0.5 99 0.5 SINAR-FA 1695 Steric Acid 95% 215-220 216-221 1.0 Max 59-63 80 Max 2 96 SINAR-FA 1865 Stearic Acid 65% 199-209 200-210 2.0 Max 57-61 100 Max 30-35 SINAR-FA 1893 Stearic Acid 93% 192-202 193-203 1.0 Max 66-69 100 Max 7 SINAR-FAH Triple Pressed Stearic Acid 205-215 206-216 0.5 Max 53-57 50 Max 57-63 SINAR-FAB Triple Pressed Stearic Acid 205-215 206-216 0.5 Max 53-57 80 Max 57-63 SINAR-FAG Triple Pressed Stearic Acid 206-212 206-216 1.0 Max 53 Min 150 Max 1 M 2 M 57-63 SINAR-FAS Triple Pressed Stearic Acid 200-210 207-213 0.5 Max 54-58 80 Max 52-57 SINAR-FAK Triple Pressed Stearic Acid 199-209 201-211 1.0 Max 54-58 100 Max 2 M 41-49 SINAR-FAT Triple Pressed Stearic Acid 196-216 200-210 2.0 Max 55-59 200 Max 32-38 SINAR-FAQ Triple Pressed Stearic Acid 196-216 197-217 2.0 Max 50 Min 200 Max 2 M 4 M 41-49 SINAR-FAR Rubber Grade Stearic Acid 196-216 197-217 4.0 Max 50 Min G 7 Max