Teknik dan Teknologi Kerajinan Tenun

penyuluhan antara lain dengan meningkatkan frekuensi pameran, mendirikan balai-balai pelatihan dan sebagainya. Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat dipahami bahwa kerajinan tenun merupakan kegiatan artistik yang tidak berdiri sendiri. Untuk mengenal dan memberikan apresiasi terhadap kebudayaan yang ada dan kain tenun yang dihasilkan membutuhkan campur tangan dari semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah.

B. Teknik dan Teknologi Kerajinan Tenun

Menurut setiawati 2007:9, menenun adalah seni kerajinan tekstil kuno dengan menempatkan dua set benang rajutan yang disebut lungsi dan pakan di alat tenun untuk diolah menjadi kain. Kain tenun mempunyai fungsi dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat pembuatnya, baik aspek sosial, ekonomi, religi, dan estetika. Dilihat dari corak dan bentuk kain tenun yang dihasilkan, teknik menenun menurut Jacub, Ali 1984:6 dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Tenun Pelekat Dasar dari teknik tenun pelekat yaitu mencelup benang lungsi dan benangbenang pakan ke dalam bahan warna dan membuat suatu corak ragam hias dari jalinan benang lungsi dan benang pakan yang beraneka warna. Jalinan itu akan membentuk kolom besar dan kecil atau kotak-kotak besar dan kecil. Kain sarung dengan corak kotak-kotak besar menurut istilah Bima disebut tembe lomba, sedangkan kain sarung dengan corak kotak-kotak kecil disebut bali mpida. Kain tenun pelekat ini dilihat dari corak dan bentuk tenunannya hampir sama atau menyerupai corak dan bentuk kain tenunan dari Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, Bugis dan Mandar. Di Dompu kain jenis pelekat dibedakan ke dalam dua golongan bahan benang tenunannya terutama untuk membedakan kualitas, halus atau kasarnya kain tenun. Kedua golongan jenis kain pelekat yang dimaksud ialah: a. Kain tenun yang dibuat dari benang kapas yang kasar, disebut tembe kafa nae, dibuat sendiri dari mulai memetik kapas, memintal benang dan mencelupkannya. Benang tenunannya kasar tidak begitu halus dan tebal. Oleh karena itu kain tenun yang dihasilkan selain dijadikan sarung juga dipakai sebagai selimut. Memiliki warna-warna yang gelap seperti warna biru tua, biru hitam, coklat warna garis pemisah yaitu garis putih. b. Kain pelekat yang disebut tembe kafa nggoli, yaitu kain tenun yang dalam proses pembuatannya tidak menggunakan benang yang dibuatnya sendiri, melainkan menggunakan benang impor atau benang pintalan dari pabrik. Memiliki warna cerah dan benangnya halus seperti benang bordir atau benang sulam. 2. Tenun Songket S elain kain tenun biasa, terdapat kain tenun yang disebut kain songket. Songket adalah suatu teknik atau cara memberikan hiasan pada suatu kain tenun. Songket sendiri berasal dari kata “sungkit” yang artinya mengangkat beberapa helai benang lungsi dengan lidi sehingga terjadi lubang-lubang. Ke dalam lubang- lubang tadi kemudian disulamkan benang pakan emas atau perak. Proses penyisipan benang pakan emas atau perak dilakukan bersamaan dengan memasukkan benang pakan yang dijepit oleh silangan benang lungsi dari alat-alat tenun. Biasanya pola membuat songket dilakukan dengan cara menghitung banyaknya benang lungsi yang akan diangkat. Pada umumnya songket merupakan hiasan tambahan, sebagai pengisi bidang bagian tengah maupun sebagai hiasan pinggir dari suatu kain. Ragam hiasnya dapat berupa ceplok bunga atau unsur flora, fauna, bahkan motif hias manusia juga digunakan. Sebagai hiasan pinggir sering dipakai motif hias tumpal, meander; pola kertas tempel, kait, dan sebagainya. Dalam songket digunakan juga ragam hias garis-garis geometris yang dipadukan dengan motif hias flora dan fauna, yang dalam pembuatannya pada kain tenun selalu dalam pola garis-garis sudut-menyudut. Begitupun dalam membuat hiasan songket ceplok bunga, ceplok kuntum bunga dan lain-lain. Pola dasar membuatnya ialah menyusun garis- garis dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas dengan mengangkat benang dan memasukkan benang pakan atau bersama-sama benang songket. Dengan demikian bentuk hiasan songket selalu terikat oleh ketentuan dasar dari bentuk jalinan atau anyaman benang lungsi dan benang pakan pada sebuah kain tenun. Bentuk yang sama dengan songket yaitu sulam, letak perbedaaannya ialah bahwa sulaman biasanya dilakukan setelah kain selesai ditenun, tidak dilakukan bersama-sama dalam proses penenun sebagaimana dilakukan dalam teknik songket. Menurut Enie dan Karmayu 1980:66, kain tenun dibangun oleh benang lungsi dan benang pakan yang membuat silangan-silangan tertentu yang membentuk sudut 90º satu sama lain. Proses pembuatan silangan-silangan ini disebut proses pertenunan. Agar proses pertenunan dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diketahui gerakan-gerakan pokok yang terjadi pada proses pertenunan. Gerakan-gerakan atau proses pembuatan kain tenun menurut Enie dan Karmayu 1980:66-68, sebagai berikut. 1. Pembukaan mulut: yaitu membuka benang-benang Lungsi sehingga membentuk celah yang disebut mulut lungsi. 2. Peluncuran pakan: yaitu pemasukan atau peluncuran benang pakan menembus mulut lungsi dengan pakan saling menyilang membentuk anyaman. 3. Pengetekan: yaitu merapatkan benang pakan yang baru diluncurkan kepada benang pakan sebelumnya yang telah menganyam dengan benang lungsi. 4. Penggulungan kain: yaitu menggulung kain sedikit demi sedikit sesuai dengan anyaman yang telah terjadi. 5. Penguluran lungsi: menggulur benang lungsi dari penggulungan sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan proses pembentukan mulut lungsi dan menyilang benang berikutnya. Menurut Enie dan Karmayu 1980:68, jika dilihat dari proses menjalankannya, maka alat tenun dapat digolongkan sebagai berikut. 1. Alat tenun Gendong Disebut alat tenun gendong karena pada bagian alat tenun yang disebut epor yang berada dibagian belakang pinggang, seolah-olah digendong sewaktu menenun. Ciri yang menonjol pada alat tenun gendong yaitu tegangan dari benang lungsi yang diperoleh dengan menyambung kedua ujung apit dengan tali epor kepada epor yang disandari oleh penenun. Alat epor ini terbuat dari kayu, namun ada juga yang terbuat dari kulit hewan atau anyaman baik dari tali ataupun kulit hewan. 2. ATBM proses pembuatannya pertumpu pada kaki dan tangan dan ATM proses pembuatannya menggunakan mesin dari pabrik. ATBM adalah singkatan dari alat tenun bukan mesin dan ATM yang adalah singkatan dari alat tenun mesin. Alat tenun gendong berkembang menjadi alat tenun tijak, yang pada tahun 1927 oleh Tekstil Institut Bandung TIB, sekarang menjadi Balai Besar Tekstil Bandung, dikembangkan lagi menjadi alat tenun tijak teropong layang. Dikenal sebagai alat tenun TIB, yang selanjtnya dikenal sebagai ATBM, perkembangan ini berlanjut dengan teknik yang canggih dengan diperkenalkannya ATM yang serba mekanis. Dengan adanya alat tenun ini mendesak kerajinan tenun gendong, karena hasil yang dihasilkan lebih halus, lebar, dan murah. .

C. Motif dan Warna Tenun