3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
presumption of non liability
Prinsip praduga
untuk tidak
selalu bertanggungjawab
hanya dikenal
dalam lingkup
transaksi konsumen
yang sangat
terbatas dan
pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Contohnya dapat dilihat dalam
hukum pengangkutan, kehilangan atau kerusakan pada bagasi cabin atau tangan yang biasa dibawa dan diawasi
oleh penumpang konsumen adalah tanggungjawab dari penumpang, dalam hal ini pelaku usaha tidak dapat
diminta pertanggungjawabannya.
13
4. Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability
Prinsip tanggung
jawab mutlak
sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut
absolute liability kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas. Ada
pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan
tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk
dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah
prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada
13
Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan, Pengangkutan Darat Melalui Jalan Umum dan Kereta Api, Pengangkutan Laut Serta Pengangkutan
Udara di Indonesia, Malang, UMM Press, 2007
pengecualiannya. Selain itu, ada pandangan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan keduanya pada ada
atau tidak adanya hubungan kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada strict
liability hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability hubungan itu tidak selalu ada.
Maksudnya, pada absolut liability dapat saja si tergugat yang dimintai pertanggungjawaban itu bukan si pelaku
langsung kesalahan tersebut misalnya dalam kasus bencana alam.
Dalam Black‟s Law Dictionary, strict liability diartikan
“Liability that does not depend on actual negligence or intent to harm, but that is baseb on the
breach of an absolute duty to make something safe. Strict liability most often applies either to ultrahazardous
activities or in products liability cases ”
Menurut Richard A. Posner, melalui konsep ultrahazardous, tort lawb membebankan strict liability
pada aktivitas yang melibatkan bahaya dalam derajat yang tinggi yang tidak dapat dicegah oleh pihak yang
telah bertindak hati-hati atau pihak yang mungkin menjadi korban.
14
Menurutnya, contoh yang baik untuk strict liability ialah kerugian yang diakibatkan oleh tetangga
yang memelihara macan di rumahnya. Area strict liability telah mendorong pihak yang menjalankan
14
Richard A. Posner, Economic Analysis of Law, Canada: Little Brown
Company, 1986 p. 163.
kegiatan yang digolongkan extrahazardous untuk membuat beberapa alternatif yang dapat mengurangi
derajat bahaya.
15
Injurer akan melakukan tindakan pencegahan pada level yang optimal karena bila ia
melakukan tindakan pencegahan di bawah level yang optimal maka akan ada total accident cost yang harus
ditanggungnya. Strict liability masuk dalam konsep hukum
tentang tort secara umum the tort law in general. Perbuatan melawan hukum menurut sistem hukum
common law dapat dibagi menjadi tiga perbuatan: a.
Intentional Torts: suatu tort yang mensyaratkan bahwa
pelaku mempunyai
kesengajaan yang
menyebabkan kerugian injury dan itu dapat dianggap perbuatan melawan hukum.
b. Negligent Torts: sikap tindak yang dilakukan secara
unreasonably yang mengakibatkan kerugian kepada pribadi sesorang atau kebendaan seseorang.
c. Strict Liability Torts: Behavior that is tortious because
it causes unlawful personalproperty damage to another, regardless of fault, reasonableness.
Perilaku yang menyakitkan karena menyebabkan kerusakan
melanggar hukum pribadi properti lain, terlepas dari kesalahan, kewajaran.
Pertanggungjawaban hukum
strict liability
walaupun tidak dikenal dalam hukum perlindungan
15
Ibid
konsumen, namun dikenal dan digunakan dalam hukum penerbangan dan hukum lingkungan. Hukum
Lingkungan Indonesia mengenal dan mengadopsi konsep
strict liability.
Diterapkannya konsep
pertanggung jawaban tersebut dapat dilihat dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 88 bunyinya
“Setiap orang yang tindakannya, usahanya, danatau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan danatau
mengelola limbah B3, danatau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap
lingkungan hidup
bertanggungjawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan
”.
Di dalam penjelasan pasal 88 Yang dimaksud
dengan “bertanggungjawab mutlak” atau strict liability
adalah unsur kesalahan yang tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi
” ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam
gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya.
Tanggung Jawab Produk Product liability di beberapa sistem hukum berbeda-beda penerapannya.
Ada yang menerapkan tanggung jawab atas produk berdasarkan kesalahan. Artinya pelaku usaha dapat
dimintakan pertanggung jawab apabila memang dapat dibuktikan bahwa ada kesalahan. Namun ada juga yang
menerapakan tanggung jawab pelaku usaha pembuat
produsen, menggunakan tanggung jawab strict liability, terhadap barang yang diproduksinya.
Dengan demikian pelaku usaha akan bertanggung jawab terhadap kerugian injuries yang disebabkan atas
produk yang cacat defect. Konsep Product liability mengacu pada kewajiban setiap atau semua pihak
sepanjang rantai pembuatan produk apapun atas kerusakan yang disebabkan oleh produk tersebut.
5. Prinsip