Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain. 11 g. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. h. Prinsip ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Artinya tidak jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita oleh oranglain. Dan beban pembuktiannya ada pada pihak yang mengakui mempunyai suatu hak, dalam hal ini adalah penggugat.

2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

presumption of liability Prinsip ini mengatakan, tergugat selalu dianggap bertanggungjawab sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Beban pembuktian ada pada tergugat. Ini dikenal dengan istilah beban pembuktian terbalik. Dalam prinsip beban pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya, hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum pidana. Menurut prinsip ini ditekankan selalu bertanggungjawab atas setiap kerugian yang timbul, tetapi jika dapat membuktikan bahwa dia tidak 11 Niuewenhuis Pokok-Pokok Hukum Perikatan,terjemahan Djasadin Saragih,Surabaya,Universitas Airlangga,1985,Hal.57. bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab. Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan. Hal ini diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata tentang Perbuatan Melawan Hukum. Namun jika diterapkan dalam kasus perlindungan konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat. Prinsip tersebut seiring dengan perkembangan kemudian dikenal dengan prinsip caveat emptor ke caveat vendor, dimana ingin meletakkan aspek keadilan dalam perlindungan konsumen. Prinsip ini pernah diterapkan dalam hukum Pengangkutan, khususnya pengangkutan udara, yang dapat dilihat dalam Pasal 17, 18 ayat 1, 19 jo 20 konvensi Warsawa 1929 atau Pasal 24, 25, 28, jo 29 Ordonansi Pengangkutan Udara No.100 Tahun 1939 kemudian dalam perkembangannya dihapuskan dengan Protokol Guatemala. 12 12 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, cet 4 Bandung : PT Citra Aditya Abadi, hal 40-41

3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab