45
Grafik 3.5. Grafik Porsi DPK per Jenis Valuta
Rupiah 90
Valas 10
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis
Valuta
8 16
40 80
120 160
Tw .I
Tw .II
Tw .II
I Tw
.IV Tw
.I Tw
.II Tw
.II I
Tw .IV
Tw .I
Tw .II
Tw .II
I Tw
.IV Tw
.I Tw
.II Tw
.II I
Tw .IV
2007 2008
2009 2010
Rp triliun Rp triliun
Rupiah Valas
Sumber: LBU KBI Bandung
2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya
Perkembangan Kredit
Penyaluran kredit oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan mencapai Rp114,9 triliun atau tumbuh sebesar 18,1. Pertumbuhan kredit tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,0. Ditinjau dari jenis penggunaannya,
pertumbuhan kredit tertinggi terjadi untuk kredit jenis investasi sebesar 28,7. Sementara
kredit konsumsi dan kredit modal kerja tumbuh masing-masing sebesar 17,7 dan 16,2.
Adapun porsi kredit terbesar masih dikuasai oleh kredit konsumsi yang diikuti dengan kredit
modal kerja dengan porsi masing-masing sebesar 45 dan 44,4. Tingginya
pertumbuhan kredit investasi mengindikasikan bahwa kegiatan usaha semakin membaik,
khususnya investasi.
Tabel 3.2. Perkembangan Baki Debet Kredit Bank Umum per Penggunaan Rp Triliun
Tw.I Tw.II
Juli Agustus
yoy qtq
Modal Kerja 45.25
48.18 48.66
50.96 16.21
5.79 Investasi
11.60 12.42
12.77 12.24
28.74 -1.47
Konsumsi 48.13
51.05 51.47
51.70 17.75
1.28
Total Kredit 104.99
111.64 112.90
114.90 18.13
2.92 Jenis Penggunaan
2010 Pertumbuhan
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.7. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan
Modal Kerja 44
Investasi 11
Konsumsi 45
Sumber: LBU KBI Bandung
46 Ditinjau secara sektoral, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada sektor jasa sosial dan sektor
pertambangan masing-masing sebesar 151,2 dan 60,0. Tingginya pertumbuhan kredit pada sektor jasa sosial dan pertambangan mencerminkan bahwa kedua sektor tersebut masih menarik bagi
perbankan mengingat aktifitasnya yang membaik.
Tabel 3.3. Perkembangan Baki Debet Kredit bank Umum per Sektoral Rp Triliun
Tw.I Tw.II
Juli Agustus
yoy qtq
Pertanian 1.46
1.79 1.83
1.76 2.95
-1.23 Pertambangan
0.21 0.24
0.23 0.27
60.00 12
Perindustrian 16.70
17.25 17.08
17.47 11.65
1.27 Listrik, Gas Air
0.11 0.12
0.11 0.11
-66.80 -9
Konstruksi 2.61
2.89 3.07
3.23 22.91
11 Perdag., Rest Hotel
26.63 28.29
29.87 30.17
44.36 6.63
Jasa Dunia Usaha 2.28
2.41 2.47
3.02 -33.24
25 Jasa Sosial
2.04 3.82
3.54 3.51
151.17 -8.20
Lain-lain 52.93
54.83 54.70
55.36 25.07
0.97
Total 104.99
111.64 112.90
114.90 18.13
2.92
Jenis Penggunaan 2010
Pertumbuhan
.52 .73
.59 .52
Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK telah menyebabkan rasio kredit terhadap simpanan LDR meningkat dari 85,2 menjadi 87,1. Kondisi ini mencerminkan bahwa
bank secara bertahap telah berusaha melakukan ekspansi kredit dengan memperhatikan semakin kondusifnya perekonomian domestik.
Kredit Mikro, Kecil dan Menengah MKM
Perkembangan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah menunjukkan pertumbuhan yang semakin meningkat, yaitu dari 10,6 pada triwulan II-2010 menjadi 15,3. Pertumbuhan tertinggi terjadi
pada kredit yang diperuntukkan bagi usaha mikro, yaitu sebesar 41,5, sedangkan kredit MKM untuk usaha kecil dan menengah tumbuh masing-masing sebesar 16,2 dan 12,6. Meningkatnya
pertumbuhan kredit bagi usaha mikro telah meningkatkan porsi kredit mikro didalam total kredit UMKM menjadi 34.
Ditinjau dari jenis penggunaannya, porsi kredit UMKM masih banyak ditujukan untuk kredit modal kerja dengan porsi mencapai 84. Tingginya porsi kredit modal kerja pada UMKM menunjukkan
bahwa pembiayaan bank masih condong pada upaya memperlancar aktifitas produksi dibandingkan untuk meningkatkan atau memperluas skala usaha.
Grafik 3.8. Porsi Kredit UMKM di Jawa Barat
Kecil 34
Mikro 22
Menengah 44
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.9. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan di Jawa Barat
Investasi 16
Modal kerja 84
Sumber: LBU KBI Bandung
Kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat Seperti periode-periode sebelumnya,
kredit yang disalurkan ke Jawa Barat kredit lokasi proyek berjumlah lebih
besar dibandingkan kredit yang disalurkan perbankan Jawa Barat
kredit bank pelapor. Kondisi ini
menunjukkan kuatnya daya tarik investasi yang dimiliki oleh Jawa Barat, sehingga
dapat menarik dana dari perbankan di luar Jawa Barat untuk aktivitas ekonomi
di Provinsi Jawa Barat. Dilihat dari pertumbuhannya, kredit bank pelapor
mengalami sedikit perlambatan, yaitu dari tumbuh 16,9 yoy menjadi
16,3. Di sisi lain, sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian regional, kredit lokasi proyek mengalami sedikit peningkatan,
yaitu dari tumbuh 12,8 yoy menjadi 13,4.
Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek dan Kredit Bank Pelapor
Tw.I Tw.II
Tw.III Tw.IV Tw.I
Tw.II Tw.III Tw.IV
Tw.I Tw.II
Tw.III 2004 2005 2006 2007
2008 2009
2010 Kredit Bank Pelapor
40,7 50,5
57,8 69,7
71 77,9
82,9 87,3
87,6 95,5
98,8 100,4
105 111,6 114,9
Kredit Lokasi Proyek 73,9 91,2
100,7 122,5 127,2 140,1 151,2 161,9 167,1 171,4 174,2 181,4 180,3 193,3 197,5
50 100
150 200
250
Rp triliun
Keterangan: Kredit Lokasi Proyek adalah kredit yang diberikan ke wilayah Jawa
Banat Kredit bank pelapor adalah kredit yang diberikan oleh bank umum
konvensional di Jawa Barat Sumber: LBU KBI Bandung
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit berlokasi proyek di Jawa Barat semakin didominasi oleh kredit produktif modal kerja dan investasi, yang mencapai 59 dari total kredit. Sementara itu,
kredit konsumsi memberikan kontribusi terhadap 41 total kredit lokasi proyek. Sementara itu, berdasarkan sektor ekonominya, kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi 42, kredit sektor
industri pengolahan sebesar 25, kredit sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16, serta kredit ke sektor jasa 16.
47
Grafik 3.11. Grafik Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi
Pertanian 1
Pertambangan Perindustrian
25
Perdagangan 16
Jasa-jasa 16
Lain-lain 42
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.12. Grafik Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan
Investasi 15
Modal kerja 44
Konsumsi 41
Sumber: LBU KBI Bandung
Risiko kredit
Risiko kredit perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-2010 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Walaupun demikian, risiko kredit masih berada pada level yang
relatif kendali, yaitu 3,6, dan masih lebih rendah dibandingkan NPL pada periode yang sama di tahun 2009. Dengan demikian, kondisi perbankan di Jawa Barat masih berada dalam kondisi yang
relatif kuat. Kenaikan ini disebabkan karena meningkatnya jumlah kredit yang masuk ke dalam kategori “macet”, yaitu dari Rp2,38 triliun pada triwulan II-2010 menjadi Rp2,75 triliun pada Agustus
2010. Sementara itu, pergerakan NPL Kredit UMKM mengikuti NPL kredit secara keseluruhan, yang mengalami peningkatan. Bahkan, risiko kredit UMKM mengalami peningkatan yang relatif tinggi, yaitu
dari 4,1 pada triwulan II-2010 menjadi 5,4 pada Agustus 2010.
Grafik 3.13. Perkembangan Jumlah Kredit Bermasalah Bank Umum Konvensional di
Jawa Barat
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007
2008 2009
2010
Nominal NPL Gross NPL Gross
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.14. Perkembangan NPL Total Kredit dan NPL Kredit UMKM
2 4
6
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw 2007
2008 2009
2010 NPL Kredit
NPL Kredit UMKM
Sumber: LBU KBI Bandung
3. B
ANK
U
MUM
S
YARIAH Kondisi perbankan syariah terus menunjukkan peningkatan, yang tercermin dari pergerakan berbagai
indikatornya. Dari sisi nominal, Dana Pihak Ketiga mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 6,3 triliun pada Agustus 2010, atau mengalami pertumbuhan sebesar 37,7 yoy, lebih tinggi
48
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2010 yang sebesar 31,7. Sementara itu, pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah di Jawa Barat juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari Rp5,6
triliun pada triwulan II-2010, menjadi Rp6,2 triliun pada Agustus 2010. Dengan pencapaian tersebut, pembiayaan pada triwulan III-2010 juga mengalami peningkatan pertumbuhan, dari 57,6 yoy
menjadi 61,9. Dengan perkembangan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio FDR bank umum syariah di Jawa Barat meningkat, yaitu 94 pada triwulan II-2010 menjadi 98 pada Agustus
2010.
Grafik 3.15. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat
- 1.000.000
2.000.000 3.000.000
4.000.000 5.000.000
6.000.000 7.000.000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007
2008 2009
2010 50
100 150
200 250
Rp Juta
DPK LHS Pertumbuhan yoy, RHS
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.16. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat
- 1.000.000
2.000.000 3.000.000
4.000.000 5.000.000
6.000.000 7.000.000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007
2008 2009
2010 10
20 30
40 50
60 70
Rp Juta
Pembiayaan LHS Pertumbuhan yoy, RHS
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.17. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat
88 82
92 86
83 78
83 80
84 94 98
20 40
60 80
100 120
Tw.I Tw.II
Tw.III Tw.IV Tw.I
Tw.II Tw.III Tw.IV
Tw.I Tw.II
Tw.III 2008
2009 2010
Sumber: LBU KBI Bandung
4. B
ANK
P
ERKREDITAN
R
AKYAT
Kondisi BPR Konvensional di Jawa Barat terus menunjukkan peningkatan pada triwulan III- 2010. Seluruh indikator kinerj BPR konvensional mengalami peningkatan, seperti aset, kredit, serta
DPK. Dari sisi aset, terjadi peningkatan hingga mencapai Rp8,1 triliun, atau tumbuh sebesar 21 yoy. Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
17,6. Sementara itu, penyaluran kredit BPR konvensional juga mengalami peningkatan. Pada 49
50 September 2010, total kredit yang tersalurkan mencapai Rp5,6 triliun, atau mengalami pertumbuhan
sebesar 19,7 yoy, juga mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,2. Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga DPK juga terus meningkat, hingga
mencapai Rp5,8 triliun pada triwulan III-2010. Dengan demikian, DPK tumbuh sebesar 20,9 yoy, sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 20,1.
Berbagai perkembangan indikator tersebut menunjukkan bahwa BPR di Jawa Barat terus menunjukkan eksistensinya dalam sistem perbankan di Jawa Barat, dan semakin disukai oleh masyarakat Jawa Barat.
Grafik 3.18. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat
- 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
8,0 9,0
TW. I TW. II
TW. III TW. IV
TW. I TW. II
TW. III TW. IV
TW. I TW. II
TW. III 2008
2009 2010
T ri
liun Rp
Aset DPK
Kredit Sumber: LBPR KBI Bandung
Dilihat dari jenis penggunaannya, mayoritas kredit BPR konvensional di Jawa Barat disalurkan ke sektor produktif, terutama untuk penggunaan modal kerja. Pangsa kredit modal
kerja selama triwulan III-2010 terhadap keseluruhan kredit adalah sebesar 55, relatif stabil dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, kredit investasi masih relatif kecil, karena hanya
berkontribusi terhadap 3 total kredit BPR konvensional. Di sisi lain, kredit konsumsi masih berkontribusi cukup tinggi, yaitu sekitar 42 dari total kredit.
Grafik 3.19. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat
Modal Kerja 55
Investasi 3
Konsumsi 42
Sumber: LBPR KBI Bandung
51
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
52
53
Realisasi penerimaan baik APBN maupun APBD di Jawa Barat pada periode laporan meningkat. Penerimaan pajak pemerintah pusat meningkat terutama pada pos Pajak Penghasilan,
khususnya PPh Pasal 26. Selain itu, penerimaan Pemerintah Provinsi juga diperkirakan meningkat yang terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Kondisi ini terjadi akibat peningkatan penjualan kendaraan bermotor, serta sebagai dampak kenaikan tarif perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan STNK
.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah pusat diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III-2010. Peningkatan realisasi ini terjadi akibat naiknya realisasi dana Dekonsentrasi yang
relatif tinggi, khususnya oleh Dinas Pertanian dan Dinas Pendidikan, serta realisasi dana Tugas Pembantuan, khususnya di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Tasikmalaya. Secara keseluruhan,
tingginya realisasi dana Dekonsentrasi berdampak pada meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah. Di sisi lain, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan III-2010
diperkirakan lebih rendah dibandingkan pola musimannya, dan lebih terkonsentrasi pada triwulan IV- 2010.
1. P
ENDAPATAN
P
EMERINTAH DI
J
AWA
B
ARAT
1.1. P
ENDAPATAN
P
AJAK
P
EMERINTAH
P
USAT
Pendapatan pajak Pemerintah Pusat di Jawa Barat mengalami peningkatan pada triwulan III- 2010, dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama di tahun 2009.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak DJP Jawa Barat I
1
, peningkatan penerimaan pajak Pemerintah Pusat selama triwulan III-2010 terutama berasal dari kenaikan Pajak Penghasilan PPh,
khususnya PPh Pasal 26. Adapun kenaikan pendapatan pajak tersebut disebabkan karena membaiknya kondisi ekonomi nasional, yang turut mendukung kinerja dunia usaha, khususnya sektor industri
pengolahan. Selama triwulan III-2010, tercatat adanya peningkatan realisasi penerimaan untuk sektor industri pengolahan sebesar 33,13 yoy. Selain itu, peningkatan penyerapan APBNAPBD di tahun
2010 juga memberikan pengaruh terhadap meningkatnya pembayaran PPh dan PPN. Selain itu, kenaikan penerimaan pajak dibandingkan triwulan sebelumnya, juga dipengaruhi karena pembayaran
PBB yang jatuh tempo pada bulan September 2010 akhir triwulan III-2010.
Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I
Tw. I Tw. II
Tw. III Tw. IV
Tw.I Tw. II
Tw. III
A. Pajak Penghasilan 1.398,60
1.328,38 1.638,64
2.372,20 1.292,00
1.446,63 1.962,23
589,14 641,88
729,03 1.454,70
624,00 722,48
784,46 C. PL dan PIB
34,94 40,79
38,59 69,59
26,00 45,57
43,29 106,87
295,61 560,78
630,12 86,00
332,31 458,73
2.129,55 2.306,67 2.967,04 4.526,61 2.028,00 2.547,00 3.248,70 17,07 18,79 25,41 55,66 4,76 10,42 9,49
2010
Pertumbuhan , yoy Jumlah
Jenis Pajak 2009
B. PPN dan PPN BM D. PBB dan BPHTB
Sumber: DJP Jawa Barat I
1
Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kabupaten
Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka
1.2. P
ENDAPATAN
P
EMERINTAH
P
ROVINSI
Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan selama triwulan III- 2010. Secara keseluruhan, pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat diperkirakan telah terealisasi
sekitar 79-80 ytd, dari APBD tahun 2010. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan triwulan III-2009, dengan tingkat realisasi sebesar 73.
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Triwulan III-2009 Triwulan III-2010
No. Uraian
APBD 2009 Rp
Miliar Realisasi
Rp Miliar
Realisasi thd APBD
APBD 2010 Rp
Miliar Realisasi Rp
Miliar Realisasi
thd APBD I
PAD 5,176
3,560 69
5,623 4,470
80
a. Pajak Daerah 4,835
3,177 66
5,147 4,250
83 b. Retribusi Daerah
29 23
80 29
20 68
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
138 179
130 204
3 1
d. Lain-lain PAD 174
181 104
242 165
68
II Dana Perimbangan
1,763 1,473
84 2,105
1,690 80
a. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
786 650
83 981
824 84
b. Dana Alokasi Umum 977
822 84
1,086 815
75 c. Dana Alokasi Khusus
- -
- 39
12 30
III Lain-lain Pendapatan
12 25
199 29
NA NA
a. Bantuan Keuangan 10
8 NA
NA b. Lain-lain Penerimaan
3 25
869 21
NA NA
Total Pendapatan 6,952
5,058 73
7,736 6.100-6.200
79-80
Keterangan: Angka Perkiraan Bank Indonesia Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat
Pendapatan Asli Daerah PAD meningkat sebesar 21 yoy, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 6. Sementara itu, secara triwulanan, PAD
mengalami kenaikan sebesar Rp603 miliar, atau tumbuh melonjak 55 qtq. Dengan pencapaian tersebut, PAD tercatat telah terealisasi sekitar 80 ytd hingga triwulan III-2010, lebih tinggi
dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2009 dengan realisasi sebesar 69. Peningkatan pendapatan terutama berasal dari meningkatnya pendapatan pajak, yakni Pajak Kendaraan Bermotor
dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Selain disebabkan karena terus meningkatnya penjualan kendaraan bermotor di Jawa Barat akibat pergerakan positif aktivitas perekonomian domestik,
peningkatan tarif perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan STNK memberikan dampak pada penurunan daya beli masyarakat. Sementara itu, tingkat realisasi Dana Perimbangan adalah sekitar
80 ytd, lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan III-2009 yang sebesar 84.
54
Tabel 4.3. Realisasi Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat Rp Miliar 2009
2010 Jenis Pajak
Tw.I Tw.II
Tw.III Tw.IV
Tw.I Tw.II
Tw.III
Pajak Kendaraan Bermotor
411 458
520 473
429 375
588 Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor 404
423 565
544 647
522 801
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
266 263
283 273
265 192
298 Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan 23
24 35
14 23
9 14
Jumlah 1,103
1,168 1,403
1,305 1,365
1,098 1,701
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat
2. B
ELANJA
D
AERAH
2.1. B
ELANJA
APBN
DI
J
AWA
B
ARAT
Baik pertumbuhan maupun tingkat realisasi belanja pemerintah pusat di Jawa Barat mengalami kenaikan. Hal ini tercermin dari meningkatnya realisasi belanja dana Dekonsentrasi serta
dana Tugas Pembantuan. Meningkatnya realisasi belanja dana Dekonsentrasi telah berdampak pada meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi pemerintah.
Belanja Dana Dekonsentrasi
Dana Dekonsentrasi berfungsi sebagai pembiayaan kegiatan pendukung dalam pelaksanaan program pemerintah pusat di daerah. Kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh dana Dekonsentrasi meliputi
koordinasi, pembinaan, dan pengawasan. Pengalokasian dana dekonsentrasi juga ditujukan langsung kepada dinasinstansi di tingkat provinsi sementara wewenang dana tugas pembantuan diserahkan
kepada pemerintah kotakabupatenprovinsi untuk mengatur. Pada triwulan III-2010, realisasi dana Dekonsentrasi diperkirakan mengalami peningkatan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu mencapai 36,67 ytd. Hal ini terutama
disebabkan oleh realisasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang telah merealisasikan dana dekonsentrasi jauh lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini terjadi salah satunya
karena skema BOS Bantuan Operasional Sekolah telah cukup dimengerti oleh berbagai pihak terkait, baik pihak pemerintah maupun sekolah. Selain itu, realisasi yang lebih tinggi juga didorong oleh
realisasi dana dekonsentrasi yang dilakukan oleh Dinas Pertanian, dengan realisasi sebesar 52,93, jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan III-2009 6,94. Secara total nominal, realisasi
dana dekonsentrasi sampai dengan triwulan III-2010 mencapai Rp1,51 triliun dari target anggarannya, 55
atau tumbuh 26,5 dibandingkan realisasi pada triwulan III-2009 terhadap target anggarannya Rp1,2 triliun.
Tabel 4.4. Realisasi ytd Dana Dekonsentrasi Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Anggaran Terbesar
2009 2010
Dinas Anggaran
Rp Miliar Tw.III
Anggaran Rp Miliar
Tw.III
Dinas Pendidikan
4.540,44 19.92 3.856,76 36.64 Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintah Desa BPMPD
42,97 46.43
53.2 45.05
Dinas Pertanian
30,41 6.94 24.3 52.93 Dinas Sosial
25,21 52.10
22.61 53.25
Jumlah 4.637,44
25.68 4.109,34