Realisasi investasi masuk ke Jawa Barat, akibat meningkatnya optimisme pelaku usaha akan

Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini 25 50 75 100 125 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2008 2009 2010 Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi 40 60 80 100 120 140 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2008 2009 2010 Ekspektasi kondisi perekonomian Garis 100 Ekspektasi ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi penghasilan Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. Melambatnya konsumsi rumah tangga juga tercermin dari perlambatan penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat untuk penggunaan konsumsi, selama triwulan III-2010. Pada Agustus 2010, kredit konsumsi tumbuh 17,7 yoy, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 21,7. Grafik 1.5. Posisi Baku Debet Kredit Konsumsi 10 20 30 40 20 40 60 Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.III 2007 2008 2009 2010 Rp Triliun Posisi Baki Debet Pertumbuhan yoy Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum LBU, BI Bandung 1.2. Investasi Terus membaiknya perekonomian, baik domestik maupun global, serta positifnya prospek perekonomian ke depan, mendorong maraknya investasi yang terealisasi pada triwulan III-

2010. Realisasi investasi masuk ke Jawa Barat, akibat meningkatnya optimisme pelaku usaha akan

kondisi usaha ke depan. Oleh karenanya, produsen merespons dengan meningkatkan kapasitas produksi demi memenuhi naiknya perkiraan permintaan yang akan datang. Peningkatan investasi tersebut diantaranya tercermin dari naiknya impor barang modal ke Jawa Barat, yang mengalami lonjakan pertumbuhan yang sangat signifikan, yaitu tumbuh 184 yoy. Pencapaian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2010 yang sebesar 58. Dilihat dari komoditasnya, peningkatan impor barang modal tersebut disebabkan oleh meningkatnya peralatan transportasi untuk industri, seperti alat berat. 11 12 Grafik 1.6. Impor Barang Modal -100 100 200 300 400 25 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 Ribu Ton Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Meningkatnya realisasi investasi juga diindikasikan oleh kenaikan tren investasi di Jawa Barat pada triwulan III-2010, dengan realisasi investasi sebesar Rp1,9 triliun untuk Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN, dan USD0,7 miliar untuk Penanaman Modal Asing PMA. Realisasi tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan, apabila dibandingkan dengan realisasi pada triwulan sebelumnya, yaitu dari tumbuh 9,2 yoy menjadi 10,5. Adapun investasi tersebut berasal dari 41 proyek PMDN dan 180 proyek PMA. Dengan demikian, investasi sudah terealisasi sekitar 67,5 dari target investasi Jawa Barat untuk keseluruhan tahun 2010. Dengan pencapaian tersebut, Provinsi Jawa Barat menduduki posisi ketiga dalam hal realisasi investasi terbesar di Indonesia. Sementara itu, dilihat dari sisi sektoral, serapan investasi di Jabar hingga triwulan III-2010 didominasi oleh sektor industri pengolahan, yang mencapai 43 dari keseluruhan realisasi investasi, seperti komponen otomotif, permesinan, karet olahan, furnitur, tesktil, dll. Berdasarkan lokasi, realisasi investasi terbesar berada di Jabar Bagian Utara, seperti Bekasi, Karawang, dan Purwakarta. Selain itu, indikasi lain dari meningkatnya investasi pada triwulan III-2010 adalah peningkatan jumlah perizinan baru yang diproses oleh BPPT Kota Bandung hingga akhir semester I-2010. Usaha yang sudah memperoleh izin tersebut tentunya akan segera diikuti dengan realisasi investasi pada triwulan III-2010. Salah satu wujud investasi yang dilakukan pada periode laporan adalah pembangunan pabrik baru PT Astra Honda Motor di Cikarang, dengan perkiraan investasi senilai Rp760 miliar, yang diperkirakan rampung pada pertengahan tahun 2011. Demikian juga dengan investasi yang dilakukan oleh PT Indocement dalam wujud pembangunan pabrik baru, untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Setelah menginvestasikan dana senilai USD18,75 juta untuk peningkatan kapasitas produksi pabrik serta pembangunan pabrik semen baru di Cirebon pada semester I-2010 lalu, pada semester II-2010, Grafik 1.7. Realisasi Investasi Jawa Barat -100 100 200 300 - 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2008 2009 2010 Rp Miliar Realisasi Investasi Pertumbuhan yoy Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah BKPPMD Jawa Barat PT Indocement segera merealisasikan investasi senilai USD56,25 juta untuk kembali membangun pabrik baru di Citeureup dengan investasi total senilai USD300-450 juta. Disamping itu, perusahaan juga berencana membangun PLTU 2x50 MW di lokasi yang sama, dengan perkiraan investasi senilai USD100-150 juta. Investasi pada produk alas kaki juga tampak pada upaya sebelas produsen sepatu, baik lokal maupun asing, yang melakukan pembangunan pabrik baru di Jawa Barat, seperti di Karawang, untuk menangkap peluang pasar sepatu baik global maupun domestik yang menunjukkan tren pemulihan dari guncangan krisis keuangan global. 1.3. Ekspor Impor Meningkatnya kinerja ekspor menjadi salah satu faktor utama penggerak perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-2010. Hal ini didukung oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama Jawa Barat, khususnya di Asia. Pergerakan impor juga mengalami keadaan serupa dengan ekspor, yaitu mengalami peningkatan. Hal ini terjadi sejalan dengan meningkatnya kebutuhan bahan baku produksi di Jawa Barat, dengan kandungan bahan baku impor yang cukup tinggi. Naiknya kinerja ekspor Jawa Barat terindikasikan dari meningkatnya realisasi volume ekspor Jawa Barat selama Juli-Agustus 2010, yang tumbuh rata-rata sebesar 11,1 yoy, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 2,1. Apabila dilihat dari sisi nilainya, maka terjadi perlambatan pertumbuhan, dari 24,1 menjadi19,2. Namun demikian, perlambatan ini disebabkan karena penguatan nilai rupiah yang terjadi selama periode laporan, yang mengakibatkan harga produk ekspor lebih murah. Grafik 1.8. Nilai Ekspor Jawa Barat -20 20 40 1.000 1.250 1.500 1.750 2.000 2.250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 USD Juta Nilai Ekspor Pertumbuhan sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.9. Volume Ekspor Jawa Barat -50 -25 25 50 300 600 900 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 Ribu Ton Volume Ekspor Pertumbuhan sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Dilihat dari komoditasnya, peningkatan ekspor terjadi untuk komoditas dominan ekspor Jawa Barat, khususnya Tekstil dan Produk Tekstil TPT. Baik secara nilai maupun secara volume, ekspor TPT selama periode Juli-Agustus 2010 tumbuh rata-rata 25 yoy, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya. Demikian juga dengan perkembangan ekspor produk alas kaki, yang mengalami 13 lonjakan permintaan ekspor yang signifikan, yaitu mampu tumbuh rata-rata sebesar 41, jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2010 yang tumbuh 14. Grafik 1.10. Nilai Ekspor TPT -30 -20 -10 10 20 30 40 200 400 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 yoy USD Juta Nilai Ekspor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.11. Volume Ekspor TPT -20 -10 10 20 30 25 50 75 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 yoy Ribu Ton Volume Ekspor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.12. Nilai Ekspor Alas Kaki -40 -20 20 40 60 80 100 10 20 30 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 yoy USD Juta Nilai Ekspor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.13. Volume Ekspor Alas Kaki -40 40 80 120 2 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 yoy Ribu Ton Volume Ekspor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Namun demikian, beberapa komoditas dominan ekspor lainnya mengalami penurunan ekspor, yaitu alat telekomunikasi, mesin elektrik, yang mengalami pertumbuhan negatif selama Juli-Agustus 2010. Sementara itu, penjualan ekspor kendaraan bermotor mengalami perlambatan pertumbuhan, namun masih tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu 59 yoy dari sisi volumenya, dan 65 dari sisi nilai ekspornya. Grafik 1.14. Nilai Ekspor Alat Telekomunikasi -20 20 40 60 80 100 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2008 2009 2010 yoy USD Juta Nilai Ekspor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.15. Volume Ekspor Alat Telekomunikasi -30 30 60 90 120 150 180 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2008 2009 2010 yoy Ribu Ton Volume Ekspor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia 14 15 Grafik 1.16. Nilai Ekspor Mesin Elektrik -40 -20 20 40 60 50 100 150 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2008 2009 2010 yoy USD Juta Nilai Ekspor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.17. Volume Ekspor Mesin Elektrik -40 -20 20 40 60 10 20 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2008 2009 2010 yoy Ribu Ton Volume Ekspor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Dilihat dari negara pembeli, ekspor terbesar secara volume masih ditujukan untuk negara Singapura, yang kemungkinan diekspor kembali ke negara-negara lain di Asia, Amerika, dan Eropa. Adapun pertumbuhan volume ekspor Jawa Barat ke 4 negara tujuan ekspor utama Jawa Barat terus mengalami peningkatan pada triwulan III-2010, yaitu Singapura, Jepang, Malaysia, dan Amerika Serikat. Hal ini juga tampak pada perkembangan volume ekspor Jawa Barat ke seluruh benua yang mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan III-2010 ini, dengan peningkatan tertinggi terjadi ke benua Afrika. Grafik 1.18. Volume Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 Ribu Ton Asia Amerika Eropa Australia Afrika Sumber: Bank Indonesia Tabel 1.2. Pertumbuhan Volume Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli No Wilayah Pertumbuhan Tw.II-2010 yoy Pertumbuhan Tw.III-2010 yoy 1 Afrika -8,9 37,9 2 Amerika -33,8 -28,0 3 Asia 22,7 28,1 4 Australia 20,4 12,5 5 Eropa -4,6 3,3 Sumber: Bank Indonesia Meliputi realisasi ekspor selama bulan Juli-Agustus 2010 Sementara itu, impor juga bergerak searah dengan ekspor, yang mengalami peningkatan selama triwulan III-2010. Hal ini terjadi, selain akibat meningkatnya investasi di Jawa Barat, juga sebagai dampak persiapan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka peringatan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan III-2010. Dilihat dari jenisnya, peningkatan terutama terjadi untuk impor barang modal serta barang konsumsi. Grafik 1.19. Nilai Impor Jawa Barat -80 -40 40 80 120 160 250 500 750 1.000 1.250 1.500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 USD Juta Nilai Impor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.20. Volume Impor Jawa Barat -100 -50 50 100 150 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 Ribu Ton Volume Impor Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia 2. S ISI P ENAWARAN Perlambatan ekonomi yang terjadi di Jawa Barat pada triwulan III-2010 disebabkan oleh turunnya kinerja sektor pertanian akibat turunnya produksi padi, serta melambatnya sektor PHR. Di sisi lain, sektor industri pengolahan, sebagai sektor yang paling dominan, masih tumbuh relatif stabil. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Kondisi Dunia Usaha SKDU di Jawa Barat, yang menunjukkan adanya perlambatan pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan yoy Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Penawaran Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Pertanian 34,8 ‐2,0 ‐3,5 ‐11,2 2,7 9,7 3,3 16,9 ‐3,0 2,2 ‐2,8 Pertambangan dan Penggalian ‐15,3 ‐15,9 ‐8,8 2,4 1,0 4,6 10,9 16,1 7,1 5,7 ‐0,7 Industri Pengolahan 5,5 9,5 10,5 10,8 4,3 ‐1,6 ‐1,2 ‐1,8 3,2 2,4 2,0 Listrik, Gas, dan Air Bersih 4,7 5,4 3,7 3,3 4,5 11,0 22,6 27,9 17,2 11,8 3,0 BangunanKonstruksi 2,1 1,2 13,4 19,2 3,9 8,5 2,4 8,7 17,0 16,6 11,2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3,6 2,8 6,1 ‐0,8 6,5 6,8 12,4 14,4 17,9 15,1 6,1 Pengangkutan dan Komunikasi 0,5 7,0 3,5 0,7 7,7 11,1 10,5 11,2 13,7 18,0 21,7 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusaha ‐1,8 3,5 8,6 9,9 2,5 4,3 5,0 11,8 14,5 10,0 7,0 Jasa ‐jasa 1,1 ‐0,1 2,4 3,8 2,7 4,0 3,4 2,8 3,2 6,9 8,8 PDRB 7,1 4,7 6,4 4,5 4,4 3,2 4,0 6,1 6,6 6,9 4,0 2009 2010 Lapangan Usaha 2008 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2.1. Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian mengalami kontraksi pada triwulan III-2010, seiring terjadinya anomali iklim, khususnya pada semester II-2010. Fenomena La Nina, yang mengakibatkan lebih panjangnya musim hujan, menjadikan musim kemarau di Indonesia menjadi basah kemarau basah, dan diperkirakan akan terjadi hingga Maret 2011. Khusus untuk Agustus-September 2010, La Nina diperkirakan memiliki intensitas moderat, dan akan meningkat menjadi kuat hingga Januari 2011. Pada dasarnya, kondisi ini seharusnya menguntungkan bagi petani, khususnya petani padi tadah hujan di sentra-sentra produksi padi, karena meningkatkan ketersediaan air. Kondisi ini pula lah yang 16 menjadikan produksi padi Jawa Barat pada tahun 2009 lalu meningkat dan melampaui target. Namun demikian, khusus untuk tahun 2010 ini, fenomena La Lina juga mendatangkan kegagalan panen yang cukup besar, akibat semakin masifnya serangan Organisme Pengganggu Tanaman, khususnya hama Wereng Batang Cokelat WBC. Serangan pada tahun 2010 ini data hingga 15 September 2010 mendatangkan kegagalan panen seluas 871 hektar di Jawa Barat, jauh lebih luas dibandingkan dampak hama pada tahun 2009 silam. Selain itu, penurunan produksi akibat merebaknya serangan hama WBC juga terindikasikan dari turunnya produktivitas rata-rata di sentra produksi di Karawang, dari sebelumnya 7,32 juta ton GKPha pada musim lalu, menjadi 6,76 juta ton GKPha. Menurunnya sektor pertanian diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan produksi padi di Jawa Barat. Walaupun luas panen mengalami kenaikan yang cukup besar, yaitu dari tumbuh 4,6 yoy pada triwulan II-2010 menjadi 12,1 pada triwulan III-2010, namun produksi padi melambat akibat turunnya produktivitas padi. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, produksi padi di Jawa Barat selama triwulan III-2010 tumbuh melambat, yaitu dari sebesar 6,8 yoy menjadi 5,7. Adapun perlambatan tersebut terutama terjadi karena turunnya produksi pada bulan Juli 2010. Selanjutnya, hingga akhir triwulan III-2010, produksi padi terus mengalami tren kenaikan pertumbuhan. Grafik 1.21. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat -50 50 100 150 - 1.000.000 2.000.000 3.000.000 4.000.000 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007 2008 2009 2010 Ton Produksi Padi Pertumbuhan yoy Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Grafik 1.22. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat -50 50 100 150 - 200.000 400.000 600.000 800.000 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007 2008 2009 2010 Ha Luas Panen Padi Pertumbuhan yoy Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Perlambatan kinerja sektor pertanian juga diindikasikan oleh melambatnya luas panen padi di Jawa Barat selama triwulan III-2010 Juli s.d. Agustus 2010, yang hanya tumbuh 4 yoy, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata selama triwulan II-2010 yang sebesar 11. Perlambatan juga terindikasikan oleh turunnya luas panen padi di subround II-2010 Mei s.d. Agustus 2010, pada Angka Ramalan III-2010 BPS Jawa Barat. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat ke sektor pertanian juga menunjukkan laju penurunan yang semakin dalam pada triwulan III-2010. 17 Grafik 1.23. Luas Panen Padi Jawa Barat 1,83 0,42 0,76 0,64 1,80 0,32 0,64 0,84 1,95 0,35 0,74 0,86 2,01 0,45 0,72 0,84 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 Jan-Des III Sep-Des II Mei-Ags I Jan-Apr Juta Ha Subround 2010 Angka Ramalan III 2009 Angka Tetap 2008 Angka Tetap 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Grafik 1.24. Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Pertanian -20 -10 10 20 30 40 50 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007 2008 2009 2010 Rp Triliun Posisi Kredit Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Laporan Bulanan Bank Umum LBU, BI Bandung. Untuk mengantisipasi meluasnya serangan hama WBC tersebut, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat telah melakukan pola pembasmian serempak dengan musuh alami dan pestisida. Selain itu, petani juga diberikan pelatihan penyemprotan hama dengan teknik yang tepat. Untuk memutus siklus WBC, petani diimbau untuk menanam komoditas palawija pada musim sela dari masa tanam musim hujan ke masa tanam musim kemarau dan mengupayakan pola penanaman padi yang serempak, penggunaan padi yang direkomendasikan oleh pemerintah yang lebih rentan terhadap serangan hama tersebut, serta melakukan penyemprotan insektisida secara massal dan kontinu agar penyebaran WBC dapat dikendalikan. Dalam rangka pengendalian hama WBC, khususnya di Jawa Barat, pada tahun 2010 ini Kementerian Pertanian mencoba suatu terobosan dengan memutus siklus tanaman melalui pola tanam. Dengan pola ini, tanaman padi terutama di Jalur Pantai Utara Pantura sebagian akan diganti dengan tanaman jagung dan kedelai. Program ini akan mulai dilaksanakan pada musim tanam Oktober-Maret, di sebagian areal tanaman padi di jalur Pantura seperti Bekasi, Indramayu, Purwakata, Subang hingga Karawang. Petani yang terkena program ini akan diberikan bantuan bibit jagung atau kedelai, pupuk dan obat-obatan. Dalam rangka meningkatkan efektivitas program ini, keterlibatan semua unsur, terutama petani dan pihak pemerintah daerah dalam melakukan monitoring dan koordinasi, mutlak diperlukan. Selain itu, penyuluh pertanian, sebagai ujung tombak terdepan, diharapkan dapat lebih aktif turun ke lapanganpetani. Sementara itu, produksi untuk tanaman palawija di Jawa Barat mengalami perbaikan selama triwulan III-2010, walaupun masih mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun 2009. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, produksi tanaman palawija meliputi komoditas jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar selama triwulan III- 2010 tumbuh -1,8 yoy, lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 8,2. Kondisi ini terjadi seiring dengan perkembangan luas panen palawija, yang tumbuh membaik dari -11,9 yoy pada triwulan II-2010 menjadi -1,6 selama triwulan III-2010. 18 Grafik 1.25. Produksi Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat -25 25 50 75 - 500.000 1.000.000 1.500.000 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2008 2009 2010 Ton Produksi Tanaman Pangan Non Padi Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Grafik 1.26. Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat -25 25 50 - 50.000 100.000 150.000 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2008 2009 2010 Ton Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Di sisi lain, terdapat perkembangan yang cukup menggembirakan pada komoditas beras organik. Setelah sukses melakukan ekspor ke Amerika Serikat, Singapura, dan Belanda, Gapoktan Simpatik di Kabupaten Tasikmalaya kini menerima pesanan dari Malaysia untuk mengirim beras organik sebanyak 250 ton, yang dikirim secara rutin sebanyak 18-30 ton per bulan. Permintaan ini datang karena minat masyarakat Malaysia yang tinggi terhadap beras organik asal Jabar ini. Selain itu, hasil perkebunan Jabar juga semakin diminati masyarakat internasional, seperti melonjaknya permintaan dari Eropa terhadap produk teh, kopi, dan Kakao. Khusus untuk teh, peranan Jabar dalam produksi teh nasional sangat signifikan, karena 70 produksi teh berasal dari Jabar. 2.2. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil selama triwulan III-2010, didukung oleh pertumbuhan subsektor-subsektor unggulan Jawa Barat, seperti TPT, alas kaki, serta kendaraan bermotor. Meningkatnya kinerja sektor industri terjadi karena permintaan masyarakat, terutama dari luar negeri, terhadap produk industri pengolahan semakin menunjukkan peningkatan. Peningkatan yang terjadi pada sektor industri pengolahan tercermin dari naiknya nilai SBT dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Jawa Barat, dari -3,3 pada triwulan II-2010, naik menjadi 0,6 pada triwulan III-2010. Apabila dilihat dari subsektornya, kedua subsektor dominan di Jawa Barat mengalami kenaikan nilai SBT, yang menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan, yaitu subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki, serta subsektor mesin, alat angkutan, dan alas kaki. Selain itu, indikasi lainnya adalah peningkatan kapasitas produksi terpakai pada sektor industri pengolahan, yaitu dari 67,3 pada triwulan II-2010 menjadi 69,1 pada triwulan III-2010. 19 Grafik 1.27. Realisasi Kegiatan Industri Pengolahan -10 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007 2008 2009 2010 SBT Industri Pengolahan Tekstil, barang kulit, dan alas kaki Alat angkutan, mesin, dan peralatannya Sumber: Bank Indonesia Subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya mengalami peningkatan, didorong oleh terus meningkatnya permintaan masyarakat, baik dari pasar domestik maupun ekspor, terhadap kendaraan bermotor. Hal ini mendorong industri otomotif untuk menaikkan kapasitas produksi mereka hingga mencapai titik maksimum. Bahkan, inden mobil terus mengalami kenaikan, akibat ketidakmampuan beberapa merk memenuhi permintaan yang datang. Salah satu contohnya adalah permintaan produk Honda, yang diproduksi di Karawang, dengan permintaan sebesar dua kali lipat dari kemampuan produksinya. Kondisi ini akan mendorong produsen untuk mengejar sisa pesanan selama triwulan III-2010. Adapun penjualan mobil dan motor secara nasional mencatatkan rekor di sepanjang waktu, masing-masing pada bulan Juli dan Agustus 2010. 20.000 40.000 60.000 80.000 200.000 400.000 600.000 800.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2008 2009 2010 Penjualan Motor LHS Penjualan Mobil RHS Sumber: Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Gaikindo dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia AISI Gambar 1.28. Penjualan Mobil dan Motor Nasional Selain faktor pembiayaan yang semakin mudah dalam kredit kepemilikan kendaraan bermotor, naiknya penjualan kendaraan bermotor juga dipicu oleh diselenggarakannya The 18 th Indonesia International Motor Show IIMS pada tanggal 23 Juli-1 Agustus 2010. Untuk mempertahankan tingginya permintaan, kalangan ATPM juga terus berupaya untuk mempertahankan harga jual, walaupun diperkirakan akan terjadi pembengkakan biaya produksi, didorong oleh naiknya TDL serta harga bahan baku, seperti baja. Meningkatnya kinerja subsektor industri mesin dan alat angkutan juga tercermin salah satunya dari hasil liaison terhadap perusahaan spare part kendaraan bermotor, dengan pencapaian penjualan di tahun 2010 meningkat sekitar 20 yoy, lebih tinggi dibandingkan kondisi normalnya, yang tumbuh rata-rata sekitar 7-10. Penjualan dalam waktu 1 tahun ke depan juga diperkirakan terus meningkat, seiring semakin membaiknya perekonomian domestik serta permintaan konsumen terhadap 20 21 kendaraan bermotor yang juga diperkirakan terus mengalami peningkatan. Selain itu, perusahaan juga terus menjalankan strategi baru untuk mengembangkan pasar, yaitu dengan mencari target konsumen baru, dari sebelumnya adalah Honda, Daihatsu, Yamaha, dan Toyota, bertambah menjadi Kawasaki, Nissan, dan Mitsubishi. Selanjutnya, untuk mengantisipasi naiknya permintaan di depan, perusahaan sudah merencanakan investasi, dengan menambah 1 line mesin baru di tahun 2011, serta menambah jumlah tenaga kerja. Selain dipicu oleh peningkatan penjualan di pasar domestik, permintaan di pasar internasional juga menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin dari naiknya realisasi ekspor, baik dari sisi nilai maupun volume, dari penjualan kendaraan Jawa Barat. Positifnya kinerja industri kendaraan bermotor tersebut mendorong pelaku industri kendaraan bermotor untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen mobil dan motor pada tahun 20112012, serta sebagai basis produksi otomotif pada tahun 2025 mendatang. Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan juga terjadi pada industri elektronik. Walaupun menghadapi serbuan produk elektronik China di pasar domestik, namun ACFTA diperkirakan tidak berpengaruh signifikan terhadap industri lokal. Bahkan, kinerja industri elektronik di Jawa Barat diperkirakan juga terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan kualitas produk lokal yang berada jauh di atas produk China dengan harga yang tidak jauh berbeda. Salah satu indikasinya adalah hasil liaison terhadap perusahaan produsen karton, sebagai pemasok perusahaan produsen elektronik di Jawa Barat, yang mengalami kenaikan permintaan sekitar 20-25 yoy, akibat kinerja perusahaan yang sedang menuju pemulihan akibat krisis perekonomian global di tahun 2009 silam. Penjualan alat-alat elektrik juga diperkirakan meningkat, seperti dikonfirmasi oleh hasil liaison terhadap produsen alat listrik di Jawa Barat. Penjualan pada triwulan III-2010 diperkirakan semakin meningkat, akibat permintaan ekspor yang sudah pulih, serta meningkatnya permintaan domestik menjelang Lebaran. Untuk memenuhi kenaikan permintaan tersebut, kapasitas utilisasi sudah ditingkatkan ke level maksimum 100. Industri TPT dan alas kaki Jawa Barat juga terus memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi global, perluasan ekspor akibat ACFTA, serta masuknya Lebaran, sebagai faktor-faktor yang mendorong kinerja industri TPT dan alas kaki tumbuh lebih tinggi pada triwulan III-2010. Walaupun mendapatkan tantangan dengan semakin maraknya perdagangan produk TPT impor, khususnya dari Cina, kinerja industri TPT diperkirakan masih bergerak dalam arah yang positif. Tingginya permintaan dalam negeri selama periode laporan membuat produsen tekstil dan kerajinan sandal mengalihkan fokus pemasaran ke dalam negeri. Sementara itu, ekspor produk TPT mencapai puncaknya selama Juli- Agustus 2010, dengan realisasi nilai ekspor sebesar USD1.099 juta dan volume sebesar 209 ribu ton. Gambar 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan 3 6 9 12 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 Ribu Ton USD Juta Nilai Ekspor Volume Ekspor Sumber: Bank Indonesia 22 Dengan pencapaian tersebut, nilai maupun volume ekspor tumbuh masing-masing sekitar 25 yoy. Dari sisi perdagangan domestik, relatif tingginya permintaan salah satunya terlihat dari meningkatnya permintaan pasar terhadap produk sarung buatan Majalaya pada bulan Ramadhan, terutama dari Malaysia. Bahkan, stok yang dimiliki perusahaan pun sudah habis. Salah satu cerminan membaiknya industri TPT Jawa Barat adalah perkembangan salah satu perusahaan TPT besar di Jawa Barat PT Panafil, yang kini mulai bangkit setelah sempat melakukan PHK terhadap karyawannya. Perusahaan tersebut kini mulai memanggil kembali karyawannya agar tetap dapat bekerja seperti biasa. Optimisme pelaku industri TPT juga terlihat dari melonjaknya minat perusahaan yang mendaftar untuk mengikuti program restrukturisasi mesin TPT dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian, yang telah ditutup pada 30 Juni 2010 lalu. Bahkan, potensi penyerapan dana restrukturisasi tersebut Rp179,5 miliar telah melebih alokasinya Rp144 miliar. Mulai kondusifnya iklim di industri TPT diyakini merupakan salah satu faktor yang mendorong perusahaan untuk beradu cepat dalam mengakses bantuan yang diberikan pemerintah tersebut. Dari 153 perusahaan yang mengajukan bantuan di tahun 2010 ini, potensi investasi baru yang dihasilkan diperkirakan mencapai Rp1,99 triliun. Adapun peminat terbesar program ini masih didominasi perusahaan TPT dari Jawa Barat 54. Sementara itu, produk pakaian Jawa Barat dengan merk lokal juga semakin diminati sejumlah negara tetangga, seperti Singapura. Beberapa perjanjian resmi telah diwujudkan antara industri TPT Jawa Barat dengan pembeli di Singapura, terutama setelah penyelenggaran eksibisi pada bulan Juni 2010. Adapun keunggulan produk lokal tersebut adalah dimasukkannya unsur kreativitas yang diimplementasikan pada desain kaus, kemasan, hingga label. Untuk turut mendukung kinerja industri TPT domestik, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia LPEI akan menggelontorkan dana senilai USD350 juta untuk industri TPT pada tahun 2010. Dana tersebut akan digunakan untuk pembiayaan ekspor dan investasi di sektor TPT. Dengan adanya dukungan tersebut, ekspor produk TPT diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Namun demikian, sebagai langkah Early Warning System, Asosiasi Pertekstilan Indonesia API telah mengajukan tindakan safeguard untuk beberapa produk TPT, meliputi benang kapas selain benang jahit, dan kain tenunan dari kapas, pada akhir Juni 2010. Tindakan ini dilakukan setelah melakukan pemantauan terhadap impor kedua produk tersebut yang sudah relatif tinggi. Dari sisi pembiayaan, kenaikan kinerja sektor industri pengolahan juga tampak dari terus meningkatnya pertumbuhan kredit perbankan di Jawa Barat yang disalurkan kepada sektor industri pengolahan. Setelah tumbuh 6,4 yoy pada triwulan II-2010, posisi kredit yang disalurkan ke sektor tersebut melonjak, hingga tumbuh mencapai 12,5 pada triwulan III-2010. Hal ini menunjukkan Gambar 1.30. Nilai dan Volume Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil 50 60 70 80 90 100 110 200 400 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 2008 2009 2010 Ribu Ton USD Juta Nilai Ekspor Volume Ekspor Sumber: Bank Indonesia 23 bahwa semakin tingginya dana yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bergerak di sektor industri, sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam melakukan aktivitas produksi dan investasi. Gambar 1.31. Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan -10 10 20 30 5 10 15 20 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.III 2007 2008 2009 2010 Rp Triliun Posisi Kredit Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Bank Indonesia 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih mampu tumbuh relatif tinggi pada triwulan III-2010, walaupun melambat apabila dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan ini terjadi seiring akibat melambatnya konsumsi rumah tangga, yang mempengaruhi volume perdagangan eceran di Jawa Barat selama triwulan III-2010. Kondisi ini tercermin dari menurunnya rata- rata Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, terutama Indeks Penghasilan Saat Ini dan Indeks Pembelian Durable Goods. Penurunan ini diperkirakan terjadi, karena persepsi melemahnya daya beli masyarakat, akibat relatif tingginya angka inflasi pada periode tersebut. Sementara itu, subsektor hotel diperkirakan juga mengalami perlambatan pertumbuhan, yang diperkirakan disebabkan oleh menurunnya wisatawan domestik ke Jawa Barat, sementara wisatawan mancanegara masih terus mengalami peningkatan pertumbuhan. Beberapa indikator melambatnya subsektor hotel tersebut antara lain melambatnya Tingkat Hunian Kamar THK Hotel di Jawa Barat selama triwulan III-2010, bahkan lebih rendah dibandingkan THK pada triwulan II-2010. Hal ini berbeda dibandingkan kondisi pada triwulan III di tahun-tahun sebelumnya, dimana terjadi peningkatan pada THK di triwulan III. Perlambatan ini diperkirakan lebih disebabkan karena melambatnya jumlah wisatawan asal domestik yang menginap, karena wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jawa Barat masih tumbuh meningkat. Kondisi ini terindikasikan dari meningkatnya pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara ke Jawa Barat melalui bandara Hussein Sastranegara Gambar 1.32. Indeks Kondisi Ekonomi 25 50 75 100 125 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2008 2009 2010 Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia ataupun Pelabuhan Muarajati, yang tumbuh sebesar 14 yoy, meningkat dari periode sebelumnya yang turun 8. Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.II Hotel Bintang 42,31 41,40 40,03 40,45 43,65 43,10 46,93 49,67 48,16 49,95 47,89 15,9 2,0 Hotel Non Bintang 24,54 25,24 25,18 27,13 24,96 28,08 27,40 32,35 31,65 35,46 36,64 26,3 33,7 Hotel Bintang Non Bintang 36,01 31,22 32,84 33,87 35,23 36,75 37,33 42,75 42,85 46,89 44,62 27,6 19,5 2008 Pertumbuhan Tw.III-10 yoy 2010 Pertumbuhan Tw.II-10 yoy 2009 Tingkat Hunian Kamar Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data TPK bulanan Grafik 1.33. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat 200 400 600 800 1000 1200 2000 4000 6000 8000 10000 12000 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2008 2009 2010 orang orang Husein Sastranegara LHS Total Muarajati RHS Sumber: BPS Provinsi Jabar Grafik 1.34. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Malaysia 87 Singapura 4 Lainnya 6 Eropa 1 Amerika 1 Australia 1 Sumber: BPS Provinsi Jabar 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan III-2010. Hal ini diperkirakan terjadi akibat meningkatnya penggunaan jasa transportasi dan komunikasi selama hari raya Lebaran, sehingga meningkatkan kinerja sektor tersebut pada triwulan III- 2010. Kondisi ini didukung oleh informasi pada subsektor transportasi, meliputi pertumbuhan jumlah penumpang di Bandara Husein Sastranegara, jumlah penumpang kereta api di daerah operasi Bandung dan Cirebon, serta jumlah kendaraan yang melintasi 12 gerbang tol di Jawa Barat. Jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Daerah Operasi Bandung dan Cirebon, mengalami pertumbuhan sebesar 2,6. Apabila dilihat berdasarkan kelasnya, peningkatan terjadi untuk penumpang kereta api di kelas ekonomi, yang meningkat hingga 21,51 yoy. Demikian juga halnya dengan penumpang di kelas lokal bisnis, yang mengalami peningkatan pertumbuhan. 24 25 Tabel 1.5. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Pertumbuhan Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.II-10 yoy Tw.III-10 yoy Eksekutif 0,28 0,32 0,34 0,34 0,28 0,30 0,30 -8,71 -10,22 Bisnis 0,27 0,29 0,35 0,31 0,28 0,29 0,30 -0,93 -13,86 Ekonomi 0,41 0,48 0,53 0,49 0,47 0,54 0,64 11,28 21,51 Lokal Bisnis 0,36 0,40 0,47 0,42 0,41 0,43 0,51 7,80 10,14 Lokal Ekonomi 1,94 2,23 2,45 2,25 2,29 2,31 2,48 3,57 1,16 Total 3,25 3,72 4,13 3,81 3,73 3,86 4,24 3,60 2,55 Kelas 2009 2010 Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon Jumlah kendaraan yang melalui 12 gerbang tol di Jawa Barat juga menunjukkan perkembangan yang serupa, yaitu mengalami peningkatan, dengan masih tumbuh positif pada triwulan III-2010. Adapun peningkatan tersebut terutama terjadi karena naiknya jumlah kendaraan yang keluar dari 12 gerbang tol di Jawa Barat, sementara di sisi lain, jumlah kendaraan yang masuk mengalami perlambatan pertumbuhan, walaupun masih tumbuh positif. Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Sadang 472.485 448.111 506.118 482.366 7,1 7,6 Jatiluhur 334.472 354.383 368.956 375.503 10,3 6,0 Padalarang Barat 2.011.706 1.932.843 2.149.147 2.392.565 6,8 23,8 Padalarang 1.611.383 1.467.057 1.647.609 1.535.187 2,2 4,6 Baros 1 481.356 765.672 509.720 826.921 5,9 8,0 Baros 2 759.052 515.529 821.730 533.488 8,3 3,5 Pasteur 2.543.871 2.485.574 2.643.528 2.598.995 3,9 4,6 Pasir Koja 1.421.771 1.179.946 1.391.753 1.161.529 -2,1 -1,6 Kopo 1.022.053 1.096.667 1.030.658 1.105.983 0,8 0,8 M Toha 853.251 931.664 790.925 961.491 -7,3 3,2 Buah Batu 1.184.199 1.267.619 1.337.951 1.424.506 13,0 12,4 Cileunyi 1.963.071 1.987.383 2.117.385 2.132.032 7,9 7,3 TOTAL 14.658.670 14.432.448 15.315.480 15.530.566 4,5 7,6 Gerbang Tol Tw.III-09 Tw.III-10 Pertumbuhan yoy Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi Jumlah penumpang yang melalui Bandara Husein Sastranegara, Bandung, masih mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi selama triwulan III-2010, yaitu sebesar 37. Peningkatan ini terjadi, karena masih tumbuh positifnya aktivitas penerbangan, baik di penerbangan domestik maupun internasional. Grafik 1.35. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara -25 25 50 75 100 125 70.000 140.000 210.000 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2008 2009 2010 orang Jumlah Penumpang Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: PT Persero Angkasa Pura II 2.5. Sektor BangunanKonstruksi Sektor bangunankonstruksi di Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat, namun masih tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu 11,2 yoy. Salah satu indikasi perlambatan di sektor bangunankonstruksi ini adalah turunnya pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat, yang menunjukkan melambatnya proyek bangunan selama triwulan III-2010. Selain itu, perlambatan juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit perbankan Jawa Barat yang tersalurkan untuk penggunaan Kredit Pemilikan Rumah KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen KPA selama triwulan III-2010. Grafik 1.36. Penjualan Semen di Jawa Barat -20 -10 10 20 30 40 400 800 1.200 1.600 2.000 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007 2008 2009 2010 Ribu Ton Penjualan Semen Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.37. Posisi Kredit Kepemilikan Rumah KPR dan Kredit Kepemilikan Apartemen KPA 20 40 10.000.000 20.000.000 Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.III 2007 2008 2009 2010 Rp Juta Posisi Kredit KPR KPA Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum LBU, KBI Bandung 2.6. Sektor Lainnya Sektor listrik, gas, dan air bersih menunjukkan kinerja yang melambat pada triwulan III-2010, sebagaimana diindikasikan oleh terus turunnya penyaluran kredit perbankan Jawa Barat ke sektor tersebut selama triwulan III-2010. Sementara itu, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III-2010. Kondisi tersebut diindikasikan oleh turunnya nilai Saldo Bersih Tertimbang dari realisasi sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan pada triwulan III-2010, yaitu dari 2,5 pada triwulan IV-2009 menjadi -1,2 hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha. Grafik 1.38. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih -100 100 200 300 400 500 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 2007 2008 2009 2010 Rp Triliun Posisi Kredit Pertumbuhan yoy, sumbu kanan Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum LBU, KBI Bandung Grafik 1.39. Saldo Bersih Tertimbang Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan -3 -2 -1 1 2 3 4 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2007 2008 2009 2010 SBT Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum LBU, KBI Bandung 26 27 BOKS 1 ANALISIS SIKLUS BISNIS SEKTORAL DI JAWA BARAT Pendahuluan Untuk melihat pergerakan perubahan output perekonomian, siklus bisnis perekonomian daerah perlu dipetakan, khususnya untuk masing-masing sektor unggulandominan di daerah. Dari siklus tersebut, dapat diketahui sektor mana yang dapat secara efisien mendorong siklus ekonomi yang lebih baik. Hal ini tercermin dari pergerakan kenaikan output yang berlangsung lama, dan di sisi lain, penurunan output dapat segera diikuti dengan recovery, sehingga kontraksi tidak berlangsung lama. Dengan berbekal informasi tersebut, para pemutus kebijakan, khususnya Pemerintah Daerah, diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tepat sasaran untuk masing-masing sektor ekonomi, menetapkan alokasi anggaran yang tepat, menyusun prioritas pembangunan daerah, dengan tujuan akhir mencapai partumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkesinambungan. Hasil Analisis Siklus perekonomian Jawa Barat, digambarkan oleh Grafik 1. Dari grafik tersebut, terlihat bahwa sepanjang periode pengamatan Januari 1981 s.d. Maret 2010, terdapat sekitar 10 siklus ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Satu-satunya resesi yang terjadi di Jawa Barat sepanjang periode pengamatan, yang juga merupakan siklus kontraksi terdalam dialami selama periode 1997 hingga 1998, yang diakibatkan adanya krisis ekonomi moneter pada periode dimaksud. Secara umum, siklus perekonomian Jawa Barat dibentuk oleh fase pada sektor pertanian, industri pengolahan, serta PHR. Hal ini diakibatkan karena ketiga sektor tersebut merupakan tiga sektor dominan di Jawa Barat, dengan masing-masing kontribusi sebesar 12, 42, dan 20 terhadap PDRB Jawa Barat tahun 2008. Namun demikian, apabila dilihat lebih mendalam, maka terdapat perubahan sektor pembentuk siklus perekonomian Jawa Barat, dilihat antar waktu. Dari periode pengamatan tahun 1980 hingga pertengahan tahun 1991, siklus perekonomian Jawa Barat lebih dibentuk oleh sektor pertanian, sebagai kontributor utama PDRB Jawa Barat pada periode tersebut, dengan porsi sekitar 25. Selanjutnya, siklus lebih dibentuk oleh sektor industri pengolahan. Sementara itu, sektor PHR relatif konsisten mempengaruhi siklus perekonomian Jawa Barat dalam rentang waktu sepanjang periode pengamatan. Kondisi ini sesuai dengan pergerakan transformasi perekonomian Jawa Barat, yaitu dominansi sektor pertanian di awal periode pengamatan telah bertransformasi menjadi dominansi sektor industri pengolahan di akhir periode pangamatan. Grafik 1. Siklus Perekonomian Jawa Barat 1 ‐25 ‐20 ‐15 ‐10 ‐5 5 10 15 20 25 Ja n ‐8 S e p ‐8 M e i‐ 8 1 Ja n ‐8 2 S e p ‐8 2 M e i‐ 8 3 Ja n ‐8 4 S e p ‐8 4 M e i‐ 8 5 Ja n ‐8 6 S e p ‐8 6 M e i‐ 8 7 Ja n ‐8 8 S e p ‐8 8 M e i‐ 8 9 Ja n ‐9 S e p ‐9 M e i‐ 9 1 Ja n ‐9 2 S e p ‐9 2 M e i‐ 9 3 Ja n ‐9 4 S e p ‐9 4 M e i‐ 9 5 Ja n ‐9 6 S e p ‐9 6 M e i‐ 9 7 Ja n ‐9 8 S e p ‐9 8 M e i‐ 9 9 Ja n ‐0 S e p ‐0 M e i‐ 1 Ja n ‐0 2 S e p ‐0 2 M e i‐ 3 Ja n ‐0 4 S e p ‐0 4 M e i‐ 5 Ja n ‐0 6 S e p ‐0 6 M e i‐ 7 Ja n ‐0 8 S e p ‐0 8 M e i‐ 9 Ja n ‐1 28 Grafik 2. Pembentukan Siklus Perekonomian: Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Pertanian Grafik 3. Pembentukan Siklus Perekonomian: Sektor PHR 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Ja n ‐8 Ok t‐ 8 Ju l‐ 8 1 A p r‐ 8 2 Ja n ‐8 3 Ok t‐ 8 3 Ju l‐ 8 4 A p r‐ 8 5 Ja n ‐8 6 Ok t‐ 8 6 Ju l‐ 8 7 A p r‐ 8 8 Ja n ‐8 9 Ok t‐ 8 9 Ju l‐ 9 A p r‐ 9 1 Ja n ‐9 2 Ok t‐ 9 2 Ju l‐ 9 3 A p r‐ 9 4 Ja n ‐9 5 Ok t‐ 9 5 Ju l‐ 9 6 A p r‐ 9 7 Ja n ‐9 8 Ok t‐ 9 8 Ju l‐ 9 9 A p r‐ Ja n ‐0 1 Ok t‐ 1 Ju l‐ 2 A p r‐ 3 Ja n ‐0 4 Ok t‐ 4 Ju l‐ 5 A p r‐ 6 Ja n ‐0 7 Ok t‐ 7 Ju l‐ 8 A p r‐ 9 Ja n ‐1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Ja n ‐8 Ok t‐ 8 Ju l‐ 8 1 A p r‐ 8 2 Ja n ‐8 3 Ok t‐ 8 3 Ju l‐ 8 4 A p r‐ 8 5 Ja n ‐8 6 Ok t‐ 8 6 Ju l‐ 8 7 A p r‐ 8 8 Ja n ‐8 9 Ok t‐ 8 9 Ju l‐ 9 A p r‐ 9 1 Ja n ‐9 2 Ok t‐ 9 2 Ju l‐ 9 3 A p r‐ 9 4 Ja n ‐9 5 Ok t‐ 9 5 Ju l‐ 9 6 A p r‐ 9 7 Ja n ‐9 8 Ok t‐ 9 8 Ju l‐ 9 9 A p r‐ Ja n ‐0 1 Ok t‐ 1 Ju l‐ 2 A p r‐ 3 Ja n ‐0 4 Ok t‐ 4 Ju l‐ 5 A p r‐ 6 Ja n ‐0 7 Ok t‐ 7 Ju l‐ 8 A p r‐ 9 Ja n ‐1 PHR Industri Pertanian PDRB PDRB Durasi rata-rata siklus ekonomi di Provinsi Jawa Barat adalah 31 bulan, dengan durasi fase ekspansi rata- rata 17 bulan lebih panjang dibandingkan fase kontraksi rata-rata 15 bulan. Apabila dibandingkan dengan siklus ekonomi sebelum dan setelah krisis ekonomi 1998, terbentuk siklus ekonomi yang sedikit lebih panjang, yaitu dari rata-rata 30,8 bulan pada saat sebelum krisis, menjadi 31,8 bulan pada saat setelah krisis. Lebih panjangnya durasi siklus ekonomi tersebut disebabkan karena fase ekspansi menjadi lebih panjang dibandingkan sebelumnya, yaitu dari 15,6 bulan menjadi 17,75 bulan. Sementara itu, fase kontraksi justru menjadi lebih pendek, yaitu dari 15,33 bulan menjadi 14 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Barat menjadi lebih baik setelah mendapatkan pengalaman kontraksi yang mendalam akibat krisis ekonomi, dimana perekonomian menjadi lebih cepat pulih, dan mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih lama dibandingkan sebelumnya. Dilihat dari sisi sektoral, terlihat adanya perbedaan durasi fase ekspansi dan kontraksi antara sebelum dan setelah krisis. Sebagian besar perubahan tersebut mengarah kepada perbaikan, dimana fase ekspansi menjadi lebih panjang, yang menunjukkan kemampuan pelaku usaha dalam mempertahankan kinerja tingginya dalam waktu yang lebih panjang, sementara fase kontraksi menjadi lebih pendek, yang menunjukkan kemampuan pelaku usaha dalam melakukan proses recovery lebih cepat. Dari kesembilan sektor ekonomi, hanya 1 sektor yang memiliki fase kontraksi lebih panjang, walaupun hanya sedikit meningkat, yaitu dari 14,57 bulan menjadi 15,67 bulan. Namun demikian, fase ekspansinya menjadi jauh lebih panjang dibandingkan sebelum krisis. Tabel 1. Durasi Siklus Perekonomian Jawa Barat: Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi 1998 dalam bulan PP PT TP TT PP PT TP TT PP PT TP TT Pertanian 31,2 16,5 13,4 28,1 33,2 20,2 12,2 29,8 28,8 11,0 15,0 26,0 Pertambangan 32,2 14,9 17,1 33,1 28,7 14,6 14,5 30,7 39,3 15,7 22,3 38,0 Industri Pengolahan 50,5 22,1 26,3 49,0 52,0 30,8 27,8 62,3 49,0 10,7 25,0 35,7 Listrik, Gas, Air bersih 44,6 27,3 15,7 45,0 46,5 28,2 19,5 51,5 42,0 25,7 10,7 36,3 BangunanKonstruksi 33,3 17,8 14,7 28,8 36,4 23,0 14,6 31,2 30,2 11,6 14,8 26,4 PHR 44,7 20,4 23,2 45,3 49,7 26,5 21,0 52,3 39,7 12,3 25,3 38,3 Transportasi 33,8 19,3 14,9 33,1 34,2 20,5 15,2 34,0 33,3 17,5 14,5 32,0 Keuangan 43,4 25,9 15,6 38,3 46,0 29,0 14,5 38,8 40,0 20,7 17,0 37,7 Jasa-jasa 37,4 20,0 17,6 36,4 36,2 23,5 15,8 38,0 39,3 13,0 20,7 33,7 PDRB 29,9 14,8 16,6 31,2 28,2 15,3 15,6 30,8 32,0 14,0 17,8 31,8 Durasi dalam bulan Setelah Krisis 1998 Durasi dalam bulan Durasi dalam bulan Keseluruhan Sektor Sebelum Krisis 1998 29 Khusus untuk ketiga sektor dominan sekaligus sektor utama pembentuk siklus perekonomian Jawa Barat, sektor pertanian dan sektor PHR mengalami perkembangan yang jauh lebih baik, dengan fase ekspansi yang lebih panjang, serta fase kontraksi yang jauh lebih pendek dibandingkan sebelum krisis. Adapun siklus perekonomian untuk ketiga sektor dominan tersebut ditampilkan pada Grafik 4, 5, dan 6. Grafik 5. Siklus Sektor Industri Pengolahan 1 ‐30 ‐20 ‐10 10 20 30 40 Ja n ‐8 Ok t‐ 80 Ju l‐ 81 A p r‐ 82 Ja n ‐8 3 Ok t‐ 83 Ju l‐ 84 A p r‐ 85 Ja n ‐8 6 Ok t‐ 86 Ju l‐ 87 A p r‐ 88 Ja n ‐8 9 Ok t‐ 89 Ju l‐ 90 A p r‐ 91 Ja n ‐9 2 Ok t‐ 92 Ju l‐ 93 A p r‐ 94 Ja n ‐9 5 Ok t‐ 95 Ju l‐ 96 A p r‐ 97 Ja n ‐9 8 Ok t‐ 98 Ju l‐ 99 A p r‐ 00 Ja n ‐0 1 Ok t‐ 01 Ju l‐ 02 A p r‐ 03 Ja n ‐0 4 Ok t‐ 04 Ju l‐ 05 A p r‐ 06 Ja n ‐0 7 Ok t‐ 07 Ju l‐ 08 A p r‐ 09 Ja n ‐1 Grafik 6. Siklus Sektor PHR 1 ‐20 ‐15 ‐10 ‐5 5 10 15 20 25 30 35 Ja n ‐8 Ma r‐ 8 1 Me i‐ 8 2 Ju l‐ 8 3 S e p ‐8 4 N o p ‐8 5 Ja n ‐8 7 Ma r‐ 8 8 Me i‐ 8 9 Ju l‐ 9 S e p ‐9 1 N o p ‐9 2 Ja n ‐9 4 Ma r‐ 9 5 Me i‐ 9 6 Ju l‐ 9 7 S e p ‐9 8 N o p ‐9 9 Ja n ‐0 1 Ma r‐ 2 Me i‐ 3 Ju l‐ 4 S e p ‐0 5 N o p ‐0 6 Ja n ‐0 8 Ma r‐ 9 Selanjutnya, apabila dilihat karakteristik siklus bisnis dari masing-masing sektor dominan di Jawa Barat tersebut, terlihat bahwa ada kemiripan antara sektor industri pengolahan dan PHR, tercermin dari panjang durasi siklus, serta fase ekspansi dan kontraksinya. Hal ini dikarenakan produk utama yang diperdagangkan pada sektor PHR merupakan produk dari industri pengolahan. Sementara itu, hasil output dari produk sektor pertanian pada umumnya tidak akan langsung masuk ke sektor PHR untuk diperdagangkan, melainkan akan diproses terlebih dahulu oleh sektor industri. Kondisi ini tercermin dari interpretasi Tabel Input Output Jawa Barat 2003 Matriks Koefisien Langsung. Grafik 4. Siklus Sektor Pertanian 1 ‐30 ‐20 ‐10 10 20 30 40 50 60 Jan ‐8 D e s‐ 8 N o p ‐8 1 Ok t‐ 8 2 S e p ‐8 3 A g u st ‐8 4 Ju l‐ 8 5 Ju n ‐8 6 Me i‐ 8 7 A p r‐ 8 8 Mar ‐8 9 F e b ‐9 Jan ‐9 1 D e s‐ 9 1 N o p ‐9 2 Ok t‐ 9 3 S e p ‐9 4 A g u st ‐9 5 Ju l‐ 9 6 Ju n ‐9 7 Me i‐ 9 8 A p r‐ 9 9 Mar ‐0 F e b ‐0 1 Jan ‐0 2 D e s‐ 2 N o p ‐0 3 Ok t‐ 4 S e p ‐0 5 A g u st ‐0 6 Ju l‐ 7 Ju n ‐0 8 Me i‐ 9 BOKS 2 TUGAS BANK INDONESIA BANDUNG DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN EKONOMI MONETER DAN PENGEMBANGAN SEKTOR RIIL Berdasarkan SE No. 912INTERN tanggal 30 Maret 2007 tentang Penyempurnaan Organisasi Kantor Bank Indonesia Tahap 1, fungsi yang dijalankan Bidang Ekonomi Moneter Bank Indonesia Bandung baik sebagai Kantor Bank Indonesia dan sebagai Kantor Koordinator Wilayah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten mencakup:

1. Kajian dan pengendalian inflasi daerah