Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 11 Tahun 2006

26

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Kebijakan Tata Niaga Komoditas Kakao

Kebijakan pemerintah terkait dengan komoditas kakao telah hadir dan diimplementasikan oleh pelaku usaha dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam industri kakao. Secara terperinci, berikut adalah beberapa regulasi yang berkaitan dengan komoditas kakao :

3.1.1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 11 Tahun 2006

tentang Kegiatan Perusahaan Penanaman Modal Asing di Bidang Ekspor Latar belakang Pemerintah menerbitkan Kepmenperindag No. 11 Tahun 1996 adalah bahwa Pemerintah memandang perusahaan nasional yang menghasilkan barang untuk ekspor, meskipun telah mampu memproduksi barang dengan kualitas yang memenuhi syarat, selama ini belum sepenuhnya berhasil menembus pasar luar negeri karena kelemahan dalam bidang pemasaran. Untuk itu dalam rangka menarik investasi dan membantu pemasaran ekspor non migas, Pemerintah memandang perlunya memanfaatkan jasa perdagangan dari perusahaan yang didirikan dalam rangka Penanaman Asing yang mempunyai keahlian dan fasilitas dalam perdagangan internasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1996 tentang Kegiatan Perusahaan yang Didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing di Bidang Ekspor dan Impor. 27 Pelaksanaan PP tersebut selanjutnya diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 11MPPSKI1996 tentang Kegiatan Perusahaan Penanaman Modal Asing di Bidang Ekspor. Dalam Keputusan Menperindag No. 11 Tahun 1996 tersebut diatur mengenai hal-hal sebagai berikut : a. Pasal 1 mengatur bahwa Keputusan Menperindag ini ditujukan bagi kegiatan perdagangan ekspor yang dilakukan oleh perusahaan di bidang produksi yang didirikan dalam rangka PMA. b. Selanjutnya dalam pasal 2 disebutkan bahwa perusahaan tersebut dapat melakukan : - pembelian di dalam negeri untuk keperluan proses produksi; - pembelian barang dan atau bahan hasil produksi di dalam negeri untuk diekspor; - ekspor hasil produksinya sendiri; - promosi, penelitian pasar dan kegiatan-kegiatan lain yang serupa. c. Perusahaan tersebut dapat melakukan pengadaan barang ekspornya dengan cara pasal 3 : - melakukan pembelian barang dan atau bahan dalam negeri langsung dari produsen; Barang danatau bahan ini meliputi barang jadi hasil industri danatau barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, pertambangan dll pasal 4. - melakukan pembelian dari perusahaan, koperasi dan perorangan. d. Dalam pasal 5 dijelaskan bahwa untuk ekspor barang danatau bahan berlaku ketentuan umum di bidang ekspor, termasuk ketentuan mengenai barang yang diatur tata niaga eskpornya, barang yang diawasi ekspornya dan barang yang dilarang ekspornya. Berkaitan dengan perdagangan kakao, isu yang mengemuka sehubungan dengan beroperasinya perusahaan PMA sebagai ekses terbitnya Keputusan Menperindag No. 11 Tahun 1996 adalah perusahaan PMA menguasai pasar 28 ekspor kakao Indonesia. Dukungan penguasaan pangsa pasar yang besar dalam perdagangan dalam negeri memungkinkan perusahaan-perusahaan PMA tersebut mendikte harga domestik untuk keperluan ekspor. Sejak beroperasi pada tahun 1996, perusahaan-perusahaan eksportir kakao dalam rangka penanaman modal asing PMA cenderung meningkat dalam jumlah dan penguasaan pasar. Dengan dukungan keuangan yang memadai, perusahaan-perusahaan tersebut diindikasikan memiliki keunggulan bersaing dibandingkan perusahaan eksportir nasional. Perusahaan PMA tersebut juga dapat menikmati harga ekspor yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan eksportir nasional karena mempunyai keunggulan dalam jaringan pemasaran ekspor. Keunggulan ini menyebabkan perusahaan eksportir kakao dalam rangka PMA mendesak eksistensi perusahaan eksportir kakao nasional. Dampak yang terjadi akibat persaingan ini perusahaan eksportir kakao nasional hanya berperan sebagai pedagang yang memasok kakao kepada perusahaan dalam rangka PMA. Perusahaan nasional kini hanya beroperasi pada beberapa aspek pemasaran yang masih tidak mengalami perubahan nyata, seperti penentuan wilayah dan segmen pemasaran, harga dan mutu kakao, dan saluran pemasaran. Mengingat dampak yang terjadi sebagai implikasi pelaksanaan Keputusan Menperindag No. 111996 tersebut, ada baiknya bila regulasi ini ditinjau kembali, khususnya tentang wilayah operasi perusahaan dalam rangka PMA. Wilayah operasi perusahaan dalam rangka PMA perlu dibatasi untuk tidak langsung berhubungan dengan petani. Pembatasan wilayah operasi ini dapat menjadi alternatif solusi guna melindungi dan memberdayakan perusahaan eksportir nasional, namun tetap mengedepankan kepentingan petani kakao. Di samping itu, peran serta perusahaan eksportir asing PMA perlu diarahkan agar pelaksanaan pemasaran lebih baik daripada pelaksanaan pemasaran sebelum adanya perusahaan asing. Terakhir, perlu dikembangkan pola kemitraan antara perusahaan asing dengan perusahaan kakao nasional. Pola join operasi atau 29 sistem kuota penjualanpembelian dapat menjadi alternatif solusi kelembagaan dalam rangka kemitraan tersebut.

3.1.2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 164 Tahun 1996