AKOMODASI NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM KURIKULUM
MADRASAH IBTIDAIYAH
Mas’udi
Jurusan Ushuluddin STAIN Kudus Email: msd.jufrigmail.com
Abstract:
Education in its growth has consequences that are very basic to the participants or the culprit. It is bound with
the main patterns of education that continues to provide a major contribution in the future after the implementation of its
educational system. The reality of life borne in a race against the form of contributory education held. Reforming the curriculum
in Elementary School MI educational unit is a necessity that must be done to organize the structure of learning in it to the
directed and competent region. MI has a great responsibility to drive in between the globalized and competitive times.
Educational formulation with the composition of the present curriculum without leaving Islamic messages is an absolute
entity that must be realized in MI curriculum. Consequently, the dynamics of an increasingly globalized age is not a
challenge to be annuled MI curriculum away from its Islamic nuances. Elementary School is undoubtedly the best growth
pace in with the global space and time realities. Hence, both acculturation current curriculum and Islamic curriculum at
the past need to be realized in order to deny the traditional stereo-type past curriculum. Principally, it calls for integrative
spirited afirmation in the fulillment of educational spirited MI curriculum.
Key Words:
Education, rapid growth rate, Integration, Life, Humanizing Human.
A. Pendahuluan
Pertumbuhan dunia pendidikan masa kini secara niscaya memberikan dampak besar terhadap formulasi pertumbuhan anak-anak. Anak-anak
di masa kini berpola beriringan dengan kontribusi yang disajikan dalam pemenuhan hakikat pendidikan di tengah-tengah kehidupan mereka.
Mustahil dipungkiri bahwa entitas pendidikan dalam kehidupan masyarakat
Mas’udi
Akomodasi Nilai-Nilai Keislaman dalam Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah
akan senantiasa berlanjut beriringan dengan realitas kehidupan masyarakat yang mengitarinya.
Pendidikan secara niscaya memberikan arahan yang tidak dapat disangkal kenyataannya akan membentuk sikap, perasaan, dan logika
pribadi sekelilingnya. Untuk alasan inilah, Zaprulkhan menjelaskan bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai ‘pembudayaan kehidupan manusia’, dan
dengan kebudayaanlah manusia mendapatkan arti dan perannya sebagai manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu sistem
kegiatan ‘enkulturasi’ untuk menjadikan manusia sebagai manusia yang manusiawi. Dalam arti luas pendidikan dapat diidentifkasi karakteristiknya
sebagai berikut; 1. Pendidikan berlangsung sepanjang zaman
life long education. Artinya, dari generasi ke generasi, pendidikan berproses tanpa pernah berhenti.
2. Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan manusia. Artinya, pendidikan berproses di samping pada bidang pendidikan sendiri, juga
di bidang ekonomi, politik, hukum, kesehatan, keamanan, teknologi, perindustrian, dan sebagainya. Di setiap bidang kehidupan, pasti
terkandung pendidikan, terlepas apakah persoalan itu sengaja diciptakan atau memang ada secara alami.
3. Pendidikan berlangsung di setiap tempat di mana pun, dan di segala waktu kapanpun. Artinya, pendidikan berproses di setiap kegiatan kehidupan
manusia. 4. Objek utama pendidikan adalah pembudayaan manusia dalam
memanusiawikan diri dan kehidupannya.
1
Mengamati dasar persepsional yang dikemukakan oleh Zaprulkhan di atas dapat dimengerti bahwa pendidikan pada realitasnya merupakan esensi
dan eksistensi hidup yang mengarahkan segenap pribadi di sekitarnya bekerja menuju kepada harapan tertinggi masing-masing. Untuk alasan inilah, Emile
Durkheim mencatat bahwa pembicaraan mengenai masalah pengajaran apa pun hanya akan bermanfaat keberadaannya apabila dimulai dari ruang dan
waktu seseorang bertempat, yakni situasi yang dihadapi anak-anak yang menjadi sasaran dalam dunia pendidikan.
2 1
Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik Jakarta: RajaGraindo Persada,
2012, hlm. 2986-297.
2
Emile Durkheim, Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosilogi Pendidikan, terj., Lukas Ginting Jakarta: Erlangga, 1990, hlm. 13.
ELEMENTARY
Vol. 1 | No. 1 | Juli - Desember 2013
Ruang dan waktu sebagai medium gerak pendidikan yang akan diimplementasikan di tengah-tengah peserta didik niscaya dimengerti dan
didudukkan dalam posisi penting. Hal ini mengingat keberadaan peserta didik sebagai salah unsur pendidikan yang akan dimanifestasikan keberadaan
mereka dalam kehidupan. Senada dengan perspektif ini, Jasa Ungguh Muliawan menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu proses. Proses
interaksi antara pendidik dan peserta didik terdidik. Sebagai suatu proses pendidikan merupakan hasil rekayasa manusia. Di samping sebagai suatu
proses yang direkayasa, pendidikan juga merupakan proses alamiah dalah kehidupan manusia. Pendidikan sama dengan hidup. Proses pertumbuhan
dalam kehidupan manusia yang terjadi dengan sendirinya tanpa direkayasa. Pada hakikatnya, pendidikan sebagai hasil rekayasa manusia maupun alamiah
terjadi bersamaan, tidak mungkin terjadi proses rekayasa pendidikan tanpa pengaruh alamiah dan sebaliknya proses alamiah pendidikan tanpa ada
pengaruh manusia, sekurang-kurangnya pengaruh manusia sebagai subjek.
3
Beranjak dari perspektif yang dijelaskan oleh Jasa Ungguh Muliawan di atas, Zaprulkhan mengutip Maxine Greene merumuskan aksentuasi
logis pendidik bagi para peserta didik adalah “To feel oneseilf en route, to feel oneself in place where there are always possibilities of clearings, of
new opening, this is what we must communicate to the young if we want to awaken them to their situations and enable them to make sense of and
to name their worlds Merasa sedang dalam perjalanan atau tengah berada di suatu tempat, di mana selalu terdapat kemungkinan penjelasan dan
keterbukaan baru, kesadaran inilah yang harus dikomunikasikan kepada kaum muda jika kita hendak menyadarkan mereka tentang kondisi mereka
dan membuat mereka mampu memahami sekaligus mengidentiikasi dunia mereka.”
4
Pendidikan secara niscaya dirancang untuk mengenalkan para peserta didik akan nuansa hidup yang bisa dihadirkan pada setiap pribadi.
Anak-anak memiliki dunia mereka masing-masing. Dari dunia perjumpaan mereka semua akses kehidupan dibentuk dan dijalankan. Dinamika
kehidupan akan senantiasa berpacu dengan penopangan mereka akan nilai dasar pendidikan itu sendiri.
3
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islan Integratif Upaya Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 131.
4
Deinisi ini dikupas oleh Joy. Palmer, ed., dalam karyanya Fifty Modern Thinkers on Education. Pernyataan ini disampaikan sebagai ekseptasi dirinya terhadap kebutuhan hakiki
masyarakat akan pendidikan. Lihat, Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, hlm. 289.
Mas’udi
Akomodasi Nilai-Nilai Keislaman dalam Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah
Merancang suatu nilai dasar dalam bangunan pendidikan akan memberi implikasi logis keberadaannya. Kenyataan ini mengacu kepada
asas hakiki pendidikan yang akan senantiasa memberikan efek masa depan baik bagi individu, masyarakat, dan bangsa secara keseluruhan. Hakikat
pendidikan secara niscaya hadir mewarnai kehidupan sosial kemasyarakatan dalam lingkup yang lebih global. Lebih terperinci lagi dapat dilihat pada
batasan pendidikan Islam. Jika ditinjau dari beberapa pendapat pakar pendidikan muslim, pendidikan Islam memiliki penekanan dan perhatian
yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing. Omar Muhammad al-Toumy al-Syaebani sebagaimana dikutip oleh Assegaf
mengumpamakan pendidikan Islam sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan
kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pendidikan.
5
Batasan yang dirumuskan oleh beberapa pakar pendidikan Islam sebagaimana salah satu contohnya dibahas pada pembahasan terdahulu
menunjukkan bahwa para ahli yang notabene dalam ruang gerak mereka sistem pendidikan dipertaruhkan memiliki tanggung jawab yang tidak bisa
dianggap ringan. Tanggung jawab para praktisi pendidikan menjadi asas utama pengukuhan dasar pembentukan orientasi pendidikan yang ingin
dicanangkan. Masing-masing personal dalam wilayah pendidikan memiliki kewenangan besar untuk membentuk sistem dan pola pendidikan yang akan
diwujudnyatakan.
B. Merancang Struktur Pendidikan Bernuansa Filosois