Tinjauan Tentang Perjanjian Kerangka Teoritis

commit to user 25 1 Akta Hipotek Kapal untuk pembebanan perjanjian jaminan hipotek atau kapal, yang dibuat oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik nama Kapal; 2 Surat Kuasa Membebankan Hipotek SMHT yang dibuat oleh atau di hadapan notaris; 3 Akta Pemberian Hak Tanggunan APHT, yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah; 4 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT yang dibuat oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah; 5 Akta Jaminan Fidusia AJF yang dibuat oleh Notaris Rachmadi Usman, 2008:88.

2. Tinjauan Tentang Perjanjian

Definisi perjanjian di dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana 2 dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang- undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak Suharnoko, 2004:117. Subekti menyebutkan definisi dari perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal” Subekti, 2005: 9. commit to user 26 Menurut Subekti, yang termasuk dalam subjek perjanjian antara lain: a. Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan perbuatan hukum tersebut, siapapun yang menjadi para pihak dalam suatu perjanjian harus memenuhi syarat bahwa mereka adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum. b. Ada kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian yang harus dicapai atas dasar kebebasan menentukan kehendaknya tidak ada paksaan, kekhilafan, atau penipuan dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya Subekti, 2005:36. Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga perjanjian tersebut diakui oleh hukum legally concluded contract. Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 empat syarat yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; c. Mengenai suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal Subekti, 2005:17. Berdasarkan hal-hal yang diperjanjikannya, perjanjian dibagi menjadi tiga 3 macam yaitu: a. perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang; b. perjanjian untuk berbuat sesuatu; c. perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu Subekti, 2005:34. Subekti mengatakan bahwa ada tiga 3 sumber norma-norma yang ikut mengisi suatu perjanjian yaitu : a. undang-undang; commit to user 27 b. kebiasaan; c. kepatutan Subekti, 2005:34. Setiap perjanjian diperlengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat dalam undang-undang, yang terdapat dalam adat-kebiasaan di suatu tempat dan kalangan tertentu, sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan norma-norma kepatutan juga harus diindahkan sehingga ketiga norma tersebut saling berkaitan di dalam penerapannya Subekti, 2005:34. Asas-asas dalam hukum perjanjian adalah sebagai berikut: a. Asas kebebasan berkontrak Pengertian asas ini adalah setiap orang mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Tujuan dari pasal di atas adalah bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis dan seterusnya. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu Undang- Undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat perjanjian itu meliputi: 1 Perjanjian yang telah diatur oleh undang-undang 2 Perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam undang- undang. commit to user 28 Menurut pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang- undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad baik oleh para pihak Mariam Darus Badrulzaman, 2001:168. b. Asas konsensualisme Perkataan konsensualisme berasal dari bahasa latin consensus yang berarti sepakat, maka sesuai dengan artinya bahwa konsensualisme adalah kesepakatan. Asas ini menetapkan bahwa suatu perjanjian itu sudah terjadi atau sudah dilahirkan pada saat tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Jadi dalam perjanjian sudah ada dan mempunyai akibat hukum apabila telah ada kata sepakat mengenai hal hal pokok dalam suatu perjanjian, kecuali perjanjian yang bersifat formal. c. Asas Kekuatan Mengikat Pacta Sun Servanda Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak, mengikat mereka yang membuatnya dan perjanjian tersebut berlaku seperti undang-undang. Dengan demikian para pihak tidak mendapat kerugian, karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat keuntungan darinya, kecuali kalau perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga. Maksud dari asas ini dalam perjanjian, tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu. d. Asas berlakunya suatu perjanjian Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga, kecuali yang telah diatur dalam undang-undang, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga. Asas berlakunya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “pada umumnya tidak seorang pun commit to user 29 dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian dari pada untuk dirinya sendiri”. e. Asas Itikat baik. Pada saat melaksakan perjanjian harus diingat ketentuan Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Perjanjian-perjanjian itu tidak hanya mengikat untuk hal hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”. Hal tersebut diatas dipertegas lagi dengan ketentuan dalam Pasal 1347 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam diam dimaksudkan dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan dalam suatu perjanjian yang dibuat”. Berkaitan dengan pasal tersebut, maka hendaknya dalam setiap pelaksanaan isi perjanjian didasari oleh itikad baik Purwahid Patrik, 1994:46. Subekti menyatakan bahwa pengertian itikad baik memuat elemen- elemen sebagai berikut : 1 Kejujuran yaitu dalam pembentukan dan pelaksanaan hak dan kewajiban hukum; 2 Kepatutan adalah kesadaran dan niat dalam diri para pihak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena sesuatu itu disadari sebagai tindakan yang baik, sesuai dengan kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu sendiri. 3 Tidak sewenang-wenang, dalam arti bahwa tidak ada fakta yang menunjukkan niat dan kesadaran dari pihak dengan kedudukan tawar bargaining position yang lebih kuat untuk memanfaatkan kedudukannya itu untuk memperoleh keuntungan secara tidak wajar unreasonable advantage dari pihak yang lain, yang memiliki posisi tawar yang lemah Subekti, 2005: 29. commit to user 30 Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa “Semua perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikat baik”. Hal ini berarti pada saat melaksanakan suatu perjanjian maka harus berdasarkan kepatutan dan keadilan. Berkaitan dengan pasal ini, maka Subekti mengemukakan bahwa “apabila itikad baik pada pembuatan perjanjian adalah kejujuran maka itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian adalah kepatutan yaitu suatu penilaian baik terhadap tindak tanduk para pihak dalam pelaksanaan perjanjian” Subekti, 2005:13.

3. Tinjauan Tentang Kredit dan Kredit Bermasalah