Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Agunan Dalam Rangka Pinjaman Program Kemitraan : Studi Pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN

KREDIT DENGAN AGUNAN DALAM RANGKA

PINJAMAN PROGRAM KEMITRAAN : STUDI PADA

PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG MEDAN

TESIS

Oleh

BOY CITRA LUMBAN TOBING

087011026/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN

KREDIT DENGAN AGUNAN DALAM RANGKA

PINJAMAN PROGRAM KEMITRAAN : STUDI PADA

PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BOY CITRA LUMBAN TOBING

087011026/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KREDIT DENGAN AGUNAN DALAM RANGKA PINJAMAN PROGRAM KEMITRAAN : STUDI PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG MEDAN

Nama Mahasiswa : Boy Citra Lumban Tobing

Nomor Pokok : 087011026

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum) (Prof. Sanwani Nasution, SH)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 09 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

2. Prof. Sanwani Nasution, SH

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum


(5)

ABSTRAK

Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Badan Usaha Milik Negara dipandang memiliki peranan yang strategis dalam melakukan pembinaan dan pengembangan usaha swasta dan koperasi. Pemerintah melalui Peraturan-peraturannya telah mengamanatkan Badan Usaha Milik Negara untuk turut serta membantu Pemerintah dalam mengimplentasikan kebijakan pembangunan yang telah digariskan. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian dengan menjawab permasalahan, bagaimanakah pengaturan perjanjian kredit dalam rangka program kemitraan Badan Usaha Milik Negara kepada pelaku usaha kecil? bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pinjaman program kemitraan antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan mitra binaannya? dan bagaimana Upaya terhadap kendala pembayaran angsuran kredit pinjaman kemitraan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dilengkapi pendekatan yuridis normatif dilakukan hanya pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif dan untuk mendukung data skunder dilakukan wawancara kepada Kepala Bidang Progsus DPK dan KBL PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prosedur dan pelaksanaan pembinaan usaha kecil menengah dan koperasi yang dilakukan oleh PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditambah lagi dengan persyaratan agunan dalam pemberian pinjaman yang diatur dalam peraturan internal. Bentuk perjanjiannya adalah perjanjian dibawah tangan. PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan telah menyalurkan pinjaman kepada usaha mikro, kecil dan menengah secara selektif. Sementara bentuk dan kekuatan hukum dalam perjanjian pinjaman program kemitraan dituangkan dalam Surat Perjanjian Pinjaman yang telah baku (standart). Sedangkan upaya yang dilakukan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan terhadap kendala pembayaran angsuran adalah dengan melakukan penyuratan tunggakan dan pembinaan dikarenakan tujuan dari pemberiannya adalah untuk membantu masyarakat disekirar perusahaan. Dan apabila masuk dalam kategori wanprestasi penyelesaiannya adalah merujuk kepada tatacara penyelesaian yang tertera pada perjanjian tersebut


(6)

ABSTRACT

State-Owned Enterprises play an important role in running national economy in order to realize the people’s welfare. State-Owned Enterprises are regarded to have strategic role in fostering and developing small businesses and cooperatives. The government, through is regulations, has entrusted State-Owned Enterprises to participate in helping the government implement the development policy which has been outlined. This case has become the underlying idea to conduct the research by answering the problems: how is the management of the credit agreement in the partnership program of the State-Owned Enterprises with small businesses? How is the implementation of the credit agreement of partnership program loan between PT. Jamsostek (Incorporated), Medan, and its fostered partners? And how is the handling of the obstacles of paying up the installment of the partnership loan of PT. Jamsostek (Incorporated), Medan?

The method of the research was legal normative, and the judicial normative approach was conducted only on the relevant legal provisions being studied; in other words, the law was viewed from normative aspects. The secondary data were collected by using interviews with the Head of Special Program Sector of DPK and KBL Jamsostek (Incorporated), Medan.

Based on the result of the research, it was found out that the procedures and the implementation of fastering small and medium businesses and cooperatives, conducted by PT. Jamsostek (Incorporated), Medan, had been in accordance with the legal provisions, along with the requirements for mortgage in giving the loan which was stipulated in the internal regulations. The form of the agreement was not before a notary. PT. Jamsostek (Incorporated), Medan, had given the loan to micro, small and medium businesses selectively. The legal force in the credit agreement of partnership program was stipulated in the standard Letter of Credit Agreement, whereas the effort of PT. Jamsostek (Incorporated), Medan, in handling the obstacles of paying up the installment was by sending letters of overdue payment and by fostering because the aim of doing them was to help the people who lived in the surrounding of the company. In the case of default, the solution was to refer to the procedures which existed in the agreement.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas terselesaikannya penulisan Tesis dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Agunan Dalam Rangka Pinjaman Program Kemitraan : Studi Pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan”.

Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan penuh kesadaran bahwa tiada satupun yang sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan keterbatasan kemampuan, baik dari segi penyajian teknik penulisan maupun materi.

Penulisan tesis ini tidaklah mungkin akan menjadi sebuah karya ilmiah tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah ikut serta baik langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan tesis ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menjadi mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Komisi Penguji yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan Tesis ini.


(8)

5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan Tesis ini.

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan Tesis ini .

7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku anggota Komisi Penguji dalam penelitian ini.

8. Seluruh Staff Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu kepada Penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Staff Pegawai Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Kepada Bapak Pengarapean Sinulingga selaku Kepala Cabang PT. Jamsostek Cabang Medan, Bapak Yosep Rizal selaku Kepala Bidang Progsus DPK dan KBL Cabang Medan, Bapak Sofyan Siregar selaku Kepala Bidang Pemasaran Cabang Medan dan Bapak Tunggul Nardo S selaku staf Prosus yang telah meluangkan waktu untuk memberikan data terkait program kemitraan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero) cabang Medan.

11. Seluruh keluarga besar penulis terima kasih atas doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Kepada rekan-rekan seperjuangan, Enrico, Sandy, Godang, Ricky, Fahmi, Dana, Ridwan, Nizarly, Kendeka, Sari, Mei, Seri, Sari, Reni, Rika, Fina dan seluruh rekan-rekan seperjuangan lainnya di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terutama di Group B yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya.


(9)

Secara khusus, penulis menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtua Ayahnda Partomuan L, Tobing, SH, MM dan Ibunda Drs. Esnawaty Ambarita, yang telah memberikan doa restunya dan Adik-adik Parlin L. Tobing, Silvana L. Tobing dan Martin L. Tobing memberikan semangat kepada penulis sehingga dapat melanjutkan dan menyelesaikannya pendidikan di Program Study Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak sengaja. Penulis hanya bisa mendoakan agar semua pihak yang telah membantu selama ini dilipatgandakan pahalanya. Dengan iringan doa semoga Tuhan yang Maha Kuasa memberikan kasih, rahmat dan berkatnya. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Februari 2011 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI :

N a m a : Boy Citra L. Tobing Tempat/Tanggal lahir : P. Siantar, 20 Januari 2010

Alamat : Jl. Kasad No. 3 Pematang Siantar Pematang Siantar

II. IDENTITAS KELUARGA :

Nama Orang Tua : Partomuan Lumban Tobing, SH. MM

Drs. Esnawaty Ambarita

III. KETERANGAN PENDIDIKAN :

Sekolah Dasar : SD Methodist Pematang Siantar Tamat tahun 1996.

Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 2 Pematang Siantar Tamat tahun 1999.

Sekolah Menengah Atas : SMU Negeri 4 Pematang Siantar Tamat tahun 2002.

S1 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat tahun 2007

S2 : Pascasarjana Program Studi Magister Kenotarian FH- USU Tamat tahun 2011.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 12

C. Tujun Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian... 13

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi... 21

G. Metode Penelitian... 26

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN AGUNAN DALAM RANGKA PINJAMAN PROGRAM KEMITRAAN 29 A. Pelaksanaan Pinjaman Kemitraan dalam rangka CSR ... 29

B. Perjanjian Kredit Yang Berlaku Umum ... 38

C. Isi Perjanjian Kredit ... 44

D. Kriteria Penilaian Kredit ... 56

E. Wanprestasi dan Keadaan Memaksa... 60

F. Dasar Hukum Perjanjian Kredit dengan Agunan Dalam Rangka Program Kemitraan ... 65


(12)

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN AGUNAN DALAM RANGKA PINJAMAN

PROGRAM KEMITRAAN ... 72

... A. Yang Diwajibkan untuk Melakukan Pemberian Pinjaman Kemitraan ... 72

B. Persyaratan untuk Memperoleh Pinjaman Kemitraan... 73

C. Dana Program Kemitraan... 75

D. Proses Permohonan hingga Persetujuan Pengajuan Pinjaman Kemitraan ... 78

E. Batasan Pemberian Pinjaman dan Jaminan ... 83

F. Pelaksanaan Perjanjian ... 84

BAB IV UPAYA TERHADAP KENDALA PEMBAYARAN ANGSURAN KREDIT PINJAMA KEMITRAAN DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG MEDAN ... 88

A. Pemberian Pinjaman Program Kemitraan Tahun 2006 s/d 2010... 88

B. Usaha-Usaha Yang Dilkukan Terhadap Kendala Pembayaran Angsuran ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan... 98

B. Saran... 100


(13)

ABSTRAK

Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Badan Usaha Milik Negara dipandang memiliki peranan yang strategis dalam melakukan pembinaan dan pengembangan usaha swasta dan koperasi. Pemerintah melalui Peraturan-peraturannya telah mengamanatkan Badan Usaha Milik Negara untuk turut serta membantu Pemerintah dalam mengimplentasikan kebijakan pembangunan yang telah digariskan. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian dengan menjawab permasalahan, bagaimanakah pengaturan perjanjian kredit dalam rangka program kemitraan Badan Usaha Milik Negara kepada pelaku usaha kecil? bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pinjaman program kemitraan antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan mitra binaannya? dan bagaimana Upaya terhadap kendala pembayaran angsuran kredit pinjaman kemitraan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dilengkapi pendekatan yuridis normatif dilakukan hanya pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif dan untuk mendukung data skunder dilakukan wawancara kepada Kepala Bidang Progsus DPK dan KBL PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prosedur dan pelaksanaan pembinaan usaha kecil menengah dan koperasi yang dilakukan oleh PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditambah lagi dengan persyaratan agunan dalam pemberian pinjaman yang diatur dalam peraturan internal. Bentuk perjanjiannya adalah perjanjian dibawah tangan. PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan telah menyalurkan pinjaman kepada usaha mikro, kecil dan menengah secara selektif. Sementara bentuk dan kekuatan hukum dalam perjanjian pinjaman program kemitraan dituangkan dalam Surat Perjanjian Pinjaman yang telah baku (standart). Sedangkan upaya yang dilakukan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan terhadap kendala pembayaran angsuran adalah dengan melakukan penyuratan tunggakan dan pembinaan dikarenakan tujuan dari pemberiannya adalah untuk membantu masyarakat disekirar perusahaan. Dan apabila masuk dalam kategori wanprestasi penyelesaiannya adalah merujuk kepada tatacara penyelesaian yang tertera pada perjanjian tersebut


(14)

ABSTRACT

State-Owned Enterprises play an important role in running national economy in order to realize the people’s welfare. State-Owned Enterprises are regarded to have strategic role in fostering and developing small businesses and cooperatives. The government, through is regulations, has entrusted State-Owned Enterprises to participate in helping the government implement the development policy which has been outlined. This case has become the underlying idea to conduct the research by answering the problems: how is the management of the credit agreement in the partnership program of the State-Owned Enterprises with small businesses? How is the implementation of the credit agreement of partnership program loan between PT. Jamsostek (Incorporated), Medan, and its fostered partners? And how is the handling of the obstacles of paying up the installment of the partnership loan of PT. Jamsostek (Incorporated), Medan?

The method of the research was legal normative, and the judicial normative approach was conducted only on the relevant legal provisions being studied; in other words, the law was viewed from normative aspects. The secondary data were collected by using interviews with the Head of Special Program Sector of DPK and KBL Jamsostek (Incorporated), Medan.

Based on the result of the research, it was found out that the procedures and the implementation of fastering small and medium businesses and cooperatives, conducted by PT. Jamsostek (Incorporated), Medan, had been in accordance with the legal provisions, along with the requirements for mortgage in giving the loan which was stipulated in the internal regulations. The form of the agreement was not before a notary. PT. Jamsostek (Incorporated), Medan, had given the loan to micro, small and medium businesses selectively. The legal force in the credit agreement of partnership program was stipulated in the standard Letter of Credit Agreement, whereas the effort of PT. Jamsostek (Incorporated), Medan, in handling the obstacles of paying up the installment was by sending letters of overdue payment and by fostering because the aim of doing them was to help the people who lived in the surrounding of the company. In the case of default, the solution was to refer to the procedures which existed in the agreement.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kondisi Negara Indonesia sekarang tidaklah sama dengan kondisi dahulu dimana saat ini sudah banyak Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdiri sebagai pendukung perekonomian bangsa Indonesia. BUMN-BUMN tersebut sudah memiliki modal-modal yang besar. Terbukti dengan kemampuan BUMN-BUMN yang sudah mampu mendanai proyek-proyek yang membutuhkan dana besar. BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan langsung maupun kekayaan Negara yang dipisahkan1. Dengan demikian BUMN berisikan dua elemen esensial yakni unsur pemerintah (public) dan unsur bisnis (enterprise)2.

Terdapat cara-cara yang berbeda dari masing-masing negara untuk melaksanakan program CSR tersebut. Cara-cara tersebut antara lain dengan beasiswa, bantuan langsung bagi masyarakat miskin, maupun penyuluhan pertanian. Poin-poin tersebut terfokus pada bantuan kepada individual masyarakat secara langsung. Selain kepada masing-masing individu terdapat juga bantuan yang dapat diberikan kepada usaha-usaha kecil yang mana dapat menggerakkan perekonomian daerah tersebut dengan memberikan penambahan nilai ekonomi dan memberikan lapangan pekerjaan

1

Riant Nugroho D. & Ricky Siahaan, BUMN Indonesia Isu, Kebijakan dan Strategi, (Jakarta : PT. Gramedia, 2005), hal 132

2


(16)

bagi masyarakat yang ada disekitar usaha tersebut. Dengan diberikannya bantuan kepada usaha-usaha kecil tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, sehingga pengangguran yang menyebabkan kemiskinan dapat di kurangi semaksimal mungkin demi meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Meneruskan cita-cita yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945 yang mana adalah hasil pemikiran dan rumusan Bung Hatta3, permodalan untuk mendukung pembangunan bangsa saat ini sudah tidak terlalu bergantung kepada pinjaman luar negeri. Terbukti untuk mendukung kemajuan usaha-usaha kecil menengah yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan pengaturan melalui perundang-undangan sebagai mana makna dari kata dikuasai oleh Negara yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, dihasilkanlah Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-05/MBU/2007 tentang “Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan” jo Surat Edaran Nomor : SE-14/MBU/2008 tentang “Optimalisasi Dana Pinjaman Program Kemitraan Melalui Kerjasama Penyaluran”.

Adapun pelaksanaan PKBL ini merupakan aplikasi Corporate Social Reponsibility (CSR) dari BUMN sebagai kewajiban Perseroan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 74 ayat (1) yang menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib


(17)

menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Peraturan lain yang menyentuh CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.”

Untuk pelaksanaan PKBL di BUMN, diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 88 UU No. 19/2003 tentang BUMN sebagai berikut:

1. Pasal 2 ayat (1) huruf e

salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

2. Pasal 88 ayat (1)

BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.

3. Pasal 88 ayat (2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (5) UU No.19/2003 tersebut dinyatakan "Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan”. Dengan demikian


(18)

dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan PKBL yang diatur oleh Menteri Negara BUMN dalam Peraturan No: Per-05/MBU/2007 tentang PKBL adalah dalam kedudukan Menteri Negara BUMN selaku pemegang saham di BUMN.

Berdasarkan peraturan ini yang wajib di tunjuk sebagai pelaksana adalah Perum dan Persero sedangkan Perseroan Terbuka dapat melaksanakannya berpedoman kepada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)4.

PKBL merupakan Program Pembinaan Usaha Kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara) melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.5 Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Pinjaman program kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan.6

Dalam pemberian program kemitraan tersebut dilakukan dengan perjanjian kredit. Dimana dari pemberian pinjaman tersebut diharapkan pengembalian dana tersebut dari penerima pinjaman. Namun sesuai dengan peraturan tersebut penyaluran pinjaman program kemitraan tersebut bukanlah mensyaratkan bahwa lembaga yang memberikan pinjaman haruslah berupa lembaga penyalur yang memiliki kegiatan sebagi usaha seperti perbankan baik seperti bank atau lembaga penyelur lainnya. Dalam peraturan menteri tersebut yang berhak menyalurkan adalah Perusahaan yang

4

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, Pasal 2 ayat (1) dan (2)

5Ibid,

Pasal 1 ayat (7)

6Ibid,


(19)

Sahamnya dimilik Negara atau BUMN, Perseroan Terbatas sesuai dengan putusan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Oleh karena itu tidaklah usaha tersebut memiliki izin usaha perbakan baru dapat memberikan pinjaman kemitraan tersebut.

Supaya perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh para pihak yang membuatnya, menyangkut para pihak yang bersangkutan maka perjanjian itu harus dibuat secara sah. Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

1. Kata Sepakat

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak, saling menerima satu dengan lainnya. Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada dan telah lahir dan sejak saat itu perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Prinsip Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kekuatan mengikat setelah tercapainya kata sepakat sangat kuat sekali, karena perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Atau karena alasan-alasan yang diperbolehkan oleh Undang-Undang.7

2. Kecakapan

Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat perjanjian. Pada prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian, namun Kitab Undang- Undang Hukum Perdata telah menetapkan mengenai siapa-siapa yang tidak cakap

7

R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata, terjemahan dari Burgelijk Wetboek,


(20)

membuat perjanjian. Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah:

a. Orang-orang yang belum dewasa.

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarangmembuat perjanjian-perjanjian tertentu. 8

Ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan orang-orang yang belum dewasa, yaitu:

a Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, yaitu tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa anak adalah sesorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin.9

b Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa .untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tuanya.10

Dari kedua ketentuan di atas dapat dapat disimpulkan bahwa orang yang berumur 21 tahun ke atas disebut dewasa, kecuali di bawah umur tersebut yang bersangkutan pernah kawin.

8

R. Subekti, op.cit, Pasal 1330

9

Indonesia, Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang No. 3 Tahun 1979, LN No. 4 Tahun 1979, Pasal 1 butir 2

10Indonesia

, Undang-Undang Tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, LN No. 1 Tahun 1974, Pasal 6 ayat (2)


(21)

3. Hal Tertentu

Yaitu apa-apa yang diperjanjikan harus jelas baik mengenai obyek perjanjian maupun hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberi petunjuk bahwa mengenai perjanjian yang menyangkut tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya kemudian.11 Ketentuan tersebut menunjukkan dalam perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik, suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal demi hukum, perjanjian dianggap tidak pernah ada (terjadi).12

4. Sebab yang Halal

Tujuan dari perjanjian adalah merupakan sebab dari adanya perjanjian, dan sebab yang disyaratkan undang-undang harus halal. Dalam Pasal 1335 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, di dalamnya merinci adanya perjanjian tanpa sebab, perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Sehingga semua perjanjian yang tidak memenuhi sebab yang halal akibatnya perjanjian menjadi batal demi hukum.

Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah : “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dari defenisi tersebut jelaslah terdapat hubungan timbal balik yang menimbulkan kewajiban di satu pihak dan pihak lainnya memperoleh hak untuk

11

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1333.

12

Gatot Supramono, Perbankan Dan Permasalahanya, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 57-58.


(22)

menuntut pemenuhan kewajiban pihak lainnya. Hubungan hukum tersebut haruslah merupakan suatu persetujuan para pihak untuk mengikatkan dirinya ke dalam perjanjian tersebut.

Di dalam buku III KUH Perdata ditulis mengenai rumusan tentang perikatan. Pasal 1233 KUH Perdata menyebutkan “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang” Dari pasal tersebut memberikan makna bahwa perikatan itu terjadi dikarenakan sesuatu persetujuan dua pihak ataupun beberapa pihak, dan perikatan itu dapat dikarenakan bukan kemauan sendiri tapi karena dilahirkan undang-undang.

Kesepakatan pemberian kredit dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun bentuk tulisan (di bawah tangan maupun dengan akta notariel). Sebagai salah satu upaya perlindungan terhadap kreditur, biasanya kreditur lebih menyukai dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang sering disebut sebagai “Perjanjian Kredit”.

Tentang perjanjian kredit ini sendiri, tidak ada ketentuan perundang-undangan yang mengharuskan perjanjian kredit dibuat dengan akta otentik. Biasanya Perjanjian Kredit yang melibatkan jumlah yang sangat besar sajalah yang dibuat dengan akta otentik (notariel), sedangkan kredit dalam jumlah kecil dibuat dengan akta di bawah tangan.

Pada saat ini hampir semua BUMN memiliki program PKBL, seperti PT. Jamsostek (Persero), di kementerian pertanian, seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang tersebar di seluruh Indonesia. BUMN di lingkungan kementerian


(23)

pertambangan dan energi antara lain PKBL Pertamina, PN. Timah, dan lainnya. Masih banyak lagi seperti PT. Sucofindo, PKBL T. Telkom, Angkasa Pura, PT . Pelabuhan Indonesia. Demikian pula PKBL di kalangan perbankan, seperti PKBL bank Mandiri, BRI, BNI, BTN dan lainnya13.

PKBL (Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan) pada dasarnya terdiri dari dua jenis program, yaitu program perkuatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut Program Kemitraan) serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar (disebut Program Bina Lingkungan).

Pinjaman program kemitraan BUMN dengan usaha kecil, yang selanjutnya disebut Pinjaman program kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.14

Adapun pinjaman program kemitraan ini adalah berupa pinjaman yang di berikan oleh Perusahaan yang ditentukan oleh Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-05/MBU/2007 tentang PKBL. Pinjaman tersebut diberikan kepada usaha kecil untuk menambah modal usaha. Kewajiban dari usaha kecil tersebut adalah membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai

13

Ditelusiri melalui alamat http://usaha-umkm.blog.com/2010/01/06/program-kemitraan-bina-lingkungan-%E2%80%93-pkbl-umkm/ pada tanggal 19 Juni 2010

14

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 ayat (7)


(24)

dengan perjanjian yang telah disepakati dan melaporkan perkembangan usaha secara periodik kepada pemberi pinjaman.

Adapun jenis usaha yang dibiayai oleh program kemitraan ini adalah semua jenis usaha yang produktif dari semua sektor ekonomi (industri/ perdagangan/ pertanian/ perkebunan/ perikanan/ jasa/ lainnya) dapat bermitra dan dibiayai oleh BUMN. Baik itu usaha yang menghasilkan barang atau produk maupun usaha berbentuk jasa dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Memiliki kriteria sebagai usaha kecil (termasuk usaha mikro), yaitu memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 milyar; ketentuan ini disesuaikan dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2008.

2. Milik Warga Negara Indonesia;

3. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;

4. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi;

5. Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan; 6. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun;


(25)

7. Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).15

Salah satu perusahaan yang diwajibkan memberikan PKBL adalah PT. Jamsostek (Persero). Sebagai perusahaan BUMN, PT. Jamsostek (Persero) merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.16

Dalam memberikan pinjaman program kemitraan tersebut PT. Jamsostek (Persero) juga melaksanakannya berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara nomor PER-05/MBU/2007 tentang PKBL. Untuk melaksanakan pinjaman program kemitraan tersebut maka PT. Jamsostek (Persero) sudah tentu akan melakukan perjanjian terhadap usaha kecil tersebut sebagai aturan dalam pemberian dan pengembalian pinjaman program kemitraan tersebut.

Pemberian pinjaman di PT. Jamsostek (Persero) dipersyaratkan menyertakan agunan sebagai dasar untuk memberikan jumlah pinjaman yang akan diberikan kepada usaha kecil tersebut. Dalam pelaksanaan proses pemberian pinjaman, setelah memberikan pijaman maka masuk ke dalam tahap pengembalian pinjaman. Dalam kenyataannya sudah pasti ada yang melakukan wanprestasi, oleh karena itu akan dilihat juga cara penyelesaian apabila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin melihat perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Jamsostek (Persero) apakah telah sesuai dengan Peraturan

15Op Cit,

Pasal 3 ayat (1)

16


(26)

Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara nomor PER-05/MBU/2007 tentang PKBL .

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah sebagaimana telah digambarkan di awal, penulis mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan perjanjian kredit dengan agunan dalam program kemitraan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero)?

2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit dengan agunan dalam program kemitraan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero)?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan terhadap kendala dalam pembayaran angsuran kredit pinjaman kemitraan PT. Jamsostek (Persero) cabang Medan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan penulisan tesis ini adalah untuk :

1. Mengkaji pengaturan perjanjian kredit dengan agunan dalam program kemitraan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero um.

2. Mengkaji pelaksanaan perjanjian kredit dengan agunan dalam program kemitraan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero)


(27)

3. Mengkaji upaya yang dilakukan terhadap kendala dalam pembayaran angsuran kredit pinjaman kemitraan PT. Jamsostek (Persero) cabang Medan.

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, seperti yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran dalam ilmu pengetahuan hukum mengenai program kemitraan yang diselenggarakan oleh perusahaan BUMN maupun swasta lainnya, khususnya PT. Jamsostek (Persero) dalam hal pinjaman usaha kecil atau program kemitraan.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat, khususnya kepada pengusaha kecil sebagai penerima pinjaman yang diajukan usaha kecil tersebut kepada PT. Jamsostek (Persero). Melalui pinjaman tersebut baik pemberi maupun penerima muncul hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian yang dibuat kedua belah pihak.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan beberapa penelitian yang menyangkut perjanjian kredit dengan agunan atara lain:


(28)

1. Judul Penelitian “Tanggung Jawab Hukum Atas Pengambilalihan Agunan Kredit oleh Bank: Studi Kasus pada PT. Bank Century (Tbk)” membahas mengenai apa yang menjadi tanggung jawab yang melekat kepada bank terkain pengambil alihan agunan akibat dari tidak lancarnya pembayaran pinjaman.

2. Judul Penelitian “Analisis Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan Serta Hambatan Dalam Praktek: Studi pada Bank Danamon Cabang Medan” membahas mengenai pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan dimana terdapat hambatan-hambatan dalam penerapannya dilapangan.

3. Judul Penelitian “Kajian Yuridis Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fidusia pada Usaha Simpan Pinjam Koperasi Swamitra Medan” membahas mengenai perjanjian kredit yang terjadi antara masyarakat dengan koperasi swamitra di medan dimana perjanjian kredit tersebut memiliki jaminan berupa jaminan fidusia.

Dari ketiga penelitian diatas sejauh yang diketahui tidak ada kesamaan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian tentang “Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit dengan Agunan dalam Rangka Pinjaman Program Kemitraan: Studi pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik


(29)

penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap masalah-masalah yang diteliti. Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,17 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.18

Pinjaman program kemitraan merupakan salah satu program pemerintah sebagai sarana bagi pengusaha kecil untuk mendapatkan pinjaman modal dengan bunga yang kecil. Apabila diperhatikan perekonomian Indonesia masih sangat didukung oleh usaha-usaha kecil yang dapat memberikan pemasukan kepada pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyak usaha-usaha kecil yang dapat memberikan pemasukan pajak yang besar bagi Negara serta dapat membuka lapangan pekerjaan yang sangat besar bagi masyarakat di sekitarnya.

Pinjaman program kemitraan yang dimaksud dalam tesis ini adalah pinjaman program kemitraan yang diberikan oleh PT. Jamsostek (Persero) kepada pengusaha

17

J.J.J.M. Wuisman dan M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, (Jakarta : FE-UI, 1996), hal 203

18Ibid,


(30)

kecil yang dijadikan mitra binaan sekaligus menjadi peserta Jamsostek. Bentuk pinjaman program kemitraan yang diberikan adalah pinjaman program kemitraan yang dituangkan dalam perjanjian kredit antara PT. Jamsostek (Persero) dengan mitra binaan, dimana batas pinjaman yang diberikan didasarkan kepada besarnya nilai agunan yang diajukan oleh mitra binaan.

Dasar dari perjanjian kredit berupa perjanjian atau kontrak. Perjanjian dalam KUH Perdata diatur dalam buku III tentang perikatan. Pasal 1233 KUH Perdata menyebutkan, bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang.19

Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mendefinisikan perikatan sebagai suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.20

Oleh karena itu kerangka teori yang akan dijadikan sebagai pisau analisis dalam penelitiana ini adalah teori Kepastian Hukum. Teori Kepastian Hukum menyatakan Perjanjian mempunyai kekuatan mengikat bagi kedua belah pihak karena perjanjian itu merupakan undang-undang bagi para pihak dan oleh karenanya perjanjian itu mempunyai kepastian hukum.

19

J. Satrio, Hukum PerikatanPerikatan Pada Umumnya, (Bandung : PT. Alumni, 1999), hal 38

20

Ditelusuri melalui alamat http://destylestari.blogspot.com/2010/06/teori-kesepakatan.html pada tanggal 27 agustus 2010 pukul 20.00 WIB


(31)

Dalam pelaksanaannya juga ditambah dengan agunan sebagai jaminan terhadap pinjaman yang diberikan tersebut sebagai pengikat bagi peminjam untuk melunasi pinjamannya.

Pelaksanaan pinjaman kemitraan tersebut tidak terlepas dari perjanjian antar dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemberi pinjaman dan pihak kedua sebagai penerima pinjaman.

Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan rumusan tentang “perjanjian” yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Pengertian perjanjian diatas merupakan pengertian berdasarkan perundang-undangan. Suatu perjanjian memiliki unsur-unsur, yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban timbal balik. Ciri perikatan atau perjanjian yang utama ialah bahwa perikatan atau perjanjian merupakan suatu tulisan yang memuat janji-janji dari para pihak secara lengkap dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan serta berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya seperangkat kewajiban

Perjanjian kredit dengan meminjam aturan BW (KUH Perdata) adalah salah satu dari bentuk perjanjian yang dikelompokkan dalam perjanjian-perjanjian meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769 KUH Perdata. Sehingga landasan aturan yang dipergunakan dalam membuat perjanjian kredit tentunya tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan yang ada pada KUH Perdata


(32)

tersebut.21 Ini merupakan perbuatan hukum dua pihak, dimana dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik)22.

Perjanjian kredit memuat serangkaian klausula dimana sebagian besar dari klausul tersebut merupakan upaya untuk melindungi pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, serta merupakan serangkaian persyaratan yang diformulasikan dalam upaya pemberian pinjaman ditinjau dari aspek finansial dan hukum. Dari aspek finansial, klausula melindungi pemberi pinjaman agar dapat menuntut atau menarik kembali dana yang telah diberikan kepada penerima pinjaman dalam posisi yang menguntungkan bagi pemberi pinjaman apabila kondisi debitur tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan dari aspek hukum, klausula merupakan sarana untuk melakukan penegakan hukum agar penerima pinjaman dapat mematuhi substansi yang telah disepakati dalam perjanjian kredit.

Oleh karena itu, perjanjian kredit perlu mendapat perhatian secara khusus baik oleh pemberi pinjaman ataupun penerima pinjaman, dikarenakan perjanjian kredit merupakan dasar hubungan kontraktual antar pihak. Dari perjanjian kredit dapat ditelusuri berbagai hal tentang pemberian, pengelolaan, ataupun penatausahaan kredit itu sendiri.

21

Ignatius Ridwan W, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, (Semarang : Badan Penerbitan Universitas Diponegoro, 1997), hal. 2

22

C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka, 1984), hal 119


(33)

Dalam perjanjian pinjaman kemitraan tersebut juga menyertakan agunan sebagai salah satu syarat untuk dapat disetujuinya permohonan pinjaman tersebut.

Agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur. Dalam Penjelasan Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang Diubah, terdapat 2 (dua) jenis agunan, yaitu: agunan pokok dan agunan tambahan.

a. Agunan pokok adalah agunan yang pengadaanyabersumber dari dana kredit bank, berupa barang proyek (tanah dan bangunan, mesin-mesin,persediaan, piutang dagang, dan lain-lain). Agunan kredit dapat hanya berupa agunan pokok bila berdasarkan aspek-aspek lain dalam jaminan utama (watak, kemampuan, modal dan prospek) diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya.

b. Agunan tambahan adalah agunan yang tidak termasuk dalam batasan agunan pokok, contoh: aktiva tetap di luar proyek yang dibiayai, surat berharga, surat

rekta, garansi resiko, jaminan pemerintah, lembaga penjamin dan lain-lain. Agunan tambahan menjadi wajib dipenuhi bila menurut pemutus, agunan pokok yang disediakan tidak dapat menutup kecukupan jaminan, yang disebabkan adanya kesulitan dalam pengikatan dan penguasaan agunan pokok sebagai agunan kredit, sehingga tidak dapat memberikan hak mendahulu (preference) bagi bank.


(34)

Pada dasarnya, pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam praktek perbankan istilah di bedakan. Istilah jaminan mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya. agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur. Sama halnya juga dengan perikatan yaitu hubungan hukum antara dua pihak dalam lapangan harta kekayaan dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain berkewajiban berprestasi23.

Dalam Penjelasan Pasal 8 UU yang Diubah, terdapat 2 (dua) jenis agunan, yaitu: agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli dengan kredit yang dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan.24

Agunan juga memiliki aspek hukum dengan melihat dapat tidaknya objek benda yang direncanakan sebagai agunan kredit tersebut diikat secara yuridis sempurna, dan bentuk benda yang dijadikan agunan (objek jaminan), misalnya benda bergerak atau tidak bergerak, serta kekhususan ciri yang dimiliki benda tersebut akan berpengaruh terhadap teknis pengikatannya.25

23

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Jakarta : PT. Buku Kita, 2009), hal 75

24Ibid

25

Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Bogor : Ghalia Indonesia, 2009, hal 89


(35)

Dalam pelaksanaannya juga tidak terlepas dari perbuatan-perbuatan wanprestasi dari salah satu pihak. Oleh karena itu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dapat kita lihat kembali isi dari perjanjian tersebut dalam hal penyelesaian apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya tanpa melanggar perundang-undangan yang berlaku.

2. Konsepsi

Dalam penelitian hukum, adanya konsepsional dan landasan atau kerangka teori menjadi syarat yang penting. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, dan didalam landasan/ kerangka teori diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem aneka ”theore ’ma” atau ajaran.26

Konsepsi merupakan definisi operasional dari intisari objek penelitian yang akan dilaksanakan. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut:

a. Analisis Yuridis

Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.27 Sedangkan Yuridis adalah sesuai

26

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , Suatu Tinjauan Singkat,

(Edisi I, Cetakan 7, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2003), Hal 6

27

Kata Kunci Analisa ditelusuri melalui alamat situs http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis , hal 16 pada tanggal 27 Agustus 2010


(36)

dengan hukum yang berlaku. Pada analisis yuridis, peneliti memperoleh masukan dari kalangan akademisi yang mempunyai tingkat analisis yang tinggi dan cermat berdasarkan data.28

b. Program Kemitraan

Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.29 Pinjaman Program Kemitraan adalah pinjaman yang diberikan oleh BUMN atau perusahaan swasta kepada usaha kecil dalam rangka program kemitraan yang diambil dari 2 % keuntungan perusahaan.30

c. Perjanjian Kredit

Kata “kredit” berasal dari bahasa latin “credere” artinya kepercayaan (Belanda:

vertrouwen, Inggris: believe, trust or confidence).31 Perjanjian kredit adalah “perjanjian pendahuluan” (voorovereenkomst) dan penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. “Penyerahan uang” sendiri adalah bersifat rill. Pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit pada kedua

28

Kata Kunci Yuridis ditelusuri melalui alamat situs

http://etd.eprints.ums.ac.id/5067/2/C100030214.pdf , hal 16 pada tanggal 27 Agustus 2010

29

Dikutip dari Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 ayat (7)

30

Ibid, Pasal 9 ayat (1) a

31

Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010), hal. 2


(37)

pihak.32 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.33

Secara umum kredit diartikan sebagai “the ability to borrow on the opinion conceived by lender that he will be repaid”. Merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut: “menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungan dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang hari”.34

Dalam membuat perjanjian kredit terdapat unsur-unsur pemberian kredit yaitu:35

1. Sejumlah uang ataupun yang dapat dipersamakan dengan uang

2. Berdasarkan kesepakatan dua atau lebih pihak, sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata). 3. Adanya unsur pemenuhan prestasi yang harus dipenuhi baik oleh pihak

debitur maupun pihak kreditur. Prestasi yang dimaksud dalam Pasal 1234 KUH Perdata meliputi:

32Ibid

, hal 32

33

Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2009), hal 57

34

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank”, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 1991), hal 23-24

35Ibid¸


(38)

a. untuk memberikan sesuatu b. untuk berbuat sesuatu c. tidak berbuat sesuatu.

4. Adanya unsur jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dengan pengembalian kredit.

5. Adanya unsur resiko dalam pemberian kredit.

6. Adanya balas jasa berupa bunga maupun imbalan dalam bentuk lainnya bagi kreditur.

d. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

Program Kemitraan merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.36 Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.37

e. CSR (Corporate Social Resposibility)

Schermerhorn (1993) memberi definisi CSR sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal. CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi

36

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 ayat (7)

37Ibid,


(39)

bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan sering diidentikkan dengan CSR ini antara lain pemberian/ amal perusahaan (corporate giving/ charity), kedermawanan perusahaan (corporate Philanthropy), relasi kemasyarakatan perusahaan (corporate community/ public relations), dan pengembangan masyarakat (community development). Keempat nama itu bisa pula dilihat sebagai dimensi atau pendekatan CSR dalam konteks investasi sosial perusahaan (corporate social investment/ investing) yang didorong oleh spektrum motif yang terentang dari motif “amal” hingga “pemberdayaan”. 38

f. Agunan

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.39

g. PT. Jamsostek (Persero)

PT. Jamsostek (Persero) PT. Jamsostek (Persero) adalah badan penyelenggara yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

38

Ditelusuri melalui alamat situs http://pkbl.bumn.go.id/file/PSICSRComDev-edi%20suharto.pdf , pada tanggal 27 Agustus 2010

39

Republik Indonesi, Undang-Undang U No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 ayat (23)


(40)

PT. Jamsostek (Persero) merupakan perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan sosial bagi tenaga kerja. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.40 Pada Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 ditunjuk badan hukum yang menyelenggarakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja tersebut. Penyelenggaranya adalah PT. Jamsostek (Persero).41

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah Deskriptif Analitis, yaitu menganalisa dan memberikan gambaran tentang perjanjian kredit dengan agunan yang diberikan oleh PT. Jamsostek (Persero) dalam rangka pinjaman program kemitraan kepada usaha kecil.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif). Pendekatan yuridis normatif karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau

40

Republik Indonesia, Undang-Undang no 3 Tahun 1992 tetang Jaminan Ssial Tenaga Kerja, Pasal 1 ayat (1)

41

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah no. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pasal 1 ayat (1)


(41)

penelitian dokumen yang ditujukan dan dilakukan hanya pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif.42

2. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder yaitu diperoleh dari perjanjian program kemitraan di PT. Jamsostek (Persero) serta bahan-bahan kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahuluan yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.43

3. Sumber Data

Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari : a. Bahan hukum primer yang terdiri dari :

1) Norma atau kaidah dasar 2) peraturan dasar

3) peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program kemitraan.

42

Bambang Waluyo, Metode Pebelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hal. 13

43


(42)

b. Bahan hukum skunder, seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan skunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah serta bahan-bahan primer, skunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang teknologi informasi dan komunikasi, ekonomi, filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini.

d. Perjanjian Kemitraan yang dilakukan di PT. Jamostek (Persero) antara PT. Jamsostek (Persero) dan Usaha Kecil

4. Analisis Data

Dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, skunder, tersier dan perjanjian kemitraan ) untuk mengetahui validitasnya.


(43)

BAB II

PENGATURAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN AGUNAN DALAM RANGKA PINJAMAN PROGRAM KEMITRAAN

A. Pelaksanaan Pinjaman Kemitraan Dalam Rangka CSR

Buku karangan Howard R. Bowen yang berjudul Social Responsibility of The Businessman dapat dianggap sebagai tonggak bagi CSR modern. Dalam buku itu Bowen memberikan definisi awal dari CSR sebagai:44

“… obligation of businessman to pursue those policies, to make those decision or to follow those line of action wich are desirable in term of the objectives and values of our society.”

Walaupun judul dan isi buku Bowen bias gender (hanya menyebutkan “businessman” tanpa mencantumkan “businesswoman”), sejak penerbitan buku tersebut definisi CSR yang diberikan Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur CSR yang terbit setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan fondasi CSR tersebut membuat Bowen pantas disebut sebagai Bapak CSR.

Pada tahun 1960-an banyak usaha dilakukan untuk memberikan formalisasi definisi CSR. Salah satu akademisi CSR yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis dikenal karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara CSR dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan “Iron Law of Responsibility” yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama


(44)

dengan kedudukan sosial yang mereka miliki (social responsibilities of businessmen need to be commensurate with their social power). Sehingga, dalam jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan bertanggungjawab sesuai dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang. Kata corporate mulai dicantumkan pada masa ini. Hal ini bisa jadi dikarenakan sumbangsih Davis yang telah menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tanggung jawab sosial dengan korporasi.45

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memperkirakan 10 persen pemiskinan disebabkan oleh kerusakan lingkungan dan alokasi sumber daya alam yang tidak adil. Pihak IMF memperkirakan sedikitnya 124,5 juta jiwa atau 61 persen penduduk Indonesia terjerat kemiskinan. Bahkan Pusat Penelitian UGM memperkirakan penduduk miskin di Indonesia tahun 1999 mencapai 130 juta jiwa.46

Globalisasi membawa angin segar terhadap perkembangan program CSR. Dampak dari globalisasi sangat berpengaruh dalam mendorong pelaksanaan program CSR. Globalisasi membuat masyarakat dunia kian menuntut adanya pertanggungjawaban dari korporat.47

Meskipun gagasan tentang CSR telah dihasilkan, namun pada awalnya,korporat memandang CSR sebagai beban, dan melakukannya dengan terpaksa. Ini terjadi karena perusahaan masih berpatokan pada external & reputation driven dalam pelaksanaan CSR (CSR as a beyond profit actifity). CSR dilakukan atas

45Ibid

46

Reza Rahman, CSR Antara Teori dan Kenyataan, (Jakarta : Media Presindo, 2009), hal.94

47Ibid.


(45)

dasar keinginan mendapatkan penghargaan (CSR as a beyond compliance activity). CSR juga dipandang sebagai sebuah kesempatan memberikan kontribusi pada masyarakat didasarkan internal driven perusahaan (CSR as a beyond PR activity). 48

Di Indonesia CSR, secara gencar dikampanyekan oleh Indonesia Dusiness Link (IBL). Salah satu pilar aktifitas CSR yaitu Streghtening Economies yang mana perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya, agar terjadi pemerataan kesejahteraan. Dari salah satu pilar di atas dilihat bahwa ekonomi dari masyarakat juga menjadi perhatian dari CSR tersebut. Salah satu kegiatan ekonomi yang sangat mendukung di masyarakat kita adalah usaha kecil yang menjadi penyokong dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu usaha kecil merupakan objek dari CSR.49

Pelaksanaan CSR juga sudah diadopsi dalam perundang-undangan sebagai peraturan yang harus dilakukan oleh suatu corporasi atau usaha antara lain yaitu:

1. Pra –UU No. 40 Tahun 2007.

Sebelum diatur secara eksplisit dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (dan sebelumnya dalam UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal), konsep CSR sebenarnya telah diatur dalam beberapa Undang-undang di Indonesia. Mengingat definisi dan cakupan CSR yang luas, yaitu termasuk bidang lingkungan, konsumen, ketenagakerjaan dan lain-lain, maka di bawah ini

48Ibid,

hal.20

49Ibid


(46)

diuraikan tentang beberapa Undang-undang yang di dalamnya secara tidak langsung mengatur tentang konsep CSR.

a. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 6 (1): Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan.50

Pasal 6 (2): Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.51

Pasal 16(1): Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.52

Pasal 17(1): Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.53

b. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-undang ini banyak mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab perusahaan terhadap konsumennya.

Pasal 3 Perlindungan konsumen bertujuan:

50

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, Pasal 6 ayat (1)

51Ibid,

Pasal 6 ayat (2)

52Ibid,

Pasal 16 ayat (1)

53Ibid,


(47)

menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha54

Pasal 7 Mengatur tentang kewajiban pelaku usaha Bab IV (Pasal 8 - 17)

Mengatur tentang Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha Bab V (Pasal 18 )

Mengatur tentang Ketentuan Pencantuman Klausula Baku Bab VI (Pasal 19 – 28)

Mengatur tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha

c. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang ini antara lain bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan juga untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya (Pasal 4). Selain diatur dalam UU yang mengatur berbagai aspek tersebut di atas, konsep CSR juga telah diatur dan diwajibkan dalam UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai berikut:

Pasal 15

Setiap penanam modal berkewajiban:55

54

Republik Indonesia, Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perbankan Pasal 3 huruf (e)

55

Republik Indonesia, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan, Pasal 15


(48)

a. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

b. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;

c. Penjelasan Pasal 15 Huruf b

Yang dimaksud dengan "tanggung jawab sosial perusahaan" adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.56

Pasal 16

Setiap penanam modal bertanggung jawab:57 a menjaga kelestarian lingkungan hidup;

b menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja;

Pasal 34

(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan usaha

c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau

56Ibid,

Pasal 15 huruf (b)

57Ibid,


(49)

d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 58

Dari pengaturan-pengaturan di atas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab perusahaan telah ditambah, bukan lagi hanya kepada pemilik modal semata, melainkan juga kepada lingkungan hidup, karyawan dan keluarganya, konsumen dan masyarakat sekitar. Telah adanya pengaturan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagaimana tersebar dalam berbagai undang-undang di atas menyebabkan banyak pihak yang berpendapat bahwa tidak perlu diatur lagi mengenai kewajiban melakukan CSR secara khusus dalam UU korporasi. Yang harus dilakukan adalah memastikan pelaksanaan dari pengaturan dalam undang-undang tersebut di atas. Namun hal tersebut tidak menyurutkan pihak legislatif dan eksekutif yang memiliki pertimbangan tersendiri dan akhirnya mengesahkan pengaturan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam UU PT yang baru, yaitu UU No. 40 Tahun 2007 sebagaimana akan dibahas di bawah berikut ini.

58Ibid,


(50)

2. UU NO. 40 Tahun 2007

Pasal - Pasal yang mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dalam UU No. 40 tahun 2007 tersebut adalah sebagai berikut:59

Bab I – Ketentuan Umum Pasal 1

a. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun pada masyarakat pada umumnya.

Bab IV – Rencana Kerja,Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba Bagian Kedua – Laporan Tahunan

Pasal 66

1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir 2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang kurangnya : laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Bab V – Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

59


(51)

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhitungkan kepatutan dan kewajaran

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah

Penjelasan Pasal 74

(1) Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.

(2) Yang dimaksud dengan ‘Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam’ adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan mengusahakan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan ‘Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam’ adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.


(52)

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Untuk pelaksanaan CSR tersebut melalui BUMN, Perseroan Terbatas dapat dikategorikan dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk amal dan pemanfaatan. Pelaksanaan Pinjaman Program Kemitraan sendiri merupakan pelaksanaan dari Program CSR yang aturannya di buat pemerintah dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkunga. Bentuk CSR dalam pinjaman program kemitraan ini adalah pemanfaatan dana perusahaan dalam untuk membantu masyarakat melalui usaha-usaha kecil masyarakat yang diberikan dalam bentuk pinjaman program kemitraan dengan bunga yang sangat rendah. Adapun pemberiannya dilakukan dalam bentuk perjanjian dengan klausul perjanjian mengacu kepada peraturan menteri tersebut.

B. Perjanjian Kredit yang Berlaku Umum

Mengenai kedudukan Perjanjian Kredit dalam KUH Perdata ini ada beberapa pandangan pakar hukum yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai habis 2. Perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus60.

60

Munir Faudy,.Pengantar HukumBisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, (Cetakan I Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal 117


(53)

Perjanjian kredit dipandang sebagai perjanjian khusus, dimana yang berlaku dalam perjanjian kredit adalah ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam KUH Perdata, disamping klausul-klausul yang disepakati kedua belah pihak. Jika perjanjian kredit dipandang sebagai perjanjian pinjam pakai habis, maka disamping berlaku ketentuan umum dalam perjanjian KUH Perdata, juga berlaku ketentuan perjanjian pinjam pakai habis.

R. Subekti menyatakan bahwa: “Dalam bentuk apa pun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai Pasal 1769”.61

Selanjutnya Marhainis Abdul Hary mengatakan bahwa “Perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam yang dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”. Mariam Darus Badrulzaman lebih mempertajam lagi kedudukan Perjanjian Kredit sebagai perjanjian peminjaman uang yang mana Didalam Undang-undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjama meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang

61

Rahmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Cetakan Kedua, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal 261


(54)

dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat rill, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah. Pendapat Marhainis Abdul Hary dan Mariam Darus Badrulzaman diatas dibantah oleh Sutan Remy Sjahdeni yang menyatakan bahwa : “....sifatnya yang konsensual dari suatu perjanjian kredit bank itulah yang merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian peminjaman uang yang bersifat rill”. Menurut Sutan Remy Sjahdeni dalam perjanjian kredit tercantum syarat-syarat tangguh yang tidak dapat dibantah lagi. Walaupun perjanjian kredit telah ditanda-tangani akan tetapi debitur belumlah berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Jadi penanda-tanganan kredit belum menimbulkan kewajiban pada kreditur untuk menyediakan kredit. 62

Ciri lain yang membedakan perjanjian kredit dengan perjanjian peminjaman uang adalah bahwa kredit yang diberikan oleh pemberi kredit kepada penerima kredit tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan yang tertentu oleh penerima kredit, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang (debitur) pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan pamakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada pemberi kredit untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak, maka berarti penerima kredit bukan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya

62Ibid


(1)

pinjaman ini merupakan kelompok kredit produktif dimana ditujukan untuk kegiatan usaha penerima pinjaman baik untuk meningkatkan produksi maupun peningkatan likuiditas dan kondisi keuangan penerima. Namun dalam perjalanan pengembalian kreditnya penerima pinjaman harus melaporkan penggunaan dana pinjaman tersebut dimana apabila tidak sesuai dengan peruntukannya pemberi pinjaman dapat membatalkan perjanjiannya dengan meminta kembali dana yang telah di berikan. Kategori lamanya pinjaman adalah kredit jangka panjang dengan memberikan pinjaman tiga tahun ke atas. Pelaksanaan perjanjian kredit tersebut telah sesuai dengan kriteria perjanjian yang ada dalam pasan 1320 tentang persyaratan perjanjian. Dan pelaksanaannya mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Namun pemberian agunannya sendiri merupakan kebijakan melalui peraturan internal dari PT. Jamsostek (Persero) dengan mengacu kepada Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

3. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala pembayaran yang kurang lancar dilakukan dengan menyurati usaha kecil tersebut dengan surat tunggakan angsuran. Dan apabila telah masuk dalam kategori wanprestasi maka pihak pemberi pinjaman dapat melakukan upaya penyelesaian mengacu kepada perjanjian atau kepada kesepekatan para pihak tanpa melalui


(2)

pengadilan karena dalam perjanjiannya di atur bahwa perjanjian tersebut mengenyampingkan pasal 1266 KUHPerdata.

B. Saran

Dari Pembahasan Serta Kesimpulan di atas terdapat beberapa saran yang dapat diberikan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu :

1. Pemberian pinjaman kemitraan dilakukan dengan verifikasi dan penilaian/appraisal yang lebih hati-hati atau dengan kata lain menggunakan prinsip kehati-hatian. Dengan dilaksanakannya prinsip kehati-hatian tersebut diharapkan calon penerima pinjaman dapat melakukan pengembalian pinjaman dengan baik, dikarenakan apabila terjadi kondisi tidak mampu bayar atau bahkan wanprestasi akan mengeluarkan biaya operasional yang lebih tinggi.

2. Dasar dari verifikasi dan penilaian tersebut dituangkan dalam persetujuan yang menghasilkan Perjanjian Kemitraan. Dalam melaksanakan perjanjian tersebut sebaiknya dilakukan dengan memasukkan peraturan-peraturan yang mendukung pelaksanaan dari perjanjian tersebut. Untuk lebih menjaga keberadaan perjanjian tersebut kedua belah pihak dapat mendaftarkan perjanjian dibawah tangan tersebut kepada pihak notaris.

3. Untuk agunan yang menjadi persyaratan perjanjian tersebut sebaiknya dilakukan terlebih dahulu cek bersih terhadap sertifikat-sertifikat dan BPKB yang diagunkan untuk menghindari sengketa atas agunan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU-BUKU

Anoraga, Panji, BUMN, Swasta dan Koperasi, Jakarta : Pustaka Jaya, 1995

Aman Mgs. Edy Putra Tje., Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta: Liberty, 1989

Badrulzaman, Mariam Darus, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank”, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 1991

Badrulzaman, Mariam Darus, Bab-bab Tentang Credietverband, Gadai, Fiducia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991

D. Riant Nugroho. & Siahaan, Ricky, BUMN Indonesia Isu, Kebijakan dan Strategi, Jakarta : PT. Gramedia, 2005

Fuady, Munir,.Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Cetakan I, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002

Harun, Badriyah, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010

Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2009

Hadikusuma, H. Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Cetakan I, Bandung : Penerbit CV Mandar Maju, 1992

Hadiwidjaja, H., Ec. Wirasasmita, R. A. Rivaai, Manajemen Dana Bank, Bandung : Pionir Jaya, 2000

Jauhari Mantayborbir, S., , Iman, Hukum Pengurusan Piutang Negara Indonesia, Jakarta : Penerbit Pustaka Bangsa, 2003


(4)

Jusuf, Jopie, Analisa Kredit untuk Account Officer, Cetakan kelima, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, , 2000

Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : PN Balai Pustaka, 1984

Kie, Tan Thong, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku II, Edisi Baru, Cetakan Pertama, Jakarta : PT. ichtiar Baru Van Hoeve, 2000

Raharjo, Handri, Hukum Perjanjian di Indonesia, Jakarta : PT. Buku Kita, 2009 Raharjo, Handri, Hukum Perjanjian di Indonesia, Jakarta : PT. Buku Kita, 2009 Supramono Gatot, Perbankan Dan Permasalahanya, Jakarta: Djambatan, 1996 Subekti R, dan Tjitrosudibio R., KUH Perdata, terjemahan dari Burgelijk Wetboek,

Jakarta: Pradnya Paramita, 1976

Satrio, J, Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya, Bandung : PT. Alumni, 1999 Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif , Suatu Tinjauan

Singkat, Edisi I, Cetakan 7, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2003 Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 1997 Sofwan, Sri Soedewi Masjchon, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum

Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cetakan Kedua : Liberty Offset Yogyakarta, 2001

Sjahdeini, St. Remy, Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-undang Hak Tanggungan), Penerbit Alumni , Bandung, 1999 Tjiptoadinugroho R., Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan

Penuntun, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994

Usman, Rahmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003

Wuisman, J.J.J.M. dan Hisyam, M., Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, Jakarta : FE-UI, 1996


(5)

W, Ignatius Ridwan, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Semarang : Badan Penerbitan Universitas Diponegoro, 1997

Widiyono, Try, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Bogor : Ghalia Indonesia, 2009

Waluyo, Bambang, Metode Pebelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 1996

Widjaja, Gunawan, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2001

Widyadharma, Ignatius Ridwan, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997

II. PERATURAN

Indonesia Republik , Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan

Indonesia Republik, Undang-Undang no 3 Tahun 1992 tetang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Indonesia Republik, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

Indonesia Republik, Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Indonesia Republik, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup

Indonesia Republik, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan Indonesia Republik, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara

Indonesia Republik, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


(6)

Indonesia Republik, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

Indonesia Republik, Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang No. 3 Tahun 1979, LN No. 4 Tahun 1979

Indonesia Republik, Undang-Undang Tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Peraturan internal PT. Jamsostek (Persero) nomor : B/3665/04/2008 \tentang Pelaksanaan Rencana Kegiatan dan Anggaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (RKA-PKBL) Tahun 2008

III.WEBSITE

http://usaha-umkm.blog.com/2010/01/06/program-kemitraan-bina-lingkungan-%E2%80%93-pkbl-umkm/

www.wikipedia.org

http://destylestari.blogspot.com/2010/06/teori-kesepakatan.html http://pumkienz.multiply.com/reviews/item/3

http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis

http://etd.eprints.ums.ac.id/5067/2/C100030214.pdf

http://pkbl.bumn.go.id/file/PSICSRComDev-edi%20suharto.pdf http://www.csrindonesia.com/data/articles/2007


Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Yuridis Tentang Keabsahan Akta Dalam Perikatan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Blang Pidie)

1 167 103

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan Wadah Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) Binaan Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

0 56 124

Tinjauan Yuridis Tentang Kontrak Konstruksi Antaradisperindag Kab. Asahan Dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan (Study Pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)

17 148 105

Peranan PT. Pegadaian (Persero) dalam Meningkatkan Pelayanan Pinjaman Dana Kepada Masyarakat (Studi pada Kantor Cabang Simpang Limun Medan)

11 172 104

Gambaran Kecelakaan Kerja Pada Perusahaan Peserta PT. Jamsostek (Persero) Cabang P. Siantar Tahun 2002

3 58 90

Pelaksanaan Perjanjian Pinjaman Dana Program Kemitraan Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan Dengan Mitra Binaannya

5 56 146

Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wirausaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, TBK, Cabang Medan

2 57 133

Analisis Kinerja Jasa PT. Jamsostek (Persero) Terhadap Kepuasan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehat

0 23 1

Peranan Container Dalam Perjanjian Kerja Pada Pengangkutan Barang Melalui Angkutan Laut (Studi Pada PT. Samudera Indonesia Cabang Belawan)

5 80 89

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan Wadah Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) Binaan Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

0 1 9