Fase Kedua Sosialisasi Pasca Kemampuan Baca Tulis

2. Mengembangkan bahan-bahan pengajaran Tim tutor mengembangkan bahan-bahan yang tepat untuk setiap situasi, bahan tersebut ada 2 tipe. 1 Terbuat dari slide yang menunjukkan bagian kata- kata yang terpisah. 2. Susunan kartu yang menggambarkan situasi yang berhubungan dengan kata-kata dan merancang beberapa gambar untuk diungkapkan pada warga belajar 3. Pad setiap sesi pembelajran tutor mengembangkan tema dengan kata-kata dan gambar.

b.. Fase Kedua Sosialisasi Pasca Kemampuan Baca Tulis

Pada fase kedua Freire menggunakan bagian metodenya, diantaranya yaitu Tahapan ke-1: Investigasi Tema Tim tutor menyelidiki tema-tema yang lazim terdapat dalam kehidupan warga belajar. Tema-tema ini dapat ditemukan di rekaman kaset dan catatan- catatan proses pengembangan kemampuan baca tulis. Tema-tema generatif mengindikasikan aspirasi masyarakat. Masyarakat sendiri terlibat dalam proses seleksi dan pengembangan tema-tema ini. Freire mengemukakan bahwa berbagai tema yang ada bisa diklasifikasikan menurut berbagai macam ilmu sosial. Maka, tema perkembangan bisa dilihat dari sudut pandang ekonomi, sosiologi, agama, dan antropologi. Tahapan ke-2: Kodifikasi Tema Sebagaimana dalam proses pengembangan kemampuan baca tulis, berbagai macam representasi digunakan untuk mengokohkan dan menarik perhatian pada tema untuk diskusi dan dialog. Sketsa dan foto-foto dipergunakan. Kodifikasi harus merepresentasikan situasi-situasi yang sudah tidak asing lagi bagi warga belajar, seperti kata-kata generatif. Kodifikasi tidak boleh terlalu jelas tetapi tidak boleh pula terlalu penuh dengan teka-teki. Kodifikasi harus disusun layaknya sebuah kipas. Beberapa tema tertentu harus membuka jalan bagi tema- tema lain. Tema-tema harus disajikan agar warga belajar bisa melihat kontradiksi dalam kehidupan mereka. Setelah tim tersebut mengembangkan sejumlah kodifikasi dari berbagai macam tema, mereka kembali kepada kelompok yang memulai dialog dengan warga belajar berkenaan dengan tema-tema ini. Materi-materi ini direkam untuk kajian yang lebih mendalam. Tutor mendengarkan dan mengajukan pertanyaan- pertanyaan kepada kelompok belajar. Dialog yang sejati terjadi antara tutor dan warga belajar. Setelah dialog tahap awal, tim membuat sebuah kajian interdisipliner tentang temuan dari kegunaan kodifikasi dan tema permulaan ini. Tema-tema kemudian dipecah menjadi berbagai macam bagian. Beberapa tema bisa saja ditambahkan oleh tim, yakni tema tempelan untuk memperjelas hubungan antara dua tema atau lebih. Tutor dan warga belajar bisa bebas untuk menambahkan tema tempelan dalam diskusi. Kodifikasi kemudian dipilih untuk digunakan dalam program pasca kemampuan baca tulis. Tahapan ke-3: Pendidikan Pasca Kemampuan Baca Tulis Karena tema telah dipilih, dialog tentang tema berlangsung antara tutor dan warga belajar. Freire memberikan beberapa metode dalam melakukan dialog dan pendidikan kegiatan membaca dan diskusi artikel majalah, koran, buku-buku, dan pengajaran manual, tetapi penekanannya tetap pada dialog dan diskusi yang sedang berlangsung. Warga belajar harus merasa bahwa mereka sedang didengarkan dan gagasan-gagasan mereka pun sangat penting. 2. Minat Baca Membaca merupakan kecakapan dasar yang seharusnya dimiliki setiap individu untuk dapat menyerap berbagai informasi sehingga dapat menguasai berbagai kacakapan hidup life skill. Dengan membaca diharapkan seseorang selain dapat mengatasi permasalahannya juga menjadi manusia yang berbudaya baca dan berilmu pengetahuan reading and knowledge based society. Untuk dapat menyelesaikan sebuah masalah, seseorang membutuhkan pengetahuan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman, informasi, dan pengembangan logika berpikir yang kesemuanya itu dapat diperoleh melalui membaca. Minat menurut bahasa etimologi adalah usaha dan kemauan untuk mempelajari learning dan mencari sesuatu sedangkan secara terminologi, minat adalah keinginan, kesukaan, dan kemauan terhadap sesuatu hal. Selanjutnya, Andi Maprare 1988: 62 mengatakan bahwa pengertian minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri atas suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pikiran tertentu sedangkan sifat dari minat itu sendiri adalah bersifat perseorangan, artinya minat tidak biasa digeneralisasi berdasarkan kesamaan, tetapi dapat dirasakan oleh masing-masing individu yang mendapatkan sesuatu dari apa yang ia kerjakan. Dogless dalam Cox 1988 memberikan definisi membaca sebagai suatu proses penciptaan makna terhadap segala sesuatu yang ada dalam lingkungan tempat membaca mengembangkan suatu kesadaran sedangkan Lilawati 1988 mengartikan minat baca sebagai suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga mengarahkan seseorang untuk membaca dengan kemauannya sendiri. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, kesadaran akan manfaat membaca, frekuensi membaca, dan jumlah buku bacaan yang pernah dibaca oleh seseorang. Indikator untuk mengukur minat baca warga belajar sebagai berikut. a. Perasaan dan emosi Suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga mengarahkan seseorang untuk membaca dengan kemauannya sendiri. b. Kesadaran akan manfaat membaca Warga belajar sadar akan manfaat dari membaca yaitu menambah ilmu dan wawasan. c. Usaha yang dilakukan Warga belajar mencari bahan bacaan yaitu dengan cara membeli dan meminjam bahan bacaan dari taman bacaaan masyarakat atau perpustakaan. d. Frekuensi membaca Waktu yang dibutuhkan warga belajar untuk menyelesaikan bahan bacaan dan berulang-ulang membaca bahan bacaan.

H. Hipotesis