14
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Melihat kembali sejarah timbulnya berbagai macam penyakit pada manusia, penyakit infeksi memegang proporsi yang sangat besar di antara
penyakit-penyakit lainnya. Pada pertengahan abad ke-19, ditemukan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab berbagai jenis penyakit infeksi yang telah
mewabah kehidupan manusia sejak dulu Saga dan Yamaguchi, 2009. Banyak pasien di seluruh dunia menderita penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, protozoa, atau helminth yang tidak lagi rentan terhadap obat-obatan yang biasa digunakan untuk mengobati mereka
Chauhan et al, 2013. Antibiotika adalah sebuah agen yang bekerja menghambat pertumbuhan
bakteri atau membunuh bakteri secara langsung. Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap pertumbuhan
bakteri dalam pengenceran tinggi Rajabi, 2013. Kurang dari 20 tahun setelah penemuan penicillin pada tahun 1928,
Alexander Fleming mulai meneliti resistensi bakteri terhadap antibiotika. Fleming mencatat adanya strain bakteri yang resisten pada eksperimentalnya di cawan petri,
walaupun adanya kehadiran penicillin. Ini merupakan awal pengetahuan tentang penggunaan antibiotik dimana pada awal berhasil dalam mengobati infeksi bakteri,
sementara di lain sisi juga menyebabkan tumbuhnya strain bakteri yang resisten Kreisberg, 2009.
Perkembangan resistensi terhadap agen antibiotika dan peningkatan biaya sebagai hasil dari penggunaan antibiotika yang tidak perlu dan tidak tepat telah
menjadi masalah kesehatan yang global. Penggunaan antibiotik secara berlebihan dan tidak tepat dapat menyebabkan efek samping, peningkatan resistensi
antibiotika disebabkan penggunaan berlebihan dan penyebaran infeksi via darah seperti Hepatitis BC disebabkan injeksi tidak steril yang mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
15
morbiditas dan mortalitas serta menjadi beban ekonomi dalam pemeliharaan kesehatan Tunger et al, 2009.
Antibiotika sering sekali disalahgunakan dan dilebihgunakan. Di Eropa, beberapa negara menggunakan antibiotik dengan dosis tiga kali lebih banyak dari
yang dianjurkan dibandingkan negara lainnya pada kasus penyakit yang sama, sementara hanya 70 kasus pneumonia mendapat antibiotik yang tepat, dan
sekitar setengah dari infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus dan diare yang disebabkan virus mendapatkan antibiotika secara tidak tepat
WHO, 2011. Kepatuhan pasien dalam berobat adalah sekitar 50 di seluruh dunia dan
lebih rendah pada negara berkembang, dimana di atas 50 dari setiap kasus disebabkan kurangnya instruksi atau edukasi pasien dan pemberian label obat
yang dibagikan WHO, 2011. Perkembangan resistensi antibiotika diperburuk dengan resep antibiotik
yang berlebihan. Lebih dari 50 antibiotika di seluruh dunia dibeli tanpa resep dokter. Keadaan lebih serius di negara berkembang karena penggunaan antibiotika
tanpa pedoman dan kurangnya aturan penggunaan antibiotika. Faktor penyebab self-antibiotic prescription di negara dengan pendapatan kurang yaitu tingginya
biaya konsultasi medis dan ketidakpuasan terhadap praktisi medis Abera et al, 2014.
Berdasarkan hasil penelitian tentang profil pengetahuan masyarakat Manado mengenai antibiotik amoksisilin yang dilakukan melalui wawancara
dengan kueisioner diperoleh data responden yakni masyarakat Kota Manado sebagian besar memiliki pengetahuan sedang mengenai antibiotik amoksisilin
yakni 49,3 . Kelompok tenaga kesehatan sebagian besar responden memiliki pengetahuan tinggi yakni 70 , mahasiswa kesehatan memiliki pengetahuan
sedang yakni 68 dan masyarakat non kesehatan juga memiliki pengetahuan sedang yakni 52 mengenai antibiotika amoksisilin Pandean et al, 2013.
Pada studi cross sectional melalui wawancara terpimpin dengan menggunakan kuesioner di Puskesmas Kelurahan Rawamangun, Kecamatan Pulo
Gadung didapatkan dari 83 responden, sebanyak 92,8 tidak mengetahui
Universitas Sumatera Utara
16
kegunaan antibiotika, 69,8 tidak mengetahui resistensi antibiotika dan 69,8 juga tidak mengetahui cara mencegah resistensi antibiotika. Hal tersebut
menunjukkan tingkat pengetahuan responden buruk. Sebanyak 59,1 responden membeli antibiotika tanpa resep dokter. Selanjutnya pada aspek perilaku
penggunaan antibiotika didapatkan 66,8 minum antibiotika secara tidak tuntas. Didapatkan 67,4 berperilaku selalu menginginkan antibiotika saat batuk pilek.
Pada saat batuk pilek dan tidak diberikan Swastinitya et al, 2013. Penelitian yang dilakukan di kota Medan mengenai hubungan tingkat
pengetahuan tentang antibiotika dan penggunaannya di kalangan mahasiswa non medis Universitas Sumatera Utara mendapatkan bahwa 77 mahasiswa non
medis USU memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap antibiotik, 18 persen memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan hanya hampir 5 memiliki
pengetahuan yang rendah terhadap antibiotik Pulungan, 2010. Penelitian lainnya yang dilakukan di kota Medan mengenai tingkat
pengetahuan masyarakat Kelurahan Suka Maju medapatkan bahwa dari 336 jumlah keseluruhan responden, didapati 79,5 memiliki tingkat pengetahuan baik,
14,3 memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 6,3 memiliki tingkat pengetahuan rendah Pratama, 2013.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada penggunaan antibiotika di kalangan masyarakat diperlukan edukasi dan berbagai aspek yang
berkaitan dengan penggunaan antibiotika, agar tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penggunaan antibiotika dapat mencapai tahap
yang diinginkan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan dan penggunasalahan antibiotika di kalangan masyarakat. Hal ini dapat difasilitasi dengan komunikasi
yang lebih efektif antara dokter dengan pasien masyarakat pada umumnya, sehingga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dan masyarakat
terhadap keuntungan dan kerugian antibiotika. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
17
1.2. Rumusan Masalah