17
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan pasien poliklinik penyakit dalam di RS Umum Daerah Pirngadi Medan mengenai penggunaan antibiotika?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien poliklinik penyakit dalam di RS Umum Daerah Pirngadi Medan mengenai penggunaan antibiotika.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien poliklinik penyakit dalam di RS Umum Daerah Pirngadi Medan mengenai penggunaan
antibiotika berdasarkan jenis kelamin. 2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien poliklinik penyakit
dalam di RS Umum Daerah Pirngadi Medan mengenai penggunaan antibiotika berdasarkan umur.
3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien poliklinik penyakit dalam di RS Umum Daerah Pirngadi Medan mengenai penggunaan
antibiotika berdasarkan tingkat pendidikan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi kepada masyarakat tentang penggunaan antibiotika yang tepat.
2. Sebagai pertimbangan bagi dokter pelayanan kesehatan primer dalam mengedukasi pasien mengenai penggunaan antibiotika.
3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Antibiotika 2.1.1. Definisi
Antimikroba adalah istilah umum yang ditujukan untuk senyawa mencakup antibiotika, agen antimikroba pada makanan, sanitizer, desinfektan,
dan senyawa lainnya yang bekerja melawan mikroorganisme. Antibiotika adalah agen antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri, fungi, atau secara sintetis Mal. J.
Microbiol., 2009.
Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme yang dapat membunuh mikroorganisme lainnya, ditemukan oleh Alexander Fleming pada
tahun 1928. Antibiotika efektif dalam pengobatan penyakit infeksi yang
disebabkan bakteri Derderian, 2007.
Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan secara alami oleh mikroorganisme atau secara sintetis oleh ahli kimia di laboratorium. Antibiotika
memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri JAMA, 2009.
2.1.2. Klasifikasi
Antibiotika diklasifikasikan atas beberapa kelompok antara lain: 1. Berdasarkan spektrum kerjanya yaitu luas aktivitas, artinya aktif terhadap
banyak atau sedikit jenis bakteri, terdiri atas: a. Spektrum luas aktivitas luas
Bersifat aktif melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Contohnya : tetrasiklin, fenikol, fluorokuinolon, sefalosporin generasi tiga
dan generasi empat. b. Spektrum sempit aktivitas sempit
Mempunyai aktivitas terbatas dan berguna melawan hanya bakteri jenis tertentu.
Universitas Sumatera Utara
19
Contohnya : glikopeptida dan basitrasin hanya efektif melawan bakteri gram positif, sedangkan polimiksin biasanya efektif melawan bakteri gram negatif.
Aminoglikosida dan sulfonamida hanya efektif melawan organisme aerobik, sedangkan nitroimidazol secara umum efektif terhadap organisme anaerob
Michigan State University, 2011. 2. Berdasarkan efeknya terhadap bakteri yaitu daya kerja dalam menginaktivasi
atau membunuh bakteri, terdiri atas : a. Bakteriosid
Bekerja dengan cara membunuh organisme target. Contohnya : aminoglikosida, sefalosporin, penisilin, dan kuinolon.
b. Bakteriostatik Bekerja degan cara menghambat pertumbuhan dan replikasi bakteri.
Contohnya : tetrasiklin, sulfonamide, dan makrolida Michigan State University, 2011.
3. Berdasarkan cara atau mekanisme kerjanya yaitu sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya, terdiri atas:
a. Inhibitor sintesis dinding sel Bekerja menghambat pertumbuhan dinding sel bakteri sehingga membunuh
atau menghambat bakteri secara selektif. Contohnya : penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan vankomisin.
b. Inhibitor fungsi membran sel Bekerja merusak membran sel yang mengakibatkan kebocoran solut yang
penting untuk kehidupan sel. Contohnya : polimiksin B dan kolistin.
c. Inhibitor sintesis protein Bekerja menghambat sisntesis protein yang penting untuk produksi enzim,
struktur seluler, metabolisme sel, multiplikasi sel sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya bakteri tersebut.
Contohnya : aminoglikosida, makrolid, kloramfenikol, tetrasiklin.
Universitas Sumatera Utara
20
d. Inhibitor sintesis asam nukleat Bekerja mengikat komponen yang berperan dalam sintesis DNA dan RNA,
yang mengakibatkan terganggunya proses seluler normal sehingga terhambatnya multiplikasi bakteri.
Contohnya : kuinolon, metronidazol, dan rifampin. e. Inhibitor proses metabolisme
Bekerja menghambat proses seluler yang penting untuk kehidupan bakteri. Contohnya : sulfonamida dan trimetoprim mengganggu folic acid pathway
yang diperlukan bakteri untuk memproduksi prekursor yang penting dalam sintesis DNA Michigan State University, 2011.
2.1.3. Golongan Antibiotik
Ada beberapa golongan – golongan besar antibiotik, yaitu: 1. Golongan Penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam mereka
yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin,
monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa
β-laktam. Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan :
- Penisilin natural misalnya, penisilin G Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus gram
negatif, dan bakteri anaerob penghasil non- β-laktamase. Namun, mereka
memiliki potensi yang rendah terhadap batang gram negatif. - Penisilin antistafilokokal misalnya, nafsilin
Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. Golongan ini
aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram
negatif. - Penisilin dengan spektrum yang diperluas Ampisilin dan Penisilin
antipseudomonas
Universitas Sumatera Utara
21
Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif Katzung, 2007.
2. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas.
Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap
bakteri enterokokus dan L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu:
a. Sefalosporin generasi pertama Sefalosporin generasi pertama termasuk di dalamnya sefadroxil, sefazolin,
sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti pneumokokus, streptokokus, dan
stafilokokus. b. Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum,
obat – obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama. Hanya saja obat generasi kedua mempunyai spektrum
yang diperluas kepada bakteri gram negatif. c. Sefalosporin generasi ketiga
Obat–obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefeperazone, sefotaxime, seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll.
Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat menembus sawar darah otak.
d. Sefalosporin generasi keempat Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan
memiliki spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan neisseria dan dapat dengan mudah menembus CSS Katzung, 2007.
3. Golongan Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein
mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan
Universitas Sumatera Utara
22
aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob Katzung, 2007.
4. Golongan Tetrasiklin Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi
dari M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari spirokaeta. Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan
oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak
akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu Katzung, 2007.
5. Golongan Makrolida Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida yang
disintesis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakterium.
Aktifitas antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa Katzung, 2007.
6. Golongan Aminoglikosida Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin,
kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain – lain. Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat
bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis,
dan pengobatan tuberkulosis Katzung, 2007. 7. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim
Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak
terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoxazol merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap
pneumonia akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non
tuberkulosis Katzung, 2007.
Universitas Sumatera Utara
23
8. Golongan Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin,
norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain. Golongan fluorokuinolon aktif terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati
infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif mengobati diare yang disebabkan oleh shigella,
salmonella, E.coli, dan Campilobacter Katzung, 2007.
2.1.4. Resistensi Antibiotika 2.1.4.1. Definisi
Resistensi terhadap antibiotika adalah perubahan kemampuan bakteri hingga menjadi kebal terhadap antibiotika. Resistensi terhadap antibiotika terjadi
akibat berubahnya sifat bakteri sehingga tidak lagi dapat dimatikan atau dibunuh. Keampuhan obat menjadi melemah atau malah hilang. Bakteri yang resisten
terhadap antibiotika tidak akan terbunuh oleh antibiotika,lalu berkembang biak dan menjadi lebih berbahaya WHO, 2011.
2.1.4.2. Penyebab Terjadinya Resistensi
Terdapat berbagai faktor penyebab terjadinya resistensi yaitu faktor primer adalah penggunaan antibiotika, munculnya strain bakteri yang resisten terhadap
antibiotika, dan penyebaran strain tersebut ke bakteri lain. Selain itu,faktor penjamu, seperti lokasi infeksi, kemampuan antibiotika mencapai organ target
infeksi sesuai dengan konsentrasi terapi, flora normal pasien, dan ekologi lingkungan merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Penggunaan
antibiotika secara berlebihan, memiliki andil yang besar dalam menyebabkan peningkatan resistensi terhadap antibiotika, terutama di rumah sakit. Peresepan
antibiotika yang kurang perlu dan banyak terjadi di negara industri juga ditemukan pada banyak negara berkembang. Faktor yang juga berpengaruh adalah
penyalahgunaan antibiotika oleh praktisi kesehatan yang tidak ahli,karena kurangnya perhatian pada efek yang merusak dari penggunaan antibiotika tidak
tepat Harniza, 2009.
Universitas Sumatera Utara
24
Penggunaan antibiotika yang tidak tepat meningkatkan jumlah dan jenis bakteri yang kebal terhadap antibiotika. Setiap kali seseorang mengonsumsi
antibiotika, maka bakteri yang sensitif akan terbunuh, tetapi bakteri yang kebal akan terus hidup, tumbuh dan berkembang biak. Penggunaan antibiotika yang
berulang-ulang dan tidak tepat adalah penyebab utama peningkatan jumlah bakteri yang kebal terhadap obat. Penggunaan antibiotika secara cerdas, tepat, adalah
kunci pengendalian penyebaran bakteri yang resisten terhadap antibiotika WHO, 2011.
2.1.4.3. Mekanisme Terjadinya Resistensi
Beberapa bakteri mampu menetralkan antibiotik sebelum membunuhnya, bakteri lain mampu dengan cepat mengeluarkan antibiotika dari sel mereka dan
bakteri lainnya mampu mengubah titik serang antibiotika sehingga tidak menggangu fungsi hidupnya. Antibiotika membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri yang peka. Tetapi, terkadang, salah satu bakteri dapat bertahan hidup karena mampu menetralisir atau menghindar dari efek antibiotika.
Bakteri semacam ini akan berkembang biak dan menggantikan tempat bakteri- bakteri yang terbunuh. Bakteri yang semula peka terhadap suatu antibiotika pun
dapat menjadi kebal melalui perubahan genetik di dalam selnya, atau dengan menerima DNA yang sudah resisten dari bakteri lain. Artinya bakteri dapat
menjadi resisten terhadap beberapa antibiotika sekaligus. Ini tentu menyulitkan para dokter memilih antibiotika yang tepat untuk pengobatan WHO, 2011.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mekanisme terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika beraneka ragam, baik melalui pembentukan enzim
penghancur antibiotika, penurunan aktivitas protein pengikat antibiotika, dan sebagainya. Fenotip yang tampil semuanya mempunyai dasar genetik. Beberapa
contoh gen yang dikaitkan dengan resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.1. Gen yang Terkait dengan Resistensi terhadap Antibiotika
No. Bakteri Antibiotik Gen terkait
1. Staphylococcus Metisilin MecA 2. Enterococcus Vankomisin VanC
3. Mycobacterium Isoniazid KatG 4. Mycobacterium Rifampisin RpoB
5. Mycobacterium Etambutol EmbB 6. Mycobacterium Pirazinamid PncA
7. Mycobacterium Fluorokuinolon GyrA
Pembicaraan mengenai resistensi bakteri terhadap antibiotika akan menyangkut dua jenis bakteri:
1. Bakteri yang secara alamiah resisten terhadap antibiotik tertentu resistensi intrinsik. Faktor genetik yang melandasinya bersifat kromosomal.
2. Bakteri yang berubah sifatnya dari peka menjadi resisten. Perubahan fenotip ini dapat terjadi karena mutasi kromosomal danatau didapatnya materi genetik
dari luar. Telah lama diketahui bahwa galur bakteri resisten dapat timbul lewat pemaparan bakteri dengan antibiotik dalam konsentrasi tinggi untuk waktu
yang lama Sjahrurachman, 2011. Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan
daya kerja antibiotika. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu Drlica Perlin, 2011:
1. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi. 2. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.
3. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri. 4. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel
bakteri. 5. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam
sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel.
Universitas Sumatera Utara
26
2.1.5. Prinsip Penggunaan Antibiotika
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotika: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406 Menkes PER
XII 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika 1. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika
2. Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik 3. Faktor interaksi dan efek samping obat
4. Faktor biaya Penggunaan antibiotika secara bijakprudent yaitu: Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406 Menkes PER XII 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika
1. Penggunaan antibiotika bijak yaitu penggunaan antibiotika dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama
pemberian yang tepat. 2. Kebijakan penggunaan antibiotika antibiotic policy ditandai dengan
pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotika lini pertama.
3. Pembatasan penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotika, penerapan penggunaan antibiotik secara
terbatas restricted, dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotika tertentu reserved antibiotics.
4. Indikasi ketat penggunaan antibiotika dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotika tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit
yang dapat sembuh sendiri self-limited. 5. Pemilihan jenis antibiotika harus berdasar pada:
a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika.
b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi. c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika.
Universitas Sumatera Utara
27
d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.
e. Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman. Prinsip penggunaan antibiotika terbagi dua, yakni: Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406 Menkes PER XII 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika
1. Antibiotika terapi empiris a. Penggunaan antibiotika untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotika
pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. b. Tujuan pemberian antibiotika untuk terapi empiris adalah eradikasi atau
penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi.
c. Indikasi: ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri tertentu yang paling sering menjadi penyebab infeksi.
d. Rute pemberian: antibiotika oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan
menggunakan antibiotika parenteral Cunha, BA., 2010. e. Lama pemberian: antibiotika empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72
jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnyaIFIC., 2010; Tim
PPRA Kemenkes RI., 2010. 2. Antibiotika untuk terapi definitif
a. Penggunaan antibiotika untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotika pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola
resistensinya Lloyd W., 2010. b. Tujuan pemberian antibiotika untuk terapi definitif adalah eradikasi atau
penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi.
c. Indikasi: sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi. d. Rute pemberian: antibiotika oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk
terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan
Universitas Sumatera Utara
28
menggunakan antibiotika parenteral Cunha, BA., 2010. Jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotika parenteral harus segera diganti
dengan antibiotika per oral. e. Lama pemberian antibiotika definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk
eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis
pasien serta data penunjang lainnya IFIC., 2010; Tim PPRA Kemenkes RI., 2010.
2.2. Pengetahuan 2.2.1. Definisi
Menurut Notoatmodjo 2003 pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1979 pengetahuan adalah hal hal yang mengenai sesuatu, segala apa yang
diketahui, kepandaian.
2.2.2. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2003 pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni :
a. Tahu know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Universitas Sumatera Utara
29
b. Memahami comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang telah diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil. d. Analisis analysis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis synthesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi evaluation Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap
satu materi atau objek. Menurut Notoatmodjo 2007, belajar adalah mengambil tanggapan-
tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau
rangsangan - rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus maka memperkaya tanggapan pada subjek belajar.
Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
2. Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
Universitas Sumatera Utara
30
3. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. 4. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengethuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku-buku.
5. Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
6. Sosial budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
2.2.3. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan
dari responden.
Universitas Sumatera Utara
31
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini mengenai tingkat pengetahuan pasien mengenai penggunaan
antibiotika adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan merupakan pengetahuan dari responden mengenai penggunaan antibiotika yang meliputi definisi antibiotika, cara mendapatkan
antibiotika, cara penggunaan antibiotika, risiko penggunasalahan antibiotika, dan efek samping antibiotika. Alat ukur adalah kuesioner dan cara ukur menggunakan
metode angket serta skala ukur adalah ordinal. Pengetahuan responden dikelompokkan menjadi tingkatan baik, sedang,
dan rendah. Pengukuran skor menggunakan skala berikut : a. Baik, apabila jawaban responden benar 75 dari nilai tertinggi
b. Sedang, apabila jawaban responden benar antara 40-74 dari nilai tertinggi c. Kurang, apabila jawaban responden benar kurang 40 dari nilai tertinggi
Pengetahuan Mengenai
Penggunaan Antibiotika
Umur
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
32
3.2.2. Umur Umur merupakan rentang waktu antara lahir sampai responden mengisi
kuesioner yang dihitung sampai ulang tahun terakhir. Dikelompokkan menjadi 15- 19 tahun, 20-24 tahun, 25-29 tahun,30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun dan
45 tahun.
3.2.3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan sekolah formal responden berdasarkan ijazah terakhir yang responden peroleh.
Dikelompokkan menjadi : 1. Pendidikan Dasar : SD, SMPSederajat
2. Pendidikan Menengah : SMASederajat 3. Pendidikan Tinggi : AkademikPerguruan Tinggi
Universitas Sumatera Utara
33
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi cross sectional study. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif,
dimana pada penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat pengetahuan pasien poliklinik penyakit dalam di RS Umum Daerah Pirngadi Medan mengenai
penggunaan antibiotika.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di poliklinik penyakit dalam RS Umum Daerah Pirngadi, Medan pada bulan September - Oktober 2014. Lokasi ini diambil karena
merupakan lingkungan rumah penulis sendiri dan memudahkan akses penulis dalam meneliti.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien poliklinik penyakit dalam di RS Umum Daerah Pirngadi Medan.
Kriteria Inklusi : 1. Pasien yang berobat di poliklinik penyakit dalam di RS Umum Daerah Pirngadi
Medan pada periode penelitian yaitu September – Oktober 2014 2. Berusia antara 18-65 tahun
3. Bersedia untuk menjawab kuisioner Kriteria Eksklusi :
1. Penderita Tunanetra dan Tunarungu 2. Penderita cacat mental
3. Tidak bersedia menjawab kuisioner
Universitas Sumatera Utara
34
4.3.2. Sampel Penelitian 4.3.2.1. Besar Sampel
Perhitungan besar sampel minimal untuk penelitian ini menggunakan rumus berikut:
n = d
2
Z
a 2
P Q
Keterangan : n
: besar sampel minimal Z
a
: nilai distribusi normal baku table Z P
: proporsi di populasi d
: kesalahan absolut yang dapat di tolerir Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel dapat dihitung sebagai
berikut: n
: besar sampel minimal Z
a
: 1,960 P
: 0,5 Q
: 1 – P = 0,5 d
: 0,1 n =
0.1
2
1,960
2
0,5 0,5
n = 0,01
0,9604
n = 96,04
Universitas Sumatera Utara
35
Dengan demikian besar sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah 96,04 orang dan dibulatkan menjadi 97 orang.
4.3.2.2. Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel secara purposive sampling, dimana sampel diambil tidak secara acak melainkan dengan mengambil
responden yang dipilih secara sengaja oleh peneliti dan memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi yang sesuai dengan penelitian.
4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner pada responden, dilakukan secara langsung oleh
peneliti terhadap sampel penelitian.
4.5. Metode Analisis Data
Data yang lengkap dari kuesioner tersebut dimasukkan ke dalam komputer. Metode pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan program
pengolah data statistik SPSS Statistical Product and Service Solutions yang kemudian dianalisa secara statistik deskriptif dan disajikan bentuk tabel distribusi
frekuensi.
Universitas Sumatera Utara
36
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian