1
Neneng Rika Listiani, 2013
Pengaruh Pemanfaatan SaranaPembelajaran Dan Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Mengajar Guru IPA Di SMPN gugus 03 Kabupaten Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan telah diyakini sebagai salah satu aspek pembangunan bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal profesional
dan berdaya saing tinggi. Disamping itu diyakini pula oleh berbagai bangsa bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and character
building, yang sangat menentukan perjalanan dan regenerasi suatu bangsa.
Indonesia sebagai salah satu developing country telah menunjukan perhatian yang cukup besar terhadap pendidikan, yang secara yuridis tercermin
dalam Pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran Pasal 1; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
suatu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang Pasal 2. Dissamping itu, pendidikan juga tercermin dalam Rencana Strategis Depdiknas
2004-2009 yang merupakan landasan operasional dalam menjabarkan pendidikan ke dalam kebijakan pendidikan nasional dan program-program
kegiatan yang merupakan refleksi dan derived dari tujuan Pendidikan Nasional. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu tujuan Pembangunan
di bidang pendidikan dan merupakan bagian integral dalam rangka upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa : Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
2
Pendidikan formal adalah pendidikan yang diberikan di sekolah. Sekolah sebagai bentuk organisasi diartikan sebagai wadah dari kumpulan manusia yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu yakni tujuan pendidikan, dengan memanfaatkan manusia itu sendiri sebagai sumber daya, di samping yang ada di
luar dirinya, seperti uang, material, dan waktu Jahja 2004:59. Agar kerja sama itu berjalan dengan baik, maka perlu ada aturan. Maka dengan mengikuti aturan
maka segala proses akan berjalan sebagaimana mestinya. Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, dana, prasarana dan sarana, dan faktor lingkungan lainnya. Apabila faktor tersebut bermutu, dan proses belajar
bermutu pada gilirannya akan menghasilkan lulusan yang bermutu pula. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di
sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagai subyek pendidikan sangat menentukan
keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang dilakukan Heyneman Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan
input yang menentukan mutu pendidikan yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa sepertiganya ditentukan oleh guru.
Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang.
Lengkapnya hasil studi itu adalah : di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34, sedangkan manajemen
22, waktu belajar 18 dan sarana fisik 26. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36, manajemen 23, waktu belajar 22 dan sarana fisik 19
Dedi Supriadi, 1999: 178. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana 2002: 42 menunjukkan bahwa 76,6 hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
kinerja mengajar guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan
32,38 dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60. Harus diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan.
Meskipun fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun bila tidak
3
ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses belajar dan pembelajaran yang maksimal.
Pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekolah bisa menjadi salah satu indikator baik atau tidaknya proses pembelajaran di suatu
sekolah. Kurangnya pemanfaatan sarana prasarana cenderung akan berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran. Pada aspek lain kinerja mengajar guru bisa
menjadi salah satu indikator untuk melihat sajauh mana efektifitas pembelajaran yang berlangsung pada suatu sekolah. Guru yang belum mampu menunjukkan
kinerjanya yang baik cenderung akan berdampak pada menurunnya pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sudarwan Danim 2002 : 76 bahwa salah
satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja work performance yang memadai.
Engkoswara, dalam “Menuju Indonesia Modern 1999:25, guru adalah seorang tenaga pendidik yang bekerja menyampaikan ilmu pengetahuan kognitif,
mengemukakan sikap kepribadian afektif, serta memberikan bekal keterampilan psikomotor kepada peserta didik, dalam ruang lingkup organisasi pendidikan di
tingkat sekolah. Guru juga sebagai ujung tombak Kegiatan Belajar Mengajar KBM di kelas atau sebagai orang yang mengemban atau mengembangkan
berbagai bentuk pemikiran, yang terkandung dalam kurikulum pendidikan serta berbagai aturan atau pedoman yang berkaitan dengan KBM di sekolah. Dengan
demikian diperlukan komprehensivitas diri dari para guru antara lain, pemikiran, kemampuan, disiplin, dan motivasi kerja, serta kreativitas kerja yang diperlukan
agar mencapai hasil yang maksimal menuju tercapainya tujuan pendidikan. Prasarana dan sarana diibaratkan sebagi motor penggerak yang dapat
berjalan dengan kecepatan sesuai dengan keinginan oleh penggeraknya. Begitu pula dengan pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena dibutuhkan.
Sarana dan
prasarana pendidikan
dapat berguna
untuk menunjang
penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu lembaga dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Prasarana dan sarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolak ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring
4
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Manajemen prasarana dan sarana sangat diperlukan dalam menunjang tujuan
pendidikan yang sekaligus menunjang pembangunan nasional, oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman konseptual yang jelas agar dalam
implementasinya tidak salah arah. Bagi guru, pemahaman tentang pengelolaan prasarana dan sarana akan
membantu memperluas wawasan tentang bagaimana ia dapat berperan dalam merencanakan, menggunakan, dan mengevaluasi prasarana dan sarana yang ada
sehingga prasarana dan sarana tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mencapai tujuan pendidikan.
Manajemen ditambah administrasi prasarana dan sarana memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan. Dengan diberlakukan otonomi
daerah berarti pemerintah memberikan kesempatan kepada sekolah untuk berinisiatif dan berkarya sesuai dengan kemampuan lembaga pendidikansekolah
masing-masing termasuk dalam pengembangan prasarana dan sarana. Oleh karena itu perlu adanya manajemen prasarana dan sarana pendidikan.
Pada aspek lain kinerja mengajar guru bisa menjadi salah satu indikator untuk melihat sajuah mana efektifitas pembelajaran yang berlangsung pada suatu
sekolah. Guru yang belum mampu menunjukkan kinerjanya yang baik cenderung akan berdampak pada menurunnya pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Sudarwan Danim 2002 : 76 bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja work performance
yang memadai.
Syah 1999:229 menyatakan bahwa “Guru yang berkualitas adalah guru yang berkompetensi dan berkinerja baik, yang berkemampuan untuk
melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Tanggung jawab guru mendidik siswanya menyangkut berbagai aspek yaitu
menyangkut tujuan, pelaksanaan, penilaian dan termasuk umpan balik dari penyelenggaraan tugas tersebut.
Proses pembelajaran sangat terkait dengan berbagai komponen yang sangat kompleks. Antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya
5
memiliki hubungan yang bersifat sistemik, maksudnya masing-masing komponen memiliki peranan sendiri-sendiri tetapi memiliki hubungan yang saling terkait.
Suwardi 2007 :2 menyatakan bahwa : komponen dalam proses pembelajaran perlu dikelola secara baik. Tujuannya agar komponen-komponen tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu proses pembelajaran yang baik dapat tercapai apabila sarana sarana dan prasarana sebagai sumber informasi
pembelajran dan guru sebagai pelaksana pendidikan dan desainer pembelajaran dapat dimanfaatkan dan diberdayakan dengan baik sehingga tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Paradigma metodologi pendidikan saat ini disadari atau tidak telah
mengalami suatu pergeseran dari behaviourisme ke konstruktivisme yang menuntut guru dilapangan harus mempunyai syarat dan kompetensi untuk dapat
melakukan suatu perubahan dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Guru dituntut lebih kreatif, inovatif, tidak merasa sebagai teacher center,
menempatkan siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga sebagai subjek belajar dan pada akhirnya bermuara pada proses pembelajaran yang
menyenangkan, bergembira, dan demokratis yang menghargai setiap pendapat sehingga pada akhirnya substansi pembelajaran benar-benar dihayati. Sejalan
dengan pendapat diatas, pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah:
Pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit dan tidak sekonyong-
konyong. Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
Pembelajaran itu dan membentuk makna melalui pengalaman nyata Depdiknas, 2003:11
Kita yakin pada saat ini banyak guru yang telah melaksanakan teori konstruktivisme
dalam pembelajaran di kelas tetapi volumenya masih terbatas, karena kenyataan dilapangan kita masih banyak menjumpai guru yang dalam
mengajar masih terkesan hanya melaksanakan kewajiban. Ia tidak memerlukan strategi, metode dalam mengajar, baginya yang penting bagaimana sebuah
6
peristiwa pembelajaran dapat berlangsung. Di sisi lain. menurut Hartono Kasmadi 1993:24 bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dimana pengajar masih
memegang peran yang sangat dominan, pengajar banyak ceramah telling method dan kurang membantu pengembangan aktivitas murid .
Selain dari pemanfaatan sarana prasarana, diduga pula kinerja mengajar guru menjadi faktor penentu keberhasilan dalam meraih mutu pembelajaran.
Menurut Farida 2002:34 dalam Jurnal IAIN Sumatera Utara menyebutkan bahwa keberhasilan proses pembelajaran diduga dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain: sikap dan kemampuan kompetensi staf pengajar dalam merancang pembelajaran, mengelola pembelajaran di kelas, melaksanakan evaluasi, integritas
pribadi, disiplin dalam melaksanakan tugas, tekun bekerja, terbuka dan berwibawa.
Menurut Syafru Mangkuprawira dan Aida Vitalaya yang dikutip oleh Martinis Yamin dan Maisah 2010:129-130, kinerja merupakan konstruksi multi
dimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru:
1. Faktor personalindividual : meliputi unsur pengetahuan, keterampilan
skill, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitment yang dimiliki setiap individu guru.
2. Faktor kepemimpinan, meliputi : aspek kualitas manajer dan team leader
dalam memberikan dorongan semangat, arahan dan dukungan kerja pada guru.
3. Faktor Team, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan
oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim dan keeratan anggota tim.
4. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja yang diberikan
oleh pimpinan sekolah, proses organisasi sekolah dan kultur kerja dalam organisasi sekolah
5. Faktor kontekstual situasional, meliputi tekanan dan perubahan
eksternal dan internal.
7
Kepala sekolah adalah seorang fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau
tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kepemimpinan kepala sekolah akan sangat menentukan dalam proses peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya karena kepala sekolah merupakan
unsur yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah pendidikan di sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah dituntut
untuk mampu melakukan pengelolaan segala sumber daya yang ada, dan memanfaatkannya untuk belajar siswa, “Kepala sekolah yang berkompeten harus
memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, performence, dan etika kerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala sekolah Depdiknas, 2006:32.
Menurut Davis, G.A Thomas, M.A Wahyudin 2009: 63 berpendapat bahwa kepala sekolah yang efektif mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1 Mempunyai jiwa kepemimpinan dan mampu memimpin sekolah
2 Mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah
3 Mempunyai ketrampilan sosial
4 Profesional dan kompeten dalam bidang tugasnya.
Pelaksanakan tugas pokok manajerial kepala sekolah di satuan pendidikan sebagai suatu sistem organisasi, dimaksudkan untuk mencapai tujuan, yaitu untuk
dapat meningkatkan kualitas pendidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Karena “upaya peningkatan mutu pendidikan erat kaitannya dengan kemampuan
manajerial kepala sekolah” Agustina, 2009 : 176. Dengan demikian, “keberhasilan peningkatan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab kepala
sekolah” Sudrajad, 2004 : 9. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pelaksanan
tugas kepala sekolah di bidang manajerial secara profesional. Ini akan menentukan pelaksanaan fungsi kepala sekolah deng
an baik. “Dalam pradigma baru manajemen pendidikan, sedikitnya kepala sekolah harus mampu berfungsi
sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator EMASLIM” Mulyasa, 2004 : 98.
8
Rendahnya mutu pendidikan secara umum disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya masih rendahnya efektivitas proses belajar mengajar, terutama
disebabkan kurangnya sarana dan prasarana belajar, kurangnya jumlah dan rendahnya mutu guru, serta lemahnya sistem pengelolaan sekolah.
Fenomena yang terjadi di lapangan, secara kasat mata penulis melihat dan merasakan bahwa ruang kreativitas dan inovasi dalam pengelolaan sekolah yang
menggunakan strategi manajemen belum terbuka di sekolah-sekolah yang sesuai dengan prinsip otonomi sekolah selama ini, karena kepala sekolah sebagai
pemimpin masih belum optimal dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 sangat jelas
mensyaratkan bahwa seorang kepala sekolah harus memenuhi syarat kualifikasi dan kompetensi, namun demikian kompetensi yang dimiliki oleh seorang Kepala
Sekolah dalam memenej masih belum optimal, apalagi bagi seorang Kepala Sekolah di sekolah swasta yang pengangkatannya atas dasar pertimbangan dan
keputusan pihak yayasan. Selain harus mengelola satuan pendidikan juga mereka harus memberikan loyalitas yang tinggi terhadap yayasan, oleh karena itu
kinerjanya dalam penyelenggaraan pendidikan masih jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat.
Begitu juga dengan melihat kenyataan tentang keadaan sarana prasarana di lapangan, khususnya di sekolah menengah pertama se-kabupaten Bandung, yang
menunjukkan bahwa 21,40 sekolahnya dalam kondisi rusak. Demikian juga dengan melihat prosentase fasilitas sekolah dimana dari 295 sekolah SMP, baru
58,64 sekolah yang memiliki perpustakaan, 72,20 sekolah yang memiliki laboratorium, 11,86 sekolah yang memiliki ruang keterampilan, 13,56
sekolah yang memiliki ruang serba guna, 49,83 sekolah yang memiliki ruang komputer, dan belum ada satu pun sekolah yang memiliki ruang praktek dan
ruang bengkel. Tentunya kenyataan ini akan berdampak pada mutu pendidikan pada umumnya.
Hal ini dapat dilihat dari pencapaian nilai UN siswa di sekolah-sekolah menengah tingkat pertama khususnya di kabupaten Bandung yang dirata-ratakan
dari tiap Gugus dengan tabel sebagai berikut :
9
Tabel 1.1 Nilai rata-rata UN SMP Kabupaten Bandung Tahun 20122013
No Nama Gugus SMP
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
Matematika IPA
1. Gugus 01
7,06 6,11
5,85 6,08
2. Gugus 02
6,92 5,97
5,74 6,07
3. Gugus 03
7,04 6,09
5,74 6,06
4. Gugus 04
7,34 6,48
6,37 6,57
5. Gugus 05
7,14 6,1
5,86 6,08
6. Gugus 06
6,9 4,2
5,8 6,06
7. Gugus 07
6,76 5,95
5,72 6,05
8. Gugus 08
6,97 6,07
5,83 6,12
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Pemanfaatan Sarana Pembelajaran dan
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam pembelajaran Terhadap Kinerja Mengajar Guru IPA di SMP se-Gugus 03 Kabupaten Bandung
”.
B. Identifikasi Masalah