Tidak adanya perhatian khusus dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak sipil politik di masa lalu.
2.2. Profil Korban Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997 – 1998
Berikut ini adalah profil dan gambaran aktifitas politik masing – masing korban kasus penghilangan orang secara paksa periode 1997 – 1998 :
2.2.1. Yani Afri Ryan
Yani Afri atau biasa dipanggil Ryan, hilang sejak 26 Mei 1997. Pemuda yang dilahirkan pada tanggal 27 April 1971 itu adalah sopir angkutan umum yang juga
anggota PDI pro –Megawati. Saat kampanye pemilu 1997, ia menunjukkan keberpihakkannya pada Megawati. Pada tanggal 23 April 1997, sejumlah aparat
berseragam dari Komando Distrik Jakarta Utara mendatangi tempat tinggalnya di Rumah Susun Tanah Abang, Blok 36, Lantai 3. Mereka lalu membawa Ryan bersama
rekannya, Sony ke kantor Kodim tersebut. Ryan ditahan disana dan hingga hari ini Ryan belum juga pulang. Sebelum hilang, ia bertempat tinggal di Rumah Susun Tanah
Abang, Blok 36 lantai 3 Jakarta.
45
2.2.2. Dedy Hamdun
Dedy Umar Hamdun, dengan sapaan akrab Hamdun, pria kelahiran Jakarta 29 Juli 1954, suami dari artis Eva Arnas. Selain berprofesi sebagai pengusaha yang
beralamat di Jalan Kebon Nanas Selatan Jakarta Timur, dia aktif di Partai Persatuan Pembangunan PPP. Dedy Hamdun aktif dalam aksi-aksi Mega Bintang Rakyat MBR
menjelang Pemilu 1997. Dedi Hamdun dilaporkan hilang sejak tanggal 29 Mei 1998, bersama rekannya Noval Alkatiri dan Ismail, supir Dedi Hamdun dan mereka belum
kembali sampai sekarang.
46
45
Wawancara dengan Adi, Ketua IKOHI Sumatera Utara yang dilakukan pada 10 Juni 2013
46
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
Dedy Hamdun ketika itu baru menghantarkan isterinya, Eva Arnas ke Rumah Sakit Bersalin Bunda di Jakarta Pusat. Diduga Dedy Hamdun diculik karena
aktivitasnya mendukung kampanye PPP dalam pemilu 1997. Namun ada yang menduga juga dia dihabisi oleh saingan bisnisnya karena saingan masalah tanah. Tetapi dugaan
tersebut dapat dibantah, karena ternyata Dedy Hamdun disekap bersama aktivis lainnya.
2.2.3. Ismail
Ismail, sopir dari Dedy hamdun yang lahir di Jakarta, dia diculik karena saat itu korban mengetahui tentang penculikan Dedy Hamdun dan Noval Alkatiri. Hal ini
berdasarkan aktivitas korban yang sama sekali tidak bersentuhan dengan konteks politik saat itu. Ia dilaporkan hilang sejak tanggal 29 Mei 1998 dan belum kembali sampai
sekarang.
47
2.2.4. Noval Alkatiri
Noval Alkatiri, pengusaha kelahiran 25 Mei 1967 akrab dengan panggilan Noval yang bertempat tinggal di Kebon Baru Tebet, Jakarta Selatan adalah pendukung berat
Megawati pada kampanye Pemilihan Umum Pemilu 1997. Dia diculik bersama dengan Dedy Hamdun dan Ismail, sopirnya ketika baru saja menghantarkan Dedy
Hamdun bersama istrinya ke Rumah Sakit Bersalin Bunda di Jakarta Pusat. Noval pun sempat bertemu dengan Sony dan Yani Afri di tempat penyekapan. Kemudian hal
tersebut diceritakan oleh Sony kepada Pius salah satu korban penculikan yang telah dibebaskan. Ia dilaporkan hilang sejak tanggal 29 Mei 1998 dan belum kembali sampai
sekarang.
48
2.2.5. Sonny
49
Sonny adalah rekan Yani Afri sebagai sesama sopir dan pendukung PDI Megawati. Di PDI, ia termasuk fungsionaris Dewan Pimpinan Cabang DPC Jakarta
Utara. Sonny ditangkap bersama dengan Yani Afri. Pius Lustrilanang, aktivis yang juga diculik namun sudah dilepaskan, mengatakan bahwa dalam penyekapan ia sempat
47
Ibid;
48
Ibid;
49
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
berkomunikasi antar sel dengan Sonny walaupun tidak bisa bertatap muka. Dari komunikasi tersebut terungkap bahwa Sonny ditangkap oleh aparat bersama dengan
Yani Afri dan mereka sempat di tahan di Kodim Priok kemudian dibebaskan oleh aparat Kodim, kemudian beberapa saat ditangkap lagi oleh sekelompok orang .
Sonny, menurut pengakuannya kepada Pius, sempat melawan dan berpegangan kepada Kodim. Tetapi kemudian dia tidak dapat menahan pegangannya sehingga
berhasil diculik. Sewaktu Pius masih disekap, Sony dan Yani dilepas. Itulah informasi terakhir tentang Sonny sebelum ia menghilang. Sonny dilaporkan hilang pada tanggal
26 Mei 1997 dan hingga kini Sonny belum kembali.
2.2.6. Petrus Bima Anugrah
50
Petrus Bima Anugerah, biasa dipanggil Bimpet, lahir di Malang 24 September 1973. Ia tercatat sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Filsafat STF Driyakarya
Jakarta, juga aktif dalam beberapa kegiatan politik seperti di Solidaritas Mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi SMID sebagai pengurus pusat dan Partai Rakyat
Demokratik PRD. Petrus sejak belia memang sudah terasah untuk berpihak kepada orang miskin.
Diapun aktif berorganisasi semenjak SMA dan gemar membaca buku-buku politik. Maka tidak mengherankan, jika tak lama kemudian ia memutuskan untuk bergabung
dengan KBM kelompok Belajar Mentari yang salah seorang pendirinya adalah Herman Hendrawan. Di KBM, ketajaman analisisnya makin terasah dengan banyak
mengkaji teori kiri. Ia belajar tentang ekonomi politik dunia ke III, filsafat dan teori gerakan buruh dan mahasiswa. KBM pun kemudian bertransformasi lebih lanjut
menjadi KMUA Keluarga Mahasiswa Universitas Airlangga, yang kemudian memperlebar sayap dengan melakukan aksi turun ke jalan.
Pada tengah malam di bulan Maret 1997, Petrus di tangkap bersama Herni Sualang dan Ilhamsyah. Polisi mendapati segepok selebaran didalam tas mereka. Saat
50
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
itu memang sedang maraknya aksi-aksi Mega Bintang. Selama 4 bulan mereka bertiga harus mendekam di penjara Polda Metro Jaya. Setelah keluar dari Polda, pada bulan
Juni, ia pulang sebentar ke Malang dan tak lama kemudian kembali lagi ke Jakarta untuk menjalani aktivitas politiknya.
Kegelisahan karena ditangkapnya kawan – kawan Petrus pada peristiwa 27 Juli, mendorongnya kembali lagi ke Jakarta. Pada November 1997, Petrus sempat berkirim
surat kepada orang tuanya dan mengatakan bahwa ia akan pulang ke Malang pada natal 1997. Namun sekitar seminggu atau dua minggu, kemudian dia mengatakan tidak jadi
pulang karena sedang sibuk. Kemudian dia mengatakan akan pulang pada paskah 1998, yang jatuh pada bulan April 1998, namun hal itu pun tidak pernah terlaksana. Pada
tanggal 28 Maret 1998, Petrus menelepon dan itu adalah telepon terakhir darinya yang diterima oleh orang tuanya. Menurut pengakuan Jati dan Reza, selama dalam
penyekapan, pertanyaan –pertanyaan tentang Petrus cukup sering mencecar. Masuk akal kalau kemudian disimpulkan, Petrus menjadi salah satu target penculikan berikutnya.
Hingga saat ini Petrus belum kembali.
2.2.7. Herman Hendrawan
51
Herman Hendrawan, pria kelahiran Pangkal Pinang 29 Mei 1971 adalah mahasiswa Universitas Negeri di Surabaya UNAIR. Herman tercatat sebagai
mahasiswa jurusan politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik FISIP, Universitas Alangga Surabaya tahun 1990. Jurusan politik diambilnya karena dia sangat
dipengaruhi perjuangan Soekarno yang menjadikan politik sebagai alat pembebasan, persatuan, persaudaraan dan menentang segala jenis penindasan.
Ia kemudian bergabung ke dalam SMID Solidaritas mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi dan PRD. Dalam berbagai aksi SMID, Herman tidak hanya piawai
dalam persiapan teknis. Ia juga merupakan orator utama dalam propaganda. Keahliannya berorasi dan juga ditunjukan di panggung demokrasi di kantor DPP PDI
Megawati sebelum penyerbuan 27 Juli 1996. Beberapa kali ia naik kepanggung untuk
51
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
berorasi menjelaskan bahwa persoalan PDI bukan konflik internal, tapi perlawanan terhadap kekuatan Militer dan Orde Baru. Ia menyerukan perlunya aksi masa untuk
melawannya. Ketika SMID secara organisasi mulai melakukan pengorganisiran terhadap mahasiswa untuk merespon dinamika perlawanan kaum buruh, Herman
menunjukkan perhatiannya pada perjuangan kaum buruh. Pada 28 Juli 1996, satu hari setelah penyerbuan kantor DPP PDI Megawati, di
Jalan Diponegoro Jakarta, Herman memimpin aksi masa yang diikuti oleh ribuan masa PDI Megawati dan rakyat Surabaya. Ini adalah aksi terakhir Herman di Surabaya
bersama pendukung Megawati, karena keesokan harinya PRD, resmi dituduh sebagai dalang kerusuhan oleh Menkopolkam Soesilo Soedirman, dan Herman memenuhi
instruksi Partai untuk masuk ke Jakarta. Di Surabaya sendiri ia menjadi buronan nomor satu saat itu, karena posisinya sebagai ketua PRD, cabang Surabaya, dan memang sudah
lama diincar oleh aparat Militer. Para aktivis PRD Surabaya dan ormas-ormasnya yang ditangkapi dan di siksa oleh Bakorstanasda Kodam Brawijaya, selalu ditanyai dimana
Herman dan apa hubungan PRD dengan Sucipto, ketua PDI Pro Mega di Jawa Timur. Pius Lustrilanang sempat berkomunikasi dengan Herman ditempat penyekapan. Kepada
Pius, Herman mengaku diculik di RSCM pada 12 Maret 1998, hingga sekarang Herman belum kembali.
2.2.8. Suyat
52
Suyat terlahir 1 Oktober 1975 di Sragen Jawa Tengah. Terakhir, selain tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik di Universitas Slamet Riadi
UNSRI Solo, dia aktif dalam kegiatan PRD dan juga merupakan anggota SMID cabang Solo. Suyat diculik pada tanggal 12 Februari 1998, dan sampai saat ini tidak
diketahui keberadaannya. Usai pemilu 1997, Suyat bersama kawan-kawan PRD dan simpatisan PDI Megawati berinisiatif membentuk Komite Nasional Pemuda Untuk
Demokrasi KNPD dan duduk sebagai salah seorang pengurus bersama beberapa korban penculikan lainnya seperti Herman dan Petrus Bima Anugrah. Selain melakukan
52
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
propaganda anti kediktatoran, KNPD juga menjadi alat menggalang kekuatan persatuan antara mahasiswa, buruh, kaum miskin kota dan petani. Menjelang sidang umum MPR,
Maret 1998, KNPD membentuk Dewan Penyelamat Kedaulatan Rakyat DPKR yang dideklarasikan di YLBHI, Jakarta. Suyat masih terlihat hadir dalam deklarasi ini
bersama Herman yang kemudian juga di culik. Pada 12 Februari 1998, sekitar pukul 02.00 dini hari, puluhan Polisi dan Intel
yang mengaku dari Polres Sragen mendatangi rumah Suyat di desa Banjar sari. Mereka menanyakan keberadaan Suyat dan memeriksa semua ruangan didalam rumah. Tetapi
Suyat tidak mereka temukan di dalam rumah. Karena memang Suyat jarang pulang ke rumah. Apalagi sejak peristiwa 27 Juli 1996, dimana PRD dan SMID dituduh sebagai
dalang kerusuhan dan resmi menjadi organisasi terlarang, justru Suyatno, kakak Suyat yang ditangkap karena wajahnya mirip Suyat.
2.2.9. Wiji Thukul
Dikenal sebagai penulis puisi revolusioner karena hampir semua puisinya berisi protes dan kritikan tajam terhadap kediktatoran rejim orba. Wiji Thukul lahir di
Surakarta pada 3 November 1967 juga menciptakan lukisan cukil kayu dan merupakan seorang organizer rakyat yang militan. Aktivitasnya sebagai aktivis anti kediktatoran
menghantarkannya untuk membangun Jakker Jaringan Kerja Kesenian Rakyat yang berafiliasi kepada PRD dan melakukan pengorganisasian rakyat.
Aksi Wiji Thukul jika membaca puisinya di tengah buruh dan mahasiswa dianggap menganggu ketenangan aparat. Dia dianggap menghasut masyarakat.
Selebaran, poster, dan buletin propaganda yang dia buat tersebar luas di kalangan buruh dan petani. Kegiatannya mendidik anak – anak kampung juga dianggap menggerakkan
kebencian terhadap Orde Baru. Melalui karya – karyanya sebagai seorang seniman, ia berusaha membangkitkan semangat masyarakat sekitarnya, terkenal dengan puisi – puisi
yang menentang penguasa dengan kritik – kritik tajamnya saat itu. Hingga saat ini satu potongan puisi nya yang amat terkenal “Hanya satu kata : LAWAN”
Universitas Sumatera Utara
Setelah kerusuhan 27 Juli 1996, Wiji Thukul menghilang karena menyelamatkan diri karena PRD dianggap sebagai dalang kerusuhan dan tidak berkordinasi dengan
teman – temannya. Tahun 1997 puisi-puisinya ditemukan diinternet, tetapi dia tidak menyebutkan dimana keberadaannya. Baru menjelang pemilu 1997, Thukul kembali
dari Kalimantan dan diminta membantu kawan – kawannya di Jakarta.
53
Pada November 1997, Thukul meminta izin untuk pulang ke Solo dan berjanji akan
menghubungi kembali kawan - kawannnya seminggu kemudian. Selama menjadi orang yang diburu pemerintah, dia bersembunyi dengan cara berpindah – pindah tempat dan
melakukan penyamaran, dibantu oleh teman – teman dan keluarganya. Selama dalam persembunyiannya, dia tetap menuliskan banyak puisi yang menentang rejim orde baru.
Dan pada saat kerusuhan Mei 1998, terakhir kalinya dia diketahui menghubungi istrinya, Sipon dan mengakui berada di Jakarta. Sejak itu, tidak ada kabar dari Thukul
lagi.
54
2.2.10. Yadin Muhidin
55
Yadin Muhidin lahir di Jakarta 11 September 1976. Setelah lulus Sekolah pelayaran langsung mengikuti ujian untuk masuk kerja di pelayaran. Ia bukan pemuda
yang aktif dalam aktifitas politik. Pada tanggal 14 Mei 1998, sekitar Pukul 11.00, Yadin pergi dari rumah untuk menonton kejadian di Grya Inti, Sunter Agung. Karena saat itu
Grya sedang terbakar akibat kerusuhan Mei di Jakarta dia pulang sekitar pukul 12.00 untuk sholat dan berangkat lagi pukul 13.00 bersama Imam. Tetapi hingga magrib
Yadin tidak pulang. Pada tanggal 16 Mei sekitar pukul 12 Ayah Yadin datang ke Polres Gorontalo, Tanjung Priok. Dalam daftar nama pemeriksaan, terdapat nama Yadin
disana. Tetapi pengakuan mereka Yadin telah dilepaskan. Menurut Polres Yadin dilepaskan pada tanggal 15 Mei malam. Tapi belum kembali hingga saat ini.
53
Wawancara dengan Adi, Ketua IKOHI Sumatera Utara yang dilakukan pada 10 Juni 2013
54
Tempo, op.cit; Hal 68
55
Wawancara dengan Adi, Ketua IKOHI Sumatera Utara yang dilakukan pada 10 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
2.2.11. Ucok Munandar Siahaan
56
Ucok Munandar Siahaan lahir pada 17 Mei 1976 di Jakarta, ia beralamat di jalan Taufiq Rahman Beji Timur Depok. Ia adalah mahasiswa di STIE Perbanas. Pada
tanggal 13 Mei 1998 malam, teman Ucok yang bernama Siagian menelpon kerumah dan tidak lama kemudian Ucok bilang kepada orang tuanya mau pergi. Dia sempat
dipesankan agar cepat pulang. Pada tanggal 14 Mei sekitar pukul 14.00, Ucok sempat menelpon kerumah dan mengatakan agar menutup pintu rumah karena di Ciputat sudah
terjadi pembakaran. Namun tanggal 15 teman Ucok kembali menelpon mencari Ucok, namun orang tua Ucok kebingungan karena seharusnya Ucok bersama temannya
tersebut. Setelah 4 bulan lamanya Ucok menghilang, ada beberapa telpon gelap yang selalu menelpon kerumah orang tua ucok. Telpon tersebut berlangsung selama kurang
lebih setahun. Ucok dinyatakan hilang pada tanggal 14 mei 1998.
2.2.12. Abdun Nasser
Abdun Nasser adalah seorang kontraktor yang dinyatakan hilang saat adanya kerusuhan besar pada 14 Mei 1998 di Glodok, Jakarta.
2.2.13. Hendra Hambali
Hendra Hambali, seorang siswa SMA yang hilang pada saat kerusuhan 15 Mei 1998 di Jakarta.
2.2.14. Leonardus “Gilang” Nugroho
57
Leonardus Nugroho alias Gilang alias Tarzan, menjadi salah satu aktivis yang setia dan giat dalam gerakan masa sejak 1994 di Solo. Ia hanyalah seorang pelajar SMA
yang dropout yang kemudian menjadi pengamen dari satu bus ke bus yang lain dengan muara di terminal Tirtonadi Solo. Dari aktivitas ngamen tersebut, kemudian ia
bersentuhan dengan mahasiswa SMID dan ikut melaksanakan diskusi dan akhirnya terjun langsung membantu aktivitas mahasiswa yang aktif dalam gerakan perlawanan
56
Ibid;
57
Wawancara dengan Adi, Ketua IKOHI Sumatera Utara yang dilakukan pada 10 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa di Solo. Selanjutnya lahirlah Serikat Pengamen Solo SPS yang akhirnya selalu terlibat dalam aksi mahasiswa dan rakyat di Solo.
Pada saat masa menduduki balai kota Surakarta, tanggal 20-21 Mei 1998, Gilang juga terlihat ada disana. Setelah aksi tersebut, Gilang sempat pulang kerumah orang
tuanya di Petoran Jebres Solo. Gilang minta izin untuk pergi ke Madiun selama 2 hari bersama temannya yang akan memberikan pekerjaan disana. Gilang tidak memberi tahu
siapa nama temannya, dan dia hanya menunjukan uang Rp 30.000,- untuk ongkos ke Madiun, uang itu hasil dari dia mengamen.
Setelah dua hari tidak ada kabar dari Gilang, keluarga melaporkan hal tersebut kepada aktivis mahasiswa. Ternyata berita duka kemudian muncul, pada tanggal 23 Mei
1998, ditemukan sosok mayat tak dikenal di Jalan tembus Tawangmangun Madiun, Sarangan, kabupaten Magetan. Kemudian karena tidak ada keluarga yang datang maka
oleh pihak Polisi, mayat tersebut di kuburkan. Setelah itu keluarga baru mengetahui jika mayat tersebut adalah mayat Gilang dari ciri foto yang diberikan.
2.2.15. Andi Arief
Andi Arief adalah bekas aktivis mahasiswa yang dikenal SBY sejak menjabat Komandan Resor Militer 072Pamungkas di Yogyakarta pada tahun 1995. Andi Arief
saat itu berkuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Andi Arief aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan,
mulai dari kelompok studi, pers mahasiswa sampai senat mahasiswa. Andi Arief adalah Ketua Senat Mahasiswa Fisip UGM 1993-1994 dan Pemimpin Umum Majalah
Mahasiswa Fisipol 1994-1995.
58
Saat menjadi Ketua Senat itu, Andi Arief bersama sejumlah aktivis mahasiswa termasuk dua orang rekannya yang belakangan juga staf khusus Presiden, Velix
Wanggai dan Denny Indrayana, membentuk Komite Penegak Hak Politik Mahasiswa Tegaklima. Velix yang kuliah di jurusan Hubungan Internasional itu kemudian
58
Margiyono dan Kurniawan Tri Yunanto, Neraka Rezim Soeharto : Misteri Tempat Penyiksaan Orde Baru, Jakarta; Spasi VHR Book, 2007, hlm 141.
Universitas Sumatera Utara
menjadi Ketua Senat Fisipol UGM menggantikan Andi. Sementara Denny Indrayana saat itu adalah aktivis pers Mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Mahkamah. Tegaklima
ini pernah menginterupsi pelantikan lima pembantu rektor UGM pada 26 Oktober 1994 dengan demonstrasi. Dalam demonstrasi yang dipimpin Andi Arief itu, para mahasiswa
meminta hak politik untuk ikut memilih dekan dan rektor. Tahun 1994, Andi Arief memimpin Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk
Demokrasi Cabang Yogyakarta sambil menjadi Dewan Pengurus Persatuan Rakyat Demokratik sebelum menjadi Partai Rakyat Demokratik. Aktivitas Andi Arief terus
meningkat sampai menjadi Ketua Umum SMID pada tahun 1996. Ketika pecah peristiwa 27 Juli 1996, Andi Arief pun dikejar-kejar aparat. Beberapa hari setelah
peristiwa ini, di tengah pengejaran itu, Andi Arief menggelar jumpa pers di Yogyakarta. Dia membantah tudingan kerusuhan didalangi SMID, dan semua itu adalah rekayasa
Orde Baru. Setelah jumpa pers menghebohkan itu, Andi Arief pun menghilang. Dia dan kawan-kawannya diburu aparat keamanan Orde Baru. PRD dan SMID lalu bergerak di
bawah tanah. Pada 28 Maret 1998, segerombolan orang berambut cepak berhasil mencokoknya di sebuah rumah toko di Bandar Lampung. Andi Arief diculik.
59
Pada 16 April 1998, Andi Arief diserahkan kepada Mabes Polri dan dimasukkan ke dalam sel, dan pada 20 April 1998 diserahkan ke Polda Metro Jaya dan menjadi
tahanan Polda Metro Jaya hingga dibebaskan. Di Polda sempat diperiksa sebanyak tiga kali, yaitu saat kerusuhan tanggal 14 Mei, tanggal 17 Mei dan tanggal 22 Mei. Materi
interogasinya secara umum ada empat bagian, pertama tentang ideologi politik, organisasi, dan secara khusus menanyakan soal kekuatan oposisi di Indonesia. Dalam
interogasinya mereka ingin mencari taktik dan koordinasi antara kekuatan – kekuatan koalisi oposisi.
60
59
A
rfi Bambani Amri, 2009, Andi Arief, dari Bawah Tanah ke Istana http:forum.detik.comandi-arief-dari-bawah-
tanah-ke-istana t127766.html?s=619c98c2cef7f9cec9c44b806ce46353amp; diakses pada 20 Mei 2013, pukul 17.20 Wib.
60
Margiyono dan Kurniawan Tri Yunanto, op.cit; hlm 145.
Universitas Sumatera Utara
2.2.16. Raharja Waluyo Jati
Raharja Waluyo Jati adalah aktivis SMIDPRD. Ia diculik pada 12 Maret 1998. Ia diculik di RS Cipto Mangunkusumo saat hendak makan siang di sekitar rumah sakit
tersebut. Mereka saat itu ia bersama Faisal Reza, salah satu korban penculikan juga merasa diikuti oleh orang yang tak dikenal, lalu masuk ke dalam rumah sakit dan
disitulah mereka menemui jalan buntu dan akhirnya ditangkap. Raharjo dimasukkan ke dalam sebuah rumah penyekapan dan kemudian diinterogasi masalah aktivitas
politiknya, masalah tempat – tempat yang sering mereka datangi di kawasan Cilincing, Jakarta. Pada saat diinterogasi pun para penculik tersebut pun mengaku bahwa mereka
telah lebih dulu menculik Suyat di Solo.
61
Pada Kamis, 23 April 1998 Raharjo diproses untuk persiapan pembebasannya dan dipersiapkan skenario untuk tidak melakukan konfrensi pers dan diminta mengaku
bahwa ia hanyalah seorang korban salah culik oleh mafia belakang diskotik di daerah Menteng, Jakarta karena dikira musuh mereka ketika tawuran di diskotik. Raharjo
diancam jika melanggar hal itu resikonya seluruh keluarganya akan dihabisi. Pada 24 April 1998, ia diminta untuk menandatangani surat pernyataan yang berisi untuk tidak
menceritakan kepada siapapun tentang apapun yang dia alami selama dalam penyekapan dan tidak akan melakukan aktivitas politik apapun setelah keluar nanti. Jika
melanggar, maka ia dan seluruh keluarganya akan mengalami resiko yang terburuk. Sehari sebelumnya, 11 Maret 1998, Raharjo juga sudah terlebih dahulu diikuti
oleh beberapa orang yang tidak dikenal tapi ia berhasil meloloskan diri. Selama dalam penyekapan, Raharjo disiksa dan diinterogasi dengan berbagai macam pertanyaan dan
jika tidak bisa menjawab, dia akan mendapat pukulan dan tendangan. Materi pertanyaan seputar aktivitas politik dan mereka berpesan jika ingin melakukan gerakan jangan
melakukan gerakan yang merugikan rakyat kecil. Mereka juga bertanya apakah dalam melakukan pergerakan mereka mendapat suntikan dana dari pihak – pihak tertentu.
61
Ibid; hlm 133.
Universitas Sumatera Utara
Lalu pada 26 April 1998, ia dipulangkan kembali ke Jepara dengan menggunakan bis dari Semarang.
62
2.2.17. Faisal Reza
Faisal Reza diculik pada 12 Maret 1998, di RS Cipto Mangunkusumo di Jakarta, bersamaan dengan Raharja Waluyo Jati. Faisal merupakan aktivis SMIDPRD. Setelah
ia dipulangkan dari penculikan tersebut, ia tetap aktif menjadi aktivis SMIDPRD sampai tahun 1999. Saat ini aktif di berbagai organisasi politik alternatif. Dan kini, ia
menjadi salah satu staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
63
2.2.18. Nezar Patria
Nezar Patria. Dilahirkan di Sigli, D.I. Aceh, pada 5 Oktober 1970. Ia lulus dari Fakultas Filsafat UGM pada Agustus 1997. Selama menjadi mahasiswa Nezar aktif
dalam berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Jamaah Shalahuddin UGM 1990- 1991, Biro Pers Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM 1992-1996 dan terakhir sebagai
Sekretaris Umum Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi SMID pada 1996.
64
Ia berjuang melawan politik kediktatoran Orde Baru hingga harus menghadapi penjara, intimidasi, teror dan berbagai bentuk penindasan lain yang sama sekali tak
terbayangkan sebelumnya. Salah satunya adalah penculikan tersebut. Apa yang ia alami Keterlibatannya di SMID dimotivasi oleh realitas kehidupan sosial dan politik
Indonesia yang sangat jauh dari standar negara modern yang demokratis. Perlakuan politik Orde Baru yang penuh dengan penindasan hak azasi manusia, ketidakadilan
politik dan ekonomi membuatnya mengambil sikap yang kritis terhadap praktik kediktatoran Orde Baru. Lewat kelompok-kelompok diskusi mahasiswa yang intensif
dan melelahkan namun tak merubah keadaan, akhirnya ia memutuskan untuk aktif dalam aksi-aksi protes mahasiswa dan advokasi kasus-kasus rakyat yang hak-haknya
dirampas, ditindas secara ekonomi dan politik oleh Rezim Orde Baru.
62
Ibid; hlm 139.
63
Wawancara dengan Mugiyanto yang dilakukan via surat elektronik
64
Margiyono dan Kurniawan Tri Yunanto, op.cit; hlm 122.
Universitas Sumatera Utara
pada 13 Maret 1998, dua hari setelah Sidang Umum 1988 yang penuh kepalsuan, menjelang bangkitnya gemuruh perlawanan rakyat yang mengakhiri episode
kediktatoran Orde Baru. Pada 13 Maret 1998, Nezar dan tiga orang kawan lainnya Mugiyanto, Bimo Petrus dan Aan Rusdianto diculik di rumah susun mereka, di
Rumah Susun Klender. Mereka semua adalah anggota SMID, yang setelah Peristiwa 27 Juli 1996 hidup dalam perburuan aparat kediktatoran Orde Baru. Setelah gagal
menuding PRD sebagai “dalang” peristiwa 27 Juli 1996 itu, kediktatoran tetap mempersalahkan PRD sebagai organisasi yang tidak sah karena tidak menggunakan
Pancasila sebagai asas, melainkan Sosial-Demokrasi Kerakyatan. Walaupun tak ada maksud sedikitpun dari PRD untuk anti Pancasila–justru memberikan tekanan khusus
dari orientasi nilai Pancasila pada azas Sosial-Demokrasi Kerakyatan, namun kediktatoran tetap saja memenjarakan para pimpinan PRD serta setahun kemudian
melarang PRD dan juga SMID sebagai salah satu organisasi yang berafiliasi dengannya. Dalam kondisi seperti itu, para anggota SMID tetap bergerak walau dalam kondisi yang
sangat terbatas. Sebagian besar anggota kembali ke kampus dan yang lainnya dengan setia masuk ke basis-basis komunitas rakyat yang tertindas.
65
Selama dalam penculikan, Nezar dicecar pertanyaan seputar keberadaan Andi Arief, Waluyo Jati, Faisol Reza, dan aktivis lainnya. Berikut adalah kutipan kesaksian
yang dituliskan oleh Nezar Patria dalam sebuah buku yang membahas kekejaman masa orde baru:
66
Setelah itu saya dibaringkan di sebuah velbed. Kedua kaki saya diikat kencang pada tepi velbed, dan kedua tangan saya diborgol juga pada tepi velbed.
Mereka menanyai tentang aktivitas politik yang pernah saya lakukan, dan selalu saja entah menjawab atau tidak saya disetrum berkali-kali. Mereka menanyakan
apakah saya mengenal Waluyo Djati, Faisol Reza, dan Herman. Mereka juga menanyakan apakah saya mengenal Desmond dan Pius. Saya juga disuruh
menceritakan apa saja aktivitas mereka. Lalu mereka menanyakan apakah saya pernah bertemu dengan Megawati dan Amien Rais. Dan apakah PRD atau
SMID pernah menerima dana dari Sofjan Wanandi. Saya menjawab tidak pernah bertemu dengan ketiga orang tokoh tersebut. Secara politik PRD
memang mendukung Amien Rais dan Megawati. Namun PRD atau SMID tak
65
Ibid; hlm 124.
66
Ibid; hlm 127.
Universitas Sumatera Utara
pernah menerima dana dari Sofjan Wanandi, dan saya jelaskan secara politik posisi kepentingan PRD dan Sofyan Wanandi sangat berseberangan. Jadi, tak
mungkin kami mau berhubungan dengan dia apalagi menerima bantuan dari dia. Setelah pertanyaan ini sejenak mereka menghentikan penyiksaannya
terhadap saya. Keesokannya hari kedua posisi kami masih tetap di velbed dan masih dalam
ruangan tersebut. Pagi-pagi saya ditanyai tentang biodata. Saya kemudian dipaksa untuk mencari cara menangkap Andi Arief, dengan menanyakan watak,
kebiasaan dan tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh Andi. Saya tak dapat menjawabnya sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Saya disetrum lagi dan
dipukuli. Saya juga ditanya tentang struktur PRD setelah Budiman Sujatmiko, Ketua PRD, di penjara. Mereka juga menyakan jaringan gerakan prodemokrasi
yang lainnya. Kemudian para interogator itu menanyakan program politik PRD saat ini. Dan juga mereka menanyakan tentang kenapa PRD mendukung
referendum bagi rakyat Timor-timur. 2.2.19. Desmond J. Mahesa
Desmond J. Mahesa lahir di Banjarmasin, 12 Desember 1965, diculik di Jakarta dan saat itu aktif sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum Nusantara LBHN
Jakarta. Desmond J. Mahesa, pernah diculik pada Februari 1998. Kini, ia bergabung dengan Partai Gerindra.
67
Sebelumnya, pada 3 Februari 1998, dia sudah dicari delapan orang tidak dikenal di kantornya, dan pada saat itu Desmond tidak ada di tempat.
Kemudian pada sore harinya, diperjalanan pulang kantor, Desmond dihadang oleh dua orang bersenjata tajam, dan memaksanya masuk ke dalam mobil dengan keadaan kedua
matanya ditutup, dan dia dibawa ke tempat penyekapan. Di tempat penyekapan, dalam keadaan tangan diborgol, Desmond diinterogasi apakah kenal dengan tokoh-tokoh
seperti Megawati dan Amien Rais. Jawabannya, “Saya mengenal mereka tetapi belum tentu mereka mengenal saya.”
68
67
Plasa Msn, 2012, Pernah Diculik Lalu Terjun Ke Politik, http:berita.plasa.msn.comfoto-pernah-diculik-lalu- terjun-ke-politik?page=6 diakses pada 13 Juli 2013 pukul 14.20 Wib
68
Tempo, 1998, Kesaksian Desmond J. Mahesa : “Hanya Allah Yang Menjamin Saya”; hlm. 25.
Dijawab begitu mereka diam saja. Mereka juga menanyakan alasan penolakan terhadap pencalonan kembali Presiden Soeharto.
Sepanjang interogasi, Desmond juga kerap mendapatkan penyiksaan, seperti ditendang, disetrum, atau dimasukkan ke dalam bak mandi.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hari kemudian akhirnya Desmond mengetahui dirinya tidak sendirian di tempat itu. Di kamar lainnya meringkuk saudara Yani Avri yang biasa dipanggil
Ryian Sony dan Pius Lustrilanang, yang semuanya ia kenal. Kemudian ditambah lagi dengan saudara Haryanto Taslam. Formasi kamar pun kerap diubah. Awalnya ia berada
di kamar no 3, kemudian pindah ke no. 4 dan pindah lagi. Penyiksaan hanya dilakukan hari pertama tadi. Sedangkan hari-hari selanjutnya, Desmond hanya disuruh mencatat
nama-nama orang tua dan teman-teman. Karena takut, ia memberitahukan semuanya. Hingga pada tanggal 1 April 1998, Desmond ditawari beberapa skenario pelepasan.
Skenario pertama, ia bisa dilepas dengan catatan harus datang ke YLBHI lalu menceritakan bahwa selama ini ia hanya menyembunyikan diri. Skenario kedua, ia bisa
bebas asalkan menetap di Garut.
69
Saat itu Desmond menyetujui alternatif kedua, dengan kesempatan tempat menetap tidak di Garut tetapi di Irian Jaya. Mereka kemudian setuju, asal sebelum ke
Irian Jaya, Desmond harus ke Banjarmasin dulu. Tanggal 3 April 1998, ia dilepas dan sementara menetap di Banjarmasin. Selama disana pun, ia mendengar tetangga dan
keluarganya didatangi oleh orang yang tak dikenal yang menanyakan kegiatan Desmond dan hal – hal apa yang ia ceritakan terkait penculikannya. Di tahap ini, ia merasa
keamanannya terancam kembali.
70
2.2.20. Pius Lustrilanang
Sejak masih duduk di bangku SMA De Brito, Yogyakarta, Pius Lustrilanang sudah mengenal politik. Ketika kampanye pemilu 1987 berlangsung, ia mulai
berkenalan dengan para aktivis UGM. Setamat SMA pada 1987, Pius memilih Jurusan Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Katholik Parahyangan, Bandung, dan lulus pada
1995 lalu. Pius tipe pemuda yang gelisah melihat kondisi rakyat. Selama kuliah, ia aktif memperjuangkan tegaknya demokrasi, termasuk membela hak-hak rakyat kecil yang
tertindas. Bersama dengan seniman Ratna Sarumpaet, dan beberapa aktivis mahasiswa lainnya di Jakarta, Pius mendirikan Solidaritas Indonesia Untuk Amien Rais dan
69
Ibid;
70
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
Megawati, disingkat Siaga. Organisasi ini lahir untuk mendukung Amien dan Mega sebagai calon presiden RI perode 1998-2003. Di Siaga, Pius menjabat sebagai Sekjen.
71
Selama lebih dari sembilan tahun menjadi demonstran, setidaknya sudah tiga kali Pius menjadi korban kekerasan aparat keamanan. Pertama kali ketika membela
petani Badega, Jawa Barat. Kedua kalinya, dalam sebuah demonstrasi mendukung Megawati kasus 27 Juli di Bandung, kala itu Pius mendapat luka memar di 14 tempat
di sekujur tubuhnya. Dan yang terakhir, adalah penculikan tahun 1998. Ia diculik pada 2 Februari 1998 sekitar pukul 15.30 di depan RSCM. Ia dihadang oleh sekelompok orang
yang menodongkan pistol dan memaksanya masuk mobil yang membawanya ke tempat penyekapan.
72
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para penculik itu hanya berkisar pada kegiatan politik yang dilakukan dua bulan terakhir menjelang Sidang Umum Maret lalu.
Misalnya, mengapa Pius bersama teman-teman di Siaga, menolak pencalonan kembali Presiden Soeharto. Lalu alasan pencalonan Amien Rais dan Megawati sebagai presiden
alternatif. Apa saja yang telah dilakukan Siaga, siapa saja yang hadir dalam rapat-rapat pembentukan Siaga, juga apa rencana dan strategi yang akan dilakukan Amien ataupun
Megawati. Termasuk juga perjanjian apa saja yang dibuat dengan Amien dan Megawati. Pertanyaan-pertanyaan itu ditanyakan pada tiga hari yang pertama. Pius
Dengan posisi tangan terborgol dan mata tertutup, para penculik itu berkata,Tidak ada HAM dan tidak ada hukum di sini, yang harus kamu lakukan adalah
menjawab setiap pertanyaan. Dan ingat, ada orang yang mati setelah keluar dari tempat ini dan ada juga yang hidup. Jadi jika kamu ingin hidup, jawablah yang benar. Setelah
itu mereka menginterogasi Pius, dan jika terlambat menjawab atau tidak tahu, mereka menyetrum. Setelah itu mereka membawa Pius masuk ke suatu ruangan. Penutup mata
dan borgol dibuka dan melakukan penyiksaan seperti menginjak kepala dan
membenamkannya ke dalam bak mandi.
71
Sihol Siagian, Pius Lustrilanang Menolak Bungkam, Jakarta, Grasindo, 1999.
72
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
dibebaskan pada 3 April. Pukul 15.00 diantar oleh enam orang ke bandar udara Cengkareng. Tiba di sana, sebelum ia diturunkan dari mobil, lalu penutup matanya
dibuka, kemudian diberi tiket pesawat dan mereka minta untuk langsung berjalan memasuki bandara tanpa menengok ke arah mobil. Tetapi Pius sempat menengok
sedikit dan melihat bahwa mobil yang digunakan adalah Kijang berwarna abu-abu. Pius berangkat dari terminal B, Cengkareng, tetapi diturunkan di terminal C dan kemudian
memasuki pesawat menuju Palembang.
73
2.2.21. Mugiyanto
Mugiyanto lahir pada tanggal 2 November 1973 di Jepara. Beliau pernah menjadi mahasiswa Fakultas Sastra Inggris UGM Yogyakarta. Sejak masuk kuliah di
UGM pada tahun 1992 kesadaran politiknya mulai tumbuh. Hal ini memang tak lepas dari lingkungannya di kampus, di mana mahasiswa sering melakukan diskusi-diskusi
kritis baik masalah ekonomi, sosial, maupun politik. Aksi-aksi demonstrasi juga sering dilakukan dengan isu-isu serupa. Akses untuk membaca buku-buku baru dan kritis juga
terbuka lebar. Di samping itu kadang-kadang juga melakukan penelitian. Mulai dari situlah kepala seolah dibenturkan, mata dan telinga nya dibukakan pada realita-realita
kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang timpang yang tidak pernah ia sadari sebelumnya. Hingga akhirnya bergabung dengan kawan-kawan SMID di Yogyakarta.
Namun untuk itu semua, ia harus mengalami suatu peristiwa sebagai sebuah resiko yang tak akan pernah bisa ia lupakan dalam hidupnya.
74
Mugiyanto diculik pada Rabu, 13 Maret 1998, di rumah kontarakannya bersama Nezar Patria, Aan Rusdiyanto, dan Petrus Bima Anugrah. Saat kejadian, Mugiyanto
diculik terakhir diantara ketiga temannya, ketiga temannya telah lebih dulu diculik saat berada di rumah kontrakan mereka. Saat sampai di rumah, keadaan rumah yang
berantakan dan ketiadaan ketiga temannya membuatnya curiga dan kemudian sebelum sempat melarikan diri, ia didatangi sekelompok orang yang berpakaian seragam hijau
73
Ibid;
74
Wawancara dengan Mugiyanto via surat elektronik
Universitas Sumatera Utara
dan preman yang memeriksa dan menuntunnya masuk ke kendaraan mereka. Ia dibawa ke Koramil Duren lalu ke Kodim Jakarta Timur sebelum pada akhirnya dibawa ke
tempat penyekapan. Dalam perjalanan menuju ke tempat penyekapan, matanya ditutup dan mereka
menyuruhnya buka baju. Sesampainya di tempat penyekapan, ia mulai disiksa. Dipukuli pada bagian muka dan perut, kemudian di tidurkan telentang di atas tempat, dan
disitulah ia diinterogasi dengan cara disetrum. Disetrum pada bagian kaki, terutama sendi lutut. Interogasi pertama yang mereka ajukan adalah mengenai identitas Nezar,
kemudian mengenai Aan. Setelah itu mereka berganti menginterogasi Nezar dan kemudian Aan.
75
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah mengenai keterlibatan Mugiyanto dalam kerja dan struktur organisasi PRD, nama Mirah Mahardika sebagai koordinator
KPP-PRD, dan terutama tentang posisi Andi Arief. Setelah disetrum berkali-kali Mugiyanto menjawabnya dengan jawaban bahwa ia baru saja di Jakarta sehingga tidak
tahu banyak tentang hal-hal tersebut. Juga bahwa selama ini kalau ketemu yang lain melalui seorang kawan yaitu Petrus Bima Anugrah jadi tidak tahu nama dan posisi
kawan-kawan yang lain. Kemudian mereka mengejar dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Andi Arief dan Petrus Bima Anugrah, dengan setruman berkali-kali.
76
Mengenai Andi Arief, Mugiyanto menjawab bahwa setelah 27 Juli 1996 dan lulus dari UGM, ia jarang ketemu Andi. Namun karena rumahnya di Lampung,
Mugiyanto mengatakan bahwa ia di Lampung. Namun mereka tidak percaya dengan berkata, Dia tidak ada di sana. Berapa sih luasnya Lampung. Saya telah mencarinya di
setiap jengkal tanah di Lampung. Kemudian dengan passport yang mereka dapatkan, mereka memaksa Mugiyanto untuk mengakui bahwa ia adalah pengurus PRD, lalu
mereka bertanya tentang kerja internasional PRD dan donator-donatornya. Pada hari kedua, datang beberapa orang yang kemudian mengajak mereka berbicara. Tepatnya
75
Margiyono dan Kurniawan Tri Yunanto, op.cit; hlm 110
76
Wawancara dengan Mugiyanto via surat elektronik
Universitas Sumatera Utara
diskusi masalah program-program PRD khususnya masalah Timor Timur, Aceh dan Irian Barat, serta situasi politik sekarang. Hari kedua ini, penyiksaan fisik sudah tidak
banyak, namun mereka hanya menakut-nakuti. Beberapa hari kemudian, Mugiyanto dibawa ke Polda Metro Jaya. Saat itu
waktu menunjukkan sekitar pukul empat. Kemudian langsung diperiksa sampai pukul sembilan malam, tanpa pengacara. Dari pemeriksaan tersebut Mugiyanto diduga
melakukan tindak pidana subversi. Setelah pemeriksaan selesai langsung dimasukkan ke dalam sel isolasi masing-masing satu orang. Pada dua bulan pertama bahkan tak
diperbolehkan mengikuti kegiatan senam tiap hari Rabu dan Jumat, demikian juga sholat jumat. Baru satu bulan terakhir diijinkan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.
Pada hari Minggu tanggal 17 Mei 1998 Mugiyanto bersama Nezar dan Aan diperiksa oleh Puspom ABRI sebagai saksi atas kasus penculikan yang terjadi pada mereka.
Setelah delapan puluh tiga hari mendekam di tahanan isolasi ini, saat bersiap-siap untuk menghadapi sidang pengadilan kasus politik pertama Era Reformasi, tiba-tiba pada
hari Jumat tanggal 5 Juni 1998 mereka disuruh menandatangani Surat Perintah Penangguhan Penahanan dari Polda Metro Jaya. Mulai saat itulah, kira-kira pukul 14.00
mereka dibebaskan.
77
2.2.22. Aan Rusdiyanto
Aan Rusdiyanto diculik bersamaan dengan Nezar Patria sebelum Mugiyanto. Aan adalah anggota di PRD, dia diculik selama dua hari di suatu tempat. Pada hari
Jumat malam, tanggal 13 Maret 1998 Aan dan Nezar dibawa ke sebuah tempat. Langsung mereka disambut pertanyaan tentang siapa, apa aktifitas selama ini, dan di
mana Andi Arief, seiring dengan pukulan tangan, tendangan, dan setruman kesekujur tubuh bila mereka menjawab tidak tahu. Yang mereka jawab: Aan Rusdianto, selama
ini di Semarang, sebagai anggota SMID, saya tidak tahu di mana Andi Arief berada.
77
Margiyono dan Kurniawan Tri Yunanto, op.cit; hlm 119.
Universitas Sumatera Utara
Kembali pertanyaan diulang. Di mana Andi Arief, apa aktifitas politik selama ini, data pribadi dan keluarga. Setrum, pukulan, todongan senjata laras panjang, dipaksa
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Nezar, Aan, dan Mugiyanto datang 2 jam setelah Aan dan Nezar tidak kuasa menjawab pertanyaan mereka. Apa aktifitas
politik PRD setelah 27 Juli, apa keterlibatan mereka di PRD. Bahkan kemaluan Aan sempat disetrum beberapa kali untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
Kronologis pembebasan Aan Rusdiyanto pada hari Minggu pagi, 15 Maret 1998 dibawa ke sebuah mobil dan dibawa ke suatu tempat untuk diinterogasi tertulis. Dari tempat
tersebut kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya dan diinterogasi kembali sampai akhitnya dibebaskan.
78
2.2.23. Haryanto Taslam
Haryanto Taslam, Wakil Sekjen DPP PDI versi Munas 1993. Haryanto diculik terkait jabatan politik yang diembannya. Dia hilang selama 40 hari dan selama itu pula
kedua matanya ditutup dan diakuinya dia disekap, diberikan beberapa pertanyaan terkait aktivitas politiknya. Awalnya setelah kebebasannya, Haryanto Taslam enggan
membeberkan kronologis kasus penculikannya, tapi awal 2011 kemarin, Haryanto mengeluarkan buku yang berjudul “40 Hari Dalam Genggaman Penguasa” yang berisi
tentang kronologis selama ia diculik terkait jabatan politiknya. Dugaan keras hilangnya Taslam ada kaitannya dengan kegiatan politik, selain karena aktivitas Taslam yang
begitu tinggi di DPP PDI juga karena saat hilang berbarengan dengan pelaksanaan Sidang Umum MPR. Taslam di DPP PDI dikenal sebagai penghubung utama berbagai
kegiatan.
79
Haryanto Taslam diculik pada 2 Maret 1998. Ia hilang bersama mobilnya bermerek Mitsubishi Lancer, berwarna biru metalik, nomor polisi B 2863 UO. Saat ia
mengendarai mobil, ia diikuti dan kemudian diambil paksa di depan pintu Taman Mini Indonesia Indah. Dan sekarang Haryanto Taslam tetap aktif dalam politik dengan
menjabat sebagai anggota DPR – RI dari Partai Gerindra.
78
Ibid; hlm 122
79
Kompas, 1998, Terkait Politik, Hilangnya Haryanto Taslam; http:members.tripod.com~missing_personartikelterkait.html, diakses pada 24 Juni 2013 pukul 11.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
2.3. Tim Mawar