2.3. Tim Mawar
Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Komando Pasukan Khusus yang
disingkat menjadi Kopassus adalah bagian dari Komando Utama KOTAMA tempur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat, Indonesia. Kopassus memiliki kemampuan
khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror. Kopassus memiliki motto Berani, Benar, Berhasil.
80
•
Penanganan Aksi Terorisme Fungsi Utama
Kopassus :
•
Sabotase
•
Pembebasan sandera
•
Membasmi pergerakan kelompok Separatis
•
Pengumpulan Informasi Intelijen Dengan adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986,
awalnya bernama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus hingga kini. Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss
melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi lima Grup.
81
1. Grup 1, Parakomando — berlokasi di Serang, Banten Dari 5 grup tersebut, di grup 4, dibentuklah Tim Mawar yang pada akhirnya melakukan
tugas yang pada akhirnya dianggap bertanggung jawab terhadap kasus penghilangan orang secara paksa periode 1997 – 1998. Kelima grup tersebut ialah :
2. Grup 2, Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah 3. Grup 3, Pusat Pendidikan Pasukan Khusus berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
4. Grup 4, Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur 5. Grup 5, Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
80
Data diperoleh dari situs resmi Kopassus, www.kopassus.mil.id diakses pada 24 Agustus 2013 pukul 01.50 Wib
81
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
Pada 6 April 1999, digelar Mahkamah Militer dengan terdakwa 11 orang anggota Kopassus yang tergabung dalam Tim Mawar tersebut. Saat itu Mahkamah
Militer Tingkat II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16K-ADMMT-IIIV1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono
Komandan Tim Mawar 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI. Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial Multhazar Wakil Komandan
Tim Mawar, Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka
sebagai anggota TNI. Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang
Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing- masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan
Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.
82
Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan
rekomendasi kepada Pimpinan ABRI. Atas dasar rekomendasi itu Hasil persidangan pada akhirnya memutuskan Tim Mawar bersalah karena
melakukan kejahatan perampasan kemerdekaan secara bersama – sama dan hanya diputuskan bersalah atas penculikan 9 aktivis yang sudah dibebaskan. Hal ini tentu
belum menyelesaikan kasus yang ada, karena masih ada 13 aktivis lagi yang belum kembali. Masih terus dilakukannya upaya mencari keadilan yang dilakukan oleh
keluarga korban dan masyarakat.
Pangab menjatuhkan hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus Letjen TNI Purn Prabowo Subianto
berupa pengakhiran masa dinas TNI Pensiun. Pejabat Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Serta Dan Group-4 Kolonel Inf. Chairawan berupa pembebasan tugas dari
jabatannya karena ketidak mampuannya mengetahui segala kegiatan bawahannya.
82
Wawancara dengan Adi, Ketua IKOHI Sumatera Utara via surat elektronik
Universitas Sumatera Utara
Hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira DKP yang diumumkan para petinggi TNI saat itu adalah bahwa dari hasil pemeriksaan atas mantan Danjen
Kopassus Letjen Purn. Prabowo Subianto dan Mayjen Muchdi P.R. serta Komandan Grup IV Kopassus Kol. Chairawan, telah tegas-tegas dinyatakan bahwa penculikan
tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu, bukan semata-mata atas inisiatif kesebelas anggotanya. Mantan Komandan Puspom
ABRI, Mayjen CHK Syamsu Djalaluddin, S.H., berpendapat seperti yang dinyatakan KSAD dan Ketua DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku melakukan
tindak pidana penculikan sehingga harus diajukan ke mahkamah militer. Pemerintah Habibie mengeluarkan pernyataan senada setelah mempelajari temuan Tim Gabungan
Pencari Fakta TGPF. Dalam temuan TGPF itu, disebutkan bahwa jika dalam persidangan anggota Kopassus tersebut terbukti Prabowo terlibat, bekas Komandan
Kopassus dan juga bekas Panglima Kostrad itu akan diajukan ke mahkamah militer.
83
Profil Tim Mawar dan Danjen Kopassus yang pada akhirnya terbukti terlibat dalam kasus penculikan ini menunjukkan adanya gerakan pemerintah dalam kasus
penghilangan orang secara paksa, dimana pemerintahan pada masa Orde Baru menggunakan alat – alat negara untuk mempertahankan kekuasannya dengan dalih
menjaga stabilitas negara. Oleh karena itu, adanya perjuangan keluarga korban pada Namun pada kenyataannya, sampai saat ini belum juga dilakukannya pengadilan
mahkamah militer dan ketiganya masih bebas.
Dari profil korban 23 korban dapat dilihat masing – masing mempunyai aktivitas politik yang cukup aktif dan merupakan oposisi dari pemerintahan yang berkuasa saat
itu. Bagaimana mereka melalui aktivitas politiknya berusaha mengkritik pergerakan pemerintah dan membuka jalan bagi demokrasi yang sesungguhnya berkembang di
Indonesia. Kesadaran politik yang tinggi dan kecintaan untuk membangun negara menjadi bangsa yang demokrasi, bebas dari tirani kekuasaan pada akhirnya memaksa
mereka untuk menyuarakan aspirasi dan menjadi oposisi pemerintah pada saat itu.
83
Ibid;
Universitas Sumatera Utara
akhirnya membuka tabir kejelasan kasus ini meskipun pada perjalanannya hingga saat ini kasus ini belum juga selesai, hanya menyentuh pelaku di lapangan saja, tidak sampai
kepada dalang yang mengeluarkan perintah penculikan ini. Pada bab selanjutnya peneliti akan menjelaskan kronologis kasus secara lebih lengkap.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA SEBAGAI
PELANGGARAN HAK SIPIL POLITIK
Pada bab ini peneliti akan mencoba menjawab rumusan masalah yang ada di bab I yaitu bagaimana penghilangan orang secara paksa periode 1997 – 1998 melanggar
kebebasan hak sipil dan politik warga negara. Peneliti akan membagi bab ini ke dalam dua sub bab. Sub-bab pertama akan membahas tentang kronologis kasus yang terjadi
dan bentuk – bentuk perjuangan yang dilakukan oleh keluarga korban dan penanganan negara untuk menyelesaikan kasus ini. Sub-bab kedua peneliti akan menganalisis kasus
ini dengan menggunakan teori HAM dan masuk ke dalam hal – hal yang melanggar Hak Sipil dan Politik.
3.1. Perjalanan Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997 –