Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Dan Tingkat Inflasi Terhadap IHSG Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2014

(1)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Tingkat Suku Bunga SBI

2.1.1.1 Konsep Tingkat Suku Bunga SBI

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Tingkat bunga merupakan harga yang harus di bayar oleh peminjam untuk memperoleh dana dari pemberi pinjaman untuk jangka waktu tertentu (Darmawi, 2005:181).

.Menurut Sadono Sukirno (2006:103), suku bunga adalah persentase pendapatan yang diterima oleh kreditur dari pihak debitur selama interval waktu tertentu. Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginanuntuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik


(2)

15

maka suratberharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau capitalgain.

Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan system diskonto. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless), dan seluruh kepemilikan maupun transaksinya dicatat dalam sarana Bank Indonesia BI-SSSS. Pihak-pihak yang dapat memiliki SBI adalah bank umum dan masyarakat. Bank dapat membeli SBI di pasar perdana sementara masyarakat hanya diperbolehkan membeli di pasar sekunder.

Menurut Dahlan Siamat (2005:455-456) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada prinsipnya adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dan diperjualbelikan dengan diskonto. SBI yang ditawarkan dan diterbitkan dengan system lelang, pada dasarnya penggunaannya sama dengan penggunaan Treasury Bills (T-Bills) di pasar uang Amerika Serikat. Melalui penggunaan SBI tersebut, BI dapat secara tidak langsung mempengaruhi tingkat bunga di pasar uang dengan cara mengumumkan Stop Out Rate (SOR). SOR adalah tingkat suku bunga yang diterima oleh BI atas penawaran tingkat bunga dari peserta lelang. Selanjutnya, SOR tersebut akan dapat dipakai sebagai indicator bagi tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya

Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat, dengan kata lain pemerintah melakukan kebijakan moneter. Di Indonesia, tingkat


(3)

16

suku bunga bank sentral di proxykan pada tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia atau SBI (Husnan, 2000:127).

Menurut Desmon Wira (2011:25) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan). SBI merupakan salah satu instrumen BI untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar. Tingkat suku bunga SBI yang tinggi dilakukan untuk menyedot dana dari masyarakat agar investasi dan konsumsi menurun, dan tesimpan di perbankan. Hal tersebut biasanya dilakukan pada saat kondisi inflasi yang tinggi dan nilai uang rendah sedangkan tingkat suku bunga SBI yang rendah dilakukan agar investasi dan konsumsi menjadi bergairah dengan demikian dana akan berputar dan dunia usaha berjalan.Penentuan tingkat bunga haruslah memperhatikan tingkat inflasi yang terjadi.

2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga

Menurut (Darmawi, 2005:182) harus dipertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat bunga atas suatu sekuritas atau pinjaman yang menyebabkan tingkat bunga itu berbeda-beda satu sama lainnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya, harapan akan inflasi, jatuh tempo sekuritas atau kredit, keberadaan resiko pada pinjaman, resiko tentang penarikan sekuritas sebelum jatuh tempo, dan kemampuan pemasaran, dan pajak.

Yang dimaksud dengan tingkat suku bunga adalah presentase dari pokok pinjaman yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai


(4)

17

imbal jasa yang dilakukan dalam suatu periode tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak. Suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga SBI.

2.1.2 Tingkat Inflasi

2.1.2.1 Konsep Tingkat Inflasi

Inflasi adalah gejala yang menunjukkan kenaikan harga umum yang berlangsung terus menerus. Kenaikan harga barang umum tersebut terjadi secara terus menerus dalam periode waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan indeks harga terutama Indeks Harga Konsumen (IHK).

Berdasarkan pendapat Budiono (2001:155) definisi dari inflasi yaitu “Kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Perlu diingat bahwa kenaikan yang dimaksud adalah kenaikan yang dimaksud di sini bukan dari satu atau dua barang saja. Kenaikan yang dimaksud adalah kenaikan dari sebagian besar barang-barang yang lain”.‟

Kaum klasik berpendapat bahwa inflasi disebabkan kenaikan atau pertumbuhan jumlah uang beredar, atau mereka mengatakan inflasi merupakan gejala moneter (Nanga, 2001). Berbeda dengan kaum klasik, Keynes mengatakan bahwa inflasi bukanlah murni sebagai fenomena moneter.

Tingkat inflasi yaitu presentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam satu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai suatu ukuran untuk menunjukkan


(5)

18

sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. (Sadono Sukirno, 2000:32) berpendapat bahwa inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus menerus . Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya juga menurun. Jadi, misalnya inflasi yang terjadi pada tahun yang bersangktutan naik sebesar 5%, sedangkan pendapatan cenderung tetap, itu berarti bahwa secara riil pendapatan mengalami penurunan sebesar 5% yang relatif akan menurunkan daya beli 5% juga. (Iskandar Putong, 2000:181).

Tingkat inflasi adalah perubahan persentase pada tingkat harga, Samuelson dan Nordhaus (2004:382), mengungkapkan rumus yang dapat menghitung tingkat inflasi adalah sebagai berikut :

ΔInflasi =��−� �−� � �−� � 100% ΔInflasi = Perubahan tingkat inflasi periode t

It = Tingkat Inflasi pada periode t It-I = Tingkat Inflasi pada periode t-I

Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan, yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi. Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi.


(6)

19

2.1.2.2 Jenis Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Jenis inflasi :

1. Menurut Derajatnya

a. Inflasi ringan dibawah 10% (single digid) b. Inflasi sedang 10% - 30%

c. Inflasi tinggi 30% - 100% d. Hyperinflasion di atas 100%

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi.

2. Menurut Penyebabnya

Rahardja (2004) mengatakan ada beberapa penyebab terjadinya inflasi yaitu:

a. Demand pull inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand , yang merupakan inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil)


(7)

20

dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi fullemployment.

Sedangkan, menurut golongan Keynesian, kenaikkan aggregate demand dapat disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi,investasi, government expenditures, atau net export, walaupun tidak terjadiekspansi jumlah uang beredar.

b. Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktorproduksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) dipasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi dipasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkalidiikuti oleh kelesuan usaha.

3. Menurut Asalnya

Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat. Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system). Dan, inflasi ini dapat „menular‟ baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor. Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya inflasi yang terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak ada)


(8)

21

yang disebabkan oleh satu macam / jenis inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor ekonomi maupun pelaku-pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen dalam suatu sistem perekonomian negara. Contoh : imported inflation seringkali diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan demandpull inflation.

2.1.2.3 Faktor-faktor yang Menentukkan Naik Turunnya Inflasi

Menurut Bada Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 2 Mei 2012, faktor-faktor yang menentukkan naik turunnya inflasi adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran barang dan jasa seperti tingkat produksi, distribusi, dan stock. Produksi yang berlebih dan distribusi barang yang lancar seperti terjadi pada musim panen raya akan menyebabkan kelebihan penawaran barang dipasar dan harga/inflasi akan turun, demikian pula sebaliknya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan barang dan jasa yang berkaitan dengan daya beli masyarakat, perilaku, selera, dan jumlah konsumen akan barang dan jasa juga dipengaruhi oleh faktor musim, hari-hari raya/lebaran da tahun baru.

3. Kebijakan fiskal pemerintah, kebijakan moneter dan kondisi perekonomian secara keseluruhan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan harga barang dan jasa, kebijakan fiskal pemerintah dan kebijakan moneter.

Dari faktor-faktor yang disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi naik turunnya inflasi adalah penawaran barang dan jasa,


(9)

22

permintaan barang dan jasa, kebijakan fiskal pemerintah dan kebijakan moneter.

2.1.2.4 Indikator Inflasi

Suatu indeks harga merupakan rata-rata penimbangan harga dari sejumlah barang dan jasa. Dalam menyusun indeks-indeks harga, para ekonom menimbang harga-harga individu menurut kepentingan ekonomis dari setiap barang indeks harga (indikator) dari inflasi yang paling penting menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:118), adalah :

1. The Consumer Price Index (CPI) / Indeks Harga Konsumen (IHK)

Indeks Harga Konsumen mengukur biaya pembelian keranjang standar untuk barang pada waktu berlainan. Keranjang pasar meliputi harga makanan, pakaian, perumahan, bahan bakar, transportasi, perawatan medis, biaya perkuliahan, dan barang-barang dan jasa lain yang dibeli untuk kehidupan sehari-hari.

2. Deflator Gross Domestic Product (GDP) / Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)

Deflator Produk Domestik Bruto adalah harga dari semua brang dan jasa yang dihasilkan di dalam Negara (konsumsi, investasi, pembelanjaan pemerintah dan ekspor neto).

3. The Producer Price Index (PPI) / Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Indeks Harga Perdagangan Besar mengukur tingkat harga pada tahap borongan atau produsen. Indeks ini didasarkan pada kira-kira 3400 harga komoditas, dan produk-produk pertambangan. Timbangan tetap yang digunakan untuk


(10)

23

menghitung IHPB adalah penjualan neto dari setiap komoditas. Karena detilnya yang besar, indeks ini digunakan luas oleh bisnis.

2.1.2.5 Cara Mengatasi Inflasi .

Menurut Sadono Sukirno (2004:345), dalam mengatasai masalah inflasi terdapat dua kebijakan, yaitu Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal.

1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menahan inflasi, dan mendorong usaha pembangunan nasional. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.

Kebijakan moneter dapat dilakukan oleh pemerintah dan Bank Sentral dengan cara langsung atau tidak langsung.

a. Kebijakan moneter langsung yaitu pemerintah langsung campur tangan dalam hal peredaran uang atau kredit perbankan.


(11)

24

b. Kebijakan moneter tidak langsung dilakukan oleh Bank Sentral dengan cara mempengaruhi kemampuan bank-bank umum dalam memberikan kredit.

2. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:

a. Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi b. Pola persebaran sumber daya

c. Distribusi pendapatan

Dengan kebijaksanaan fiskalnya, pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak diinginkan seperti keadaan dimana banyak pengangguran, inflasi, neraca pembayaran internasional yang terus menerus defisit dan sebagainya.

2.1.3 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

2.1.3.1 Konsep Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks harga saham gabungan seluruh saham adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di bursa efek. Maksud dari gabungan seluruh saham ini adalah kinerja saham yang


(12)

25

dimasukan dalam perhitungan seluruh saham yang tercatat di bursa tersebut (Sunariyah, 2011:140).

Menurut Anoraga dan Pakarti (2001:101) IHSG merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek yang menjadi acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG ini bisa digunakan untuk menilai situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan.

2.1.3.2 Faktor-faktor dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Secara garis besar, ada tiga faktor utama yang berpengaruh tehadap pergerakan IHSG yaitu: faktor domestik, faktor asing, dan faktor aliran modal ke Indonesia.

Faktor domestik berupa faktor-faktor fundamental suatu negara seperti inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan Indeks.

Faktor asing merupakan salah satu implikasi dari bentuk globalisasi dan semakin terintegrasinya pasar modal di seluruh dunia. Kondisi ini memungkinkan timbulnya pengaruh dari bursa-bursa yang maju (developed) terhadap bursa yang sedang berkembang. Krisis yang mengakibatkan jatuhnya bursa Amerika Serikat yang terjadi belakangan ini telah menyebar bursa di Asia pada krisis tahun 1997, termasuk bursa Indonesia.


(13)

26

2.1.3.3 Metode Perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Dasar perhitungan IHSG adalah jumlah nilai pasar dari total saham yang tercatat pada tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah nilai pasar adalah total perkalian setiap saham tercatat (kecuali untuk perusahaan yang berada dalam program restrukturisasi) dengan harga di BEJ pada hari tersebut. Formula perhitungan adalah sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2001: 102):

IHSG = Harga Penutupan di Pasar Reguler x Jumlah Saham Nilai Dasar

Keterangan:

IHSG = Indeks harga saham gabungan hari ke-1

Nilai Pasar = Rata-rata tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa dikali dengan harga pasar per lembarnya) dari saham umum dan saham preferen pada hari ke-t

Nilai Dasar = Sama dengan nilai pasar tetapi dimulai dari tanggal 10Agustus 1982.

Menurut Sunariyah (2011:142-143) ada dua metode perhitungan indeks harga saham gabungan yaitu:

1) Metode rata-rata (Average Method)

Pada metode ini, harga pasar saham-saham yang dimasukan dalam perhitungan indeks tersebut dijumlah kemudian dibagi dengan suatu factor pembagi tertentu.


(14)

27

Pada metode ini, dalam perhitungan indeks menambahkan pembobotan di samping harga pasar saham dan harga dasar saham. Ada dua ahli yang mengemukakan metode ini:

1. Metode Paasche 2. Metode Laspeyres

2.1.4 Hasil Penelitian Terdahulu 1. Adisetiawan

Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol 13 No.1 Juni 2009 hal 23-33. Fakultas Ekonomi Universitas Batanghari Jambi dengan judul Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, dan IHSG.. Dari hasil penelitian ini bahwa terdapat hubungan timbal balik yang signifikan antara inflasi dengan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI); namun tidak terdapat hubungan timbal balik yang signifikan antara tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG); dan juga tidak terdapat hubungan timbal balik yang signifikan antara antara inflasi dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

2. Istriansyah Novitasari

Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang 2013 dengan judul Pengaruh Inflasi, Harga Minyak Mentah Indonesia, dan Suku Bunga (BI Rate) terhadap IHSG. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Inflasi, Harga Minyak Mentah Indonesia, dan Suku Bunga (BI Rate) dan variabel dependennya yaitu IHSG. Hasil dalam


(15)

28

penelitian ini adalah adanya pengaruh negatif antara inflasi dengan IHSG, harga minyak mentah mempengaruhi IHSG secara positif, adanya pengaruh suku bunga SBI dengan IHSG.

3. Surbakti Karo-Karo

Jurnal Telaah Akuntansi Universitas Negeri Medan ISSN 169-6760 Vol. 16 No.02 Oktober 2013 dengan judul Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Dollar dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Variabel independen dalam penelitian ini adalah Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Dollar dan Tingkat Inflasi sedangkan variabel dependennya adalah IHSG. Hasil dalam penelitian ini adalah Suku bunga SBI, nilai kurs dollar dan tingkat inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.

4. Hismendi, Abubakar Hamzah, Said Musnadi

Jurnal Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Syah Kuala Tahun 2013 ISSN 2303-0172 dengan judul Analisis Pengaruh Nilai Tukar, SBI, Inflasi, dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Nilai Tukar, SBI, Inflasi, dan Pertumbuhan GDP sedangkan variabel dependennya adalah IHSG. Hasil dalam penelitian ini yaitu nilai tukar, SBI, Inflasi dan Pertumbuhan GDP secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG.

5. Anak Agung Gde Aditya Krisna & Ni Gusti Putu Wirawati

E-Jurnal Akuntansi Universitas Undayana 3.2 (2013): 421-435 ISSN: 2302-8556 dengan judul Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Kurs, dan Inflasi


(16)

29

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Periode Tahun 2005 – 2010. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Tingkat Suku Bunga, Nilai Kurs, dan Inflasi sedangkan variabel dependennya adalah IHSG Hasil dari penelitian ini adalah secara simultan variabel independen tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan pada indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia (BEI).

6. Usman Abdulateef dan Ibrahim Waheed (2010)

Journal Economics and International Finance Vol. 2(9), pp. 183-189, September 2010 ISSN 2006-9812 dengan judulExernal reserve holding in Nigeria: Implications for investment, inflation and exchange rate. Hasil penelitiannya adalah perubahan eksternal cadangan telah memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan PMA dan apresiasi nilai tukar di dalam negeri tetapi tidak berpengaruh seperti yang diamati pada investasi domestik dan inflasi tingkat dalam negeri dalam periode tersebut.

No. Nama Judul Kesimpulan Persamaan Perbedaan

1. Adi Setiawan, 2009. Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, dan IHSG.

Terdapat hubungan timbal balik yang signifikan antara inflasi dengan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Sama-sama menempatkan inflasi, suku bunga SBI dan IHSG sebagai variabel Tidak menjelaskan variabel independen dan dependennya

2 Istriyansah Novitasari, 2013 Pengaruh Inflasi, Harga Minyak Mentah Indonesia, dan Suku Bunga (BI

-Adanya pengaruh secara negatif antara tingkat inflasi dengan IHSG

-Harga minyak mentah

Sama-sama menempatkan inflasi, suku bunga (BI Rate) sebagai variabel

Tidak ada variabel Harga Minyak Mentah Indonesia.


(17)

30 Rate) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia memengaruhi IHSG secara positif. -Adanya pengaruh

tingkat suku bunga dengan IHSG

independen dan IHSG sebagai variabel

dependen.

3 Surbakti Karo-Karo, 2013

Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai

Kurs Dollar dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan di BEI.

Suku bunga SBI, nilai kurs dollar dan tingkat inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.

Sama-sama menempatkan variabel

independen suku bunga SBI dan tingkat inflasi serta variabel IIHSG sebagai variabel

dependen

Tidak ada variabel Nilai Kurs Dollar

4 Hismendi, Hamzah, Musnadi, 2013.

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, SBI,

Inflasi dan Pertumbuhan GDP terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan

di BEI Indonesia

Nilai tukar, SBI, Inflasi dan pertumbuhan GDP secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG Sama-sama menempatkan variabel

independen nilai tukar dan inflasi serta variabel dependen IHSG

Tidak ada variabel Pertumbuhan GDP

5. Krisna dan Wirawati, 2013

Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Kurs, dan Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

di BEI Periode Tahun 2005 –

2010

Secara simultan variabel independen tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan pada indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia (BEI).

Sama-sama menempatkan variabel Tingkat Suku Bunga, Inflasi sebagai variabel

independen dan IHSG sebagai variabel

dependen.

Tidak ada variabel Nilai Kurs

6. Usman Abdulateef & Ibrahim Waheed (2010) Exernal reserve holding in Nigeria: Implications for investment, inflation and Perubahan eksternal cadangan telah memiliki pengaruh positif

terhadap pertumbuhan PMA dan apresiasi nilai tukar di dalam negeri

Inflasi dan suku bunga sebagai variabel independen. Peneliti terdahulu hanya menjelaskan pengaruh atau hubungan di


(18)

31

2.2 Kerangka Pemikiran

Tingkat suku bunga SBI yang tinggi dapat menyebabkan investor tertarik untuk memindahkan dananya ke deposito. Hal ini terjadi karena kenaikan tingkat suku bunga SBI akan diikuti oleh bank-bank komersial untuk menaikkan tingkat suku bunga simpanan. Apabila tingkat suku bunga deposito lebih tinggi dari tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor, tentu investor akan mengalihkan dananya ke deposito. Terlebih lagi investasi di deposito sendiri merupakan salah satu jenis investasi yang bebas resiko. Pengalihan dana oleh investor dari pasar modal ke deposito tentu akan mengakibatkan penjualan saham besar-besaran sehingga akan menyebabkan penurunan indeks harga saham.

Bagi masyarakat sendiri, tingkat suku bunga yang tinggi berarti tingkat inflasi di negara tersebut cukup tinggi. Inflasi yang tinggi memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks harga saham. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, profitabilitas perusahaan akan menurun menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang kompetitif sehingga berdampak pada penurunan harga saham di pasar

exchange rate. tetapi tidak berpengaruh seperti yang diamati pada investasi domestik dan inflasi tingkat dalam negeri dalam periode tersebut.

suatu Negara saja.


(19)

32

modal dan akhirnya berimbas pada merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:381-382), “Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik. Saat ini kita menghitung inflasi dengan menggunakan indeks harga rata-rata tertimbang dari harga ribuan produk individual. Indeks Harga Konsumen (IHK) mengukur biaya sekeranjang pasar dari barang dan jasa konsumen yang dikaitkan dengan biaya sekeranjang pasar dari barang dan jasa tersebut pada tahun dasar tertentu”.

Dengan adanya tingkat inflasi yang tinggi menunjukkan kondisi perkonomian suatu negara yang kurang stabil dan akan memberikan efek pada harga saham yang diperdagangkan di lantai bursa. Inflasi dapat menurunkan keuntungan suatu perusahaan sehingga saham atau sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal menjadi suatu komoditi yang tidak menarik. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa inflasi memiliki hubungan yang negatif terhadap return saham (Hardiningsih 2001:87).

Pertumbuhan IHSG yang menarik pada awal pertumbuhan pasar modal telah mendorong pemilik dana untuk mengalihkan penanaman dalam bentuk deposit kepada saham dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dari perubahan harga saham yang lebih besar walaupun transaksi di pasar modal lebih rumit serta risiko atas fluktuasi harga yang lebih besar.

Berdasarkan kajian teoritis dan penelitian sebelumnya maka penulis menduga adanya keterkaitan antar masing-masing variabel independen dan keterkaitan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan regresesi linier berganda akan diuji pengaruh tingkat suku bunga


(20)

33

SBI dan tingkat inflasi serta dampaknya terhadap IHSG di BEI baik secara simultan maupun parsial.

Untuk lebih memahami kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Tingkat Suku Bunga SBI

Tingkat Inflasi Indeks Harga Konsumen Kondisi Faktor Makroekonomi

Analisis Data

Data:

1. Tingkat Suku Bunga SBI 2. Tingkat Inflasi


(21)

34

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI dengan Tingkat Inflasi

Hubungan suku bunga SBI dan inflasi dijelaskan dengan menggunakan hipotesa,Zulverdi (1998)dalam Heru Perlambang (2012), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi yang diperkirakan tingkat suku bunga SBI juga dipengaruhi inflasi atau dengan kata lain tingkat inflasi mempunyai pengaruh atau efek terhadap tingkat suku bunga SBI sebagai sasaran. Tingkat suku bunga SBI cenderung akan meningkat pada saat inflasi yang diperkirakan meningkat.

Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan atau investasi dalam bentuk lain seperti dalam saham. Jika suku bunga tinggi, orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Pada posisi ini permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya, jika suku bunga rendah, masyarakat

IHSG


(22)

35

cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank, orang-orang menarik dana mereka. Dalam posisi ini, hasil akhirnya adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum atau terjadi inflasi (Prasetiantono, 2000).

Jika inflasi tinggi, maka pemerintah akan berusaha menekan laju inflasi dengan cara menaikkan tingkat suku bunga agar masyarakat lebih tertarik untuk mengalokasikan dana yang dimiliki dalam bentuk portfolio perbankan. Dengan berkurangnya jumlah uang yang dimiliki, maka masyarakat tidak memiliki kelebihan dana untuk dibelanjakan sehingga tingkat inflasi akan turun.Menurut Desmond Wira (2011:17), angka inflasi yang tinggi yang ditunjukan dengan naiknya harga-harga barang, biasanya akan mendorong BI (Bank Indonesia) untuk menaikan suku bunga.

2.2.2Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI dengan IHSG

Suku bunga yang tidak terkendali dapat mengakibatkan turunnya return saham, karena tingkat suku bunga akan berdampak negatif terhadap harga saham (Jones:2004). Kenaikan tingkat suku bunga menyebabkan investor lebih memilih menanamkan dananya di pasar uang dari pada di pasar modal karena lebih memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan akibatnya harga saham akan menjadi turun. Dengan menurunnya harga saham suatu perusahaan otomatis akan mempengaruhi IHSG dimana IHSG juga akan menurun.

Sebaliknya, dengan menurunnya tingkat suku bunga, akan berdampak positif terhadap harga-harga saham. Penurunan tingkat suku bunga membuat


(23)

36

investor lebih memilih menanamkan dananya di pasar modal dari di pada pasar uang, akibatnya harga-harga saham akan naik. Naiknya harga-harga saham otimatis akan meningkatkan IHSG.

Penelitian terkait pengaruh tingkat suku bunga terhadap harga saham yang dilakukan oleh Ben S. Bernanke dan Kenneth N. Kuttner (2003) yang didukung oleh penelitian A.A. Witjaksono (2010) menemukan bahwa tingkat suku bunga bank sentral berpengaruh negatif terhadap harga saham. Hal ini berarti apabila tingkat suku bunga naik, maka berakibat harga saham turun. Kenaikan tingkat suku bunga menyebabkan masyarakat (investor) akan memilih menyimpan dananya di bank dalam bentuk deposito atau tabungan daripada menginvestasikannya di pasar modal (saham) sebab deposito atau tabungan relatif bebas risiko.

Saat ini Bank Indonesia menggunakan tingkat suku bunga SBI sebagai salah satu instrumen untuk mengedalikan inflasi. Apabila inflasi dirasakan cukup tinggi maka Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga SBI untuk meredam kenaikan inflasi. Perubahan tingkat suku bunga SBI akan memberikan pengaruh bagi pasar modal dan pasar keuangan. Apabila tingkat suku bunga naik maka secara langsung akan meningkatkan beban bunga.

Dalam menghadapi kenaikan suku bunga, para pemegang saham akan menahan sahamnya sampai tingkat suku bunga kembali pada tingkat yang dianggap normal. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga jangka panjang meningkat maka pemegang saham cenderung menjual sahamnya karena harga jualnya tinggi. Kenaikan suku bunga akan sangat berpengaruh bagi pelaku pasar modal. Pergerakan suku bunga SBI yang fluktuatif dan cenderung meningkat akan


(24)

37

mempengaruhi pergerakan sektor riil yang dicerminkan oleh pergerakan return saham.

Dari beberapa penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa semakin tinggi suku bunga , maka para investor cenderung mengalihkan investasinya dari saham ke instrumen pasar uang. Dengan kata lain peningkatan suku bunga akan cenderung menurunkan IHSG.

2.2.3Hubungan Inflasi dan IHSG

Hooker (2004) menemukan bahwa tingkat inflasi mempengaruhi secara signifikan terhadap harga saham. Peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal. Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun. Jika profit yang diperoleh perusahaan kecil, hal ini akan mengakibatkan para investor enggan menanamkan dananya di perusahaan tersebut sehingga harga saham menurun.

Peningkatan harga barang-barang dan bahan baku akan membuat biaya produksi menjadi tinggi sehingga akan berpengaruh pada penurunan jumlah permintaan yang berakibatnya pada penurunan penjualan sehingga akan mengurangi pendapatan perusahaan. Selanjutnya akan berdampak buruk pada kinerja perusahaan yang tercermin pula oleh turunnya return saham (Nurdin, 1999). Beberapa bukti empiris tentang pengaruh tingkat inflasi dengan IHSG menunjukkan bahwa laju inflasi secara terpisah tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Sri Martini, 2009:15-26).


(25)

38

Dari beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengaruh tingkat inflasi terhadap IHSG memiliki pengaruh yang negatif.

2.2.4HubunganTingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi Terhadap IHSG

Mulyono (2000) pernah menyatakan peningkatan dan penurunan suku bunga SBI menjadi tolak ukur yang paling penting dalam memberikan efek pada tingkat inflasi. Tingkat suku bunga SBI ditentukan oleh kebijakan Bank Indonesia, nilai suku bunga SBI ini untuk mengendalikan nilai inflasi. Secara tidak langsung jika nilai inflasi mengalami kenaikan yang cukup signifikan maka Bank Indonesia harus mengendalikannya dengan menaikkan tingkat suku bunga SBI tersebut. Inflasi terjadi karena sudah banyaknya uang yang beredar dimasyarakat akibatnya membuat harga-harga barang maupun jasa mengalami kenaikan.

Mudji Utami dan Mudjilah Rahayu (2003), menyatakan bahwa variabel suku bunga SBI dan laju inflasi mempunyai hubungan negatif terhadap harga saham. Berdasarkan kerangka pemikiran yang di dukung oleh teori penghubung diatas akan di buat paradigma sebagai berikut :

Jones (2004)

Variabel Y IHSG

Presentase IHSG berdasarkan harga penutupan di BEI

Sunariyah (2001:142) Variabel Xı

Tingkat Suku Bunga SBI

SOR (Stop Out Rate)


(26)

39

Mudji Utami Zulverdi (1998) Mudjilah Rahayu

(2003)

Sri Martini (2009:15-26)

Gambar 2.2 Paradigma Penelitian

2.3 Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2012:99), “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.”. Berdasarkan definisi diatas, hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenaranya akan diketahui setelah dilakukan penelitian.

Berdasarkan paradigma penelitian yang telah diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis sementara bahwa :

1. Tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Variabel X2 Tingkat Inflasi Indeks Harga Konsumen

(IHK)

Indeks Harga Perdagangan Besar

Iskandar Putong (2007:491-493)


(27)

40

2. Tingkat inflasi berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

3. Tingkat Suku Bunga SBI memiliki hubungan positif dengan Tingkat Inflasi.

4. Tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).


(28)

40

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.

Menurut pendapat Sugiyono (2011:32) mendefinisikan Objek Penelitian sebagai berikut:

“Objek penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan”.

Objek penelitian menurut Husein Umar (2005:303) dalam Umi Narimawati (2010:29) adalah sebagai berikut:

“Objek penelitian merupakan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian, juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu.

Penelitian dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan objek penelitian, yaitu:


(29)

41

1. Tingkat Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi sebagai variabel bebas (Independent Variable).

2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai variabel terikat (Dependent Variable).

Penelitian dilakukan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2014. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan di kumpulkan, diolah, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, sehingga dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan.

3.2 Metode Penelitian

Metode ialah suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu tindakan, atau suatu kerangka berfikir menyusun gagasan, yang beraturan, berarah dan berkonteks, yang patut (relevant) dengan maksud dan tujuan. Secara ringkas, metode ialah suatu sistem berbuat. Karena berupa sistem maka metode merupakan seperangkat unsur-unsur yang membentuk suatu kesatuan.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif.

MenurutSugiyono (2013:206), metode deskriptif adalah sebagai berikut “Metode yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara


(30)

42

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum dan generalisasi.”

Metode deskriptif ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah yaitu untuk menggambarkan atau menganalisis tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Sedangkan menurut Umi Narimawati (2008:21)mendefinisikan bahwa:

“Metode penelitian adalah verifikatif adalah pengujian hipotesis melalui alat analisis statistik.”

Menurut Sugiyono (2010:8) metode penelitian kuantitatif yaitu:

Metode penelitian yang berlandaskan pada sample filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitan, analisis data bersifat kuantitatif/statistic, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.

Metode verifikatif dengan pendekatan kuantitatif digunakan untuk menjawab rumusan yaitu menguji besarnya pengaruh tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara parsial dan simultan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

3.2.1 Desain Penelitian

Untuk melakukan suatu penelitian perlu dilakukan perencanaan penelitian, agar peneltian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis. Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksaan


(31)

43

penelitian, dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dan kualitatif.

Menurut Jonathan Sharwono (2006 :79) menjelaskan bahwa:

“Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.”

Untuk menggambarkan secara keseluruhan alur penelitian ini peneliti membuat suatu desain penelitian. Adapun tahap-tahap yang akan dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan permasalahan sebagai indikasi dari fenomena penelitian, selanjutnya menetapkan judul penelitian.

2. Mengidentifikasi masalah tentang pengaruhtingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

3. Menetapkan rumusan masalah dalam penelitian tersebut. 4. Menetapkam tujuan dari penelitian tersebut.

5. Menentukan hipotesis penelitian, berdasarkan fenomena dan dukungan teori. 6. Menetapkan konsep variabel sekaligus pengukuran variabel penelitian yang

digunakan.

7. Menetapkan sumber data, teknik penentuan sampel dan teknik pengumpulan data.

8. Melakukan analisis data


(32)

44

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tabel desain penelitian dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

No.

Desain Penelitian

Tujuan Penelitian Metode yang digunakan Jenis Data

1. Tingkat Suku Bunga SBI Deskriptif

Sekunder

2. Tingkat Inflasi Deskriptif

3. IHSG Deskriptif

4. Pengaruh tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi terhadap IHSG.

Verifikatif

Desain penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Y

X2


(33)

45

3.2.2Operasionalisasi Variabel

Menurut Umi Narimawati (2007:29) menjelaskan bahwa:

”Untuk memperoleh data dalam suatu penelitian, maka hendaklah dilakukan penjabaran sejumlah variabel lengkap lainnya dan pengukurannya”.

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan konsep, indikator, ukuran serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian, sehingga penguji hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar, maka dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan yaitu:

1. Variabel Bebas atau Independent Variabel (X1 dan X2)

Menurut Umi Narimawati (2007:55) mendefiniksikan bahwa:

“Variabel bebas merupakan variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain atau merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu segala yang di observasi.“

Variabel bebas atau Independent Variabel (X1 dan X2) pada penelitian ini adalah tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi.

2. Variabel Terikat atau Dependent Variabel (Y)

Menurut Umi Narimawati (2007:55) menjelaskan bahwa:

”Variabel terikat adalah variabel yang memberikan reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas atau variabel yang variabelnya diamati atau diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas”.


(34)

46

Variabel terikat atau dependent variabel (Variabel Y) pada penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Adapun tabel operasionalisasi sesuai dengan kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala

Tingkat Suku Bunga SBI

(X1)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank

Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dan diperjualbelikan dengan diskonto.

Dahlan Siamat (2005:455)

SOR (Stop Out Rate)

Dahlan Siamat (2005:454)

% R a s i o

Tingkat Inflasi (X2)

Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus menerus, akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya juga menurun.

Sadono Sukirno (2000:32)

1. Indeks Harga Konsumen (IHK) 2. Indeks Harga Perdagangan Besar

Iskandar Putong (2007:491-493)

% R a s i o Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y)

IHSG merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek yang menjadi acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal.

Anoraga dan Pakarti (2001:101) Persentase IHSG berdasarkan harga penutupan di Bursa Efek Indonesia. Sunariyah (2011: 142) L o t R a s i o


(35)

47

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data sekunder menurut Murti dan Salamah (2005:85):

“Sumber data yang secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalkan melalui dokumen atau arsip. Data sekunder adalah sumber data dimana subjeknya tidak berhubungan langsung dengan objek penelitian tetapi membantu dan dapat memberikan informasi untuk bahan penelitian”.

Sedangkan menurut Husein Umar (2008:41) pengertian dari data primer dan sekunder adalah:

Data primer adalah yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Sedangkan data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram.

Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiripengumpulannya oleh peneliti, misalnya dari Biro Statistik, majalah, keterangan atau publikasi lainnya (Marzuki, 2000).

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu data sekunder, karena peneliti mengumpulkan informasi dari data yang telah diolah lebih lanjut dan data yang disajikan oleh pihak lain. Data yang digunakan meliputi data prosentase tingkat suku bunga SBI dan prosentase tingkat inflasi di Bursa Efek Indonesia


(36)

48

(BEI) pada setiap akhir bulan pengamatan selama periode 8 tahun yaitu tahun 2007-2014.

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data 1. Populasi

Pengertian populasi menurut Narimawati Umi (2008:72), adalah: “Populasi adalah objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu sesuai informasi yang ditetapkan oleh peneliti, sebagai unit analisis penelitian”.

Berdasarkan pengertian di atas, maka populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data perkembangan tingkat suku bunga SBI dan laju inflasi pada setiap bulan pengamatan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

2. Sampel

Pengertian sampel menurut Narimawati Umi (2008:77), adalah:

“Sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih untuk menjadi unit pengamatan dalam penelitian”.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat simpulkan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dari populasi tersebut, dipilih sampel dengan menggunakan teknik sampling.

3. Teknik Sampling

Menurut Sugiyono (2010:118) menjelaskan bahwa “Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel”.


(37)

49

Menurut Sugiyono (2010:122) menjelaskan bahwa “nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk menjadi sampel”.

Teknik nonprobability sampling yang dipilih oleh penulis adalah sampling purposive.

Menurut Sugiyono (2010:124) yang dimaksud dengan sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Untuk itu penulis mempunyai kriteria terhadap sampel yang akan diteliti yaitu berdasarkan:

1. Data yang diambil merupakan perkembangan tingkat suku bunga SBI dan laju inflasi serta perkembangan IHSG yang terbaru (audit).

2. Data yang diambil adalah 8 tahun (2007-2014) dikarenakan terjadinya suatu fenomena pada delapan tahun terakhir pada setiap bulan pengamatan, yaitu dari tahun 2007-2014.

3. Sampel yang diambil sebanyak delapan periode karena sudah dianggap representatif (mewakili) untuk dilakukan penelitian yang diambil diakhir setiap bulan pengamatan dengan sampel adalah total 96 data.

Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi sampel yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah nilai IHSG pada setiap akhir bulan pengamatan periode 2007-2014 pada Bursa Efek Indonesia (BEI).


(38)

50

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2010 :224), Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujaun utama penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memnuhi standar data yang ditetapkan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah Studi Kepustakaan (Library Research). Teknik pengumpulan data dengan cara studi pustaka dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti (Sarwono 2005:26).

Studi kepustakaan berupa Journal, data Bank Indonesia, data Bursa Efek Indonesia, textbook, penelitian terdahulu. Akses website Bank Indonesia: http//www.bi.go.id, Bursa Efek Indonesia: http//www.idx.co.id, dan Yahoo Finance: http://www.finance.yahoo.com. Melalui studi pustaka ini penulis mengumpulkan data dan mempelajari serta membaca pendapat para ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti untuk memperoleh landasan teori yang dapat menunjang penelitian..

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis

3.2.5.1 Rancangan Analisis

3.2.5.1.1 Analisis Deskriptif (Kualitatif)

Pengertian metode deskriptif yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010: 29)


(39)

51

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan

untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”.

Menurut Sugiyono (2010:14) menjelaskan bahwa:

“Metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama dilapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis refleksi terhadap berbagai dokumen yang ditemukan dilapangan dan membuat laporan penelitian secara mendetail.”

Analisis deskriptif digunakan untuk menjawab rumusan masalah, yaitu mengetahui perkembangan tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Untuk mengukur perkembangan tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) digunakan rumus sebagai berikut:

a. Rumus Tingkat Suku Bunga SBI

b. Rumus Tingkat Inflasi

c. Rumus IHSG

Suku Bunga = 12

� �� � 1 ℎ

ΔInflasi =� −� −� � −� � 100%

IHSG

= Harga Penutupan di Pasar Reguler x Jumlah Saham Nilai Dasar


(40)

52

Mencari rumus perkembangan membandingkan selisih perkembangan tahun dasar dengan perkembangan tahun berikutnya dibandingkan dengan perkembangan tahun dasar kemudian dikalikan 100% dengan rumus perkembangan:

Keterangan :

� : Perkembangan tahun sekarang � ˗1 : Perkembangan tahun sebelumnya

3.2.5.1.2 Analisis Kuantitatif (Verifikatif)

Menurut Sugiyono (2010:31) menjelaskan bahwa:

“Dalam penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik. Statistik yang digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif. Statistik inferensial dapat berupa statistik parametris dan statistik nonparametris.”

Peneliti menggunakan statistik inferensial bila penelitian dilakukan pada sampel yang dilakukan secara random. Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan. Penyajian data dapat berupa tabel, tabel distribusi frekuensi, grafik garis, grafik batang, piechart (diagram lingkaran), dan pictogram. Pembahasan hasil penelitian merupakan penjelasan yang mendalam dan interprestasi terhadap data-data yang telah disajikan.

Perkembangan =� − � ˗1


(41)

53

Dalam mengungkap variabel-variabel yang diteliti dalam suatu penelitian diperlukan alat ukur yang valid dan dapat diandalkan, atau dengan kata lain harus memiliki validitas dan reliabilitas. Hal ini diperlukan agar hasil akhir dan kesimpulan yang dikemukakan peneliti tidak akan keliru dan memberikan gambaran yang tidak jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya serta hipotesis yang digunakan juga akan mengenai sasarannya. Suatu alat ukur yang tidak valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek yang dikenai tes tersebut. Untuk itulah maka perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap alat ukur penelitian ini.

Analisis verifikatif dengan pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji besarnya pengaruh tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara parsial dan simultan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Adapun langkah-langkah analisis kuantitatif yang diuraikan diatas adalah sebagai berikut:

a) Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian analisis jalur terhadap hipotesis penelitian, maka terlebih dahulu perlu dilakukan suatu pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik Hasil pengujian hipotess yang baik tidak melanggar asumsi-asumsi klasik.


(42)

54

Beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum menggunakan analisis jalur sebagai alat untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel yang diteliti, terdiri atas:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah mempunyai distribusi normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan persyaratan sangat penting pada pengujian kebermaknaan (signifikansi) koefisien regresi. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal ataumendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik.

Dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilitas (Asymtotic Significance), yaitu:

a. Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari populasi adalah normal.

b. Jika probabilitas < 0,05 maka populasi tidak berdistribusi secara normal.

b.Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah terdpat korelasi antara variabel bebas (Imam Ghozali, 2001). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah sebagai berikut:

 Nilai 2 sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel bebs banyak yang tidak signifikan mengikat variabel terikat.


(43)

55

 Menganalisis matrik korelasi variabel bebas jika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi (lebih besar dari 0,90), hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.Salah satu cara untuk melihat ada atau tidaknya heteroskedastisitas itu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi dengan residualnya (Gujarati, 2003: 362). Adapun dasar untuk menganalisisnya, adalah:

 Jika ada pola tertentu (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengindikasikan bahwa telahterjadi heteroskedastisitas.

 Jika tidak ada pola tertentu serta titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Selain itu, dengan menggunakan program SPSS, heteroskedastisitas juga bisa dilihat dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SDRESID. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika tidak membentuk pola tertentu yang teratur, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


(44)

56

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar observasi yang diukur berdasarkan deret waktu dalam model regresi atau dengan kata lain error dari observasi yang satu dipengaruhi oleh error dari observasi yang sebelumnya. Akibat dari adanya autokorelasi dalam model regresi, koefisien regresi yang diperoleh menjadi tidak efisien, artinya tingkat kesalahannya menjadi sangat besar dan koefisien regresi menjadi tidak stabil. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dari data residual terlebih dahulu dihitung nilai statistik Durbin-Watson (D-W). Kriteria uji: bandingkan nilai D-W dengan nilai d dari tabel Durbin-Watson:

a. Jika D-W<dLatau D-W>dLkesimpulannya pada data terdapat autokorelasi.

b. Jika du< D-W < 4 – du,kesimpulannya pada data tidak terdapat autokorelasi.

c. Tidak ada kesimpulan jika dL< D-W < duatau 4 - du< D-W < 4 – dL. Apabila hasil uji Surbin-Watson tidak dapat disimpulkan apakah terdapat autokorelasi atau tidak maka dilanjutkan runs test.

b)Analisis Jalur (Path Analysis)

Analisis Jalur Menurut Ridwuan dan Engkos (2011:115), menyatakan bahwa:


(45)

57

“Teknik analisis jalur digunakan untuk menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1 dan X2terhadap Y.”

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur (path analysis). Metode analisis jalur (path analysis) ini dipilih beberapa pertimbangan yaitu :

a. Terdapat keterkaitan atau saling mempengaruhi antara dua variabel bebas (X1 - X2)

b. Terdapat system aliran kausal kesatu arah antara variabel bebas dengan variabel terikat.

c. Variabel terikat diukur dengan skala ukuran interval.

d. Menggunakan probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Pada diagram jalur digunakan dua macam anak panah, menurut Riduwan dan Engkos (2011: 116), yaitu :

1) Anak panah satu arah yang menyatakan pengaruh langsung dari sebuah variabel independen (variabel penyebab) terhadap variabel dependen(variabel akibat). Misalnya : X1 Y

2) Anak panah dua arah yang menyatakan hubungan korelasional antara variabel independen (variabel penyebab). Misalnya : X1 X2


(46)

58

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa path analysis merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh langsung atau tidak langsung antara variabel independen dengan variabel dependen Peneliti menggunakan analisis jalur karena peneliti ingin memastikan apakah ada pengaruh Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Berikut adalah gambar dari diagram jalur:

Gambar 3.2

Hubungan Struktur X1 dan X2 terhadap Y

Sumber: Riduwan dan Engkos (2011:119)

Diagram jalur seperti digambarkan di atas dapat diformulasikan kedalam persamaan structural sebagai berikut :

Sumber: Riduwan dan Engkos (2011:119)

Y= ρyx1 X 1 + ρyx2 X 2 + py ε

X

1

X

2

Y

rx1x2

ρ 2 ρ 1 R 2 yx 1 x 2

ε


(47)

59

Keterangan :

r = Koefisien Korelasi

p = Koefisien Jalur X1 = Suku Bunga SBI

X2 = Tingkat Inflasi

Y = Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

PyX1 = Koefisien Jalur Suku Bunga SBI terhadap IHSG PyX2 = Koefisien Jalur Tingkat Inflasi terhadap IHSG Py ε = Pengaruh Faktor lain

Dalam metode Analisis Jalur (Path Analysis) terdapat pengujian jalur yang terbagi pada Sub Struktur Pertama dan Sub Struktur Kedua, yaitu :

1.Pengujian Jalur Pada Sub Struktur Pertama

Hipotesis pertama yang akan diuji adalah hubungan Suku Bunga SBI dengan Tingkat Inflasiditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menghitung Koefisien Jalur

Karena variabel independen hanya satu variabel struktur modal maka nilai koefisien korelasi sekaligus menjadi koefisien jalur dengan rumus sebagai berikut:

ρx2= rx1x2+ ε1


(48)

60

Koefisien determinasi diperoleh dari mengkuadratkan nilai koefisien jalur, jadi koefisien determinasi Suku Bunga SBI terhadap Tingkat Inflasi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Gambar 3.3

Hubungan Antara Suku Bunga SBI dengan Tingkat Inflasi

2.Pengujian Jalur Pada Sub Struktur Kedua

Pada analisis jalur, Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi berfungsi sebagai variabel independen (sebab) danIndeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai variabel dependen (akibat). Selanjutnya untuk menguji pengaruhnya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Susun matriks korelasi antar variabel independen, dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah Suku Bunga SBI (X1) dan Tingkat Inflasi (X2).

Suku Bunga SBI

Tingkat Inflasi Px1x2


(49)

61

2) Hitung invers dari matriks korelasi antara variabel independen Suku Bunga SBI (X1) dan Tingkat Inflasi (X2).

3) Untuk memperoleh koefisien jalur, kalikan invers dari matriks korelasi variabel independen dengan variabel dependen.

4) Menghitung Koefisien Determinasi

Setelah koefisien jalur diperoleh, maka dapat ditentukan besar pengaruh Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dikenal sebutan dengan koefisien determinasi. Koefisien determinasi didapat dari hasil perkalian koefisien jalur terhadap matriks korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen. Dengan rumus sebagai berikut:


(50)

62

5) Setelah dilakukan perhitungan koefisien jalur untuk substurktur 2, maka selanjutnya dilakukan perhitungan besar pengaruh masing-masing variabel (X1) dan (X2) terhadap variabel Y sebagai berikut:

1. Besar pengaruh variabel X1 terhadap variabel Y :

Pengaruh X1 terhadap Y secara langsung

= Pyx1 . Pyx1 = ……

Pengaruh X1 terhadap Y secara tidak langsung

= Pyx1 . PX1Y . Pyx2 = …… +

Pengaruh Total = ……

Berdasarkan pada nilai pengaruh total di atas, maka dapat ditunjukkan jumlah pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel X2 terhadap variabel Y.


(51)

63

Berdasarkan pada nilai pengaruh total di atas, maka dapat ditunjukkan jumlah pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y.

c)Analisis Koefisien Korelasi

Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua variabel, yaitu antara variabel independent dan variabel dependent adapun korelasi yang digunakan dalam analisis ini yaitu korelasi pearson product moment dimana variabelnya berskala rasio.

Rumus analisis korelasi adalah:

Keterangan :

X = Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi Y = Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) n = Jumlah tahun

Koefisien korelasi dapat dinyatakan -1 ≤ r ≤ +1 apabila :

• r = -1, menyatakan terdapat hubungan antara Suku Bunga SBI (X1) dan Tingkat Inflasi (X2) terhadap IHSG (Y) pada Bursa Efek Indonesia sempurna dan negatif.


(1)

pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti

Analisis Korelasi

Berdasarkan hasil output dari pengolahan data menggunakan software SPSS V.17 for windows diperoleh nilai koefisien korelasi antara Suku Bunga SBI (X1) dengan Inflasi (X2) sebesar 0,655 kesimpulannya adalah korelasi antara Suku Bunga SBI dengan Inflasi kuat, searah dan signifikan.

Berdasarkan hasil output dari pengolahan data menggunakan software SPSS V.17 for windows diperoleh nilai koefisien antara Suku Bunga SBI (X1)dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y) sebesar

-0,637 kesimpulannya adalah korelasi antara Suku Bunga SBI dengan IHSG kuat, tidak searah dan signifikan.

Berdasarkan hasil output dari pengolahan data menggunakan software V.17 for windows diperoleh nilai koefisien antara Inflasi (X2) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar -0,251 kesimpulannya adalah korelasi antara Inflasi dengan IHSG rendah, tidak searah dan signifikan. Uji Asumsi Klasik

Hasil perhitungan nilai Kolmogorov untuk model regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,142 dengan probability (p-value) sebesar 0,041. Karena nilai probability uji Kolmogorov (0,041) < (0,05). Karena nilai sig < 0.05 dan terdapat masalah pada uji normalitas karena titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran mengikuti arah garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Uji Heteroskedastisitas

Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan pendekatan uji Gletser menunjukkan bahwa varians dari residual tidak homogen (terdapat heteroskedastisitas). Hal ini ditunjukan oleh hasil variabel X1 (Sertifikat Bank Indonesia) SBI dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05.

Pengujian Hipotesis

a. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji F)

H0:

ρyX1X2= 0

Suku Bunga SBI dan Inflasi tidak berpengaruh secara simultan terhadap IHSG pada BEI

H1 :

ρyX1X2≠ 0 Suku Bunga SBI dan Inflasi berpengaruh secara simultan terhadap IHSG pada BEI

Pengujian Terhadap Koefisien Regresi

Secara Parsial (Uji t)

Pengujian terhadap koefisien regeresi secara parsial dilakukan dengan uji t. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap konstan. Dengan tingkat signifikansi sebesar 95%, nilai t hitung dari masing masing koefisien regresi kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel. Jika t hitung > t tabel atau probsig < α = 5% berarti bahwa masing masing variabel independen berpengaruh secara positif terhadap variabel dependen.

Uji statistik di atas mengikuti distribusiF-snodecor dengan α = 5%, derajat kebebasan db1 = 2, dan db2 = 96-2-1 = 93, diperoleh F-tabel = 3,090. Dari nilai-nilai di atas terlihat bahwa nilai F-hitung (38,651) > F-tabel (3,090) dan F-hitung bernilai positif maka pada tingkat kekeliruan 5% sehingga sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya berpengaruh. Selain itu, hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang signifikan, ini ditunjukkan dengan angka probabilitas (sig) dalam perhitungan software SPSS 20 for windows sebesar 0,000<0,05.

Jika disajikan dalam grafik, nilai F-hitung dan F-tabel tersebut dapat dilihat sebagai berikut:


(2)

Pengujian Koefisien Jalur Secara Parsial

Setelah melakukan uji hipotesis simultan dengan hasil yang signifikan, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis parsial untuk melihat variabel bebas mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Untuk pegujian ini digunakan uji t, yang diperoleh hasil sebagai berikut:

Pengujian Hipotesis Parsial X1

H0 =

PYX1 =0

Suku Bunga SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia H1 =

PYX1 ≠ 0

Suku Bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh variabel suku bunga SBI sebesar -8,159. Nilai ini akan dibandingkan dengan t-tabel pada tabel distribusi t. Dengan α = 0,05, untuk pengujian satu pihak dan dan db = 96-2-1 = 93, diperoleh nilai t-tabel sebesar ± 1,661. Dari nilai-nilai tersebut terlihat bahwa t-hitung untuk variabel Suku Bunga SBI (X1) (-8,159) < t-tabel (1,661) dan thitung bertanda negatif maka H0 di tolak dan H1 diterima. Selain itu, hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang signifikan, itu ditunjukkan dengan angka probabilitas (sig) dalam perhitungan software SPSS 20 for windows pada tabel coefficient sebesar 0,000. Dikatakan signifikan karena 0,000<0,05. Keputusan penolakan atau penerimaan hipotesis pada pengujian parsial dapat digambarkan dalam diagram daerah penerimaan dan penolakan H0 sebagai berikut :

Pengujian Hipotesis Parsial X2 ke Y H0 = PYX2=0

“Artinya tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia” H1 = PYX2 ≠ 0

“Artinya tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabunga (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia”

Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh variabel Inflasi (X2) sebesar 2,862. Nilai ini akan dibandingkan dengan t-tabel pada tabel distribusi t. Dengan α = 0,05, untuk pengujian satu pihak dan db = 96-2-1 = 93, diperoleh nilai t-tabel sebesar ± 1,661. Dari nilai-nilai tersebut terlihat bahwa t-hitung untuk variabel inflasi (X2) (2,862) > t-tabel (1,665), sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, artinya secara parsial, inflasi berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia. Dalam perhitungan software SPSS 20 for windows ditunjukkan dengan angka probabilitas (sig) pada tabel coefficient sebesar 0,005. Dikatakan signifikan karena 0,005 < 0,05.

Berikut adalah gambar dari hasil pengujian hipotesis secara parsial:

Besar Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Dari Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat

Pengaruh langsung Suku Bunga SBI (X1) terhadap IHSG (Y) sebesar

t tabe= t hitun= 2,862

Daerah

Penolakan H 0 Daerah Penolakan H Daerah 0 Penerimaan

t tabel(, 66) t tabe 1,66= t hitu - 8,159

Daera

Penolakan 0 Daera Penolakan Daera0 Penerimaa

F hitung


(3)

68,39% dan pengaruh tidak langsung melalui tingkat inflasi (X2) sebesar -15,763% sehingga total pengaruh Suku Bunga SBI (X1) terhadap IHSG (Y) adalah sebesar 52,6 %.

Pengaruh langsung dari Tingkat Inflasi (X2) terhadap IHSG (Y) sebesar 8,47% dan pengaruh tidak langsung melalui Suku Bunga SBI (X1) sebesar -15,763% sehingga total pengaruh dari Tingkat Inflasi (X2) terhadap IHSG (Y) adalah sebesar -7,3%.

KESIMPULAN & SARAN KESIMPULAN

1. Perkembangan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2014 mengalami fluktuasi. Dimana terlihat terdapat kecenderungan menurun pada tahun akhir periode penelitian. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang tertinggi terjadi pada bulan Januari 2007, Oktober dan November 2008 dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terendah terjadi pada bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2013. Dengan melihat fenomena seperti itu, pada tahun akhir penelitian para investor justru mengalihkan dananya untuk berivestasi dalam bentuk saham dan berdampak pada IHSG yang mengalami peningkatan.

2. Tingkat inflasi selama periode penelitian secara keseluruhan menurun. Kecenderungan inflasi periode tahun 2007 stabil, di tahun 2008 terlihat kecenderungan inflasi meningkat, di tahun 2009 terlihat kecenderungan inflasi menurun, pada tahun 2010 terlihat kecenderungan inflasi meningkat dan pada tahun 2011 terlihat kecenderungan inflasi menurun, pada tahun 2012 – 2013 kecenderungan inflasi meningkat, dan pada tahun 2014 kecenderungan inflasi menurun. Dengan melihat trendline tingkat inflasi periode 2007 sampai dengan 2014 tingkat inflasi cenderung mengalami penurunan.

3. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2014 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan secara keseluruhan meningkat, meskipun di tahun2008 terjadi penurunan IHSG yang tajam. Hal ini disebabkan dampak dari krisis global yang terjadi pada saat itu. 4. Terdapat hubungan yang kuat dan

signifikan antara suku bunga SBI dengan tingkat inflasi.

5. Berikut adalah besarnya pengaruh dari Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan secara simultan dan parsial :

a. Secara simultan, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

b. Secara parsial, tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia BEI.

c. Secara parsial, tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia BEI.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti ingin memberikan saran yang dapat dijadikan masukan kepada PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu:

1. Sebaiknya PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) memperhatikan para pemegang saham supaya tetap berinvestasi dalam bentuk saham, sehingga saat mengalami kenaikan suku bunga SBI, para pemegang saham akan menahan sahamnya sampai tingkat suku bunga SBI kembali pada kondisi yang dianggap normal. 2. Sebaiknya PT. Bursa Efek Indonesia

(BEI) dapat meningkatkan return saham dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga dapat meningkatkan tingkat pengembalian


(4)

modal dari investor dan dapat mengatasi permasalahan jika terjadi inflasi.

3. Sebaiknya PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat memperhatikan para pemegang saham (lokal maupun asing) supaya tidak berpindah berinvestasi dalam bentuk yang lain dan melakukan beberapa tindakan bagaimana para investor lain tertarik untuk berinvestasi dalam bentuk saham, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat bergerak positif.

4. Sebaiknya PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) karena hal ini dapat mempengaruhi perkembangan tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Setiawan. Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Terhadap IHSG di BEI. FE Universitas Gunadarma. Adi Setiawan. 2009. Hubungan Tingkat

Suku Bunga SBI, Inflasi, dan IHSG. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol 13 No.1 Juni 2009 hal 23-33. Fakultas Ekonomi Universitas Batanghari Jambi.

Andi Supangat. 2006. Statistika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Pustaka Anoraga, Pandji dan Prakarti, Piji. 2001. Pengantar Pasar Modal. Rineka Cipta, Jakarta.

Anton & Hemawan. Pengaruh Nilai Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Dollar US, Tingkat Inflasi, Harga Minyak Dunia dan Harga Emas Terhadap IHSG.

Ardian Agung Witjaksono. 2010. Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei, dan Indeks Dow Jones

Terhadap IHSG. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Bodie,Zvi,AlexKane,AlanJ.Marcus,200 1,EssentialsofInvestments,4thed , McGraw-Hill, New York. Boediono, 2001. Ekonomi Maksro. Edisi Keempat, Yogyakarta: BPFE. Darmawi, H. 2005. Manajemen Risiko. Bumi Aksara. Jakarta.

Dahlan Siamat, 2005. Manajemen Lembaga Keuangan.

―Kebijakan Moneter dan

Perbankan‖, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, edisi kesatu,

Dahia Pinem. Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi Terhadap IHSG di BEI. Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jakarta.

Dona Menina Della

Maryanne.2009.Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Volume Perdagangan Saham, Inflasi, dan Beta Saham Terhadap Harga Saham. Tesis Universitas Diponegoro: Semarang.

Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga.

Hardiningsih, P. (2001). Pengaruh Faktor Fundamental dan Resiko Ekonomi terhadap Return Saham Perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Program Magister Akuntansi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Iskandar Putong. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Ghalia Indonesia.Jakarta.

Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program


(5)

SPSS (Edisi Kedua),Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Hermawan, Beni. 2012. Pengaruh Kurs Mata Uang atas Dollar AS, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap IHSG pada BEI Periode 2007-2011.Unikom, Bandung

Heru Perlambang. 2012. Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi. Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.

Hismendi, Abubakar Hamzah, Said Musnadi. 2013. Analisis Pengaruh Nilai Tukar, SBI, Inflasi, dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI. Jurnal Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Syah Kuala ISSN 2303-0172.

Istriansyah Novitasari. 2013. Pengaruh Inflasi, Harga Minyak Mentah Indonesia, dan Suku Bunga SBI (BI Rate) Terhadap IHSG. Jurnal Ilmiah FEB. Universitas Brawijaya. Malang.

Jonathan, Sarwono. 2006.

‖MetodePenelitianKuantitatif dan

Kualitatif‖. PT. GrahaIlmu. Yogyakarta.

Juhdi & Tuban.2012. Pengaruh Tungkat Inflasi, Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Dollar, dan Indeks Dow Jones Terhadap IHSG di BEI. Jurnal Skripsi FEB UB. Krisna & Wirawati. 2013. Pengaruh

Tingkat Suku Bunga, Nilai Kurs, dan Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Periode Tahun 2005 – 2010.E-Jurnal Akuntansi Universitas Undayana 3.2: 421-435 ISSN: 2302-8556 .

Lubis, Ade Fatma. 2006. Pasar Modal. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Martini, Sri. 2009. ―Pengaruh Tingkat Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga dan Produk Domestik Bruto Terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan‖. Jurnal Administrasi dan Bisnis, Volume 3, No 1. Marzuki. 2000. Metodelogi Riset. Yogyakarta: Prasetia Widia Pratama. Muana, Nanga. 2001. Makro Ekonomi,

Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Perdana. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muji Utami dan Mudjilah Rahayu, 2003, Peranan Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar rupiah dalam mempengaruhi pasar modal Indonesia selama Krisis Ekonomi, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. Vol. 5 no. 2 September 2003: 123 – 131, Jakarta.

Mohamad Samsul. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga.

Murti Sumarni, Salamah Wahyuni, 2005, “ Metodologi Penelitian Bisnis”, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Normansyah, Ari. 2013. Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah atas AS Terhadap Harga Saham Subsektor Industri Rokok yang Terdaftar di BEI. Unikom Bandung.

Prasetiantono,T.A, (2000), Keluar Dari Krisis : Analsis Ekonomi Indonesia Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rahardja,Pratama, (2004), Pengantar Ilmu Ekonomi. Penerbit Fakultas Eknomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Ria,Apriatni,Hari.2013.Analisis

Pengaruh Tingkat Suku Bunga (SBI) ,Nlai Tukar (Kurs) Rupiah, Inflasi, dan IHSG. Diponegoro Journal of Social and Politic of science Hal 1-8.

Sadono Sukirno. 2004. Makroekonomi : Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Sadono Sukirno. 2006. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus, 2001. Macroeconomics. Seventeenth

Samuelson, PA, dan Nordhaus WD. (2004). Ilmu Makroekonomi. Edisi Tujuh Belas, Diterjemahkan oleh Gretta, Theresa Tanoto, Bosco Carvallo, dan Anna Elly, PT. Media Global Edukasi, Jakarta

Suad, Husnan. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, Edisi Ketiga. Yogyakarta : UPP AMP YKPN

Sudjana, 2001, Metode Statistika, Edisi Revisi, Cet. 6, Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D. Alfabetha: Bandung

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta

Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Sunariyah. 2011. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.

Suramaya Suci kewal. 2012. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Pertumbuhan PDB Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Economia, Volume 8 No.1. Surbakti Karo-karo. Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Dollar dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI. Jurnal Telaah Akuntansi Universitas Negeri Medan ISSN 169-6760 Vol. 16 No.02 Oktober 2013.

Suskim, Maria. 2013. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi dan Indeks Global Terhadap Return

Saham. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan. ISBN 979-26-0266-6. Semarang.

Steven Sugiarto Lawrence. 2013. Pengaruh Variabel Makro Ekonomi dan Harga Komoditas Terhadap IHSG di Indonesia. Finesta, Vol.2. FE Universitas Kristen Petra.

Trisnadi Wijaya. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap IHSG di BEI. STIE MDP.

Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Bandung: Agung Media

Umi,Narimawati dkk. 2010. Penulisan Karya Ilmiah:Paduan Awal Menyusun Skripsi dan Tugas Akhir. Jakarta: Penerbit Genesis Usman Abdulateef dan Ibrahim Waheed.

2010.Exernal reserve holding in Nigeria: Implications for investment, inflation and exchange rate.Journal Economics and International Finance Vol. 2(9), pp. 183-189 ISSN 2006-9812.

Wahid Sulaiman, 2004, Analisis Regresi Menggunakan SPSS, Yogyakarta : Andi Offset

Wira, Desmond. 2011. Analisis Fundamental saham, cetakan pertama, Exced, Jakarta.