20 Berdasarkan catatan Aliansi Reformasi KUHPataspembahasan RKUHP pada periode lalumenunjukkan
bahwaada ketidakpercayaan diri pemerintah dan DPR dalam menyepakati ketentuan tertentu dalam RKUHP. Oleh karena itu, dalam pembahasannya ada pelibatan ahli yang cukup intens dan dominan.
Pembentukan Panel Ahli ini sebelumnya juga telah dikenal, misalnya dalam pembahasan amendemen UUD 1945.Panel Ahli yang dimaksud berbeda dengan pelibatan tenaga ahli baik daripemerintah mau
pun DPR. Panel Ahli yang dibentuk berdasarkan individukelompok yang ahli dan menaruh minat pada pembaruan KUHP.
Anggota Panel Ahli yang dibentuk diharapkan berlatarbelakang akademisi, peneliti, kelompok masyarakat, dan sebagainya. Tugas Panel Ahli adalah memberikan pelusuran dan justifikasi terhadap
substansi yang sedang dibahas dari perspektifberdasarkan keahliannya. Jika pelibatan Panel Ahli dapat dilakukan secara optimal, maka kerja-kerja pemerintah dan DPR pada tim
substansi maupun tim redaksi akan lebih mudah. Tidak dibutuhkan waktu yang panjang untuk merumuskan justifikasi ilmiah dan keilmuan atas pengaturan yang ingin dirumuskan.
Namun Panel Ahli ini perlu dipersiapkan sejak awal dengan menyusun daftar ahli yang nantinya akan di sesuaikan dengan tema atau isu yang dibahas. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR dapat
mempertimbangkan apakah membentuk Panel Ahli yang bersifat melekat atau bersifat sementara bergantung pada isutopik yang sedang dibahas.
Namun, yang perlu menjadi catatan, Panel Ahli jangan sampai membendung, mengurangi, maupun membatasi hak masyarakat untuk terlibat dalam pembahasan RKUHP. Panel Ahli difokuskan pada
pemberian justifikasi ilmiah atas pengaturan yang ada berdasarkan keilmuan sedangkan pelibatan masyarakat secara optimal adalah prasyarat atas legitimasi dan penerimaan KUHP baru.
e. Efektivitas Waktu Pembahasan Pembahasan Bertahap
Secara normatif, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
selanjutnya disebut UU MD3 mengatur bahwa waktu pembahasan suatu rancangan undang-undang adalah 3 tiga kali masa sidang dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan rapat paripurna DPR.
Pasal 99 UU MD3
Pembahasan rancangan undang-undang oleh komisi, gabungan komisi, panitia khusus atau Badan Legislasi diselesaikan dalam 3 tiga kali masa sidang dan dapat diperpanjang
berdasarkan keputusan rapat Paripurna DPR
Sementara, dalam Peraturan Dewan Perwakilan RakyatNomor 1 Tahun 2015 tentang Tata Tertib selanjutnya disebut Peraturan Tata Tertib DPR diatur lebih rinci perihal waktu pembahasan ini.
Pasal 143 Peraturan Tata Tertib DPR
1 Pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat
1 dilakukan dalam jangka waktu 3 tiga kali masa sidang dan dapat diperpanjang
21 berdasarkan keputusan rapat paripurna DPR sesuai dengan permintaan tertulis
pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan badan legislasi, atau pimpinan panitia khusus.
2 Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan berdasarkan
pertimbangan materi muatan rancangan undang-undang yang bersifat kompleks dengan jumlah pasal yang banyak serta beban tugas dari komisi, gabungan komisi,
badan legislasi, atau panitia khusus. 3
Pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, dan pimpinan panitia khusus memberikan laporan perkembangan pembahasan rancangan undang-undang kepada Badan Legislasi
dan Badan Musyawarah paling sedikit 1 satu kali dalam 1 satu masa sidang. 4
Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diberikan berdasarkan pertimbangan pembahasan materi rancangan undang-undang yang belum selesai
dibahas oleh periode sebelumnya. 5
Perpanjangan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dapat diajukan oleh DPR periode berikutnya setelah dilakukan evaluasi dan ditetapkan dalam Prolegnas
serta diajukan kembali. Peraturan Tata Tertib DPR yang baru telah memberikan ruang waktu yang cukup luas dalam melakukan
pembahasan. Jika sebelumnya hanya dua kali dan ditambah satu masa sidang, kini pembahasan suatu RUU dapat dilakukan tanpa batas waktu sepanjang dilakukan dalam satu periode DPR. Perubahan ini
berdasarkan pertimbangan materi yang kompleks, jumlah pasal yang banyak, dan beban tugas dari komisi, gabungan komisi, badan legislasi atau panitia khusus.
Ketentuan ini memberikan cukup waktu untuk pemerintah dan DPR dalam melakukan pembahasan secara berkualitas. Apalagi, RKUHP diserahkanpemerintah kepada DPR pada awal masa kerja sehingga
masih ada waktu sekitar empat tahun untuk membahasnya. Meski demikian, jika melihat bobot substansi RKUHP dan langkah-langkah yang seharusnya ditempuh
oleh pemerintah dan DPR, waktu yang tersedia sangat sempit. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR harus segera bergegas melakukan pembahasan dan memanfaatkan waktu yang ada. Bahkan,saat masa
reses atau libur dapatdimanfaatkan untuk membahas RKUHP.
f. Menjadikan RKUHP Sebagai Prioritas