Frame Model Gamson dan Modegliani

tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi frame adalah mendefinisikan masalah, mendiagnosis penyebab, memberikan penilaian moral dan menawarkan penyelesaian masalah dengan tujuan memberi penekanan tertentu terhadap apa yang diwacanakan.

2.2.2 Frame Model Gamson dan Modegliani

Rumusan tentang perangkat framing juga diberikan oleh McCauley dan Frederick dinyatakan pula oleh William A Gamson dan Andre Modegliani. Rumusan ini didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representatif yang mengandung kontruksi makna tertentu. Rumusan tentang perangkat framing juga diberikan oleh McCauley dan frederick dinyatakan pula oleh William A. Gamson dan Andre Modigliani. Rumusan ini didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media; berita dan artikel, terdiri atas package interpretatif yang mengandung konstruksi makna tertentu.Di dalam package ini terdapat dua struktur, yaitu core frame dan condensing symbols.Struktur pertama merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator untuk menunjukkan substansi isu yang sedang dibicarakan.Sedangkan struktur yang kedua mengandung dua sub-struktur, yaitu framing devices dan reasoning devices. Seperti dijelaskan Gamson, framing devices terdiri atas: methapor, exemplars, catchphrase, depiction, dan visual image. Sedangkan reasoning devices terdiri atas: root analisis kausal, consequencies efek-efek spesifik, dan appeals to principle klaim-klaim moral. Lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut: Universitas Sumatera Utara FRAMING ANALYSIS MODEL GAMSON DAN MODIGLIANI Sumber : Diadopsi dari William A. Gamson dan Andre Modigliani, ‘’Media Discourse and Public Opinion on Nuclear Power a Constructionist Approach’’, Journal of sociology, Vol. 95, No.1, July 1989, hlm. 3, dalam Siahaan et al., 2001, hlm. 87, Alex sobur hal 177 dan Eriyanto hal 225 Universitas Sumatera Utara Struktur framing devices perangkat pembingkai yang mencakup metaphors metafora, exemplars contoh terkait, catchphrases frase yang menarik, depictions penggambaran suatu isu yang bersifat konotatif, dan visual images gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai menekankan aspek bagaimana ‘’melihat’’ suatu isu. Struktur reasoning devices perangkat penalaran menekankan aspek pembenaran terhadap cara ‘’melihat’’ isu, yakni roots analisis kausal, appeals to principle klaim moral, dan consequences konsekuensi yang didapat dari bingkai. Secara literal, metaphors dipahami sebagai cara memindah makna dengan merelasikan dua fakta melalui analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana. Henry Guntur Tarigan menilai metafora sebagai sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek; dan satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita menggantikan yang belakangan itu menjadi terdahulu tadi Tarigan, 1990:15. John Fiske Imawan, 2000:66 menilai metafora sebagai common sense, pengalaman hidup keseharian yang di-taken for granted masyarakat. Common sense terlihat alamiah kenyataannya diproduksi secara arbitrer dan perlahan- lahan menjadi kekuatan ideologis kelas dominan dalam memperluas dan mempertahankan ide untuk seluruh kelas.Metafora berperan ganda; pertama sebagai perangkat diskursif, dan ekspresi piranti mental; kedua, berasosiasi dengan asumsi atau penilaian, serta memaksa teks membuat sense tertentu. Exemplars mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan rujukanpelajaran.Posisinya menjadi pelengkap bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan perspektif. Catchphrases, istilah, bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran atau semangat tertentu.Dalam teks berita, catchphrases mewujud dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan. Depictions, penggambaran fakta dengan memakai kata, istilah, kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu.Asumsinya, pemakaian kata khusus diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan Universitas Sumatera Utara tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik.Depictions dapat berbentuk stigmatisasi, eufemisme, serta akronimisasi. Visual images, pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk mengekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna.Visual image bersifat sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak. Roots analisis kausal, pemberatan isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang dianggap menjadi sebab timbulnya atau terjadinya hal yang lain. Tujuannya, membenarkan penyimpulan fakta berdasarkan hubungan sebab- akibat yang digambarkan atau dibeberkan. Appeal to Principle, pemikiran, prinsip, klaim moral sebagai argumentasi pembenar membangun berita, berupa pepatah, cerita rakyat, mitos, doktrin, ajaran, dan sejenisnya. Appeal to principle yang apriori, dogmatis, simplistik, dan monokausal nonlogis bertujuan membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi. Fokusnya, memanipulasi emosi agar mengarah ke sifat, waktu, tempat, cara tertentu, serta membuatnya tertutupkeras dari bentuk penalaran lain. Dan pada akhirnya akan didapat konsekuensi dari teks berita, yang terangkum dalam consequences. Adapun beberapa penelitian yang telah menggunakan framingmodel Gamsom dan Modegliani contihnya, BUNG KARNO DALAM WACANA MEDIA MASSA ORDE BARU: Analisis terhadap Berita-Berita tentang Bung Karno dalam Majalah Tempo dan Majalah Editor Edisi Januari 1988-Juni 1994 dengan Pendekatan Framing. Agus Sudibyo:2001 Pembicaraan tentang sejarah Indonesia terasa kurang lengkap tanpa menyebut satu nama, Bung Karno. Sulit untuk disangkal bahwa peranan dan kepeloporan Bung Karno dalam perjalanan sejarah Indonesia sangat dominan.Meminjam kata-kata Mahbub Djunaidi, “Bung Karno adalah potongan kayu bakar yang terbesar gelondongannya yang sudah membakar api nasionalisme Indonesia, membakar api persatuan nation Indonesia, dan membakar api revolusi nasional yang pada puncaknya memerdekakan negeri ini.” Universitas Sumatera Utara Bung Karno adalah nation and character builder yang telah membawa bangsa Indonesia ke arah terbentuknya bangsa yang berkpribadian khas. Bung Karno juga nerupakan simbol nasionalisme Indonesia yang berhasil menjembatani perbedaan di antara suku-suku di Indonesia dan menanamkan kepada mereka kesadaran tentang satu bangsa, bangsa Indonesia. Dalam percaturan politik internasional, ia adalah figur negarawan yang representatife pada masanya dan merupakan salah satu dari pemimpin berkarisma istimewa dalam nasionalisme Asia dan Afrika. Berbagai kalangan tanpa terkecuali yang pada awalnya tidak menyukainya, mengakui keberadaan Bung Karno sebagai pemimpin terkemuka di Asia, serta salah satu tokoh politik dunia yang sangat diperhitungkan. Memahami manusia Soekarno, bagaikan memahami lukisan dengan seribu warna.Meminjam istilah Benda, Bung Karno adalah sosok dramatic personae, sebuah gambaran pribadi yang bukan hanya popular dan karismatik di mata rakyat, tapi juga kontradiktif dan controversial. Bung Karno mewakili sosok pemimpin rakyat yang multidimensional. Tidak ada tokoh di Indonesia yang semarak label seperti Bung Karno: proklamator, Bapak Bangsa, nation and character building, singa podium, agitator ulung, pemimpin absolute-totaliter dan kolaborator Jepang. Sebagian label itu bahkan berasal dari luar negeri, sebagai bukti bahwa ketokohan Bung Karno juga diakui khalayak internasional. Kompleksitas Bung Karno sebagai seorang pemimpin terlihat dari beragam perspektif yang digunakan masyarakat Indonesia untuk memandang Bung Karno.Disatu sisi, Bung Karno memang dihormati berkat pengorbanan dan kontribusinya dalam sejarah perjuangan bangsa. Di sisi lain, Bung Karno juga dipersalahkan karena tidak mau membubarkan PKI pasca G-30SPKI 1965, kegagalan ekonomi dan proyek-proyek mercusuar yang tidak efisien di era Demokrasi Terpimpin, serta kisah-kisah asmaranya yang kurang mencerminkan kualitas seorang pemimpin. Bung Karno juga dituduh sebagai penguasa yang cenderung totaliter. Pertanyaan yang perlu diajukan dalam konteks ini adalah bagaimanakah sebenarnya sikap politik Orde Baru terhadap Bung Karno.Harian Merdeka pernah menyimpulkan bahwa negara Orde Baru menggunakan ‘standar ganda’ dalam bersikap terhadap Bung Karno.Rachmawati Soekarnoputri juga pernah Universitas Sumatera Utara menyimpulkan ada dualisme sikap Pemerintah terhadap Bung Karno. Pada satu sisi, Pemerintah mengakuinya sebagai pahlawan dan proklamator kemerdekaan, di sisi lain Pemerintah mengizinkan terbitnya buku-buku yang mendeskriditkan dan merusak nama baik Bung Karno, membiarkan pihak-pihak yang berpresepsi bahwa Bung Karno adalah komunis, bahkan melarang berdirinya Universitas Bung Karno. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pers Orde Baru cenderung menghadirkan wacana legitimasi terhadap Bung Karno. Pers Orde Baru sebenarnya cukup legaliter dalam menyoroti kesalahan dan kegagalan Bung Karno dengan kata lain mereka tidak kehilangan daya kritis dalam merekontruksi realitas-realitas Bung Karno. Namun seperti terlihat dalam analisis data kuantitatif, wacana media Orde Baru lebih banyak melahirkan konstruksi sejarah yang favourable dan legitimate tentang Bung Karno. Kesimpulan ini didukung oleh kecerendungan framing yang ditunjukkan insane pers Orde Baru sendiri dalam mengkontruksi berita-berita tentang Bung Karno.Sebagai contoh, majalah Editor 1731990 berjudul “Agar Bangsa Ini Tidak Pecah” yang mengulas kekerasan sikap Bung Karno untuk tidak membubarkan PKI pasca-G 30 SPKI 1965. Kelemahan analisis framing yang terbingkai dari data manifest dan latent dengan akhir analisis latent dan simpulan latent. Objek yang dianalisis khusus tentang berita.Unit analisisnya berupa skema, produksi dan reproduksi berita. Analisis framingternyata masih memerlukan penyempurnaan, misalnya permasalahan model proses analisis framing. 2.2.3Penelitian Kualitatif Bogdan dan Taylor 1992: 21-22 menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan dan tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari dalam Basrowi, 2008: 1. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman Universitas Sumatera Utara tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan. Penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Latar alamiah. Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. 2. Manusia sebagai alat. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. 3. Metode kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif. 4. Analisis data secara induktif. Penelitian kualitatif mengutamakan analisis data secara induktif, dari lapangan tertentu yang bersifat khusus, untuk ditarik suatu proposisi atau teori yang dapat digeneralisasikan secara luas. 5. Teori dari dasar. Penelitian kualitatif lebih menghendaki penyusunan teori substantif yang berasal dari data. 6. Deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. 7. Lebih mementingkan proses daripada hasil. 8. Ada “batas” yang ditentukan oleh “fokus”. Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. 9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data. Penelitian kualitatif mendefinisikan validitas, reabilitas, dan objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan lazim digunakan dalam penelitian klasik. 10. Desain yang bersifat sementara. Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan. Jadi, tidak menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah lagi. 11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data. Basrowi, 2008: 20 2.2.4Berita, Bahasa dan Kontruksi Realitas Kejadian atau peristiwa yang menghasilkan fakta sangat banyak.Tetapi, tidak semua peristiwa tersebut dapat ditulis dan dikategorikan sebagai sebuah berita jurnalistik.Karena itu, berita pada dasarnya adalah peristiwa yang sudah ditentukan sebagai berita.Ia bukan peristiwa itu sendiri. Ashadi Siregar dalam buku Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa memberikan pendapat mengenai unsur-unsur nilai berita news value dan layak berita news worthy.Unsur-unsur tersebut yaitu pertama, Universitas Sumatera Utara significance penting.Unsur ini terlihat ketika kejadian atau peristiwa yang ada memengaruhi kehidupan masyarakat.Atau setidaknya memengaruhi kehidupan pembaca.Kedua, magnitude besar.Unsur ini ada dalam kejadian mengenai angka-angka yang berarti bagi kehidupan orang banyak.Ketiga, timeless waktu.Ini menyangkut tentang aktualitas sebuah kejadian, terutama mengenai baru dan tidaknya sebuah peristiwa.Keempat, proximity kedekatan.Kedekatan yang dimaksud adalah kedekatan terhadap pembaca yang berada dalam lingkungannya.Bisa kedekatan secara emosional, maupun secara geografis.Kelima, prominence tenar.Kejadian yang menyangkut orang, benda maupun tempat yang terkenal dan berpengaruh bagi banyak orang.Keenam, human interest manusiawi.Ini berkaitan dengan hal-hal yang menyentuh perasaan atau emosi pembaca. Sementara itu, Bill Kovach dan Tom Rosensteil memberikan sembilan elemen jurnalisme dalam bukunya The Elements of Journalism.Elemen-elemen ini adalah standar nilai berita dan layak berita yang didasarkan pada wawancara dengan 400 wartawan di seluruh dunia. Sembilan elemen jurnalisme tersebut yaitu, 1 kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran; 2 loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat; 3 intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi; 4 praktisi jurnalisme wartawan harus menjaga independensi terhadap narasumber berita; 5 jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan; 6 jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun dukungan masyarakat; 7 jurnalisme memberitakan hal yang penting menjadi menarik dan relevan; 8 jurnalisme menyiarkan berita komprehensif dan proporsional; 9 mengikuti hari nurani. Untuk bisa memenuhi nilai berita dan layak berita, sebuah peristiwa tidak harus memenuhi semua unsur di atas.Ia bisa memenuhi semua unsur, tetapi juga bisa hanya memenuhi beberapa unsur. Hal ini biasanya sesuai dengan hak prerogatif penerbitan pers dalam menentukan kebijakan redaksionalnya untuk menentukan unsur-unsur tersebut. Konstruksi realitas terjadi ketika wartawan atau media melakukan proses pembingkaian framing berita setelah nilai berita news values dan layak berita news worthy dipenuhi. Wartawan tidak melakukan pembingkaian dalam Universitas Sumatera Utara keseluruhan teks berita.Hanya di beberapa bagian saja dalam struktur berita yang dibingkai dan selanjutnya menentukan wacana yang dikonstruksi oleh wartawan. 2.2.5Media Massa dan Konstruksi Realitas Sosial Istilah interaksi merujuk pada bagaimana gagasan dan pendapat tertentu dari seseorang atau sekelompok orang ditampilkan dalam pemberitaan. Sehingga realitas yang terjadi tidak digambarkan sebagaimana mestinya, tetapi digambarkan secara lain. Bisa lebih baik atau bahkan lebih buruk, cenderung memarjinkan seseorang atau sekelompok orang tertentu Eriyanto, 2001: 113. Hal ini terkait dengan visi dan misi, serta ideologi yang dipakai oleh masing-masing media, sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak pada siapa jika yang diberitakan adalah seseorang, kelompok, atau golongan dalam masyarakat yang tergantung pada etika,moral, dan nilai-nilai tertentu, tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan. Hal ini merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkontruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Realitas Sosial adalah hasil kostruksi sosial dalam proses komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi sosial social construction, tentu tidak terlepas dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L Beger dan Thomas Luckman. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociological of Knowledge tahun 1966. Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan Bungin, 2008: 192. Kontruksi sosial berasal dari filsafat kontruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagsan pokok Konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Universitas Sumatera Utara Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme Suparno, 1997: 24. Dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan id Bertens, 1999: 89-106. Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta Bertens, 1999: 137-139. Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya ‘cogito ergo sum’ yang berarti “saya berfikir karena itu saya ada.” Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam ‘De Antiquissima Italorum Sapientia’dalam Suparno, 1997: 24, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ‘Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan’. Dia menjelaskan bahwa ‘mengetahui’ berarti ‘mengetahui bagaimana membuat sesuatu’ini berarti seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikontruksikannya. Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal; realisme hipotesis; dan konstruktivisme biasa Suparno, 1997: 25. 1. Konstruktivismeradikal Konstruktivismeradikalhanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata.Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran.Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologisme obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tdak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif, karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu. Universitas Sumatera Utara 2. Realismehipotesis Bagi realismehipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki. 3. Konstruktivismebiasa Konstruktivismebiasamengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu.Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri. Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya.Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial. Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan Luckmann telah direvisi dengan melihat fenomena media massa sangat substantif dalam proses eksternalisasi, subyektivasi dan internalisasi inilah yang kemudian dikenal sebagai “konstruksi sosial media massa”. Menurut perspektif ini tahapan- tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan kosntruksi; tahap konfirmasi Bungin, 2007: 188-189. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Tahap menyiapkan materi konstruksi Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum. 2. Tahap sebaran konstruksi Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca. 3. Tahap pembentukan konstruksi realitas Pembentukan konstruksi berlangsung melalui: 1 konstruksi realitas pembenaran; 2 kesediaan dikonstruksi oleh media massa ; 3 sebagai pilihan konsumtif. 4. Tahap Konfirmasi Universitas Sumatera Utara Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi Bungin, 2007: 14. Pada kenyataanya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstrusinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya. Melalui konstruksi sosial media, dapat dijelaskan bagaimana media massa membuat gambaran tentang realitas. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebenarnya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis Bungin, 2008: 203. Gambar 1 Proses Konstruksi Sosial Media Massa Universitas Sumatera Utara Sumber: Bungin, 2008: 204

2.2.6 Faktor Faktor yang Membentuk Isi Media

Dokumen yang terkait

Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah Tempo Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 49 110

Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah TEMPO Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 0 12

Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah TEMPO Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 0 2

Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah TEMPO Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 0 6

Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah TEMPO Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 0 39

Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah TEMPO Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 0 3

Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah TEMPO Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 0 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian - Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah Tempo Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah Tempo Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 0 6

Citra Aburizal Bakrie Terkait Pemilu Presiden 2014 (Analisis Framing Laporan Utama “SIASAT ABURIZAL” di Majalah Tempo Edisi 25 November-1 Desember 2013)

0 1 12