Analisis Sistem Identifikasi Osteoporosis melalui Bone Radiograph Menggunakan Evolving Multilayer Perceptron

30 merupakan parameter yang menentukan penambahan neuron baru pada jaringan ECoS. Arsitektur umum dari ECoS dapat dilihat pada Gambar 3.2. Gambar 3.2 General ECoS architecture Watts, 2009

d. Classification

Jaringan yang telah dilatih pada tahap sebelumnya digunakan oleh sistem dalam mengklasifikasikan citra input yaitu citra bone radiograph.

3. Output

Output dari citra digital bone radiograph ada 2 klasifikasi yaitu normal dan osteoporosis.

3.4 Analisis Sistem

Sistem yang akan dibangun adalah sistem Computer Aided Diagnosis CAD menggunakan evolving Multilayer Perceptron. CAD merupakan suatu sistem diagnosis menggunakan suatu komputer dengan citra medis oleh ahli radiologi dalam membuat interpretasinya. Sistem CAD lalu akan mengidentifikasi citra digital bone radiograph dan mengklasifikasikan antara citra bone radiograph normal atau osteoporosis. Sistem akan menerima input berupa citra digital bone radiograph. Data tersebut diproses dengan terlebih dahulu dengan melakukan image enhancement atau Universitas Sumatera Utara 31 perbaikan citra menggunakan teknik adjust, median filtering dan metode CLAHE, kemudian menggunakan metode feature extraction GLCM dari citra yang sudah diperbaiki tersebut untuk mendapatkan fitur tekstur. Kemudian fitur tekstur tersebut diproses dengan metode evolving multilayer perceptron untuk diklasifikasikan ke dalam 2 kategori normal atau osteoporosis. Algoritma ECoS yang dipakai yaitu algoritma Simple Evolving Connectionist Systems SECoS atau disebut juga evolving Multilayer Perceptron eMLP, untuk selanjutnya penulis akan sebut eMLP. Adapun gambaran algoritma eMLP dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar 3.3 Arsitektur umum SECoS Kasabov, 2007 Ekstraksi fitur pada citra input menggunakan GLCM yaitu matriks yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antara dua piksel dalam citra berskala keabuan grayscale pada arah orientasi tertentu dan jarak spasial. GLCM merupakan matriks berukuran n x n, di mana n adalah banyaknya level abu-abu yang dimiliki oleh citra grayscale. Langkah-langkah ekstraksi fitur menggunakan GLCM adalah sebagai berikut: a. Tentukan gray level sebagai ukuran matriks. Universitas Sumatera Utara 32 b. Tentukan jarak spasial dan sudut orientasi antara piksel referensi dengan piksel tetangga. Jarak yang digunakan pada penelitian ini adalah 1 dan sudut yang digunakan adalah 0 , 45, 90, 135. c. Hitung nilai kookurensi berdasarkan jarak dan sudut yang telah ditentukan. d. Jumlahkan matriks kookurensi dengan matriks transposenya agar matriks kookurensi menjadi simetris. e. Normalisasi matriks kookurensi ke bentuk probabilitas dengan cara membagi masing-masing nilai kookurensi dengan jumlah semua nilai kookurensi yang ada pada matriks, sehingga hasil penjumlahan semua nilai pada matriks bernilai 1. f. Hitung fitur tekstur yang diusulkan oleh Haralick. 4 fitur tekstur yang digunakan pada penelitian ini adalah contrast, correlation, energy, dan homogeneity. Hasil dari perhitungan tersebut diubah ke dalam bentuk vektor kolom. Karena terdapat 4 matriks GLCM di mana setiap masing-masing dari matriks tersebut menghasilkan 4 tekstur fitur, maka secara keseluruhan terdapat 16 fitur yang selanjutnya digunakan pada tahap pembelajaran dengan metode eMLP. Cara kerja sistem CAD yang akan dibangun terdiri dari 2 proses yaitu proses training dan proses testing. Adapun cara kerja sistem pada saat training antara lain sebagai berikut: 1. Input citra. 2. Lakukan image enhancement menggunakan metode adjust, median filtering, dan CLAHE kemudian bentuk matriks GLCM dengan grey level GL atau brightness value sebesar 64 dan jarak sebesar 1. 3. Buat vektor kolom dari hasil perhitungan fitur tekstur dari matriks GLCM yang telah dinormalisasi. 4. Input nilai sensitivity threshold Strh, error threshold Ethr, learning rate 1 Lr1, dan learning rate 2 Lr2. 5. Set node pertama sama dengan 1 dan set bobot 1 dan bobot 2 di mana bobot 1 adalah input vektor akhir dan bobot 2 adalah target vektor akhir. 6. Hitung nilai aktivasi A1 dari input vektor menggunakan Persamaan 2.13. Universitas Sumatera Utara 33 7. Cari node dengan nilai aktivasi tertinggi. 8. Jika nilai maksimum A1 lebih kecil dari nilai sensitivity threshold maka node ditambah satu dan bobot vektor masukan diberi inisialisasi sesuai dengan input vector I dan bobot vektor keluarnya diinisialisasi sesuai dengan desiredoutput vector O d , kemudian menuju ke langkah 13. 9. Lakukan propagasi terhadap most highly activated node dengan menggunakan metode OneOfN yaitu nilai yang digunakan untuk propagasi maju dari evolving layer ke output layer menggunakan node dengan nilai aktivasi tertinggi. 10. Hitung error yaitu selisih antara desired output dan actual output. 11. Jika error antara desired output dan actual output yang dihasilkan dari node- node yang aktif lebih besar dari error threshold Ethr atau desired output dari node yang aktif tidak sama dengan desired output pada saat i maka node ditambah satudan bobot vektor masukan diberi inisialisasi sesuai dengan input vector I dan bobot vektor keluarnya diinisialisasi sesuai dengan desired output vector O d , kemudian menuju ke langkah 13. 12. Nilai bobot 1 diubah menggunakan Persamaan 2.15 dan nilai bobot 2 diubah menggunakan Persamaan 2.16. 13. Melakukan pelatihan terhadap data selanjutnya dan menuju langkah 6. Ketika seluruh data sudah dilatih, jumlah node dan matriks bobot yang terkait pada setiap node kemudian disimpan untuk selanjutnya digunakan pada proses testing. Cara kerja sistem pada saat testing antara lain sebagai berikut: 1. Input citra dan lakukan perbaikan citra menggunakan metode adjust, median filtering, dan CLAHE. 2. Bentuk matriks GLCM dengan grey level GL atau brightness value sebesar 64 dan jarak sebesar 1. 3. Buat vektor kolom dari hasil perhitungan tekstur fitur dari matriks GLCM yang telah dinormalisasi. 4. Inisialisasi jumlah node sama dengan jumlah keseluruhan node dari hasil pelatihan dan inisialisasi nilai dari bobot yang terkait dengan node-node tersebut. Universitas Sumatera Utara 34 5. Hitung nilai aktivasi A1 dari input vektor menggunakan Persamaan 2.13. 6. Cari node dengan nilai aktivasi tertinggi. 7. Lakukan propagasi pada evolving layer menggunakan OneOfN. 8. Actual output akan dibagi menjadi 2 bagian yaitu normal dan osteoporosis 9. Melakukan testing terhadap data selanjutnya dan menuju langkah 2. Cara kerja sistem bagian testing terhadap data baru antara lain sebagai berikut: 1. Input citra dan lakukan perbaikan citra menggunakan metode adjust, median filtering, dan CLAHE. 2. Bentuk matriks GLCM dengan grey level GL atau brightness value sebesar 64 dan jarak sebesar 1. 3. Buat vektor kolom dari hasil perhitungan tekstur fitur dari matriks GLCM yang telah dinormalisasi. 4. Inisialisasi jumlah node sama dengan jumlah keseluruhan node dari hasil pelatihan dan inisialisasi nilai dari bobot yang terkait dengan node-node tersebut. 5. Hitung nilai aktivasi A1 dari input vektor menggunakan Persamaan 2.13. 6. Cari node dengan nilai aktivasi tertinggi. 7. Lakukan propagasi terhadap evolving layer menggunakan OneOfN. 8. Actual output akan dibagi menjadi 2 bagian yaitu normal dan osteoporosis. 9. Melakukan testing terhadap data selanjutnya dan menuju langkah 2. Adapun gambaran proses algoritma eMLP pada sistem dapat dilihat pada Gambar 3.4. Universitas Sumatera Utara 35 Gambar 3.4 Algoritma eMLP pada sistem Universitas Sumatera Utara 36

3.5 Perancangan Sistem