Penelitian Terdahulu Latar Belakang

di mana:  � ,� � merupakan bobot keluar , � pada saat �  � ,� � + merupakan bobot masuk , � pada saat � +  � merupakan learning rate 2  � merupakan nilai aktivasi dari node j  � merupakan error pada saat p yang dihitung berdasarkan Persamaan 2.17. � = � − � � . di mana:  � merupakan nilai aktivasi dari keluaran o.  � � merupakan nilai aktivasi hasil perhitungan dari o.

2.7 Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan osteoporosis antara lain: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Tahun Hasil 1. Ken Zheng dan Sokratis Makrogiannis 2016 Tercapai akurasi 79.3 dan AUC 81 menggunakan Bayes Classifier 2. Yang Song, Weidong Cai, Fan Zhang, Heng Huang, Yun Zhong, David Dagan Feng 2014 Menggunakan Fisher Encoding of Local Descriptors, tercapai peningkatan sensitivity dan specifity sebesar 16 dan 13 dibandingkan dengan menggunakan model Bag-of- Visual BoW Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Lanjutan No Nama Peneliti Tahun Hasil 3. Florian Yger 2014 Tercapai sensitivity dan specificity sebesar 62 dan 66 menggunakan metode Marginal- Haar 4. Kavya R, Joshi Manisha Shivaram 2015 Menggunakan Feed Forward Neural Network Classifier, tercapai sensitivity sebesar 95 5. Khaled Harrar, Latifa Hamami, Eric Lespesailles, Rachid Jennane 2013 Sensitivity 100 dari p-WhE untuk diagnosis osteoporosis dicapai pada Hi = 0.7871 dan specificity 100 pada Hi = 0.7804 Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai dengan penurunan kepadatan mineral tulang, perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang mengakibatkan tulang menjadi rapuh, sehingga tulang mudah retak atau bahkan patah Depkes, 2008. Osteoporosis adalah kelainan tulang yang dikarakterisasikan dengan densitas massa tulang yang rendah dan deteriorisasi jaringan tulang, dengan subsekuensi kerapuhan tulang dan mengakibatkan tulang menjadi rawan patah Bartl Frisch, 2009. Osteoporosis tidak memiliki gejala khusus, sehingga dibutuhkan deteksi awal agar penyakit ini dapat dicegah. Adapun deteksi awal osteoporosis dilakukan dengan cara melihat tekstur tulang. Tekstur tulang dapat dilihat melalui citra bone radiograph. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang, diantaranya adalah SXA Single Energy X-Ray Absorptiometry, DXA Dual Energy X-Ray Absorptiometry, PDXA Peripheral Dual Energy X-ray Absorptiometry,QCT Quantitative Computated Tomography, SPA Single Photon Absorptiometry,DPA Dual Photon Absorptiometry, Ultrasound, dan RA Radiographic Absorptiometry. Adapun teknik yang dijadikan standar dalam diagnosis osteoporosis adalah DXA. Di Indonesia, jumlah DXA yang tersedia masih sedikit dan biaya pemeriksaannya relatif mahal Wahyudiyanta, 2010. Hal ini menyebabkan pemeriksaan radiologi biasa morfometri masih memiliki peranan besar dalam diagnosis osteoporosis karena jumlahnya lebih banyak dan biayanya relatif lebih murah. Akan tetapi, identifikasi osteoporosis melalui citra hasil morfometri masih dilakukan secara manual oleh pakar Rheumatologi, sehingga hasil identifikasi tergantung pada keahlian dan pengalaman pakar Rheumatologi tentang osteoporosis. Penelitian yang memanfaatkan citra X-Ray untuk mengidentifikasi osteoporosis sudah dilakukan dengan menggunakan Support Vector Machine dengan kernel Radial Universitas Sumatera Utara 2 Basis Function RBF Kavitha et al, 2012, dimana bagian yang diidentifikasi adalah tulang rahang. Penelitian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan jaringan saraf tiruan backpropagation dan representasi ciri dalam ruang eigen Mardianto Pratiwi, 2008. Bagian yang diidentifikasi adalah pergelangan tangan dan jari tangan. Jaringan saraf tiruan yang digunakan mampu mengenali pola learning dengan baik, tetapi kurang berhasil mengenali pola non-learning, sehingga hasil klasifikasi menjadi kurang baik. Ekstraksi fitur merupakan proses pengambilan karakteristik atau ciri-ciri yang unik dari suatu objek yang akan diolah. Gray Level Co-occurrence MatrixGLCM yang juga disebut dengan grey tone spatial dependency matrix merupakan salah satu metode statistik analisis tekstur berdasarkan pada hubungan antara nilai piksel abu- abu dalam citra. GLCM menggunakan perhitungan tekstur pada orde kedua yang memperhitungkan hubungan antar pasangan dua piksel pada citra asli Kadir, 2013. Evolving Connectionist Systems ECoS adalah neural network yang mampu mengembangkan struktur, fungsionalitas, dan representasi pengetahuan internal melalui pembelajaran yang berkelanjutan dari data dan interaksi dengan lingkungan Kasabov, 2007. ECoS mampu mengatasi kelemahan-kelemahan pada jaringan saraf tiruan seperti kesulitan dalam menentukan arsitektur sistem dan waktu pelatihan yang cukup lama. Algoritma ECoS yang akan diimplementasikan adalah Simple Evolving Connectionist Systems SECoS atau disebut juga Evolving Multilayer Perceptrons eMLP. Evolving multilayer perceptron merupakan algoritma multi layer perceptron pada jaringan syaraf tiruan yang telah mengimplementasikan konsep dari Evolving Connectionist System ECOS. Algoritma ini dapat mengembangkan struktur jaringannya sendiri sesuai dengan input yang diterima. Pada penelitian ini penulis akan menggunakan Evolving Multilayer Perceptron dalam mengklasifikasikan citra bone radiograph.

1.2. Rumusan Masalah