Kesimpulan Saran Osteoporosis Identifikasi Osteoporosis melalui Bone Radiograph Menggunakan Evolving Multilayer Perceptron

61 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pengujian sistem berbasis CAD dengan menggunakan evolving Multilayer Perceptron eMLP antara lain: 1. Sensitivity threshold=0.5, error threshold=0.01, learning rate 1=0.5, dan learning rate 2=0.5 merupakan parameter yang digunakan dengan hasil terbaik dibandingkan dengan parameter yang lain digunakan di penelitian ini pada jaringan eMLP untuk klasifikasi pada citra bone radiograph dengan akurasi 87.50 dengan dataset atau citra-citra yang sudah ditentukan. 2. Pada bone radiograph dataset yang sudah ditentukan didapat nilai sensitivitas dan spesifisitas yang diperoleh masing-masing yaitu 84.61 dan 90.90.

5.2 Saran

Beberapa saran penulis untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1. Gunakan metode ekstraksi fitur lainnya untuk mendapatkan nilai ciri atau karakteristik yang lebih unik ditemukan pada setiap citra. 2. Parameter berbeda dan citra yang digunakan untuk training dan testing dapat menghasilkan hasil yang berbeda juga, oleh karena itu penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya memakai neural network selain dari set parameter metode propagasi One-Of-N dan membuat dataset dengan citra-citra yang tidak digunakan pada penelitian ini baik untuk pelatihan maupun pengujian. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Osteoporosis

Osteoporosis adalah kelainan tulang yang dikarakterisasikan dengan densitas massa tulang yang rendah dan deteriorisasi jaringan tulang, dengan subsekuensi kerapuhan tulang dan mengakibatkan tulang menjadi rawan patah Bartl Frisch, 2009. 2.1.1 Patofisiologi Pada wanita yang memasuki fase menopause dan pasca menopause, proses osteoporosis yaitu penurunan densitas massa tulang akan terjadi secara berlanjut dan bertahap. Sementara pada pria osteoporosis terjadi lebih lambat, namun seperti halnya dengan wanita, hal ini disebabkan karena meningkatnya proses resorpsi sel osteoclast yang merupakan akibat langsung dari penurunan hormone steroid, seperti pada penderita hypogonadism Bartl Frisch, 2009. Penurunan hormon steroid ini juga memiliki dampak langsung terhadap sel-sel yang memiliki reseptor estrogen alpha atau beta, seperti pada sel-sel mesenchymal progenitor di sumsum tulang yang memproduksi sel osteoblast sel pembangun tulang dan sel adipocytes sel lemak. Hormon estrogen lah yang akan mempromosikan perubahan osteoblastogenic menjadi osteoblast, dan juga akan menghambat proses adipogenesis pembentukan lemak. Oleh karena itu, pada usia lanjut proses pembentukan sel-sel tulang akan menurun karena dampak langsung dari pergeseran keseimbangan proses produksi sel tulang dan sel lemak di sumsum tulang, yang mana akan lebih banyak proses pembentukan sel adiposit Bartl Frisch, 2009. 2.1.2 Jenis-jenis osteoporosis Osteoporosis pada awalnya dikategorikan sebagai osteoporosis primer atau sekunder. Osteoporosis primer terjadi bersama-sama dengan dan sebagai akibat dari kondisi fisiologis yang menurun akibat dari proses penuaan. Osteoporosis sekunder terjadi akibat dari efek patofisiologis pada tulang-tulang kerangka oleh berbagai gangguan Universitas Sumatera Utara dan penyakit dari organ lain di tubuh penyakit ginjal, tumor, dll. Osteoporosis dapat dibagi atas beberapa jenis berdasarkan penyebaran, umur, jenis kelamin, dan histology Bartl Frisch, 2009. A. Penyebaran Osteoporosis dapat terlokalisir pada satu tulang atau satu bagian tubuh, yaitu osteoporosis focal atau osteoporosis regional, berbeda dari osteoporosis pada yang bersifat sistemik atau diseluruh tubuh. Faktor-faktor penyebab utama proses osteoporosis adalah Bartl Frisch, 2009 :  Kurangnya aktifitas tubuh Contohnya adalah osteoporosis regional yang terjadi pada satu tulang setelah mengalami patah tulang atau cedera syaraf motorik. Kurangnya pergerakan pada bagian tubuh tersebut akan menyebabkan peningkatan proses osteoplastic resorption yang mana jika terjadi secara ekstensif, akan menyebabkan komplikasi pada ginjal hypercalciuria dan hyperphospaturia. Dan jika aktivitas pergerakan pada bagian tubuh tersebut dimulai kembali, proses osteoporosis ini dapat berhenti dan tulang dapat menjadi normal kembali, khususnya pada anak-anak dan remaja.  Penyakit Complex regional pain syndrome CRPS, Sudeck’s disease, algodystrophy, symphatetic reflex dystrophy Penyakit-penyakit ini biasanya terjadi pada bagian tangan, lutut, pergelangan kaki dan dikarakteristikkan dengan pembengkakan dan rasa sakit. Kondisi ini akan berakhir pada terjadinya proses osteoporosis pada tulang-tulang bagian tubuh yang terlibat.  Osteoporosis sementara Pada awalnya hal ini ditemukan pada tulang pinggul wanita hamil yang mana tulang akan kembali normal setelah proses hamil dan melahirkan terlewati.Telah ditemukan juga suatu penyakit osteoporosis sementara pada tulang-tulang sendi lutut dan pergelangan kaki terutama pada laki-laki dan perempuan muda. Rasa sakit kelihatannya muncul secara spontan tanpa ada trauma sebelumnya. Diagnosa dilakukan dengan menggunakan magnetic resonance imaging MRI, yang menunjukkan oedema dari sumsum tulang tersebut. Biasanya proses ini Universitas Sumatera Utara terbatas hanya dalam kurun waktu 1 tahun dan akan sembuh dengan sendirinya. Bersamaan dengan CRPS gangguan ini sekarang dinamakan sebagai “bone marrow oedema syndrome ”.  Penyakit osteolytic lainnya Proses osteoporosis dapat terjadi akibat penyakit osteolytic, seperti infeksi, tumor, trauma dan juga penyakit metabolic, vascular, congenital serta perubahan genetik.  Osteoporosis sistemik Penyakit ini lebih sering muncul dibandingkan osteoporosis regional. Terlepas dari namanya, osteoporosis sistemik bukan berarti osteoporosis yang terjadi pada seluruh tulang kerangka di tubuh dalam satu waktu, namun mempunyai distribusi yang simetris kanan dan kiri. Juvenile dan Postmenopausalosteoporosis umumnya mempengaruhi tulang kerangka axial tulang belakang, sementara yang osteoporosis primer akan mengenai tulang tubular, khususnya laki-laki. Akibatnya, adanya densitas massa tulang yang normal pada tulang-tulang tubular, bukan berarti tulang axial tidak mungkin mengalami osteoporosis. Hal ini penting untuk diperhatikan dalam evaluasi pengukuran Bone Mineral Density BMD yang dilakukan lokal akan hanya mewakili tulang yang diukur saja, dan tidak dapat diekstrapolasi ke tulang-tulang lainnya. B. Umur dan jenis kelamin  Idiopathic Juvenile Osteoporosis Osteoporosis ini biasanya terjadi pada anak-anak atau remaja di antara usia 8 sampai 18 tahun. Diagnosa penyakit ini meliputi osteogenesis imperfecta, cushing syndrome dan penyakit-penyakit sumsum tulang yang didiagnosa dari analisis darah, sumsum tulang, dan biopsi tulang.  Idiopathic Osteoporosis di dewasa muda Osteoporosis ini umumnya terjadi pada laki-laki di usia antara 30 sampai 50 tahun dan juga di cirikan dengan retak di bagian vertebrae. Parameter biokimia dan biopsi tulang menampilkan meningkatnya bone resorption. Seringkali pasien- pasien yang menderita penyakit ini adalah perokok berat. Universitas Sumatera Utara  Postmenopausal type I osteoporosis Osteoporosis ini adalah osteoporosis yang paling umum ditemukan pada wanita pada umur di antara 51 sampai 75 tahun akibat dari postmenopause. Hilangnya densitas tulang sebenarnya dimulai tahun-tahun sebelumnya dan bertambah parah seiring waktu dengan menopause perimenopausal. Sekitar 30 dari semua wanita akan terkena osteoporosis setelah menopause. Berkurangnya produksi hormone estrogen pada wanita menopause akan meningkatkan proses penghancuran tulang yang tidak mampu diimbangi oleh proses pembentukannya, terutama pada tulang-tulang kompak yang rentan seperti tulang vertebrae dan tulang panggul yang dapat berakhir pada patah tulang. Hal yang sama dapat juga terjadi pada pria dikarenakan berkurangnya hormone testosterone namun tidak secepat dan sehebat menurunnya hormone estrogen pada wanita. C. Nilai densitas tulang Di dalam praktik klinis, degree of severity tingkat keparahan dari penyakit tulang harus ditentukan secara akurat sebelum keputusan diambil untuk strategi terapi. Pada wanita, osteoporosis bisa didiagnosa jika nilai densitas tulang BMD sebesar 2.5 SD standar deviasi di bawah rata-rata dengan referensi populasi muda. Kategori diagnosa adalah sebagai berikut Bartl Frisch, 2009:  Normal : nilai densitas tulang yang lebih tinggi 1 SD dibawah rata-rata nilai wanita muda nilai T lebih tinggi atau sama dengan -1 SD  Osteopenia densitas rendah : nilai densitas tulang lebih tinggi 1 SD dibawah rata-rata wanita muda, namun kurang dari 2.5 SD dari nilai normal nilai T -1 dan -2.5 SD  Osteoporosis: nilai densitas tulang 2.5 SD atau lebih daripada nilai rata-rata wanita muda nilai T kurang dari atau sama dengan -2.5 SD  Osteoporosis berat: nilai densitas 2.5 SD atau lebih dibawah nilai rata-rata wanita muda disertai dengan terdapatnya patah tulang yang diakibatkan osteoporosis. Nilai-nilai diatas tersebut berdasarkan nilai T yang dihiutng dengan menggunakan X-ray absoptiometry DXA pada tulang panggul, dan nilai-nilai tersebut ditentukan Universitas Sumatera Utara setelah dilakukan pemantaun secara mendalam terhadap perbedaan densitas tulang berdasarkan usia, jenis kelamin, dan ras. D. Histologi Ketebalan tulang dapat diperiksa secara mikroskopis, dimana pada tulang panggul normal sebesar 20-25, dan jika nilai tersebut turun hingga 16 maka dapat dikatakan bahwa penipisan tulang sudah terjadi Bartl Frisch, 2009. 2.1.3 Faktor resiko Banyak faktor resiko yang dihubungkan dengan terjadinya osteoporosis pada pria. Hampir setengah dari seluruh faktor adalah akibat genetik atau usia, dengan sisanya akibat terhadap variabel yang dapat dimodifikasi. Bakhireva dkk secara prospektif meneliti prediktor dari kehilangan massa tulang pada usia tua usia 45 sampai 92 tahun dan menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi massa tulang:  usia 75 tahun  rendahnya indeks massa tubuh 24 kgm2  penurunan berat badan 5 selama 4 tahun  merokok  kurangnya aktifitas fisik Pada kelompok tersebut kejadian hilangnya massa tulang lebih besar pada leher femur dan vertebra lumbar dibanding dengan yang aktif secara fisik. Resiko fraktur osteoporosis akan meningkat, tidak hanya dengan BMD yang rendah 18,5 kgm2 tetapi juga dengan riwayat fraktur sebelumnya dan menurunnya berat badan lebih dari 10 persen dalam waktu singkat. Terdapat beberapa faktor yang bisa di ubah dan yang tidak bisa diubah yang dapat mempercepat terjadinya osteoporosis hingga fraktur osteoporosis. Beberapa faktor resiko yang tidak dapat diubah contohnya Brinker O’Connor, 2008:  Faktor genetik  Riwayat keluarga dekat mengalami fraktur osteoporosis  Jenis kelamin wanita, dikatakan bahwa wanita mempunyai resiko hingga 50 lebih tinggi untuk mengalami osteoporosis dibandingkan pria Universitas Sumatera Utara  Usia tua, dikatakan bahwa pria atau wanita yang telah berusia diatas 70 tahun, akan meningkat resiko mengalami osteoporosis setiap kelipatan 5 tahun berikutnya  Ras kaukasia Beberapa faktor resiko yang masih dapat diubah:  Perilaku merokok  Rendahnya massa tubuh  Rendahnya konsumsi vitamin D dan kalsium  Peminum alcohol yang berlebih  Aktifitas fisik yang kurang  Trauma minor yang berkelanjutan terus menerus  Kesehatan yang buruk  Defisiensi estrogen pada wanita 2.1.4 Tanda dan gejala Nyeri tulang belakang adalah gejala yang paling sering dialami seseorang terutama pada usia tua yang telah mengalami osteoporosis. Nyeri terebut harus diperiksa oleh dokter untuk memastikan bahwa gejala tersebut memang disebabkan oleh proses osteoporosis. Terdapat beberapa gjala lainnya yang sering dijumpai pada pasien- pasien osteoporosis:  Berkurangnya tinggi tubuh  Berubahnya postur tubuh bungkuk  Tulang belakang yang terasa bergeser  Kontraksi otot yang tidak sinkron Gejala osteoporosis yang paling berat adalah ketika sudah dijumpainya patah tulang yang terjadi akibat trauma-trauma ringan seperti terjatuh. 2.1.5 Pencegahan dan Pengobatan Penatalaksanaan osteoporosis membutuhkan edukasi dan usaha terhadap modifikasi gaya hidup, asupan kalsium dan vitamin D yang adekuat, berhenti merokok, pembatasan asupan alkohol, dan olah raga teratur. Contoh penanganan pada Universitas Sumatera Utara osteoporosis sekunder adalah dengan intervensi spesifik untuk proses penyakit individu termasuk menghindari penggunaan hormon tiroid yang berlebihan Thyroid Replacement Therapy, menjalani paratiroidektomi untuk hiperparatiroidisme, dan pemberian dosis terendah kortikosteroid untuk kontrol penyakit Bartl Frisch, 2009. Pencegahan terjadinya proses osteoporosis merupakan hal penting yang pertama kali harus dilakukan, dikarenakan memang tidak ada metode yang sepenuhnya efektif dan aman dalam mengembalikan jaringan tulang yang telah hilang. Prinsip pencegahan adalah dengan memaksimalkan proses formasi tulang disaat muda dan mengurangi hal-hal yang memicu resorpsi tulang di saat tua. Hal-hal pencegahan yang umum berupa:  Nutrisi yang adekuat  Modifikasi gaya hidup mengurangi konsumsi alkohol dan merokok  Aktifitas fisik yang baik  Fisioterapi  Mengurangi resiko jatuh Penanganan non-farmakologis tersebut berperan sebagai pendukung utama penanganan farmakologis yang diberikan dan akan jauh mengurangi resiko terjadinya fraktur osteoporosis. Penanganan farmakologis termasuk: a. Kalsium Kadar kalsium darah normalnya berkisar 9.5 – 10.5 mgdL. The National Osteoporosis Foundation merekomendasikan konsumsi kalsium senilai 1000mghari pada pria dan wanita di bawah usia 50 tahun dan 1200mghari setelah diatas usia 50 tahun yang dibagi dalam beberapa dosis per harinya. Suplemen kalsium terdapat dalam dua bentuk, yaitu kalsium karbonat dan kalisum sitrat Lane Edward, 1997. b. Vitamin D Berperan dalam penyerapan kalisum di usus, rendahnya vitamin D menyebabkan kadar kalsium serum rendah dan memicu pelepasan hormon parathyroid yang akan mengeluarkan kalsium dari tulang dan mengakibatkan Universitas Sumatera Utara osteopenia hingga terjadi osteoporosis. Sumber vitamin D didapat dari tiga bentuk Dell Green, 2008: - paparan sinar matahari ultraviolet - makanan ikan salmon, tuna, dan lainnya - suplemen vitamin D c. Kalsitonin Kalsitonin merupakan hormon yang beraksi mengurangi aktifitas osteoclast, dan juga memiliki efek analgesik yang mekanisme nya belum jelas. Dibeberapa negara maju terdapat sediaan injeksi kalsitonin yang diekstrak dari salmon dengan dosis 100IU per harinya Lucas Einhom, 1993. d. Estrogen dan terapi hormon Penurunan atau hilangnya produksi hormon estrogen pada wanita dewasa akan meningkatkan proses remodeling tulang. Terapi pengganti hormon estrogen mengembalikan keseimbangan remodeling tulang, mencegah hilangnya massa tulang, dan mengurangi resiko terjadinya fraktur osteoporosis Lucas Einhom, 1993. e. Bisphosponates Bisphoponates merupakan analog yang aktif dan stabil dari pirophospate, yang mampu menekan proses resorpsi oleh osteoclast dan menghambat turnover tulang. Beberapa contoh produk biphosponate yang banyak di pasaran Lucas Einhom, 1993: - Etindronate - Alendronate - Pamindronate - Residronate Bisphosponate berkerja secara primer di dalam trabekula tulang, namun kurang efektif dalam mencegah resorpsi tulang kortikal contohnya pada fraktur osteoporosis tulang panggul Lane Edward, 1997.

2.2 Image Processing