8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian Yulida 2011 yang berjudul Analisis Efisiensi Agroindustri Kacang Kedelai di Desa Dayun Kecamatan Dayun Kabupaten Siak menyatakan
bahwa nilai tambah pendapatan rata-rata selama bulan September 2009 untuk tahu adalah Rp 3.642,40bahan baku kacang kedelai artinya setiap satu kilogram
bahan baku kacang kedelai memberikan nilai tambah sebesar Rp 3.642,40. Untuk nilai tambah tempe adalah sebesar Rp 3.825,18 artinya setiap satu kilogram bahan
baku kacang kedelai yang digunakan untuk memproduksi tempe memberikan nilai tambah sebesar Rp 3.642,40. Distribusi nilai tambah untuk tahu terhadap tenaga
kerja rata-rata 0,72 dan rata-rata 99,28 untuk tingkat keuntungan, sedangkan untuk tempe rata-rata 2,18 distribusi nilai tambah untuk tenaga kerja dan
97,82 rata-rata untuk distribusi tingkat keuntungan. Besar kecilnya proporsi bagian tenaga kerja ini tidak mencerminkan besar kecilnya perolehan pekerja.
Angka ini hanya memberikan gambaran perimbangan antara besarnya bagian pendapatan tenaga kerja labour income dengan bagian pendapatan responden.
Tahu memberikan margin rata-rata sebesar Rp 5.900kg bahan baku yang didistribusikan untuk tenaga kerja sebesar 0,44 sumbangan input lain 38,26
dan keuntungan perusahaan 61,29, sedangkan tempe memberikan margin rata- rata sebesar Rp 5.600kg bahan baku yang didistribusikan untuk tenaga kerja
sebesar 1,48 sumbangan input lain 31,69 dan keuntungan perusahaan 66,81. Menurut penelitian Leksana 2006 yang berjudul Analisis Nilai Tambah
dan Prospek Agroindustri Suwar-Suwir di Kabupaten Jember menyatakan bahwa nilai RC ratio pada agroindustri suwar-suwir adalah sebesar 1,46 yang berarti
bahwa penggunaan biaya produksi sudah efisien karena nilai RC ratio lebih besar dari satu. Nilai RC ratio sebesar 1,46 dapat diartikan bahwa dengan penggunaan
biaya produksi sebesar Rp 1,00 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,46 sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 0,46. Hal ini menunjukkan bahwa
pengusaha suwar-suwir mampu mengalokasikan biaya produksinya secara efisien.
8
9
Berdasarkan penelitian Budiman dkk 2014 yang berjudul Analisis Efisiensi dan Nilai Tambah Agroindustri Tahu di Kota Pekanbaru menyatakan
bahwa usaha agroindustri tahu sudah efisien karena RC Rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1,39 berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam
usaha agroindustri tahu memberikan penerimaan sebesar 1,39 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Selain itu, nilai tambah yang diperoleh dari tahu ukuran kecil
adalah sebesar Rp7.607,69kg. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai output produksi tahu ukuran kecil dengan biaya bahan baku dan biaya bahan
penunjang lainnya. Rasio nilai tambah tahu ukuran kecil adalah sebesar 51,49, artinya 51,49 persen dari nilai output tahu kecil merupakan nilai tambah yang
diperoleh dari pengolahan agroindustri tahu. Nilai tambah yang diperoleh dari tahu ukuran besar adalah sebesar Rp 5.578,80kg. Nilai tambah ini diperoleh dari
pengurangan nilai output produksi tahu ukuran besar dengan biaya bahan baku dan biaya bahan penunjang lainnya. Rasio nilai tambah tahu ukuran kecil adalah
sebesar 43,77, artinya 43,77 persen dari nilai output tahu besar merupakan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan agroindustri tahu.
Penelitian Rahmanta 2013 yang berjudul Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pemasaran Usaha Agroindustri Tahu di Kota Medan menyatakan bahwa
nilai tambah yang dihasilkan usaha industri tahu cina Rp 2.295,14kg, nilai tambah yang dihasilkan usaha industri tahu sumedang mentah Rp 2.728,51kg,
dan nilai tambah yang dihasilkan usaha industri tahu sumedang goreng Rp 17.692,22kg. Dengan demikian nilai tambah yang dihasilkan usaha industri tahu
adalah positif, baik untuk tahu cina, tahu sumedang mentah dan tahu sumedang goreng.
Berdasarkan penelitian Astuti 2008 yang berjudul Analisis Nilai tambah dan Pendapatan Agroindustri Berbahan Baku Tape di Kabupaten Bondowoso
menyatakan bahwa agroindustri berbahan baku tape mampu memberikan nilai tambah positif jika di olah menjadi suwar-suwir, proll tape dan brownies tape.
Pendapatan agroindustri berbahan baku tape yaitu menguntungkan dan penggunaan biaya produksi pada agroindustri tersebut sudah efisien. Agroindustri
berbahan baku tape telah mampu melampaui Break Even Point BEP.
10
Penelitian Asmaul dkk 2006 yang berjudul Analisis Aspek Pemasaran dalam Pengembangan Usaha Tahu Takwa di Kediri menyatakan bahwa
pemasaran yang dilakukan oleh agroindustri Tahu Takwa Kota Kediri adalah melalui pengecer dengan mempertimbangkan lokasi pengecer produk dapat
terdistribusikan secara maksimal. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kerugian agroindustri, karena pengecer langsung membeli produk tahu ke
agroindustri dan tidak berhak mengembalikan produk yang tidak laku terjual kepada produsen. Selain itu, ada juga agroindustri yang memasarkan produknya
langsung ke outlet resminya. Hal tersebut bertujuan untuk memusatkan proses pemasaran di outlet resmi tersebut dan konsumen tidak perlu bingung mencari
produknya.
Gambar 2.1 Pola Pemasaran Tahu Takwa
Penelitian Hidayat 2004 dengan judul Prospek Usaha Home Industry Tahu Studi Kasus di Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso menunjukkan
bahwa berprospek home industry tersebut baik. Hal itu ditunjukan dengan analisis SWOT yang menyatakan bahwa usaha home industry tahu di Kecamatan
Tamanan Kabupaten Bondowoso berada dalam posisi grey area. Usaha home industry tahu tersebut memiliki nilai IFAS sebesar 2,3 dan nilai EFAS sebesar
1,33 yang berarti bahwa home industry tahu di Kecamatan Tamanan Kabupaten Bodowoso memiliki usaha yang cukup kuat dan memiliki kompetensi untuk
pengerjaannya, namun peluang pasar sangat terancam.
2.2 Kacang Kedelai