ratusan masyarakat daerah yang ada di Indonesia. Terpikirlah untuk membuat sebuah museum etnobotani Info Lingkungan, 2010.
2.4 Beberapa Penelitian Tumbuhan Obat
Akhir-akhir ini penelitian tentang jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi dan diduga berpotensi sebagai obat gencar dilakukan. Penelitian tentang pengetahuan dan
pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal telah banyak dilakukan di Indonesia, diantaranya pemanfaatan suku Zingiberaceae sebagai obat tradisional oleh
masyarakat Lembak Delapan, Bengkulu Siagian Sunaryo, 1996. Selain itu, penelitian tentang inventarisasi tumbuhan obat tradisional dan pemanfaatannya telah
dilakukan oleh Des 1993 di kotamadya Padang. Namun, penelitian tentang pemanfaatan suku Zingiberaceae sebagai bahan obat tradisional dan kajian etnobotani
pada berbagai etnis di Kalimantan Selatan belum banyak dilakukan.
Menurut Sadjudin 2000 dalam Kuntorini 2005, mengemukakan bahwa Kota Banjarbaru merupakan bagian dari propinsi Kalimantan Selatan dikenal sebagai
kota pendidikan, kota pemukiman, kota pemerintahan, kota jasa, industri dan perdagangan sehingga dihuni oleh berbagai etnis yaitu antara lain etnik Jawa, Banjar,
Dayak, Madura, Bugis, Sunda, Batak daln lainnya. Diasumsikan dengan dihuni oleh berbagai etnis tersebut maka masyarakat Banjarbaru kaya dengan khasanah
pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional khususnya dari suku Zingiberaceae.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai bulan Januari 2010 di kawasan hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara.
3.2 Deskripsi Area 3.2.1 Letak dan Luas
Hutan Gunung Sinabung secara administratif termasuk desa Lau Kawar, Kecamatan
Simpang Empat, Kabupaten Karo dengan luas area 13.844 ha. Dari Brastagi berjarak lebih kurang 27 km atau 86 km dari kota Medan. Secara geografis Hutan Gunung
Sinabung terletak pada 03 11”- 03
12” BT dan 98 22”- 98
24” LU Lampiran a, yang berada pada ketinggian ± 1400-2450 m dpl UML, 2001. Hutan Gunung Sinabung
berbatasan dengan: - Sebelah Utara
: Kawasan Ekosistem Leuser Kabupaten Langkat - Sebelah Selatan
: Kecamatan Munte - Sebelah Barat
: Kawasan Ekosistem Leuser Kecamatan Payung - Sebelah Timur
: Kecamatan Simpang Empat dan Kabanjahe
3.2.2 Topografi
Berdasarkan pengamatan di lapangan, Hutan Gunung Sinabung pada umumnya memiliki topografi relative bergelombang sampai dengan curam. Sehingga ditemukan
banyak jurang di sepanjang lereng gunung ini.
Universitas Sumatera Utara
3.2.3 Curah Hujan
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah I
Sampali, diperoleh data curah hujan kawasan Hutan Gunung Sinabung adalah rata- rata 2628,6 mm pertahunnya.
3.2.4 Tipe Iklim
Berdasarkan Schmidt-Ferqusson, tipe iklim di kawasan hutan Gunung Sinabung
adalah tipe A dengan rata-rata curah hujan bulanan selama sepuluh tahun berkisar antara 139,6 sd 335,0 mm.
3.2.5 Vegetasi
Berdasarkan pengamatan di sekitar area penelitian di Gunung Sinabung , vegetasi yang umum ditemukan dari famili Rubiaceae, Piperaceae, Asteraceae dan Palma.
3.3 Metode Penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan metode survey menjelajahi sepanjang jalur pendakian 10 meter kiri kanan seluas ± 1,5 ha.
3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Di lapangan
Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional dan cara pemanfaatannya oleh
masyarakat di sekitar kawasan penelitian. Nara sumber penelitian ini adalah anggota masyarakat yang memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional dengan tumbuhan
Universitas Sumatera Utara
sebagai penyembuhan, dalam hal ini adalah tabib. Informasi tumbuhan obat yang diperoleh dari nara sumber meliputi nama daerah, cirri-ciri morfologi, kegunaan
dalam mengobati penyakit, bagian tumbuhan yang digunakan dan cara meramunya.
Untuk pengambilan sampel digunakan metode survey dengan menjelajahi sepanjang jalur pendakian 10 m kiri dan kanan. Dalam pengambilan sampel dibantu
oleh tabib. Dilakukan pengamatan dan koleksi sampel. Setiap sampel yang diambil diusahakan yang berbunga ataupun berbuah, diberi label gantung yang telah bernomor
dan dilakukan pendeskripsian setiap sempel yang dikoleksi. Sampel diatur sedemikian rupa diantara lipatan koran, kemudian diikat dan dimasukkan dalam kantong plastik
berukuran 60 x 40 cm, disiram dan diawetkan dengan alkohol 70 dan kantong plastik ditutup rapat.
3.4.2 Di Laboratorium
Koleksi tumbuhan dari lapangan dibuka kembali, disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam oven pengering dengan suhu 60
C. Identifikasi jenis dilakukan di Herbarium MEDANENSE MEDA USU dengan menggunakan buku-buku acuan
antara lain: -
Malayan Wild Flowers Dycotyledon Henderson, 1959 -
Malesian Seed Plants Volume 1-Spot-Characters an Aid for Identification of Families and Genera Balgooy, 1997
- Collection of Illustrated Tropical Plant Watanabe Corner
- Taxonomy of Vascular Plants Lawrence, 1958
- Flora Steenis, 1987
- Plant Classification Berson, 1957
3.5 Analisis Data
Data vegetasi yang umum ditemukan dideskripsi, dibuat
sesuai deangan
kedudukannya dalam taksonomi dan pemanfaatannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis-Jenis Tumbuhan Obat
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Hutan Gunung Sinabung diperoleh 21 jenis tumbuhan yang dipergunakan sebagai obat tradisional, dapat dilihat pada
Tabel 4.1.1 berikut.
Tabel 4.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara
No Divisio
Kelas Famili
Spesies Nama Daerah
1 Spermatophyta
Dicotyledoneae Asteraceae
Emilia grandiflora Gagatan bala-
bala 2
Begoniaceae Begonia sp.
Bunga kiung 3
Fagaceae Castanopsis costata
Cep-cepan nginden
4 Piperaceae
Piperomea tjibodasama Raja bulung-
bulung 5
Piper sp1. Blasih
6 Piper sp2.
Serto 7
Marattiaceae Angiopteris angustifolia
Lengah-lengah 8
Polygalaceae Polygala sp2.
Selambingan 9
Rosaceae
Rubus sp. Siro
10 Rubiaceae
Psychotria sp. Nakan angin
11 Argostemma involucratum
Kemaba putih 12
Greenea corymbosa Riman
13 Hedyotis sp.
Boho-boho 14
Rutaceae Citrus sp.
Rimo-rimo 15
Tiliaceae Grewla sp.
Simpaling 16
Evodia macrocarpa telubulung
17 Monocotyledoneae
Palmae Didymosperma hastate
Pola 18
Araceae Epipremnum sp.
Sisik naga 19
Pteridophyta Filicinae
Hymonophyllaceae Hymenophyllum serrulatum
Peldang halus 20
Marattiaceae Angiopteris angustifolia
Lengah-lengah 21
Vittariaceae Vittaria ensiformis
Peldang tak bertulang
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.1.1 dapat dilihat bahwa tumbuhan obat yang diperoleh di kawasan hutan
Gunung Sinabung sebanyak 21 jenis, yang termasuk ke dalam 2 divisio yaitu Pteridophyta dengan 1 kelas 3 famili 3 jenis dan Spermatophyta dengan 2 kelas
Dicotyledone dan Monocotyledone, dimana kelas Dicotyledone terdiri dari 6 famili 15 jenis dan Monocotyledone terdiri dari 3 famili 3 jenis. Hasil penelitian ini lebih
sedikit dibandingkan hasil penelitian Syafrinal 1996, yang melaporkan sebanyak 62 tentang jenis tumbuhan obat di kawasan Cagar Alam Sibolangit, pada peta penelitian
seluas 0,77 ha. Mumpuni 2004, melaporkan sebanyak 84 jenis tumbuhan obat di Hutan Tangkahan, pada penelitian seluas 1 ha.Rendahnya jenis tumbuhan obat yang
diperoleh pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh daerah yang lebih sedikit dibandingkan penelitian sebelumnya.
Dari penelitian ini, Famili Rubiaceae paling banyak digunakan sebagai tumbuhan obat tradisional yaitu 4 jenis. Hasil penelitian Eka 2003, menunjukkan
bahwa penelitian suku Rubiaceae yang telah dilakukan di Hutan Gunung Sinabung didapatkan jenis-jenis yang terdiri dari 20 genus dan 35 spesies. Banyaknya jenis dari
suku Rubiaceae ini mungkin disebabkan karena suku Rubiaceae menghasilkan biji yang banyak sehingga memudahkan untuk pemencaran dan perkembangbiakannya.
Menurut Hutchinson 2000, Rubiaceae merupakan suku yang mempunyai lebih dari 10.000 spesies, 630 genus yang tersebar luas di belahan dunia, khususnya di
daerah tropis dan sub tropis. Kebanyakan dari anggotanya pohon, semak dan beberapa liana. Di samping itu sebagian besar famili Rubiaceae memiliki senyawa alkaloid
yang bisa dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan obat dan memberikan efek fisiologis bagi manusia ataupun hewan.
Zuhud Haryanto 1994, menyatakan bahwa alkoloid terdistribusi di sebagian besar tumbuhan tinggi, seperti famili Rubiaceae dan famili lainnya yaitu
Apocynaceae, Berberidaceae, Fabaceae, Papaveraceae, Ranuncbagulaceae, dan Solanaceae. Manitto 1981, menambahkan alkaloid sebagai metabolit sekunder
mempunyai peranan penting bagi makhluk hidup. Simpson Molly 1995, menyatakan Alkaloid adalah kelompok heterosiklik kimia yang mengandung nitrogen.
Biasanya alkaloid untuk manusia bersifat racun bila dalam dosis yang sangat tinggi,
Universitas Sumatera Utara
tapi apabila dalam dosis yang kecil akan aman bagi manusia. Menurut Manitto 1981, alkaloid sebagai metabolit sekunder mempunyai peranan penting bagi kehidupan
makhluk hidup.
Tabel 4.1.2 Pemanfanfaatan Jenis Tumbuhan Obat dan Bagian tumbuhan yang Digunakan
`No Nama Spesies
Kegunaan Bagian yang digunakan
Cara meramuya
1 Angiopteris angustifolia
Obat tawar Akar
Akar direbus dan airnya diminum
2 Argostemma involucratum
Obat sakit kepala Akar
Akar digiling, ditempelkan di kepala
3 Begonia sp.
Obat bisul dan obat perut Semua bagian tumbuhan
Digiling dan ditempelkan ke bagian perut
4 Castanopsis costata
Obat bengkak, mag, gatal- gatal,luka dalam
Kulit Kulit direbus, air diminum
5 Citrus sp.
Pangir Daun
Batang direbus, dipangir 6
Didymosperma hastate Obat tawar putihmentar,
obat bisa Pucuk dan akar
Pucuk dan akar direbus, airnya diminum
7 Emilia grandiflora
Obat bisul dan obat perut Semua bagian tumbuhan
Digiling akar, batang, daun 8
Epipremnum sp. Obat bengkak
Batang Batang dikikis lalu
ditempelkan ke bagian yang bengkak
9 Evodia macrocarpa
Obat perut ditempel=langgum
Daun Daunnya digiling,
ditempelkan di perut 10
Greenea corymbosa Obat bisa
Pucuk dan akar Pucuk dan akar di giling,
airya diminum 11
Grewla sp. Obat gatal
Batang Batang direbus dan
dimandikan 12
Hedyotis sp. Obat cuci badan
Daun Daun direbus, dimandikan
13 Hymenophyllum serrulatum
Obat bius bengkak Semua bagian tumbuhan
Batang, akar, daun direbus dan airnya diminum
14 Piperomea tjibodasama
Obat bisa Daun
Daun direbus, airnya diminum
15 Piper sp1.
Obat bisul Daun
Daun digiling, ditempelkan di bagian bisul
16 Piper sp2.
Obat bisul Daun
Daun digiling, ditempelkan ditempat bagian bisul
17 Polygala sp.
Obat bisul Daun
Daun digiling, ditempelkan 18
Psychotria sp. Obat luka bakar
Daun Daun digiling, ditempelkan
19 Rubus sp.
Obat bisa Batang dan daun
Batang dan daun, airnya diminum
20 Scleria pergracilis
Obat sakit perut Buah
Buah direbus,airnya diminum
21 Vittaria ensiformis
Obat guna-guna Semua bagian tumbuhan
Akar, batang, daun direbus, dan dipangir
Berdasarkan Tabel 4.1.2 dapat dilihat bahwa diperoleh 21 jenis tumbuhan
dimanfaatkan oleh masyarakat Karo di Hutan Gunung Sinabung sebagai obat. Jenis tumbuhan ini diambil secara langsung ke dalam hutan, tidak ditanam di pekarangan
atau di kebun. Penggunaan tumbuhan sebagai obat ada yang dalam bentuk tunggal dan ada dalam bentuk racikan. Bagian tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai obat
adalah daun. Hal ini diduga karena beberapa alasan. Pertama, pada daun banyak
Universitas Sumatera Utara
terakumulasi senyawa metabolit sekunder yang berguna sebagai obat, seperti tannin, alkaloid, minyak atsiri dan senyawa organik lainnya yang tersimpan di vakuola
ataupun pada jaringan tambahan pada daun seperti trikoma. Harbone 1987, menyatakan bahwa perubahan kuantitatif kandungan minyak atsiri dan senyawa
metabolit sekunder lainnya, sesuai dengan perjalanan waktu, dapat terjadi dengan baik dalam jaringan daun maupun jaringan buah. Kedua, dilihat dari segi keutuhan dan
eksistensi tumbuhan, jumlah daun lebih banyak dari bagian lainnya, sehingga apabila diambil dalam jumlah tertentu tidak begitu berpengaruh terhadap tumbuhan tersebut.
Ketiga, dilihat dari segi praktis dan efisiensinya, daun merupakan bagian yang mudah diracik untuk dijadikan sebagai bahan obat.
Istilah penyakit yang digunakan oleh masyarakat Karo ada yang bersesuaian dengan istilah yang digunakan medis, tetapi ada juga yang dihubungkan dengan mistik
seperti kena guna-guna, dan lainnya. Seperti penyakit Tendi pada suku Karo atau Tondi marjalang-jalang pada suku Mandailing, merupakan peristiwa terpisahnya roh
dengan badan yang disebabkan karena keteguran, melarang pantangtabu ataupun karena perbuatan seseorang dengan bantuan setan atau sejenisnya Tarigan, 1990.
Menurut Tamin Arbain 1995, kelompok etnik tradisional di indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri budaya yang sudah jelas terdefenisi, sehingga di duga
kemungkinan besar persepsi dan konsepsi masyarakat terhadap sumber nabati dilingkungannya berbeda, termasuk dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat
tradisional. Menurut Tarigan 1990, suku Karo merupakan salah satu yang banyak mempunyai keahlian dalam penggunaan tumbuhan obat tradisional. Suku ini sejak
dahulu kala telah menggunakan tumbuh-tumbuhan dalam mengobati berbagai jenis penyakit dan cara mengobatinya. Hal ini masih dipertahankan terutama di masyarakat
pedesaan. Dukun patah pergelangan misalnya, dikenal di Sumatera Utara sebagai kelompok keluarga Karo yang ahli dalam pengobatan patah tulang secara tradisional.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Deskripsi Jenis 1. Angiopteris angustifolia Presl.