Unsur-Unsur Yang Di Perlukan Dalam Karate-Do Karatedou Ni Okeru Hitsuyouna Youso

(1)

UNSUR-UNSUR YANG DIPERLUKAN DALAM KARATE-DO

KARATEDOU NI OKERU HITSUYOUNA YOUSO

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

NIM: 112203038 HIYOCHI PRANDANA

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNSUR-UNSUR YANG DIPERLUKAN DALAM KARATE-DO

KARATEDOU NI OKERU HITSUYOUNA YOUSO

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang studi Bahasa Jepang.

Dikerjakan OLEH

NIM : 112203038 HIYOCHI PRANDANA

Pembimbing, Pembaca,

Muhammad Pujiono, SS.M.Hum.

Nip: 19691011 200212 1 001 Nip : 1967 08072004 01 1001 Zulnaidi, SS,M.Hum.

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Disetujui oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D-III Bahasa Jepang Ketua Program Studi

Nip:196708072004011001 Zulnaidi,SS,M.Hum.


(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Nip:19511013 197603 1 001 Dr.Syahron Lubis,M.A.

Panitia ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. Zulnaidi,SS,M.Hum ( )

2. Muhammad Pujiono, SS.M.Hum ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbilalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya ini, sebagai persyaratan untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kertas Karya ini berjudul “Unsur-unsur Yang Diperlukan Dalam Karate-Do”.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam Kertas Karya ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian kalimat, penguraian materi dan pembahasan masalah, tetapi berkat bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, akhirnya Kertas Karya ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Kertas Karya ini, terutama kepada :

1. Bapak Dr.Syahron Lubis,M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, SS,M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Pujiono,SS.M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya ini.


(6)

5. Bapak Zulnaidi, SS,M.Hum. selaku Dosen Wali.

6. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.

7. Kedua orang tua saya tercinta ayahanda Suharianto dan ibunda Faujiah Kitagawa, abang yang sangat saya sayangi Eko Candra, dan Lilia Dewinta, yang telah memberikan dorongan semangat, baik moril maupun materil, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan Kertas Karya ini.

8. Teman-teman saya : Ardiansyah Chaniago, Vivin Vistya, Rita Khairani, Rini Enenk, Winda Bawel, Debby Zelvia, Muhammad Abdu, Nurul Fazhrian Cullen Sinaga, Nancy Melani, Reza Hidayat Ningrat, serta rekan-rekan Mahasiswa jurusan Bahasa Jepang stambuk ’08, stambuk ’09, stambuk ’010, dan jurusan Sastra Jepang stambuk ’08 khususnya Ardi Kibo, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Kertas Karya ini.

Tiada lain harapan penulis semoga Allah SWT melindungi kita dan semoga Kertas Karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan Kertas Karya ini.

Medan, November 2013

Penulis,

NIM: 112203038


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 2

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Metode Penulisan ... 3

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KARATE-DO 2.1 Pengertian Karate-Do ... 4

2.2 Sejarah Karate-Do ... 5

2.3 Aliran-Aliran Karate-Do ... 10

BAB III UNSUR-UNSUR YANG DIPERLUKAN DALAM KARATE-DO 3.1 Unsur Subjek Penggerak ... 13

3.1.1 Tingkat Kyu ... 13

3.1.2 Tingkat Dan ... 13

3.2 Unsur Sarana Penunjang ... 14

3.2.1 Pakaian ... 14

3.2.2 Tempat ... 15


(8)

3.3 Unsur Program Permanen ... 16

3.3.1 Rei-Shiki ... 16

3.3.2 Taiso ... 17

3.3.3 Kihon ... 19

3.3.4 Kata ... 27

3.3.5 Kumite ... 37

3.3.6 Mondo ... 41

3.3.7 Taiso Penutup ... 42

3.3.8 Rei-Shiki Penutup ... 42

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 43

4.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Jepang merupakan sebuah negara industri di Asia. Tetapi Jepang bukan hanya dikenal sebagai negara industri, Jepang juga mempunyai berbagai macam budaya dan seni beladiri. Diantara bela diri yang dimaksud adalah Karate-Do, Aikido, Sumo, dan Judo.

Jepang merupakan contoh menarik perpaduan harmonis antara modern dan tradisional. Selain itu, Jepang juga dijuluki sebagai “Negeri Matahari Terbit’’ ini tidak hanya memancarkan sinar kemajuan industri dan teknologi, melainkan juga memiliki keunikan budaya yang tidak hilang di tengah arus modernisasi. Nilai-nilai tradisional masyarakat Jepang tersebut senantiasa diaplikasikan diberbagai aspek kehidupan mereka, termasuk dalam berolahraga. Masyarakat Jepang biasanya menggunakan cara-cara khusus tradisional Jepang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berolahraga, misalnya tata cara untuk memulai suatu kegiatan olahraga.

Masyarakat Jepang sangat berpegang teguh dengan aturan dan etika yang ada. Walaupun secara logis etika dan tata krama tersebut memakan waktu dan terkesan membosankan. Namun etika-etika tersebut haruslah dipatuhi agar mencapai tingkat ke-fokusan yang tinggi dalam berolahraga. Ketika seseorang


(10)

mengerjakan etika-etika yang telah ditentukan tersebut, maka akan menjadi bermanfaat terhadap diri sendiri maupun orang lain yang melihatnya.

Jepang dalam banyak hal bersumber pada spirit Konfusianisme dan Shintoisme yang sangat mewarnai kehidupan sosial mereka. sehingga Jepang memiliki budaya konteks tinggi yang sangat berbeda, khususnya dengan budaya barat, yang lebih logis akan nilai kegunaan daripada kedisiplinan. Hal ini terlihat pada salah satu olahraga tradisional Jepang, yaitu Karate-Do.

Karate-Do berpengaruh kepada masyarakat Jepang untuk menghargai suatu nilai moril dan menjaga tata krama. Karate-Do banyak mempunyai nilai positif yang dapat dipelajari untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih pada nilai etika yang selalu digunakan masyarakat Jepang untuk menyempurnakan olahraga seni beladiri Karate-Do ini. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk membahas tentang “Unsur-Unsur Yang Diperlukan Dalam Karate-Do”, dan ingin menuangkannya ke dalam kertas karya ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam kertas karya ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai Karate-Do.

2. Untuk mempelajari segala sesuatu tentang etika yang diterapkan dalam Karate-Do.


(11)

4. Sebagai syarat untuk dapat lulus dari D3 Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam kertas karya ini penulis membahas mengenai Karate-Do yang dilakukan untuk menyempurnakan dalam menjalankan bidang olahraga tersebut. Di sini penulis hanya membatasi pada pengertian Karate-Do, sejarah Karate-Do, aliran-aliran Karate-Do, dan unsu-unsur yang diperlukan dalam Karate-Do.

1.4 Metode Penulisan

Dalam Kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu mengumpulkan data atau informasi dengan membaca buku atau mencari di internet. Selanjutnya data dianalisa dan dirangkum untuk kemudian dediskripsikan ke dalam kertas karya ini.


(12)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG KARATE-DO

2.1 Pengertian Karate-Do

Kata Karate-Do terdiri dari tiga kata, yaitu Kara = berarti kosong/hampa/tidak berisi, Te = berarti tangan (secara keseluruhan), Do = berarti jalan menuju suatu tujuan/pedoman. Sehingga Karate-Do berarti "Jalan Tangan Kosong" sebagai terjemahan harfiah. Chuck Norris dalam A Dictionary Of The Martial Arts (Ohara Publications Inc.,Burbank CA.-2003) terminologi Karate-Do dijabarkan sebagai : “A Kind Of Oriental Martial” yang berarti “sebuah jenis seni beladiri dari timur”.

Dalam Bahasa sehari-hari frasa Karate lebih sering digunakan ketimbang Karate-Do, hal ini disebabkan oleh peran media massa yang mempopulerkannya, dan sekaligus melencengkannya dari makna awal. Di samping itu badan dunia resmi (World Karate Federation) secara jelas tidak menambahkan kata do pada nama resminya. Dengan demikian, kita mengatakan bahwa istilah karate lebih cocok dipakai untuk mengacu pada penegasan unsur olahraganya saja dan dalam Bahasa inggris dikatakan “Karate is a martial sport”. Istilah Karate-Do lebih cocok dipakai sebagai sebuah penegasan terhadap keseluruhan ruang lingkup yang berkaitan dengan seni beladiri dan dalam Bahasa inggris dikatakan “Karate-Do is not just a sport, it’s a martial art”.


(13)

2.2 Sejarah Karate-Do

Pada awal abad ke-6M, raja India yang bernama Sugandha dari kerajaaan Baramon memiliki seorang putra yang bernama Jayavarman. Pangeran ini sebagaimana layaknya golongan Ksatrya pada jaman itu tentu saja diharuskan memiliki keterampilan militer yang sesempurna mungkin, dan ia ternyata dengan cepat dapat mengetahui dan menguasai semua pengetahuan yang diajarkan padanya oleh seorang guru tua yang bernama Prajanatra/Prajnatra. Namun, dengan sebab yang tak diketahui dengan pasti (dari sudut pandang religiusitas budhis disebutkan faktor reingkarnasi leluhurnya mungkin berperan, sebab ia sendiri merupakan keturunan ke-28 Sidharta Gautama), mendadak Jayavarman meninggalkan kehidupan duniawinya dengan cara menekuni dengan total ajaran agama Budha sebagai seorang pendeta aliran Mahayana.

Jayavarman pun mengganti namanya menjadi Bodhi Dharma (di China disebut Ta Mo, dan diJepang disebut Daruma Taishi/Bodidaruma) dan kemudian melakukan perjalan ke China untuk menyebarkan ajaran agama Budha pada tahun 527 M. Di China ia menetap disebuah kuil yang bernama Shaolin, kuil Shaolin ini sendiri didirikan pada tahun 495 M dan berlokasi di kaki gunung songshan, yang saat ini masuk wilayah propinsi Henan. Jayavarman menerjemahkan text ajaran Budha dari Bahasa Sansekerta ke Bahasa China dan mendirikan sektenya sendiri yang disebut dengan Chan (Zen dalam Bahasa Jepang).

Selama ia menjadi guru di kuil itu ia melihat bahwa kondisi fisik para muridnya sangat buruk sehingga gampang jatuh sakit atau sering menjadi korban tindak kekerasan di dunia luar. Maka, berbekal pengalamannya sebagai seorang


(14)

mantan Ksatrya di India, jayavarman pun kemudian mulai melatih para biksu di kuil Shaolin dengan metode-metode dasar Vajramusthi (karena para biksu, sesuai dengan ajaran Budha tidak boleh menggunakan senjata yang bisa mengarah pada unsur kekerasan yang merupakan dosa besar) yang dipadukan dengan teknik Yoga (sistem meditasi ala Hindu) untuk melatih lebih jauh konsentrasi kejiwaan mereka dalam latihan pernapasan. Jayavarman juga mengadopsi beberapa teknik pertarungan lokal China yang didasari oleh kitab Shunzi Bingfa (metode peperangan) karya Sun-Tzu, seorang ahli militer terkenal China dari abad ke-4 SM. Teknik pertarungan lokal China banyak dinisbatkan pada gerakan beberapa binatang dalam arca China kuno seperti harimau, ular, naga, elang, bangau, monyet, dan lain-lainnya. Semua inilah yang akhirnya menjadi dasar dari Ch’uan-Fa (nama kuno untuk Kungfu/Wushu) asli Shaolin yang di masa selanjutnya terbagi menjadi dua aliran besar, yaitu bagian utara (yang lebih dominan dengan gerakan lompatan dan kelincahan) dan bagian selatan (yang lebih dominan dengan konsentrasi, pernapasan, dan kekuatan tubuh bagian atas) yang dimana keduanya dianggap sebagai barometer semua ilmu beladiri di wilayah Asia Timur.

Sekte Chan/Zen dikenal Jepang pada abat ke-14 dibawa dari China lewat semenanjung korea maupun okinawa. Di korea Ch’uan-Fa Shaolin yang merupakan produk Zen bisa ditemui pada Tae Kwon Do, sedangkan di okinawa Ch’uan-Fa Shaolin bertransformasi menjadi Te/Tote/Tode (transliterasi kata Chin-te Bahasa China yang berarti pukulan/tangan China ke dalam dialek khas okinawa) setelah di kombinasikan dengan teknik perkelahian kuno lokal yang dipengaruhi teknik pertarungan kuno kalangan Samurai Jepang yang disebut


(15)

dengan Bu-gei, yang untuk jenis teknik tanpa senjatanya disebut Yawara/Bu-jutsu. Tote kadang juga disebut sebagai Okinawa-Te atau Ryukyu Kempo/Kenpo. Selanjutnya Bu-jutsu bertransformasi sesuai urutan perkembangannya menjadi Ju-jutsu, Judo, dan Aikido.

Okinawa merupakan sebuah pulau yang termaksud dalam rangkain kepulauan Ryukyu, yang menjadi pelabuhan transit penghubung Jepang dengan dunia luar pada jaman kuno. Sesuai pemaparan Drs. N.Daldjoeni tentang teori penyebaran manusia di benua asia, maka besar kemungkinan penduduk asli Okinawa ditilik secara antropofisiologis bukan termaksud suku ras bangsa asli yang sama dengan umumnya penduduk Jepang (Ainu-Mongoloid), melainkan lebih dekat dengan Suku ras bangsa asli dominan Asia Tenggara (paleo-Mongoloid). Hal ini dikaranekan pulau Okinawa lebih dekat dengan pulai Forosa (Taiwan) daripada dengan empat pulau utama Jepang lainnya. Bukti kuat yang mendukung ialah penggunaan alat-alat pertanian tradisional yang memiliki kemiripan dengan alat tradisional yang ada di Asia Tenggara. Okinawa memiliki tiga kota besar pada zaman tersebut yaitu Tomari, Shuri, dan Naha yang selama ratusan tahun sesuai catatan sejarah bagi kaisar China, Korea, Jepang untuk menancapkan pengaruh di daerah kepulauan Okinawa. Hal ini memungkinkan terjadinya percampuran unsur-unsur budaya (termaksud seni beladiri) dari ketiga negara tersebut. Masuknya seni beladiri China pada tahun 1393 dikarenakan sebuah ekspedisi militer yang dikirim dan lalu menetap di sana sebagai tentara bantuan oleh kaisar Hung Wu dari dinasti Ming pada raja Satto, penguasa Okinawa pada saat itu. Berdampak diperkenalkannya beberapa keunggulan teknik


(16)

perang mereka. Namun akhirnya, pada tahun 1429 di bawah Kaisar Shohasi dari Chuzan, Okinawa dapat disatukan dan dikuasai secara penuh oleh negara Jepang.

Pada saat itu terjadi perlawanan dan pemberontakan dari para penduduk asli yang mendapt bantuan penuh secara rahasia dari China, sehingga untuk mengamankannya secara lebih efektif, pada zaman kaisar Shoshin (1477-1526) dikeluarkanlah suatu aturan yang sangat ketat tentang pengaturan kepemilikan senjata pada rakyat Okinawa. Aturan ini mencapi puncaknya pada tahun 1609. Disebutkan bahwa hanya boleh ada sebuah pisau untuk sebuah desa dan itu pun diikat dengan rantai besi di pos patroli tentara. Faktor inilah yang akhirnya membangkitkan kembali gairah mereka untuk menggunakan Tote sebagai senjata pengganti yang paling utama dan siap digunakan kapan saja dalam usaha untuk mempertahankan diri dai penindasan tentara maupun ancaman para penjahat bersenjata.

Klan Satsuma yang berasal dari Kagoshima berkuasa hingga tahun 1872. Selama sekitar 260 tahun masa kekuasaan mereka, catatan sejarah resmi tentang Tote di Okinawa sangat minim. Yang sempat tercatat hanyalah tentang partisipasinya sebagai sebuah kemampuan khusus dalam kalangan separantis Okinawa yang terus-menerus melakukan gerakan bawah tanah dalam perjuangannya dan dianggap sangat berbahaya serta mengancam secara tak langsung bagi kalangan militer yang berkuasa. Oleh karena itulah, disebutkan bahwa seni beladiri ini sangat dijaga kerahasiaannya dan hanya dikembangkan langsung secara turun-temurun di kalangan pria (hanya pada putra tertua) dalam keluarga bangsawan (Shizoku) Okinawa. Ada dua ungkapan yang


(17)

menggambarkan kondisi di atas pada zaman itu, yaitu Reimyo Tote (tangan yang ajaib) dan Shinpi Tote (tangan yang misterius).

Tote pada abad ke-19 biasanya dibedakan dalam beberapa gaya yaitu sebagai berikut.

1. Berdasarkan aliran Ch’uan-Fa yang mempengaruhi secara dominan dalam Kata maka ada dua jenis aliran besar Tote, yaitu sebagai.

a. Shorin, berasal dari Ch’uan-Fa aliran utara yang memiliki banyak teknik melompat sehingga mengembangkan kekuatan pinggul dan kaki. Kedinamisan kuda-kuda yang panjang dan tampilan yang kaku dari sebuah teknik, namun memiliki keakuratan yang tinggi pada sasaran. b. Shorei, berasal dari Ch’uan-Fa aliran selatan yang memiliki keunggulan

dalam hal keseimbangan dan kekuatan tubuh bagian atas. Kekokohan kuda-kuda yang pendek dan keluwesan tampilan sebuah teknik terutama tangan, namun secara dominan diiringi pengerahan tenga secara besar. 2. Berdasarkan tempat perkembangannya selama ratusan tahun di Okinawa,

maka dikenal ada tiga jenis Tote, yaitu sebagai berikut.

a. Shuri-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Shuri dan pada umumnya teknik pertarungan dan jenis Kata yang dikembangkan di sini termaksud kelompok Shorin.

b. Naha-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Naha dan pada umumnya teknik pertarungan dan jenis Kata yang dikembangkan di sini termaksud kelompok Shorei.


(18)

c. Tomari-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Tomari dan pada umumnya teknik pertarungan serta jenis Kata yang dikembangkan di sini adalah kombinasi dari kelompok Shorin dan Shorei.

Di perempat terakhir abad ke-19 munculah nama-nama yang kelak di kemudian hari dianggap sebagai para perintis yang merenovasi Tote untuk dapat menjadi apa yang kita kenal sebagai Karate-Do. Mereka itu diantaranya adalah Ankichi Arakaki, Chojun Miyagi, Kenwa Mabuni, Kenbun Uechi, Shoshin Nagamine, dan Gichin Funakoshi.

Gichin Funakoshi menerbitkan buku yang berjudul Karate-Do Kyohan yang mempopulerkan nama Karate-Do secara besar-besaran untuk menggantikan istilah aslinya yaitu Tote.

2.3 Aliran-aliran Karate-Do

Di dalam Karate-Do terdapat berbagai macam aliran yang menganut sistem Karate-Do, yaitu diantaranya sebagai berikut.

1. Shotokan

Shoto adalah nama pena Gichin Funakoshi. Kan dapat diartikan sebagai gedung/bangunan, sehingga shotokan dapat diterjemahkan sebagai Perguruan Funakoshi. Gichin Funakoshi merupakan pelopor yang membawa ilmu Karate-Do dari Okinawa ke Jepang.


(19)

2. Goju-Ryu

Goju memiliki arti keras-lembut. Aliran ini memadukan teknik keras dan teknik lembut, dan merupakan salah satu perguruan Karate-Do tradisional di Okinawa yang memiliki sejarah yang panjang.

3. Shito-Ryu

Shito-Ryu terkenal dengan keahlian bermain Kata, terbukti dari banyaknya Kata yang diajarkan di aliran Shito-Ryu, yaitu ada 30 sampai 40 Kata. Namun di Jepang tercatat aliran Shito-Ryu mempunyai 111 Kata beserta Bungkainya.

4. Wado-Ryu

Wado-Ryu adalah aliran Karate-Do yang unik, karena berakar pada seni beladiri Shindo Yoshin-ru Jujutsu, yaitu sebuah aliran beladiri Jepang yang masih memiliki teknik kuncian persendian dan lemparan. Sehingga Wado-Ryu selain mengajarkan teknik Karate-Do ia juga mengajarkan teknik kuncian persendian dan lemparan/bantingan Jujutsu.

5. Kyokushin

Kyokushin, didirikan oleh Sosai Oyama setelah dia belajar Shotokan Karate pada Funakoshi Sensei & belajar Goju-Ryu pada So Nei Chu Sensei & Yamaguchi Sensei. Setelah dia berlatih 2 tahun di gunung, dia kembali ke kota dan mencoba kemampuannya kepada beberapa praktisi. Yang akhirnya dia mendirikan kelompok latihan yang bernama Oyama Dojo, kemudian beralih nama menjadi Kyokushin. Nama Kyokushin mempunyai arti kebenaran tertinggi.


(20)

6. Shorin-Ryu

Shorin-Ryu, bermakna hutan pinus. aliran Karate-Do yang asli berasal dari Okinawa dari daerah Shuri & Tomari. Didirikan oleh Shoshin Nagamine yang didasarkan pada ajaran Yasutsune Anko Itosu, seorang guru Karate-Do abad ke 19 yang juga adalah guru dari Gichin Funakoshi, pendiri Shotokan Karate. Karakternya adalah serangan yang lurus cepat dan dengan tangkisan yang memotong.

7. Uechi-Ryu

Uechi-Ryu, aliran ini diciptakan oleh Uechi Kanbun. Uechi Kanbun belajar dengan Shu Shiwa di Pangai-noon (Hunggar) China provinsi Fujian. Yang merupakan Kungfu singa-bangau. Fokusnya terdapat pada teknik menusuk, memotong, dan badan besi.


(21)

BAB III

UNSUR-UNSUR YANG DI PERLUKAN DALAM KARATE-DO

Seperti umumnya jenis olah raga dan seni beladiri lain, maka Karate-Do juga memiliki unsur-unsur khusus sebagai pembentuk identitas khasnya, dimana unsur tersebut tidak boleh tidak tersedia, dengan kata lain harus ada. Terdiri atas tiga unsur, yaitu sebagai berikut.

3.1 Unsur Subjek Penggerak

Semua orang yang terlibat dalam disiplin Karate-Do baik sebagai instruktur maupun murid disebut Karate-Ka. Sementara itu, pengelompokan dalam beberapa level, lebih spesifinya akan dijabarkan sebagai berikut.

3.1.1 Tingkat Kyu

Tingkat Kyu atau pemula, mereka disebut Kohai dan umunya level ini dimulai dari bilangan besar ke bilangan kecil (10 sampai 1) sebagai pembeda yang mengacu pada tingkat penguasaan akan substansi teknik dasar perguruannya. Penggunaan ikat pinggang dengan berbagai warna yang diadopsi oleh Ginchin Funakoshi dari sistem Judo oleh Jigoro Kano

3.1.2 Tingkat Dan

Tingkat Dan atau lanjutan/mahir, mereka disebut dengan Yudansha dan umumnya level ini di Karate-Do dimulai dari bilangan kecil ke bilangan besar (1 sampai 10). Warna ikat pinggan yang paling umum dipakai adalah hitam.


(22)

3.2 Unsur Sarana Penunjang

Sarana penunjang yang digunakan untuk melengkapi identitsa khas pembentuk khusus dalam melakukan kegiatan seni beladiri Karate-Do meliputi beberapa hal berikut.

3. Pakaian

Pada awalnya di Okinawa tidak ada pakaian khusus untuk berlatih ilmu beladiri apapun, bahkan dalam foto dokumentasi dari abad ke-19 terlihat para praktisi ilmu beladiri hanya mengenakan celana saja tanpa baju.

Setelah mereka berinteraksi dengan disiplin ilmu beladiri Jepang lainnya di awal abad ke-20 di pelopori oleh Gichin Funakoshi yang mengunjungi Dojo Kodokan milik Jigoro Kano, hal tersebut dapat diseragamkan hingga kini dengan memodifikasi seragam Judo yang telah ada. Dengan kata lain guru besar Gichin Funakoshi mengambil contoh baju Judo dan diterapkannya dengan baju Karate-Do.

Pakaian untuk berlatih ini disebut sebagai Karate-Gi atau Do-Gi atau Keiko-Gi, yang terdiri atas semacam jaket berlapis dua yang disebut dengan Uwagi dan celana panjang longgar yang disebut dengan Zubon. Kedua bagian pakaian ini bewarna putih dan dilengkapi dengan sebuah ikat pinggang tebal yang dijahit rangkap dan dililitkan dua kali dan bewarna sesuai tingkatan yang di capai penyandangnya. Bahan yang paling baik untuk digunakan adalah


(23)

jenis kain kanvas yang tidak terlalu tebal seperti halnya bahan kanvas pada seragam judo, namun memiliki daya tahan yang sama.

3.2.2 Tempat

Tenpat berlatih dalam Bahasa Jepang disebut dengan Dojo, yang berarti “tempat untuk mempelajari”, dan pada zaman lampau lebih mengacu pada arti “aula untuk bermeditasi dalam kuil”. Dalam sebuah Dojo tradisional di Jepang ada banyak aturan yang sangat mengikat dan penuh tata krama lama, seperti penempatan Tatami atau matras dan Zori atau sandal khusus dari kayu dan jerami. Inilah agaknya hal yang mendasari kesakralan eksistensi sebuah Dojo secara mistis religius bagi para penganut paham Karate-Do tradisional yang konsevatif pada akar budaya Sino-Jepang. Hal ini mendapat suatu persepsi yang bertentangan keras dari praktisi Karate-Do di dunia barat yang sangat anti pada susuatu yang bersifat irasional dan non-logika.

3.2.3 Alat

Penggunaan alat tradisional Jepang seperti Mikiwara yaitu semacam samsak lebih disebutkan oleh faktor kebiasaan setempat. Terbukti kini sangat banyak model alat yang sangat sukses dipakai sebagai penunjang program latihan yang menekankan pada penerapan fungsi ilmu Faal dan anatomi tubuh.


(24)

3.3 Unsur Program Permanen

Unsur-unsur program permanen yang dimaksudkan di sini adalah rangkaian/proses kegiatan yang harus ada dan berlangsung secara berurutan dalam sebuah latihan Karate-Do dalam Dojo. Sesuai aslinya yang bedasarkan prinsip standar ajaran Budo (seni beladiri Jepang), maka minimal ada delapan buah proses wajib dalam sebuah latihan formal seni beladiri Karate-Do yang mana pemaparan proses-proses tersebut dijelaskan dengan urutan sebagai berikut.

3.3.1 Rei-Shiki

Rei-Shiki pada pembuka biasanya peserta duduk dengan Sei-Za/Za-Zen (di Jepang orang lebih mengutamakan posisi duduk “ala tukang jahit” karena dianggap lebih sopan dibandingkan posisi duduk “ala bunga teratai”) dalam beberapa lajur sesuai tingkatan.

Lalu diawali dengan pembacaan Dojo-Kun dan Niju-Kun setelah itu melaksanakan Mokuto (merelaksasikan pikiran), dan terakhir melakukan Shomen-Ni-Rei (penghormatan terhadap yang ada di depan peserta Rei-Shiki), di Jepang hal ini mengacu pada Mufudakake atau papan kayu kecil di dinding utama sebuah Dojo yang berisikan nama-nama para pendiri/guru Ryu (aliran) tersebut. Selanjutnya, barulah dilakukan Sensei-Ni-Rei (penghormatan kepada guru), lalu Otagai-Ni-Rei (penghormatan terhadap sesama peserta Rei-Shiki), dan yang terakhir dilakukan ialah Dojo-Ni-Rei (penghormatan terhadap Dojo). Semua bagian Rei-Shiki ini dilaksanakan dengan posisi Za-Rei (penghormatan sambil duduk), di


(25)

iringi pengucapan kata OSH yang merupakan salam resmi hampir semua perguruan Budo di Jepang.

3.3.2 Taisho

Taiso dapat di terjemahkan secara keolahragaan umum sebagai peregangan dan pemanasan yang melengkapi sebuah proses latihan olahraga. Dari sudut pandang Budo ia lebih diartikan sebagai persiapan seluruh anggota tubuh seoptimal mungkin sebelum maupun sesudah pelaksanaan rangkaian teknik-teknik yang menjadi substansi dasar dari seni beladiri tersebut. Dalam Karate-Do pelaksanaan Taiso dilakukan sebelum dan sesudah proses teknik-teknik pokok (Kihon, Kata, Kumite) dilaksanakan. Bentuk tradisionalnya mengacu pada beberapa gerakan yang diambil dari unsur Yoga India dan Bu-Jutsu Jepang. Fungsi utama dari pelaksanaan Taiso adalah sebagai berikut.

1. Menghindari cedera, karena otot, tulang, sendi, saraf, dan bagian tubuh lainnya sudah dipanaskan terlebih dahulu.

2. Membentuk susunan massa otot dan tulang yang kuat dan fleksibel sebagai modal dasar untuk dapat melaksanakan teknik secara sempurna.

3. Pengukuran stamina secara umum, yang bisa diamati terutama dari pengamatan terhadap hubungan ritme pernapasan dan denyut jangtung terhadap kecepatan dan kekuatan.


(26)

4. Unsur pelengkap penempaan disiplin karena dalam Karate-Do pelaksanaan Taiso adalah wajib sebagai salah satu dari rangkaian proses utuh yang tak dapat dipisah-pisahkan dari sebuah latihan standar.

Secara umum berdasarkan pendekatan pada ilmu keolahragaan modern pada saat ini dikenal dua model Taiso yang dipadukan dengan latihan ketahananan fisik, yaitu sebagai berikut.

Tipe dengan latihan fisik awal, dengan uraian dan urutan sebagai berikut.

a. Jenis umum yang paling awal dipakai di Indonesia.

b. Untuk Taiso pembuka diawali dengan peregangan pasif dalam hitungan 1 X 8 yang harus dimulai dari anggota tubuh paling atas ke paling bawah. Urutan anggota tubuh itu adalah : kepala, leher, bahu, dada, lengan, punggung, pinggang, perut, pinggul, paha, lutut, dan engkel.

c. Dilanjutkan dengan pemanasan tubuh secara keseluruhan dalam bentuk lari dalam kecepatan sedang selama 10-15 menit.

d. Melakukan peregangan aktif dalam hitungan 2 X 8 menit yang harus dimulai dari anggota tubuh paling atas ke paling bawah. e. Melakukan gerakan-gerakan yang termasuk latihan ketahanan

fisik seperti push up, sit up, back up, scout jump, sprint run, dan sebagainya selama 15-20 menit.


(27)

f. Ada interfal waktu untuk istirahat sekitar 5-10 menit sebelum memasuki sesi latihan pokok selanjutnya.

3.3.3 Kihon

Sacara harafiah Kihon berarti pondasi/awal/akar dalam Bahasa Jepang. Dari sudut pandang Budo ia diartikan sebagai unsur terkecil yang menjadi dasar pembentuk sebuah teknik yang biasanya berupa rangkaian dari beberapa buah teknik terkecil tersebut.

Kihon lebih diartikan sebagai bentuk-bentuk baku yang menjadi acuan dasar dari semua teknik/gerakan yang mungkin dilakukan dalam Kata maupun Kumite. Kihon yang benar selalu berpedoman pada prinsip Ai yang selalu berputar dengan sebuah titik sebagai pusat pengendalian gerakan. Jadi, secara otomatis kihong juga akan selalu berhubungan dengan Hara sebagai pusat sumber tenaganya. Pinggul seperti diketahui merupakan titik tengah dari tinggi badan seorang manusia sehingga secara otomatis menjadi engsel penyeimbang tubuh. Pinggul juga berada dekat sekali dengan pangkal sendi selangkangan yang menggerakkan seluruh aktifitas organ tubuh bagian bawah. Di samping itu, ia juga memiliki persendian sendiri (tulang panggul) yang berfungsi besar dalam menopang organ tubuh bagian atas serta dilewati jaringan otot perut yang berhubungan dengan hampir semua jaringan otot penggerak tungkai (tangan dan kaki). Keistimewaan-keistimewaan pinggul inilah yang mendasari semua jenis Kihon dalam Karate-Do haruslah


(28)

bermula dari pinggul. Pada saat akan memulai Kihon apa pun seluruh anggota tubuh haruslah dalam posisi dan kondisi Shizentai tanpa ketegangan sedikitpun.

Sebelum mempelajari Kihon secara mendalam, hal yang pertama kali harus dipahami adalah anggota-anggota tubuh yang berhubungan dengan bentuk sebuah Kihon. Berikut uraian tentang Kihon didasarkan atas fungsi anggota tubuh yang membentuknya. A. Dachi Waza (Teknik Kuda-kuda)

Dalam Dachi Waza, posisi tubuh harus selalu sealami mungkin (Shizentai) meskipun harus melakukan teknik yang menuntut kemiringan tertentu (Hanmi).

B. Te Waza (Teknik Tangan) I. Ken (tangan tertutup)

a. Seiken (kepalan depan)

Seiken bisa ditemui pada peragaan berikut : • Ura-Tsuki

• Mawashi-Tsuki • Tate-Tsuki • Kagi-Tsuki • Awase-Tsuki • Yama-Tsuki • Heiko-Tsuki • Hasami-Tsuki


(29)

b. Uraken (kepalan samping/belakang)

Uraken bisa ditemu pada Uraken-Uchi (lecutan)

c. Kentsui (kepalan bawah), nama lainnya Tettsui/Shutsui. d. Ippon-Ken (buku jari telunjuk)

e. Nakadaka-Ken (buku jari tengah)

f. Hira-Ken (buku empat jari selain ibu jari) II. Kaisho (tangan terbuka)

a. Ude/Wanto/Shubo (lengan antara pergelangan siku) 1. Naiwan (sisi dalam)

• Mae Ude Hineri-Uke • Gedan Kake-Uke

• Soto Uchi-Uke (tangkisan) • Morote-Uke

2. Gaiwan (sisi luar)

• Mae Ude Deai Osae-Uke • Kakiwake-Uke

• Gedan Barai (sapuan) • Age-Uke

• Soto Ude-Uke 3. Haiwan (sisi atas)

• Haiwan Nagashi-Uke • Juji-Uke


(30)

4. Shuwan (sisi bawah) • Shuwan Nagashi-Uke • Shuwan Osae-Uke b. Shuto (sisi luar telapak)

Shuto bisa ditemui pada : • Jenis-jenis Shuto-Uke • Jenis-jenis Shuto-Uchi c. Haito (sisi dalam telapak) d. Haishu (sisi atas telapak)

e. Kumade (sisi bawah/cengkraman telapak) • Ryosho Tsukami-Uke

• Sho Sukui-Uke • Te Nagashi-Uke • Te Osea-Uke

• Kumade-Uchi (tidak terlampirkan gambar) f. Nukite (ujung jari tangan)

• Ippon Nukite Uchi (satu jari telunjuk) • Nihon Nukite Uchi (dua jari telunjuk)

• Yohon Nukite Uchi (empat jari selain ibu jari) g. Washide (jari tangan yang berbentuk paruh elang) h. Keito (sisi dalam pergelangan tangan)

Keito bisa dijumpai pada : • Keito-Uchi


(31)

• Keito-Uke

i. SeiRyuto (sisi luar pergelangan tangan) SeiRyuto bisa ditemui pada

• SeiRyuto-Uchi • SeiRyu-Uke

j. Kakuto (sisi atas pergelangan tangan) Kakuto bisa ditemui pada :

• Tekubi Kake-Uke • Kakuto-Uke • Kakuto-Uchi

k. Teisho (sisi bawah pergelangan tangan) Teisho bisa ditemui pada :

• Teisho Awase-Uke • Teisho-Uke

• Teisho-Uchi l. Empi/Hiji (siku)

Empi bisa ditemui dalam lima jenis Uchi, yaitu : 1. Mae Empi-Uchi, ke arah depan

2. Tate Empi-Uchi, ke arah atas

3. Ushiro Empi-Uchi, ke arah belakang 4. Otoshi Empi-Uchi, ke arah bawah

5. Mawashi Empi-Uchi, memutar dan kesamping C. Ashi Waja (teknik kaki)


(32)

a. Koshi/Josokutei (bagian di bawah-belakang dari jari kaki) Koshi bisa ditemukan pada :

• Mae-Geri Chudan (tendangan) • Mawashi-Geri

• Ura Mawashi-Geri • Ren-Geri

• Mae-Geri Jodan

• Gyaku/Uchi Mawashi-Geri • Gyaku/Uchi Mawashi-Geri • Tobi-Geri

b. Sokuto (sisi luar telapak kaki) Sokuto bisa ditemui pada : • Sokuto Osae-Uke • Ura Yoko-Geri Keage • Gyaku Mikazuki-Geri • Tobi Yoko-Geri keage • Ushiro-Geri keage • Yoko-Geri Keage c. Kakato/Ensho (tumit)

Kakato bisa ditemu pada : • Yoko-Gen Kekomi

• Gyaku/Uchi Mawashi-Geri • Ushiro-Geri Kekomi


(33)

• Ura Yoko-Geri Kekomi • Gyaku Ura Mawashi-Geri d. Haisoku (sisi atas telapak kaki)

Haisoku bisa ditemui pada : • Ashikubi Kake-Uke • Gyaku Mikazuki-Geri • Mawashi-Geri

• Ura Mawashi-Geri e. Tsumasaki (ibu jari kaki)

Tsumasaki bisa ditemui pada • Tsumasaki-Geri

f. Hizagashira/Shittsui (lutut) Hizagashira bisa ditemui pada : • Hiza-geri

• Fumikomi-barai

g. Ashi No Ura (bagian bawah telapak kaki) Ashi no ura bisa ditemui pada :

• Sokutei Mawashi-Uke • Sokutei Osae-Uke

• Gyaku Ura Mawashi-Geri • Mikazuki-Geri

• Ushiro Mawashi-Geri • Gyaku/Uchi Mawashi-Geri


(34)

h. Keikotsu (tulang kering) Keikotsu bisa ditemui pada : • Sokubo Kake-Uke

D. Nage Waza (teknik bantingan)

Teknik ini bukan asli berasal dari Karate-Do. Namu berasal dari Judo yang diadopsi oleh Ginchin Funakoshi dari Jigoro Kano. Teknik bantingan yang diadopsi oleh Karate-Do biasanya hanya yang tergolong Tachi Waja (bantingan dalam posisi berdiri) yang terbagi atas tiga kelompok besar, berikut.

1. Te Nage Waza (dengan bantuan tangan), bentuknya adalah : • Tai Otoshi

• Kata Guruma • Sumi Otoshi • Seoi Nage • Uki Otoshi • Soto Makikomi

2. Koshi Nage Waza (dengan bantuan pinggang), bentuknya adalah :

• Uki Otoshi • Hane Goshi • Utsuri Goshi

• Harai Tsurikomi Goshi • Ushiro Goshi


(35)

3. Ashi Nage Waza (dengan bantuan kaki), bentuknya adalah : • Ko Uchi Gari

• De Ashi Barai/Harai • Sasae Tsurikomi Ashi • Harai Tsurikomi Ashi • Ko Soto Gake

• Hiza Guruma • Uchi Mata • Osoto Gari • Ko Soto Gari • Ashi Guruma • O Uchi Gari

• Okuri Ashi Harai/Bara

3.3.4 Kata

Secara harafiah Kata berarti bentuk/rupa/potongan/corak. Dalam Budo Kata lebih diartikan sebagai bentuk latihan khusus yang menjadi intisari sebuah jenis seni beladiri yang ditampilkan dalam rangkaian beberapa buah Kihon yang disusun sedemikian rupa dalam sebuah standarisasi.

Dalam Karate-Do sendiri Kata dapat didefenisikan sebagai : “rangkaian beberapa Kihon yang disusun melalui proses panjang pada masa lalu ke dalam sebuah bentuk khusus yang memiliki nilai


(36)

keindahan, arti filosofis yang tinggi, serta diatur oleh sebuah standardisasi yang baku dalam penerapannya”.

Menurut nakayama ada tiga hal yang menjadi esensi pokok dalam memainkan sebuah Kata.

1. Tenaga, dicapai dengan pemahaman yang mendalam tentang Kihon secara utuh yang dipoles secara sempurna dengan bantuan pernapasan yang benar agar dapat menghasilkan sebuah keluaran/output tenaga yang semaksimum mungkin.

2. Irama, dicapai dengan menguasai secara total pengaturan kecepatan dan kelambatan (tempo) pergerakan dalam sebuah Kata yang bersumber pada Embusen (garis arah baku dari pergerakan Kata).

3. Keindahan, dicapai lewat peneguhan diri akan dua spirit yang wajib diketahui. Pertama adalah spirit “dalam”, yaitu pemahaman mendalam tentang arti historis-filosofis dari Kata yang dimainkan dan ditampilkan dalam bentuk ekspresi yang mempertegas akan hal itu dan mampu memancarkan aura tersendiri bagi mereka yang menyaksikannya. Kedua adalah spirit “luar”, yaitu Bahasa tubuh yang harus mampu menarik perhatian karena mendukung esensi yang hendak dicapai oleh seseorang yang memainkan Kata.


(37)

Dalam aturan tradisional yang bersumber dari tradisi Zen diwajibkan melakukan dua hal ini pada saat sesudah memainkan sebuah Kata alairan Karate-Do.

1. Yoi/posisi siap

2. Rei/sikap penghormatan dalam posisi berdiri

Hal-hal lain yang tak kalah pentingnya dalam peragaan sebuah Kata adalah :

• Kime dan Ki-Ai

• Chakugan (fokus arah perhatian/pandangan yang tepat) • Dachi (kuda-kuda)

• Bunkai artinya aplikasi dari Kihon yang meliputi teknik dari sebuah Kata yang ditampilkan dalam sebuah pergerakam yang biasanya telah diatur sesuai kreasi yang sedemikian rupa dalam sebuah demo yang menarik.

• Embu, yaitu penerapan teknik Kihon yang ada dalam Kata dalam bentuk pertarungan semi bebas, tatapi tetap diatur dalam Embusen yang baku serta dilakukam hanya secara berpasangan.

Gichin Funakoshi pada awalnya hanya memperkenalkan 15 buah Kata yang dianggapnya paling cocok bagi sebuah metode latihan di zaman modern. Ia juga menciptakan duah buah Kata yang hanya dipakai sebagai sarana dalam metode pelatihan dasar. Kedua Kata


(38)

tersebut adalah Taikyoku dan Ten No Kata. Ada 26 Kata yang akan penulis jelaskan, yaitu :

Kata Heian

1. Heian Shodan

Heian berarti “Pikiran Penuh Kedamaian”. Kata ini adalah Kata pertama dari lima Kata tingkat dasar, yang diciptakan oleh Yasutsune Itosu (salah satu guru Gichin Funakoshi). Heian Kata merupakan Kata Shorin, yang memperlihatkan kekuatan dan fleksibelitas gerakan.

2. Heian Nidan

Heian Nidan berarti seri Heian yang kedua. Aslinya Kata ini merupakan Kata yang pertama, tetapi Gichin Funakoshi merubahnya, karena Kata ini lebih sulit untuk dipelajari maupun mengajarinya. Kata ini berhubungan dengan Kata Bassai-Dai. Sikap balik kebelakang, tendangan menyamping, membalikan posisi pinggang/pinggul dan kombinasi tehnik.

3. Heian Sandan

Heian Sandan berarti Heian yang ketiga dari seri Kata Heian. Kata ini berhubungan dengan Kata Jitte. Sikap kesamping dan tangkisan atas (atas bahu/kepala).


(39)

4. Heian Yondan

Heian Yondan berarti Heian keempat dari seri Kata Heian. Kata ini berhubungan dengan Kata Kanku-Dai. Pengembangan tangkisan dan tehnik penyelesaian.

5. Heian Godan

Heian Godan berarti Kata Heian kelima dari Seri Kata Heian. Kata ini berhubungan dengan Kata Gankaku. Fleksibilitas dan Keseimbangan.

Kata Tekki

6. Tekki Shodan

Tekki berarti kuda besi atau posisi berkuda. Tekki Shodan adalah Kata Tekki pertama dalam seri Kata Tekki. Kata Tekki adalah Kata Shorei, menggambarkan kekuatan, tehnik yang penuh tenaga. Kata Tekki diciptakan dan direvisi oleh Yasutsune Itosu.

7. Tekki Nidan

Tekki Nidan berarti Kata kedua dari seri Kata Tekki. Tekki Nidan dan Tekki Sandan dipelajari untuk pertama kali pada level sabuk Coklat, tetapi tidak dipelajari secara intensif hingga tingkat sabuk Hitam. Posisi badan rendah yang kuat, getaran pinggul dan sikap kesamping.


(40)

8. Tekki Sandan

Tekki Sandan berarti Kata Tekki yang ketiga dari seri Kata Tekki. Posisi badan rendah yang kuat, getaran pinggul dan sikap kesamping.

Kata Lanjutan 9. Bassai-Dai

Bassai-Dai berarti menghancurkan pertahanan musuh dengan kecerdikan dan menemukan kelemahan lawan (kebanyakan mengartikan “Gempuran Yang Sangat Kuat”). Rotasi Pinggul, kekuatan penuh, semangat yang kuat dan luapan tenaga, ketidak-untungan harus menjadi keuntungan.

10. Bassai-Sho

Bassai-Sho berarti lebih rendah dari Bassai-Dai. Kata Shorin ini diciptakan oleh Yasutsune Itosu. Kata ini lembut, tetapi penuh tenaga walaupun tidak seperti Bassai-Dai. Tangkisan yang sangat kuat dan serangan balik yang sangat tajam.

11. Kanku-Dai

Kanku-Dai berarti melihat dunia atau langit (dari gerakan pertama). Kata Dai menunjukkan bahwa Kata ini merupakan Kata Kanku terhebat. Teknik yang cepat dan lamban, penuh tenaga dan lembut, pemekaran dan pencutan, dan lompatan dan


(41)

membungkuk. Kata ini digunakan jika benar-benar terkepung oleh musuh.

12. Kanku-Sho

Kanku-Sho berarti Kata terendah didalam Kata Kanku. Kata Shorin ini merupakan perpaduan antara Heian Yondan dan Kanku-Dai. Penggunaan tenaga dengan benar, kecepatan dan pemekaran/penciutan dari otot.

13. Jitte

Jitte berarti tangan sepuluh atau keajaiban sepuluh. Kata Shorei ini berasal dari Tomari. Kata ini mungkin diperagakan dengan tongkat di tangan. Rotasi pinggul, dan tangkisan dengan tongkat.

14. Hangetsu

Hangetsu berarti Bulan Separuh/Setengah Bulan (berarti juga nama sikap utama dalam Kata). Kata ini adalah asli China dan nama aslinya adalah Seisan atau Seishan. Kata ini adalah Kata Shorei. Pemekaran/penciutan, putaran lengan dan pergerakan kaki serta pernapasan.

15. Enpi

Enpi berarti Burung Wallet Terbang. Kata Shorin ini dipelajari di Tomari. Kata ini sebelumnya dikenal dengan nama Wansu atau Wanshu. Yasutsune Itosu membuat perbaikan yang sangat


(42)

berarti dari gerakan Kata yang asli. Tinggi rendah posisi badan, gerakan yang cepat (kecepatan).

16. Gankaku

Gankaku berarti “Burung Bangau Diatas Karang” Keseimbangan dan tendangan kesamping.

17. Gion

Arti dari Gion belum ditemukan. Ini merupakan Kata Shorei yang diberi nama setelah rahib China datang ke Okinawa. Gion juga merupakan nama pura di Jepang dan China. Dan Gion dikenal sebagai nama rahib Budha Suci. Gion berkonotasi ketenangan, penuh kebanggaan, dan penuh kekuatan dalam mempelajarinya. Ketenangan, gerakan penuh tenaga, dengan semangat bertarung yang hebat.

18. Chinte

Chinte berarti “Tangan Ajaib”. Kata ini merupakan Kata Shorin yang terdiri dari beberapa tehnik China. Sangat sulit untuk menguasai pengunaan tenaga yang benar pada Kata ini.

19. Unsu

Unsu berarti “Tangan Bagaikan Awan”. Kata ini merupakan Kata Shorin tanpa diketahui asalnya. Tangan dengan arti tehnik tangan menyapu lawan seperti awan terbelah pisau dilangit.


(43)

Lompatan Tinggi dan rendah, tenik menendang, berpura-pura dan menggunakan beberapa bagian tubuh sebagai senjata.

20. Sochin

Sochin berarti perasaan/keadaan tenang ditengah orang (dan nama ini diambil dari posisi utama didalam Kata ini). Lamban, gerakan penuh tenaga dan sikap sochin (juga disebut sikap fudo-dachi).

21. Nijushiho

Nijushiho berarti 24 langkah. Makna dari Kata ini adalah sebuah gambaran alami aliran air atau ombak. Kata ini merupakan Kata Shorin Penggabungan total dari bermacam kekuatan dan kecepatan.

22. Gojushiho-Dai

Gojushiho-Dai berarti 54 langkah. Kata Shorin ini terinspirasi dari seekor burung yang menyerang musuh dengan ketajaman paruhnya. Nama lamanya adalah Useshi. Kata ini asli dari China dan dipelajari di China hingga abad ke-20.

23. Gojushiho-Sho

Gojushiho-Sho berarti Kata terendah di Kata Gojushiho. Kata ini merupakan Kata Shorin yang terinpirasi dari seekor burung yang menyerang musuh dengan ketajaman paruh, sayap dan


(44)

cakarnya. Kemampuan tehnik tingkat tinggi sangat dibutuhkan untuk memainkan atau mengerti Kata ini. Satu hal penting dalam Kata ini adalah tehnik tangan pedang.

24. Meikyo

Meikyo berarti cermin membersihkan cermin. Kata Shorei ini memiliki pengusaan tehnik dalam Kata Heian dengan bentuk Kata yang lebih lunak dan tenang. Nama asli Kata ini adalah Rohai.

25. Wankan

Wankan berarti “Mahkota Raja”. Kata ini aslinya dipelajari di Tomari, terdiri dari gerakan lembut dan ringan.

26. Ji’in

Ji’in diciptakan sebagai sebuah penghormatan terhadap kematian dan ketenangan/ penuh kekuatan dari Gion.

Dalam sistem pertandingan untuk Kata ada 2 model umum yang dikenal, yaitu sebagai berikut.

1. Sistem penyisihan kelompok, di mana semua peserta memainkan Kata secara bergiliran dalam dua babak saja. Pada babak pertama akan dipilih 3/5/10 peserta dengan nilai tertinggi untuk masuk pada babak kedua yang merupakan babak final di


(45)

mana peserta dengan nilai tertinggi akan keluar sebagai pemenang.

2. Sistem gugur, dimana para peserta dalam memainkan Kata hanya berhadapan dengan satu orang lawan dalam sebuah babak. Tiap peserta mengnakan sabuk yang berbeda warna dengan lawannya dan ada 3/5 orang juri sebagai penilai yang hanya akan memilih satu orang sebagai pemenang. Kata yang harus dimainkan secara berurutan, yaitu Shitei Kata (Kata Wajib) dan Tokui Kata (Kata Pilihan).

3.3.5 Kumite

Secara harafiah Kumite berarti tangan-tangan yang beradu. Dalam pemahaman Karate-Do murni yang berlandaskan Zen ia tidak dianggap sebagai sebuah bentuk latihan di mana dua orang yang saling berhadapan dalam sebuah arena berusaha secara keras dan sportif untuk saling menunjukkan teknik terbaik mereka kepada lawannya dengan tetap tunduk dalam aturan yang sangat ketat. Pada tahun1920-an dimulai usaha perumusan bentuk baku dari apa yang kita kenal sekarang sebagai Kumite dengan mengadopsi model pertandingan Kendo dan Judo. Karena bersumber/berpatokan pada Budo, otomatis dalam pemahaman secara keseluruhan Kumite bersandar pada lima konsep filosofis tradisional Zen, yaitu :

1. Ma-Ai, adalah kosep jarak yang dianggap penting sekali bagi orang Jepang. Seorang yang bisa memahami secara baik konsep


(46)

ini akan mampu menembus sebuah celah yang paling kecil sekalipun karena ia dapat memanfaatkan peluang waktu secara tepat. Dalam penerapannya pada sebuah pertarungan dikenal adanya tiga macam Ma-Ai sebagai berikut :

a. To-Ma, jarak yang terlalu jauh dengan lawan

Dalam jarak seperti ini hal yang seharusnya dilakukan adalah selalu serileks mungkin sambil mulai membaca lawan.

b. Juban No Ma, jarak yang sempurna dengan lawan.

Dalam jarak yang seperti ini hal yang seharusnya dilakukan adalah sudah siap membuat sebuah keputusan pasti apabila berlanjut ke arah Chika-Ma.

c. Chika-Ma, jarak yang terlalu dekat dengan lawan.

Dalam jarak yang seperti ini hal yang seharusnya dilakukan adalah siap menghadapi apa pun yang terjadi dengan segala risikonya.

2. Tsukuri, adalah konsep kesiapan fisik tubuh secara total dengan penerapan utama dalam hal melakukan serangan, serangan balik, maupun memindahkan tubuh.

3. Kake, adalah konsep yang menekankan pentingnya faktor variasi dalam melakukan teknik pada sebuah serangan.

4. Kuzushi, adalah konsep yang menggambarkan keadaan pikiran yang bebas dari seluruh perasaan yang tertekan.


(47)

5. Senryaku/Senjutsu adalah konsep tentang strategi pertarungan yang berdasarkan inisiatif/insting.

Dalam kaitannya dengan Budo juga harus diketahui dengan baik apa yang disebut sebagai Kyusho (titik-titik vital pada tubuh) yang menjadi sasaran dari Atemi (serangan yang sempurna dan terfokus). Untuk itu, diperlukan sebuah metode tradisional yang disebut Kuastu (terapi pemijatan pada titik-titik tertentu yang berfungsi untuk menetralisasi rasa sakit yang diakibatkan Atemi).

Dalam Jiyu Kumite (Kumite bebas) pertandingan dipimpin oleh Wasit (Sushin) yang dibantu oleh juri (Fukushin) dan diamati oleh Arbitrator (Kansha) dalam memberikan penilaian maupun hukuman pada dua orang kontestan yang menggunakan dua buah sabuk yang berbeda warna (Shiro-Aka/Putih-Merah ataupun Ao-Aka/Biru-Merah) dan berdasarkan Contact-Factor secara umum dikenal dua jenis sistem utama Kumite berikut :

1. Full Body Contact, yaitu Kumite tanpa adanya pengontrolan apa pun dalam melancarkan sebuah serangan. Biasanya dibagi dalam 3 set dalam setiap babaknya, dan pemenang ditentukan seperti model pertandingan tinju, yaitu perolehan angka terbanyak atau yang berhasil meng-KO-kan lawan lebih dulu. 2. Sun dome, yaitu Kumite dengan pengontrolan sebuah serangan

di mana sebuah serangan hanya cukup berakhir lebih kurang pada permukaan kulit dan dengan cepat ditarik kembali. Sistem


(48)

ini diadopsi oleh mayoritas aliran/perguruan Karate-Do di dunia dan merupakan sistem wajib yang dianut oleh WKF. Apabila nilai berakhir seri, akan dilanjutkan dengan sebuah Enchosen (perpanjangan waktu) dengan sistem Sudden-Death. Dalam penilaian itu akumulasi angka (Waza-Ari, Ippon, Nihon, dan Sanbon) dan pelanggaran (Chukoku, Keikoku, Hansoku Chui, Hansoku) diterapkan secara ketat.

Sistem penilaian yang dipakai dalam jenis ini ada tiga, yaitu : 1. Ippon Shobu, Seseorang hanya membutuhkan dua buah

Waza-Ari (nilai 1/2) atau 1 buah Ippon (nilai 1) untuk bisa keluar sebagai pemenang sebelum waktu habis. Dalam praktiknya menggunakan 1 wasit, 4 juri, dan 1 arbitrator. 2. Sanbon Shobu, Seseorang bisa keluar sebagai pemenang

apabila telah berhasil mengumpulkan enam buah Waza-Ari atau tiga buah Ippon sebelum waktu habis. Disebut juga sebagai “Mirror Kumite System” karena praktiknya hanya menggunakan satu wasit dan satu juri serta satu arbitrator. 3. Shobu Hajime, seseorang baru bisa keluar sebagai

pemenang sebelum waktu habis apabila telah berhasil meraih nilai yang harus berselisih 8 buah Ippon dengan nilai yang dikumpulkan lawannya. Dalam praktiknya menggunakan 1 wasit, 3 juri, dan 1 arbitrator.


(49)

3.3.6 Mondo

Mondo arti sebenarnya adalah pertemuan resmi antara guru dengan para siswanya dalam sebuah Dojo. Pada tradisi aslinya para guru akan mengakhiri dengan sebuah Koan/Frasa singkat.

Berikut ini adalah beberapa Frasa dan istilah yang sring dipakai dalam sebuah proses latihan Karate-Do di Jepang.

ISTILAH DALAM BAHASA JEPANG ARTI BAHASA INDONESIA ISTILAH DALAM BAHASA JEPANG ARTI BAHASA INDONESIA

DACHI Kuda-kuda YOI Sikap

awal/siap

UKE Tangkisan NAO-REI Balik ke Yoi

dan Rei

TSUKI/ZUKI Pukulan YASUMI Istirahat

UCHI Lecutan OSH Salam hormat

GERI/KERI Tendangan TOBI Loncatan

HARAI/BARAI Sapuan HANMI Kemiringan

badan

WAZA Teknik KEIKO Latihan

GEDAN Bagian bawah SUN DOME Titik kontrol

target

CHUDAN Bagian tengah HISHIGI/SHIWARI Teknik

pemecahan

JODAN Bagian atas KYUSHO Titik vital

MAE Maju ATEMI Serangan pada

Kyusho

HIDARI Kiri SHIMEI Atemi yang

mematikan

MIGI Kanan KIN Kemaluan

YOKO Samping HARA Pernapasan

Zen

USHIRO Belakang KOKYU Metode

pengaktifan Hara

OI Mengikuti

sesuatu

IBUKI KoKyu untuk

menerima Atemi

GYAKU Berlawanan

dengan arah aslinya

NOGARE Ibuki versi

Kyokushinkai

URA Depan GOREI Keiko secara

berkelompok

KOTAI Bergiliran GASHUKU Keiko di luar


(50)

MAWATE Berputar KIME Hasil puncak sebuah KoKyu KUATSU/SHIATSU Pijatan

penghilang sakit

KI-AI Suara keras

mengiringi kime

ICHI Satu NI Dua

SAN Tiga YON/SHI Empat

GO Lima ROKU Enam

SHICI/NANA Tujuh HACHI Delapan

KYU Sembilan JU Sepuluh

HAJIMEU Mulai REI Hormat

YAME Berhenti KAMAE-TE Tangan di

depan dada

3.3.7 Taisho penutup

Taisho penutup (pemanasan penutup) dilakukan setelah proses latihan. Proses pemanasan yang dilakukan di anjurkan untuk menhindari tercederanya otot-otot atau sendi yang telah melakukan proses latihan berbagai macam teknik.

Proses Taisho penutup ialah, dilakukan peregangan pasif dalam hitungan 1 X 8 yang dimulai dari anggota tubuh paling bawah ke yang paling atas untuk tipe latihan fisik awal dan tipe latihan fisik akhir.

3.3.8 Rei-Shiki penutup

Rei-Shiki penutup sama bentuknya dengan Rei-Shiki pembuka. Dilakukan pada saat mau selesai latihan. Di artikan untuk penghormatan terhadap Sensei dan senpai yang telah mengajar. Ketika akan meninggalkan Dojo harus selalu mengucapkan Arigatou Gozaimashita dan Shitsurei Shimasu.


(51)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan dan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Karate-Do adalah sebuah metode untuk mempertahankan diri melalui penggunaan anggota tubuh yang berlatih secara baik dan alami yang didasari dan bertujuan sesuai nilai filsafat timur.

2. Unsur-unsur yang diperlukan dalam Karate-Do terbagi atas tiga bagian besar unsur pokok, yaitu: subjek penggerak, sarana penunjang dan program-program permanen. Kemudian unsur-unsur tersebut dibagi menjadi beberpa bagian spesifik seperti tingkat pemula, tingkat mahir, pakaian, tempat, alat, Rei-Shiki, Taiso, Kihon, Kata, Kumite dan lain-lain.

3. Karate-Do tidak hanya sebatas level olah fisik saja, namun juga memiliki banyak cabang ilmu dan filsafat yang dapat dijadikan inspirasi bahkan ideologi untuk mencapai tingkat kemahiran ber-Karate-Do yang sesungguhnya.

4. Shotokan adalah aliran perintis awal Karate-Do di Indonesia dan juga merupakan aliran Karate-Do terbesar di dunia.


(52)

4.2. Saran

Adapun saran yang ingin dikemukakan oleh penulis setelah mengadakan pengamatan secara langsung pada kertas karya ini adalah sebagai berikut:

1. Di dalam Kertas Karya ini terdapat banyak pelajaran dan pengetahuan untuk menambah wawasan dalam mempelajari, menguasai, maupun mengembangkan tekhnik-tekhnik Karate-Do. Oleh karena itu bagi penggiat olahraga beladiri Karate-Do sebaiknya mempelajari dan mengetahui dengan baik unsur-unsur yang diperlukan dalam Karate-do, agar didapat tingkat kemahiran yang sesungguhnya.

2. Makna-makna filosofis yang terdapat pada beladiri Karate-Do sebaiknya juga diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari karena memiliki nilai manfaat untuk kehidupan.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, T. Kamus Bahasa Jepang – Indonesia. Jakarta: Kursus Bahasa Jepang Evergreen, 2002.

Ellison, Arthur E. M.D. et all. 1984. Athletic Training and Sports Medicine.Illinois: The American Academy of Orthopaedic Surgeons.

Funakoshi, Gichin. 1994. Karate-do Kyohan. Berlin: Herausgeber Schlatt.

Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. 1989. Jepang Dewasa Ini. Jakarta: The International Society for Educational Information, Inc.

Morris, Tommy. New WKF Karate Rules. Madrid: WKF Publishing, 2003.

Wahid, Abdul. Shotokan: sebuah tinjauan alternatif terhadap aliran Karate-Do terbesar di dunia. Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2007.

www.catsyscorp.com

www.cyberkwoon.com

www.google.com


(54)

LAMPIRAN

Gambar 1. Pakaian Karate-Do (Uwagi dan Zubon)


(55)

Gambar 3. Rei-Shiki (upacara penghormatan)


(56)

Gambar 5. Kihon pada Dachi Waza (posisi kuda-kuda)


(57)

Gambar 7. Kihon pada Nage Waza (teknik bantingan)


(58)

Gambar 9. Penghormatan dalam posisi berdiri (Rei) “sesudah memainkan Kata”


(59)

ABSTRAK

UNSUR-UNSUR YANG DIPERLUKAN DALAM KARATE-DO

Karate-Do merupakan salah satu cabang olahraga yang terkenal di seluruh dunia yang berasal dari Jepang. Dengan mempelajari Karate-Do kita dapat melindungi diri sendiri dan orang lain. Karate-Do juga dapat membentuk pribadi diri menjadi lebih baik, berdisiplin, menghormati orang yang lebih tua, dan dapat menyehatkan badan.

Karate-Do ialah salah satu olahraga yang menarik untuk dipelajari dan untuk mengetahui etika-etika Budo yang terdapat di Jepang. Dalam kertas karya ini penulis akan mencoba untuk memaparkan tentang unsur-unsur Karate-Do. Untuk itu penulis memberi judul pada Kertas Karya ini “Unsur-Unsur Yang Diperlukan Dalam Karate-Do”.

Karate-Do terdiri dari tiga kata, yaitu Kara yang berarti kosong/hampa/tidak berisi, Te yang berarti tangan (secara keseluruhan), Do yang berarti jalan menuju suatu tujuan/pedoman. Kita mengatakan bahwa istilah Karate lebih cocok dipakai untuk mengacu pada penegasan unsur olahraganya saja. Sedangkan istilah Karate-Do lebih cocok dipakai sebagai sebuah penegasan terhadap keseluruhan ruang lingkup yang berkaitan dengan seni beladiri.

Karate-Do memiliki unsur-unsur khusus sebagai pembentuk identitas khasnya, di mana unsur tersebut tidak boleh tidak tersedia.


(60)

Unsur penggerak dalam Karate-Do, yaitu para murid dan guru yang belajar bersama dalam suatu Dojo. Terdapat berbagai macam tingkatan dalam Karate-Do, yaitu tingkat Kyu : disebut Kohai yang memakai ikat pinggang yang bewarna putih. Dan tingkat Dan disebut Yudansha yang memakai ikat pinggang bewarna hitam.

unsur sarana penunjang adalah yang meliputi pakaian, tempat, dan alat. Pakaian Karate-Do disebut dengan Uwagi yang terdiri dari semacam jaket berlapis dua. Celana Karate-Do disebut dengan zubon yang panjang dan longgar, serta ikat pinggang berwarna sesuai tingkatan. Tempat disebut dengan Dojo, yang berarti “tempat untuk mempelajari”. Lalu ada alat sebagai pelengkap latihan seperti makiwara (samsak).

Selanjutnya ialah unsur program permanen yang maksudnya adalah rangkaian proses kegiatan yang harus ada dan berlangsung secara berurutan dalam latihan Karate-Do dalam Dojo. Unsur-unsur tersebut ialah Rei-Shiki, Taiso, Kihon, Kata, Kumite, Mondo, Taiso penutup, dan Rei-Shiki penutup.

Rei-Shiki ialah upacara atau penghormatan pembuka. Duduk dengan posisi Sei-Za (posisi duduk tukang jahit). Rei-Shiki pembuka dan Rei-Shiki penutup sama bentuknya.

Taiso ialah persiapan seluruh anggota tubuh seoptimal mungkin sebelum maupun sesudah pelaksaan rangkaian kegiatan teknik-teknik yang menjadi substansi dasar dari seni beladiri tersebut.


(61)

Kihon ialah bentuk-bentuk baku yang menjadi acuan dasar dari semua teknik/gerakan yang mungkin dilakukan berbagai macam teknik. Kihon dilakukan dalam posisi seluruh tubuh dalam kondisi Shijentai yang berarti tanpa ketegangan sedikitpun.

Kata ialah latihan khusus yang menjadi intisari dari sebuah jenis seni beladiri yang ditampilkan dalam rangkaian beberapa buah teknik yang disusun sedemikian rupa dalam sebuah standardisasi.

Kumite ialah tangan-tangan yang beradu. Dalam pemahaman Karate-Do, Kumite didefinisikan sebagai bentuk latihan dimana dua orang yang saling berhadapan dalam sebuah arena dan saling berusaha keras dan sportif untuk saling menunjukkan teknik terbaik mereka kepada lawannya dengan tetap tunduk kepada aturan yang sangat ketat.

Mondo ialah pertemuan resmi antara guru dengan para siswanya dalam sebuah Dojo. Pada saat mondo dilakukan mereka mendiskusikan pokok bahasan latihan yang telah diberikan. Lalu guru akan mengakhirinya dengan frasa/koan singkat yang memiliki arti fisiolofis.

Saat latihan selesai para siswa melakukan Taiso penutup dan Rei-Shiki penutup. Lalu, para murid meninggalkan Dojo tanpa meninggalkan barangnya didalam Dojo.


(1)

Gambar 5. Kihon pada Dachi Waza (posisi kuda-kuda)


(2)

Gambar 7. Kihon pada Nage Waza (teknik bantingan)


(3)

Gambar 9. Penghormatan dalam posisi berdiri (Rei) “sesudah memainkan Kata”


(4)

ABSTRAK

UNSUR-UNSUR YANG DIPERLUKAN DALAM KARATE-DO

Karate-Do merupakan salah satu cabang olahraga yang terkenal di seluruh dunia yang berasal dari Jepang. Dengan mempelajari Karate-Do kita dapat melindungi diri sendiri dan orang lain. Karate-Do juga dapat membentuk pribadi diri menjadi lebih baik, berdisiplin, menghormati orang yang lebih tua, dan dapat menyehatkan badan.

Karate-Do ialah salah satu olahraga yang menarik untuk dipelajari dan untuk mengetahui etika-etika Budo yang terdapat di Jepang. Dalam kertas karya ini penulis akan mencoba untuk memaparkan tentang unsur-unsur Karate-Do. Untuk itu penulis memberi judul pada Kertas Karya ini “Unsur-Unsur Yang Diperlukan Dalam Karate-Do”.

Karate-Do terdiri dari tiga kata, yaitu Kara yang berarti kosong/hampa/tidak berisi, Te yang berarti tangan (secara keseluruhan), Do yang berarti jalan menuju suatu tujuan/pedoman. Kita mengatakan bahwa istilah Karate lebih cocok dipakai untuk mengacu pada penegasan unsur olahraganya saja. Sedangkan istilah Karate-Do lebih cocok dipakai sebagai sebuah penegasan terhadap keseluruhan ruang lingkup yang berkaitan dengan seni beladiri.

Karate-Do memiliki unsur-unsur khusus sebagai pembentuk identitas khasnya, di mana unsur tersebut tidak boleh tidak tersedia.


(5)

Unsur penggerak dalam Karate-Do, yaitu para murid dan guru yang belajar bersama dalam suatu Dojo. Terdapat berbagai macam tingkatan dalam Karate-Do, yaitu tingkat Kyu : disebut Kohai yang memakai ikat pinggang yang bewarna putih. Dan tingkat Dan disebut Yudansha yang memakai ikat pinggang bewarna hitam.

unsur sarana penunjang adalah yang meliputi pakaian, tempat, dan alat. Pakaian Karate-Do disebut dengan Uwagi yang terdiri dari semacam jaket berlapis dua. Celana Karate-Do disebut dengan zubon yang panjang dan longgar, serta ikat pinggang berwarna sesuai tingkatan. Tempat disebut dengan Dojo, yang berarti “tempat untuk mempelajari”. Lalu ada alat sebagai pelengkap latihan seperti makiwara (samsak).

Selanjutnya ialah unsur program permanen yang maksudnya adalah rangkaian proses kegiatan yang harus ada dan berlangsung secara berurutan dalam latihan Karate-Do dalam Dojo. Unsur-unsur tersebut ialah Rei-Shiki, Taiso, Kihon, Kata, Kumite, Mondo, Taiso penutup, dan Rei-Shiki penutup.

Rei-Shiki ialah upacara atau penghormatan pembuka. Duduk dengan posisi Sei-Za (posisi duduk tukang jahit). Rei-Shiki pembuka dan Rei-Shiki penutup sama bentuknya.

Taiso ialah persiapan seluruh anggota tubuh seoptimal mungkin sebelum maupun sesudah pelaksaan rangkaian kegiatan teknik-teknik yang menjadi substansi dasar dari seni beladiri tersebut.


(6)

Kihon ialah bentuk-bentuk baku yang menjadi acuan dasar dari semua teknik/gerakan yang mungkin dilakukan berbagai macam teknik. Kihon dilakukan dalam posisi seluruh tubuh dalam kondisi Shijentai yang berarti tanpa ketegangan sedikitpun.

Kata ialah latihan khusus yang menjadi intisari dari sebuah jenis seni beladiri yang ditampilkan dalam rangkaian beberapa buah teknik yang disusun sedemikian rupa dalam sebuah standardisasi.

Kumite ialah tangan-tangan yang beradu. Dalam pemahaman Karate-Do, Kumite didefinisikan sebagai bentuk latihan dimana dua orang yang saling berhadapan dalam sebuah arena dan saling berusaha keras dan sportif untuk saling menunjukkan teknik terbaik mereka kepada lawannya dengan tetap tunduk kepada aturan yang sangat ketat.

Mondo ialah pertemuan resmi antara guru dengan para siswanya dalam sebuah Dojo. Pada saat mondo dilakukan mereka mendiskusikan pokok bahasan latihan yang telah diberikan. Lalu guru akan mengakhirinya dengan frasa/koan singkat yang memiliki arti fisiolofis.

Saat latihan selesai para siswa melakukan Taiso penutup dan Rei-Shiki penutup. Lalu, para murid meninggalkan Dojo tanpa meninggalkan barangnya didalam Dojo.