Sejarah Karate-Do Unsur-Unsur Yang Di Perlukan Dalam Karate-Do Karatedou Ni Okeru Hitsuyouna Youso

13

2.2 Sejarah Karate-Do

Pada awal abad ke-6M, raja India yang bernama Sugandha dari kerajaaan Baramon memiliki seorang putra yang bernama Jayavarman. Pangeran ini sebagaimana layaknya golongan Ksatrya pada jaman itu tentu saja diharuskan memiliki keterampilan militer yang sesempurna mungkin, dan ia ternyata dengan cepat dapat mengetahui dan menguasai semua pengetahuan yang diajarkan padanya oleh seorang guru tua yang bernama PrajanatraPrajnatra. Namun, dengan sebab yang tak diketahui dengan pasti dari sudut pandang religiusitas budhis disebutkan faktor reingkarnasi leluhurnya mungkin berperan, sebab ia sendiri merupakan keturunan ke-28 Sidharta Gautama, mendadak Jayavarman meninggalkan kehidupan duniawinya dengan cara menekuni dengan total ajaran agama Budha sebagai seorang pendeta aliran Mahayana. Jayavarman pun mengganti namanya menjadi Bodhi Dharma di China disebut Ta Mo, dan diJepang disebut Daruma TaishiBodidaruma dan kemudian melakukan perjalan ke China untuk menyebarkan ajaran agama Budha pada tahun 527 M. Di China ia menetap disebuah kuil yang bernama Shaolin, kuil Shaolin ini sendiri didirikan pada tahun 495 M dan berlokasi di kaki gunung songshan, yang saat ini masuk wilayah propinsi Henan. Jayavarman menerjemahkan text ajaran Budha dari Bahasa Sansekerta ke Bahasa China dan mendirikan sektenya sendiri yang disebut dengan Chan Zen dalam Bahasa Jepang. Selama ia menjadi guru di kuil itu ia melihat bahwa kondisi fisik para muridnya sangat buruk sehingga gampang jatuh sakit atau sering menjadi korban tindak kekerasan di dunia luar. Maka, berbekal pengalamannya sebagai seorang Universitas Sumatera Utara 14 mantan Ksatrya di India, jayavarman pun kemudian mulai melatih para biksu di kuil Shaolin dengan metode-metode dasar Vajramusthi karena para biksu, sesuai dengan ajaran Budha tidak boleh menggunakan senjata yang bisa mengarah pada unsur kekerasan yang merupakan dosa besar yang dipadukan dengan teknik Yoga sistem meditasi ala Hindu untuk melatih lebih jauh konsentrasi kejiwaan mereka dalam latihan pernapasan. Jayavarman juga mengadopsi beberapa teknik pertarungan lokal China yang didasari oleh kitab Shunzi Bingfa metode peperangan karya Sun-Tzu, seorang ahli militer terkenal China dari abad ke-4 SM. Teknik pertarungan lokal China banyak dinisbatkan pada gerakan beberapa binatang dalam arca China kuno seperti harimau, ular, naga, elang, bangau, monyet, dan lain-lainnya. Semua inilah yang akhirnya menjadi dasar dari Ch’uan- Fa nama kuno untuk KungfuWushu asli Shaolin yang di masa selanjutnya terbagi menjadi dua aliran besar, yaitu bagian utara yang lebih dominan dengan gerakan lompatan dan kelincahan dan bagian selatan yang lebih dominan dengan konsentrasi, pernapasan, dan kekuatan tubuh bagian atas yang dimana keduanya dianggap sebagai barometer semua ilmu beladiri di wilayah Asia Timur. Sekte ChanZen dikenal Jepang pada abat ke-14 dibawa dari China lewat semenanjung korea maupun okinawa. Di korea Ch’uan-Fa Shaolin yang merupakan produk Zen bisa ditemui pada Tae Kwon Do, sedangkan di okinawa Ch’uan-Fa Shaolin bertransformasi menjadi TeToteTode transliterasi kata Chin- te Bahasa China yang berarti pukulantangan China ke dalam dialek khas okinawa setelah di kombinasikan dengan teknik perkelahian kuno lokal yang dipengaruhi teknik pertarungan kuno kalangan Samurai Jepang yang disebut Universitas Sumatera Utara 15 dengan Bu-gei, yang untuk jenis teknik tanpa senjatanya disebut YawaraBu- jutsu. Tote kadang juga disebut sebagai Okinawa-Te atau Ryukyu KempoKenpo. Selanjutnya Bu-jutsu bertransformasi sesuai urutan perkembangannya menjadi Ju- jutsu, Judo, dan Aikido. Okinawa merupakan sebuah pulau yang termaksud dalam rangkain kepulauan Ryukyu, yang menjadi pelabuhan transit penghubung Jepang dengan dunia luar pada jaman kuno. Sesuai pemaparan Drs. N.Daldjoeni tentang teori penyebaran manusia di benua asia, maka besar kemungkinan penduduk asli Okinawa ditilik secara antropofisiologis bukan termaksud suku ras bangsa asli yang sama dengan umumnya penduduk Jepang Ainu-Mongoloid, melainkan lebih dekat dengan Suku ras bangsa asli dominan Asia Tenggara paleo- Mongoloid. Hal ini dikaranekan pulau Okinawa lebih dekat dengan pulai Forosa Taiwan daripada dengan empat pulau utama Jepang lainnya. Bukti kuat yang mendukung ialah penggunaan alat-alat pertanian tradisional yang memiliki kemiripan dengan alat tradisional yang ada di Asia Tenggara. Okinawa memiliki tiga kota besar pada zaman tersebut yaitu Tomari, Shuri, dan Naha yang selama ratusan tahun sesuai catatan sejarah bagi kaisar China, Korea, Jepang untuk menancapkan pengaruh di daerah kepulauan Okinawa. Hal ini memungkinkan terjadinya percampuran unsur-unsur budaya termaksud seni beladiri dari ketiga negara tersebut. Masuknya seni beladiri China pada tahun 1393 dikarenakan sebuah ekspedisi militer yang dikirim dan lalu menetap di sana sebagai tentara bantuan oleh kaisar Hung Wu dari dinasti Ming pada raja Satto, penguasa Okinawa pada saat itu. Berdampak diperkenalkannya beberapa keunggulan teknik Universitas Sumatera Utara 16 perang mereka. Namun akhirnya, pada tahun 1429 di bawah Kaisar Shohasi dari Chuzan, Okinawa dapat disatukan dan dikuasai secara penuh oleh negara Jepang. Pada saat itu terjadi perlawanan dan pemberontakan dari para penduduk asli yang mendapt bantuan penuh secara rahasia dari China, sehingga untuk mengamankannya secara lebih efektif, pada zaman kaisar Shoshin 1477-1526 dikeluarkanlah suatu aturan yang sangat ketat tentang pengaturan kepemilikan senjata pada rakyat Okinawa. Aturan ini mencapi puncaknya pada tahun 1609. Disebutkan bahwa hanya boleh ada sebuah pisau untuk sebuah desa dan itu pun diikat dengan rantai besi di pos patroli tentara. Faktor inilah yang akhirnya membangkitkan kembali gairah mereka untuk menggunakan Tote sebagai senjata pengganti yang paling utama dan siap digunakan kapan saja dalam usaha untuk mempertahankan diri dai penindasan tentara maupun ancaman para penjahat bersenjata. Klan Satsuma yang berasal dari Kagoshima berkuasa hingga tahun 1872. Selama sekitar 260 tahun masa kekuasaan mereka, catatan sejarah resmi tentang Tote di Okinawa sangat minim. Yang sempat tercatat hanyalah tentang partisipasinya sebagai sebuah kemampuan khusus dalam kalangan separantis Okinawa yang terus-menerus melakukan gerakan bawah tanah dalam perjuangannya dan dianggap sangat berbahaya serta mengancam secara tak langsung bagi kalangan militer yang berkuasa. Oleh karena itulah, disebutkan bahwa seni beladiri ini sangat dijaga kerahasiaannya dan hanya dikembangkan langsung secara turun-temurun di kalangan pria hanya pada putra tertua dalam keluarga bangsawan Shizoku Okinawa. Ada dua ungkapan yang Universitas Sumatera Utara 17 menggambarkan kondisi di atas pada zaman itu, yaitu Reimyo Tote tangan yang ajaib dan Shinpi Tote tangan yang misterius. Tote pada abad ke-19 biasanya dibedakan dalam beberapa gaya yaitu sebagai berikut. 1. Berdasarkan aliran Ch’uan-Fa yang mempengaruhi secara dominan dalam Kata maka ada dua jenis aliran besar Tote, yaitu sebagai. a. Shorin, berasal dari Ch’uan-Fa aliran utara yang memiliki banyak teknik melompat sehingga mengembangkan kekuatan pinggul dan kaki. Kedinamisan kuda-kuda yang panjang dan tampilan yang kaku dari sebuah teknik, namun memiliki keakuratan yang tinggi pada sasaran. b. Shorei, berasal dari Ch’uan-Fa aliran selatan yang memiliki keunggulan dalam hal keseimbangan dan kekuatan tubuh bagian atas. Kekokohan kuda-kuda yang pendek dan keluwesan tampilan sebuah teknik terutama tangan, namun secara dominan diiringi pengerahan tenga secara besar. 2. Berdasarkan tempat perkembangannya selama ratusan tahun di Okinawa, maka dikenal ada tiga jenis Tote, yaitu sebagai berikut. a. Shuri-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Shuri dan pada umumnya teknik pertarungan dan jenis Kata yang dikembangkan di sini termaksud kelompok Shorin. b. Naha-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Naha dan pada umumnya teknik pertarungan dan jenis Kata yang dikembangkan di sini termaksud kelompok Shorei. Universitas Sumatera Utara 18 c. Tomari-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Tomari dan pada umumnya teknik pertarungan serta jenis Kata yang dikembangkan di sini adalah kombinasi dari kelompok Shorin dan Shorei. Di perempat terakhir abad ke-19 munculah nama-nama yang kelak di kemudian hari dianggap sebagai para perintis yang merenovasi Tote untuk dapat menjadi apa yang kita kenal sebagai Karate-Do. Mereka itu diantaranya adalah Ankichi Arakaki, Chojun Miyagi, Kenwa Mabuni, Kenbun Uechi, Shoshin Nagamine, dan Gichin Funakoshi. Gichin Funakoshi menerbitkan buku yang berjudul Karate-Do Kyohan yang mempopulerkan nama Karate-Do secara besar-besaran untuk menggantikan istilah aslinya yaitu Tote.

2.3 Aliran-aliran Karate-Do