Sistem Pemungutan Pajak Jenis Pajak

21

c. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dibagi terdiri dari, yaitu: Resmi, 2013:11 a. Offcial Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kewenangan untuk: 1. Menghitung sendiri pajak yang terutang; 2. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang; 3. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang; 4. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan 5. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang. c. Withholding system Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan 22 perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

d. Jenis Pajak

a. Menurut Golongannya pajak dibedakan menjadi 2 yaitu : Resmi, 2013:7 1. Pajak Lansung : pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan PPh. 2. Pajak Tidak Langsung : pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain atau pihak ketiga. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai PPN. b. Menurut Sifatnya pajak dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Pajak Subjektif : pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh : Pajak Penghasilan PPh 2. Pajak Objektif : pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Sabjek Pajak Wajib Pajak maupun tempat tinggal. 23 c. Menurut Lembaga Pemungut pajak dibedakan menjadi 2 yaitu : Resmi, 2013:8 1. Pajak Negara Pajak Pusat : pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh : PPh, PPN, PPnBM. 2. Pajak Daerah : pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I pajak provinsi maupun daerah tinggat II pajak kabupatenkota dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan. B. PENGERTIAN PENYITAAN PAJAK Menurut H. M oeljo Hadi, S.H. dalam bukunya “dasar-dasar penagihan pajak dengan surat paksa oleh jurusita pajak pusat dan daerah” halaman 47diartikan bahwa penyitaan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan surat paksa, apabila pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan dengan pernyataan dan penyerahan surat paksa kepada wajib pajak. Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak yang telah disumpah terlebih dahulundan didampigi oleh 2 orang saksi penduduk indonesia yang telah mencapai usia dua puluh satu tahun, dikenal oleh jurusita pajak dan dapat dipercaya Undang-Undang No. 19 tahun 1997 pasal 12 ayat 2. Penyitaan adalah pengambilan hak penguasaan atas barang-barang yang disita. Dalam penyitaan yang berpindah beralih kepada orang yang menyita 24 barang, bukanlah hak pemilikan atas barang tersebut, tetapi hanya hak penguasaannya. Hak pemilikan masih tetap ada pada pemiliknya yang sah. Meskipun hak pemilikan itu masih tetap ada pada pemiliknya, tetapi karena hak penguasaanya sudah berpindah atau beralih ke tangan orang lain, pemilik barang tersebut sudah tidak dapat melakukan tindakan apapun terhadap barang yang telah disita tersebut. Melakukan tindakan maksudnya adalah pemilik barang tidak boleh merusak, menghilangkan, menjual, memindahtangankan, atau tindakan lainnya terhadap barang yang telah disita tersebut. Siahaan.SE, 2004 : 413 Penyitaan merupakan tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang milik penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengusaan barang milik penanggung pajak pajak maksudnya adalah agar penanggung pajak tidak menghilangkan, menjual, atau memindahtangankan hak kepemilikan barang tersebut kepada pihak lain sehinnga ada jaminan bahwa utang pajak tersebut akan dilunasi oleh penanggung pajak. Apabila tidak juga dilunasi, fiksus akan menjual barang tersebut dengan cara dilelang dengan maksud hasilnya digunakan untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan yang telah dikeluarkan oleh fiksus. Tujuan penyitaan adalah untuk mempeloleh jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak. Karena dasar dilakukannya penyitaan adalah wajib pajak atau penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sebagaimana mestinya sesuai ketentuan dalam hukum pajak yang mengatur bahwa penyitaan yang dilakukan terhadap bang milik penanggung pajak adalah sebagai jaminan pelunasan utang pajak, apabila dari upaya penagihan pajak yang telah dilakukan utang pajak tidak juga dilunasi oleh penanggung pajak. Oleh karena itu, penyitaan 25 tidak boleh dilakukan oleh fiksus secara sewenang-wenang, yaitu penyitaan hanya dilakukan sampai dengan perkiraan jumlah utang pajak yang belum dilunasi. Apabila teryata nilai barang milik penanggung pajak lebih besar daripada nilai barang yang tersedia, fiksus hanya boleh menyita barang yang nilainya sebanding dengan utang pajak. Selanjutnya apabila penanggung pajak kemudian melunasi pajak yang terutang setelah fiksus melakukan penyitaan, fiksus harus segera mencabut penyitaan dan mengembalikan barang yang disita kepada penanggung pajak. C. JURU SITAPAJAK Tentang kejurusitaan, tidak terlepas dari dunia peradilan, karena juru sita adalah bagian dari elemen sistem peradilan, atau pelaksana suatu keputusan yang dianggap setingkat dengan keputusan pengadilan mempunyai tugas yaitu, Zuraida, 2011:57 1. Menjalankan pemanggilan-pemanggilan, pemberitahuan-pemberitahuan, teguran dan penyitaan; 2. Ikut membantu melayani pelayanan penerbitan proses persidangan; 3. Menjalankan putusa, penetapan pengadilan; 4. Menyampaikan gugatan. Juru sita ditugaskan pada setiap instansi yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan. Instansi tersebut adalah: 1. Peradilan Negeri Umum; 2. Peradilan Agama; 3. Kementrian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak; 26 4. Badan Urusan Piutang Negara. a. Pengertian Juru Sita Pajak Juru sita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Kedudukan juru sita adalah jabatan struktural dan bertanggung jawab atas kegiatan penagihan pajak yang ditugaskan kepadanya oleh atasan langsung. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat menjadi juru sita pajak adalah adanya kemampuan fisik, mental, dan profesional. Tugas pokok juru sita pajak adalah sebagai pelaksana penagiha pajak. Dalam melaksanakan tugas pokoknya, juru sita pajak menjalankan fungsi bebagai pelaksana dalam penagihan seketika dan sekaligus, penyampaian surat paksa, pelaksana penyitaan barang milik penanggung pajak, mengusulkan pencengahan, penyanderaan. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan juru sita pajak dalam organisasi direktorat jenderal pajak adalah pada seksi penagihan. Juru sita pajak bertanggung jawab atas pekerjaanya kepada atasan langsungnya, yaitu kepala seksi penagihan. Dalam melaksanakan tugasnya juru sita pajak bertugas untuk: 1. Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus 2. Memberitahukan surat paksa 3. Melaksanakan penyitaan atas barang-barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan. 27 4. Melaksanakan penyenderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan Petugas pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Juru Sita Pajak dan Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita harus diperlihatkan kepada penanggung pajak. b. Wewenang dan Wilayah Kerja Juru Sita Pajak Juru sita pajak memiliki wewenang dalam melaksanakan penyitaan, juru sita pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita ditempat usaha, ditempat kedudukan, atau ditempat tinggal penanggung pajak, atau ditempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.Dalam melakukan tugasnya juru sita pajak dapat meminta bantuan dari pihak-pihak lain misalnya, dalam hal penanggung pajak tidak memberi izin atau menghalagi pelaksanaan penyitaan, juru sita pajak dapat meminta bantuan kepolisian atau kejaksaan. Wilayah kerja juru sita pajak adalah sama dengan wilayah kerja unit tempat juru sita tersebut berada. Wilayah kerja merujuk pada wilayah geografis tempat unit juru sita pajak bersangkutan. Apabila dalam suatu kota terdapat wilayah kerja beberapa unit kantor pelayanan pajak, juru sita dapat melaksanakan tindakan penagihan diluar wilayah kerjanya sepanjang masih ada dalam suatu kota. Apabila letak objek sita terletak jauh dari tempat kedudukan KPP tempat pejabat yang menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan, maka pejabat dapat meminta bantuan pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada dan pelaksanaan penyitaan dilakukan oleh juru sita setempat. Zuraida, 2011:60 28 c. Syarat-Syarat Pengangkatan Juru Sita Pajak Sesuai Dengan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan No. 562 KMK. 042000 Tanggal 26 Desember 2000 Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Juru Sita Pajak. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi juru sita pajak adalah sebagai berikut. 1. Berijazah serendah-rendahnya sekolah menegah umum atau yang setingkat dengan itu. 2. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur MudaGolongan IIa. 3. Berbadan sehat. 4. Lulus pendidikan dan latihan juru sita pajak. 5. Jujur, bertanggung jawab, dan dan penuh pengabdian. d. Pengangkatan dan Pemberhentian Juru Sita Pajak Sebelum memangku jabatannya, juru sita pajak diambil sumpah atau janji menurut agama dan kepercayaannya oleh pejabat. Sumpah jabatan juru sita berbunyi sebagai berikut: Zuraida, 2011:61 “ Saya bersumpahberjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk mengangkat jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau dengan cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga.” “ Saya bersumpahberjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima langsun g atau tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian.” “Saya bersumpahberjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, 29 Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi negara republik indonesia.” “ Saya bersumpahberjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, saksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang juru sita pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakkan hukum dan keadilan.” Juru sita pajak diberhentikan dari jabatannya dalam hal: Zuraida,2011:62 1. Meninggal dunia; 2. Pensiun; 3. Karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnya; 4. Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas; 5. Melakukan perbuatan tercela; 6. Melanggar sumpah atau janji juru sita pajak; atau 7. Sakit jasmani atau rohani terus menerus. D. BARANG-BARANG YANG TERMASUK OBJEK PENYITAAN DAN PENGECUALIANNYA Barang milik penanggung pajak yang dapat disita adalah barang yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan,atau ditempat lain termasuk yang penguasaanya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. 30 a. Barang Bergerak Penanggung Pajak yang Dapat Disita Meliputi: Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo, rekening koran,giro, atau bentuk lainnya, yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lainnya. Terhadap penanggung pajak orang pribadi, penyitaan dapat dilaksanakan atas barang milik pribadi yang bersangkutan, istri, dan anak yang masih dalam tanggungan, kecuali dikehendaki secara tertulis oleh suami atau istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Hal ini untuk mengantisipasi penanggung pajak yang menghindari penyitaan dengan cara mengalihkan nama kepemilikan suatu barang kepada anggota keluarga lainnya. Terhadap penanggung pajak badan penyitaan dapat dilaksanakan atas barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain. Yang disita terlebih dahulu adalah barang-barang milik perusahaan. Akan tetapi, jika nilai barang tersebut tidak tidak mencukupi atau tidak dapat ditemukan maka penyitaan dapat dilakukan terhadap barang-barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau ketua untuk yayasan. b. Barang Tidak Bergerak Penanggung Pajak yang Dapat Disita Meliputi: Barang tidak bergerak, termasuk tanah, bangunan dan kapal, dengan isi kotor tertentu. Penyitaan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat 1 Undang- Undang No. 19 Tahun 2000 dilaksanakan sampai nilai barang sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup melunasi utang pajak dan biaya penagihan. 31 Terhadap penanggung pajak badan penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak. Urutan barang bergerak atau tidak bergerak yang disita ditentukan oleh juru sita pajak dengan memperhatikan jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualan atau pencairannya. c. Barang-Barang yang Dikecualikan Adapun Barang-barang yang dikecualikan dari penyitaan, menurut ketentuan pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak pajak dengan surat paksa, adalah sebagai berikut : 1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang dingunakan oleh penanggung pajak dan keluarnga yang menjadi tanggungan. 2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada dirumah. 3. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas. 4. Buku-buku yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat yang digunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan. 5. Peralatan dalam keadaan jalan yang memiliki kegunaan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak melebihi Rp. 10.000.000 6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga. 32 Dalam pelaksanaan penyitaan terhadap barang-barang yang akan disita, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh juru sita pajak seperti halnya penyitaan terhadap perhiasan emas, permata, dan sejenisnya yang dilakukan sebagai berikut: Membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang disita dalam surat dan daftar yang merupakan berita acara pelaksanaan sita yang sebelumnya telah membuat berita acara pelaksanaan sita. E. PROSEDUR PENYITAAN OLEH JURU SITA PAJAK Adapun kegiatan tindakan pelaksanaan penagihan pajak, yaitu : a. Pengeluaran Surat Teguran Tindakan pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan surat teguran oleh pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 tujuh hari sejak jatuh tempo pembayaran. Surat teguran dibuat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya sesudah tanggal hari pelunasan terakhirtanggal jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan dalam tindakan STP SKPKB SKPKBT SK Pembetulan SK Keberatan Putusan Banding setelah 7 hari sejak jatuh tempo pembayaran. Tanggal dan nomor surat teguran serta pelaksanaan pengirimannya harus dicatat pada buku registrasi surat teguran, buku registrasi tindakan penagihan dan pada tindakan STP SKPKB SKPKBT SK Pembetulan SK Keberatan Putusan Banding. Surat teguran dibuat rangkap 2, lembar ke-1 asli dikirim kepada wajib pajak dan lembar ke-2 yang diterima dari petugas pemegang buku registrasi 33 pengawasan penagihan disimpan dalam berkas penagihan pada KPP Pratama Lubuk Pakam. Surat teguran diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya, karena penanggung pajak tersebut akan menanggung beban tambahan berupa bunga sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap keterlambatan pembayaran tersebut yang tentunya keterlambatan tersebut atas sepengetahuan dan persetujuan fiksus sehingga terhadapnya tidak akan diberikan surat teguran teguran karena pada dasarnya Wajib Pajak tersebut memiliki kepatuhan membayar pajak tatapi tidak bisa segera melakukan kewajibannya karena kondisi keuangan yang kurang baik. b. Pengeluaran Surat Paksa Sesuai pasal 1 angka 12 undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa, Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Penerbitan surat paksa secara syah oleh pejabat berwenang merupaka modal utama bagi pelaksana penagihan pajak yang efektif, karena dengan terbitnya surat paksa memberikan wewenang kepada petugas penagihan pajak untuk melaksanakan eksekusi langsung parate executie dalam penyitaan atas barang milik wajib pajak penanggung pajak dan melakukan penjualan langsung atau melalui lelang atas barang-barang tersebut atas pelunasan pajak terutang tanpa melalui prosedur di pengadilan terlebih dahulu. Adanya kekuatan parate executie atau eksekusi lansung yang diterbitkan pada Surat Paksa oleh undang-undang terlihat pada surat paksa yang berkepala kata- kata “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan 34 putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Zuraida,2011:71 Surat paksa diterbitkan apabila hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya surat teguran, terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus terhadap penanggung pajak yang tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Setelah diteliti di buku registrasi tindakan penagihan dan buku pengawasan penagihan, juru sita pajak membuat formulir surat paksa melalui Kepala Sub Seksi Kasubsi Penagihan Serta Kepala Seksi Kasi Penagihan dan verifikasi meneruskannya kepada kepala KPP untuk ditandatangani, setelah ditandatangani surat paksa dicatat pada buku registrasi pengawasan penagihan dan pada tindakan STP SKPKB SKPKBT SK Pembetulan SK Keberatan Putusan Banding yang bersangkutan. Surat paksa sekurang-kuranya harus memuat Nomor dan Tanggal Surat Paksa,nama dan alamat wajib pajak penanggung pajak, NPWP, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak NPPKP, dasar penagihan besarnya hutang pajak dan perintah untuk membayar. Surat paksa dibebani biaya penagihan sebesar Rp. 50.000,00 lima puluh ribu rupiah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 135 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa. Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada: a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat tinggal 35 mereka, maupun di tempat lain yang memungkinkan. Pemberitahuan Surat Paksa terhadap badan dapat disampaikan: 1. Untuk perseroan terbatas PT kepada pengurus, yang meliputi direksi, komisaris, pemengang saham tertentu, dan orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan. 2. Untuk badan usaha lainnyaseperti persekutuan, firma, dan perseroan komanditer kepada direktur, pemilik modal, atau orang ditunjuk untuk melaksanakan, mengendalikan, serta bertanggung jawab atas perusahaan. 3. Untuk yayasan kepada ketua atau orang yang melaksanakan, mengendalikan, dan bertanggung jawab atas yayasan. b. Pengawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang seperti pengurus,kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, dan pemilik modal. 36 Tabel 3.1 Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar yang Memiliki Tunggakan Pajak di KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2012, 2013 dan 2014 No Uraian 2012 2013 2014 Badan Badan Badan 1 Surat Teguran terbit lbr 378 937 1,033 2 Surat Teguran terbit Rp 3.054.826.681 25.873.837.068 92.088.418.752 3 Surat Paksa terbit lbr 328 652 825 4 Surat Paksa terbit Rp 1.792.106.015 6.615.988.316 69.799.165.601 5 Pencairan dari ST Rp 1.414.412.433 1.535.351.738 9.556.387.400 6 Pencairan dari ST lbr 130 372 223 7 Pencairan dari SP Rp 366.078.033 352.660.270 5.540.121.048 Pencairan dari SP lbr 67 48 94 8 ST tidak dibayar lbr 248 565 810 ST tidak dibayar Rp 1.640.414.248 24.338.485.330 82.532.031.352 9 SP tidak dibayar Rp 1.426.127.982 6.263.328.046 64.259.044.553 SP tidak dibayar lbr 261 604 731 Sumber : kantor pelayanan pajak KPP pratama lubuk pakam 2014 Pelaksanaan penagihan terhadap wajib pajak PPh Badan yang memiliki tunggakan pajak pada tahun 2012 Pada Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama Lubuk Pakam, dimulai dengan tindakan penagihan pajak dengan : 37 1 Penerbitan Surat Teguran lbr 378 dimana Surat Teguran yang terbit Rp sebesar 3.054.826.681, 2 Penerbitan Surat Paksa lbr 328 dan Sutat Paksa yang terbit Rp sebesar 1.792.106.015. Untuk tahun 2012 pencairan dari Surat Teguran Rp 1.414.412.433 dan pencairan dari Surat Teguran lbr 130, pencairan dari Surat Paksa Rp 366.078.033 dan pencairan dari Surat Paksa lbr 67. Surat Teguran yang tidak dibayar lbr 248 dan Surat teguran yang tidak dibayar lbr 1.640.414.248. Surat Paksa yang tidak dibayar Rp 1.426.127.982 dan Surat paksa yang tidak dibayar lbr 261. Jika kita lihat untuk tahun 2013 1 Penerbitan Surat Teguran lbr naik dari tahun 2012 menjadi 937 dimana surat teguran yang terbit Rp sebesar 25.873.837.068 2 penerbitan surat paksa lbr naik menjadi 652 dan sutar paksa yang terbit Rp sebesar 6.615.988.316 Untuk tahun 2013 pencairan dari Surat Teguran Rp naik menjadi1.535.351.738 dan pencairan dari Surat Teguran lbr 372 pencairan dari Surat Paksa Rp turun menjadi 352.660.270 dan pencairan dari Surat Paksa lbr 67. Surat Teguran yang tidak dibayar lbr 565 dan Surat Teguran yang tidak dibayar lbr naik menjadi 24.338.485.330. Surat paksa yang tidak dibayar Rpnaik menjadi 6.263.328.046, dan Surat paksa yang tidak dibayar lbr 604. Sedangkan pada tahun 2014 1 penerbitan Surat Teguran lbr naik dari tahun 2013 1menjadi 1,033 dimana Surat Teguran yang terbit Rp sebesar 92.088.418.752 2 penerbitan surat paksa lbr naik menjadi 825 dan sutar paksa yang terbit Rp sebesar 69.799.165.601. Untuk tahun 2014 pencairan dari Surat Teguran Rp naik menjadi 9.556.387.400 dan pencairan dari Surat Teguran lbr 223 38 pencairan dari Surat Paksa Rpnaik menjadi 5.540.121.048 dan pencairan dari surat paksa lbr 94. Surat teguran yang tidak dibayar lbr 810 dan Surat Teguran yang tidak dibayar lbr naik menjadi 82.532.031.352 Surat paksa yang tidak dibayar Rp naik menjadi 64.259.044.553 , dan Surat paksa yang tidak dibayar lbr 731. c. Pengeluaran Surat Perintah Melakukan Penyitaan SPMP Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak berdasarkan surat perintah melakukan penyitaan SPMP yang diterbitkan oleh penerbit surat paksa. Penerbitan surat perintah melakukan penyitaan dilakukan cepat paling 2 x 24 jam, terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada wajib pajak. Surat pemberitahuan ini dibuat dan diteruskan kepada kasi penagihan dan verifikasi untuk diteliti dan diparaf kemudian diteruskan ke kepala KPP untuk ditandatangani dan dibuat rangkap 2, lembar ke-1 asli untuk WPpenanggung pajak dan lembar ke-2 untuk arsip berkas penagihan dan mencatat Nomor dan Tanggal Surat Pemberitahuan tersebut pada buku register pengawasan penagihan dan buku register tindakan penagihan. 1. Prosedur Pengeluaran SPMP Apabila setelah 2 x 24 jam setelah tanggal pemberitahuan surat paksa, WP masih belum melunasi utang pajaknya, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan WP yang bersangkutan segera dilakukan penagihan dengan mengeluarkan SPMP, SPMP dibuat dan diteruskan ke penagihan untuk diteliti dan diparaf , kemudian diteruskan kepada kasi penagihan untuk diteliti kembali dan diparaf, selanjutnya ke Kepala KPP untuk ditandatangani. 39 Tangal dan nomor SPMP yang sidah ditandangani oleh kepala KPP dicatat dalam buku registrasi pengawasan penagihan, buku register SPMP, buku register tindakan penagihan dan pada tindakan STP SPKB SKPKBT SK PembetulanSK Keberatan Putusan Banding yang bersangkutan. Asli SPMP diserahkan pada juru sita hendanya mengumpulkan dan mempelajari dan mengenai kekayaan WP yang akan disita tersebut. Datanya dapat diperoleh antara lain SPT, laporan pemeriksaan pajak dan laporan pelaksanaan surat paksa. F. PELAKSANAAN PENYITAAN TERHADAP BARANG-BARANG SITAAN Berita acara pelaksanaan sita ditandatagani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau pegawai tetap.Penyitaan uang tunai termasuk termasuk mata uang asing dapat dilaksanakan dengan menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan laporan berita acara pelaksanaan sita dan menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya kepada penanggung pajak atau kepada bank. Penyitaan terhadap kekayaan penanggung pajak yang disimpan di Bank berupa deposito jangka panjang, tabungan saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan pemblokiran rekening, yang bertujuan agar jumlah harta dalam rekening tersebut dapat diamankan sebagai jaminan pelunasan utang pajak. 40 Prosedur dalam penyitaan harta kekayaan wajib pajak yang tersimpan di bank adalah: Zuraida,2013:113 1. Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyampaian salinan surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan. 2. Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari pejabat dan membuat berita acara pemblokiran. 3. Juru sita pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada juru sita pajak. 4. Dalam hal penanggung pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, pejabat meminta bank Indonesia melalui menteri keuangan untuk memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di bank. 5. Setelah saldo kekayaan yang disimpan pada bank diketahui, juru sita pajak melaksanakan penyitaan dan membuat berita acara pelaksanaan sita, dan menyampaikan salinan berita acara pelaksanaan sita kepada penanggung pajak dan bank yang bersangkutan. 6. Pejabat mengejukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. 7. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan penanggung pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita. 41 Dalam pasal 5 ayat 4 PP No. 135 Tahun 2000 diatur bahwa penyitaan surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut : 1. Pemblokiran rekening efek dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari Direktorat Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuknya kepada ketua Badan Pengawas Pasar Modal dengan menyebutkan nama pemegang rekening atau nomor pemegang rekening sebagai penanggung pajak, sebab dan alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan. 2. Berdasarkan permintaan Direktorat Jenderal Pajak, ketua Badan Pengawas Pasar Modal dapat menyampaikan berita tertulis kepada kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap rekening efek penanggung pajak. 3. Berdasarkan perintah dari ketua Badan Pengawas Pasar Modal , kustodian melakukan pemblokiran. 4. Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan dengan rekening efek pada kustodian, maka permintaan tertulis dari Direktorat Jenderal Pajak harus memuat nama pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut. 5. Kustodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang rekening efek pemengang rekening membuat berita acara pemblokiran dan berita acara pemberian keterangan. 6. Berita acara pemblokiran dan berita acara pemberian keterangan tersebut disanpaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan salinannya disampaikan kepada ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan pemegang rekening sebagai 42 penanggung pajak, selambat-lambatnya 2 dua hari kerja setelah pemblokiran dan pemberian keterangan tersebut diberikan. 7. Juru Sita Pajak melaksanakan penyitaan atas Efek dan atau dana dalam Rekening Efek dan Kustodian segera setelah menerima Berita Acara Pemberian Keterangan. 8. Juru sita pajak yang melakukan yang melakukan penyitaan harus membuat berita acara pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh juru sita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi. 9. Dalam hal penanggung pajak tidak hadir, berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh juru sita pajak dan saksi-saksi. 10. Berita acara pelaksanaan sita disampaikan kepada penanggung pajak, dan salinannya disampaikan ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan kustodian. 11. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap rekening efek penanggung pajak kepada kustodian, setelah penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. 12. Efek yang diperdangangkan di bursa yang telah disita, dijual dibursa melalui perantara pedangang efek anggota bursa atas permintaan pejabat. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan dengan cara melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran pelaksanaan sita yang sebelumnya telah membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang kemudian membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama Penanggung Pajak kepada Pejabat. 43 Dalam hal penyitaan terhadap piutang, lebih dahulu melakukan inventarisasi dan membuat perincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan pelampiran berita acara pelaksanaan sita. Kemudian membuat berita acara persetujuan pengalihan hak piutang dari penanggung pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada penanggung pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang. Penyitaan terhadap Penyertaan Modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut : Zuraida ,2013:117 1. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang lumlah penyertaan modal dalam perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran berita acara pelaksanaan sita. 2. Membuat acara pelaksanaan sita. 3. Membuat akte persetujuan pengalihan hak penyertaan modal pada perusahaan lain dari penanggung pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal. Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh kejaksaan atau kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang bukti tersebut dikembalikan penanggung pajak.

a. Pelaksanaan Penyitaan