BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dipaparkan hasil dan pembahasan tentang diksi dan gaya bahasa yang digunakan oleh tokoh Sentilan dan Sentilun dalam
“Sentilan Sentilun”. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah, meliputi: 1
diksi dan gaya bahasa yang digunakan tokoh Sentilan dan Sentilun dalam “Sentilan Sentilun”, 2 fungsi diksi dan gaya bahasa yang digunakan tokoh
Sentilan Sentilun dalam “Sentilan Sentilun”. Kedua hal tersebut diuraikan sebagai
berikut.
4.1 Diksi dan Gaya Bahasa yang digunakan Tokoh Sentilan dan Sentilun dalam Drama Komedi
“Sentilan Sentilun” di Metro TV
Berdasarkan penelitian, diksi dan gaya bahasa yang ditemukan pada percakapan yang digunakan oleh tokoh Sentilan dan Sentilun dalam
“Sentilan Sentilun
” di Metro TV, yaitu: penggunaan kata bermakna kononatif, kata khusus, kata ilmiah dan populer, penggunaan gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa
pertentangan, gaya bahasa pertatautan, dan gaya bahasa perulangan,
4.1.1 Penggunaan Diksi
Data berikut menunjukkan adanya bentuk penggunaan diksi yang ditemukan pada tuturan yang digunakan oleh tokoh Sentilan dan Sentilun dalam
“Sentilan Sentilun”.
A. Penggunaan Kata Bermakna Konotatif
Penggunaan kata bermakna konotatif pada percakapan antara tokoh Sentilan dan Sentilun dalam acara
“Sentilan Sentilun”, dapat dilihat dalam tuturan-tuturan berikut.
1
Konteks: Sentilun membahas tentang peristiwa di Tugu Tani. Tuturan ini
terdapat pada episode tanggal 06 Februari 2012 dengan tema acara Pemimpin Kita.
Tuturan : Ndoro, inget nggak peristiwa di Tugu Tani itu. Orang jalan kaki
dihantam mobil kok, modar. S1-DKon1 Pada data 1 terdapat kata modar
yang bermakna „mampus‟ merupakan konotasi negatif dari kata mati. Dalam konteks tuturan, kata tersebut menekankan
bahwa para pejalan kaki yang tertabrak oleh mobil di daerah Tugu Tani langsung mati seketika di tempat kejadian.
34
2
Konteks: Sentilun menolak saat disuruh untuk membeli tembakau dan malah
menyuruh Sentilan untuk membeli tembakau sendiri. Tuturan ini terdapat pada episode acara tanggal 06 Februari 2012 dengan tema acara Pemimpin
Kita. Tuturan
: Emoh, pokoknya saya di rumah saja, aman. Sana, kalau Ndoro pengen pergi. Minggato sana. Ya sekali-sekali
rakyat kecil yang merintah majikan. S1-DKon4
Frase rakyat kecil pada data 2 bukan bermakna „orang biasa yang bertubuh
kecil‟, melainkan bermakna „orang yang tingkat sosial ekonominya sangat rendah; orang kebanyakan bukan penguasa pemerintahan
‟. Dalam konteks tuturan, frase tersebut mengacu pada Sentilun yang menyebut dirinya sebagai rakyat kecil
karena pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga. 3
Konteks: Sentilun menolak ketika Sentilan menyuruhnya pergi ke pasar naik
angkot. Tuturan ini terdapat pada episode tanggal 06 Februari 2012 dengan tema acara Pemimpin Kita.
Tuturan
: Naik angkot nanti dapat bonus kecopetan. Mending kalo saya langsung diperkosa. S1-DKon5
Pada data 3 terdapat kata bonus yang bermakna „upah tambahan di luar gaji
atau upah sebagai hadiah atau perangsang; gaji, upah ekstra yang dibayarkan kepada karyawan; gratifikasi
‟. Dalam konteks tuturan, kata tersebut tidak mengacu pada makna kata yang sebenarnya, melainkan pada tindak pencopetan
yang sering terjadi di dalam angkot yang beroperasi di Jakarta, sehingga pencopetan itu disebut bonus oleh Sentilun.
4
Konteks: Sentilun memplesetkan pernyataan Bang Yos yang mengatakan
bahwa untuk menata kota itu terkadang seorang pemimpin harus makan hati. Tuturan ini terdapat pada episode tanggal 06 Februari 2012 dengan tema
acara Pemimpin Kita. Tuturan
: Kalau saya cuma makan rempelo kok, jengkel tho. S1-DKon8 Pada data 4 terdapat frase makan rempelo
yang bermakna „jengkel‟. Dalam konteks tuturan, frase tersebut merupakan plesetan dari frase makan hati yang
dikatakan oleh Bang Yos yang menjadi bintang tamu pada acara “Sentilan
Sentilun ” ketika membicarakan dampak penataan kota Jakarta pada para
pemimpin.
5
Konteks: Sentilun mengomentari tentang peredaran narkoba di Jakarta.
Tuturan ini terdapat pada episode tanggal 06 Februari 2012 dengan tema acara Pemimpin Kita.
Tuturan : Pak Yos, itu kan terbukti ya, yang nabrak itu mengonsumsi
narkoba. Itu gimana sih? Kok sepertinya peredaran narkoba di Jakarta itu semakin gila-gilaan. Apa karena backingnya saking kuatnya ya?
S1-DKon10 Dalam konteks tuturan, frase gila-gilaan pada data 5 bukan bermakna
„bertingkah laku seperti orang gila; pura-pura gila‟ melainkan bermakna „tidak terkendali‟. Frase tersebut mengacu pada peredaran narkoba di Jakarta yang
dianggap sudah „tidak terkendali‟ lagi.
B. Penggunaan Kata Khusus