Penetapan Kadar Antalgin Dalam Tablet Antalgin Yang Diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Metode Titrasi Iodimetri

(1)

PENETAPAN KADAR ANTALGIN DALAM TABLET ANTALGIN YANG DIPRODUKSI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN

SECARA METODE TITRASI IODIMETRI

TUGAS AKHIR

Oleh :

HCOIRUNNISAH LUBIS NIM 082410055

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR ANTALGIN DALAM TABLET ANTALGIN YANG DIPRODUKSI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN

SECARA METODE TITRASI IODIMETRI TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

HCOIRUNNISAH LUBIS NIM 082410055

Medan, Mei 2011 Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing, Pembimbing Lapangan,

Dra. Nurmadjuzita, M.Si, Apt. Drs. Zulfadli, Apt NIP 194809041974122001

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrohim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, serta sholawat beriring salam untuk Rasulullah Nabi Muhammad SAW sebagai contoh tauladan dalam kehidupan.

Tugas akhir ini berjudul “PENETAPAN KADAR ANTALGIN DALAM TABLET ANTALGIN YANG DIPRODUKSI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN SECARA METODE IODIMETRI”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala ketulusan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Husnar Lubis dan Ibunda Delila Nasution serta juga untuk seluruh keluarga besar yang telah mencurahkan perhatian serta memberikan dukungan baik moril maupun materi dan segenap doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara..

2. Ibu Dra. Nurmadjuzita, M.Si, Apt., sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Kordinator Program Diploma III Analis Farmasi dan makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Zulfadli, sebagai Kordinator Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di industri PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN yang telah membimbing dan memberikan banyak ilmu dan arahan pada saat Praktek Kerja Lapangan.

5. Bapak Kepala Manager industri PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN beserta stafnya yang telah membantu dan menyediakan fasilitas kepada penulis selama Praktek Kerja Lapangan.

6. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di perguruan tinggi ini.

7. Staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah membantu kemudahan administrasi selama ini.

8. Sahabat – sahabat satu kelompok dalam Praktek Kerja Lapangan, Tika, Desy, Okti dan Syahnan yang telah membantu dalam praktek kerja lapangan.


(5)

9. Teman-teman Analis Farmasi Dan Makanan stambuk 2008 semuanya tanpa terkecuali, adik – adik stambuk 2009 dan 2010 yang tidak disebutkan namanya, terima kasih buat kebersamaan dan semangatnya selama ini, serta masukan dalam penyusunan tugas akhir ini.

10. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan, serta dalam penulisan maupun penyajian dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima serta sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia–Nya kepada kita semua dan harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Mei 2011 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.1 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet... 3

2.2 Persyaratan Tablet ... 6

2.3 Antalgin ... 8

2.3.1 Uraian Umum Antalgin ... 8

2.3.2 Analgetik-antipiretik ... 9

2.3.3 Farmakodinamika Antalgin ... 9

2.3.4 Farmakologi Antalgin ... 10

2.3.5 Efek samping Antalgin ... 10

2.4 Metode Penetapan Kadar Antalgin ... 10

2.4.1 Iodimetri ... 10

2.4.2 Prinsip Iodimetri ... 11

2.4.3 Indikator... 11

2.4.4 Larutan Pentiter ... 12

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Tempat... 13


(7)

3.2.1 Alat-alat ... 13

3.2.2 Bahan-bahan ... 14

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 14

3.3.1 Larutan Baku I2 0,1 N ... 14

3.3.2 Larutan KBrO3 0,1 N ... 14

3.3.3 Larutan HCl 4 N ... 15

3.3.4 Larutan Na2S2O3 0,1 N ... 15

3.3.5 Larutan CH3COOH 2 N ... 15

3.3.6 Larutan Indikator Kanji ... 15

3.3.7 Pembakuan Larutan Standar Na2S2O3 dengan KBrO3 0,1 N ... 15

3.3.8 Pembakuan Larutan Standar I2 dengan Na2S2O3 ... 15

3.4 Prosedur Penetapan Kadar Tablet Antalgin ... 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 17

4.2 Pembahasan ... 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 18

5.2 Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Penyimpangan Bobot Rata-rata ... 6 Tabel 2 : Berat Tablet Antalgin Bets 031 122 T ... 23


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Obat adalah semua zat baik yang bersifat kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan atau mencengah penyakit berikut gejalanya. Obat juga dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencengah penyakit pada manusia atau hewan (Ansel, 1989).

Menurut Tjay (2007), obat-obat yang digunakan saat terapi dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan besar, yaitu :

1. Obat farmakodinamik, yaitu obat yang bekerja dalam tubuh dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia tubuh, misalnya analgetik-antipiretik, hormon, dan diuretika. 2. Obat kemoterapik, yaitu obat yang dapat membunuh parasit dan

kuman didalam tubuh, contohnya antibiotik.

3. Obat diagnostik, yaitu obat yang dapat membantu mendiagnosa (pengenalan) penyakit, contohnya injeksi tuberkulin untuk mendiagnosa penyakit TBC.


(10)

Antalgin termasuk kelompok obat farmakodinamik yang bekerja sebagai analgetik-antipiretik dan antiinflamasi, tetapi efek analgetiknya yang lebih kuat. Saat ini banyak beredar dipasaran dan dikonsumsi oleh masyarakat.

1.2Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Tujuan penetapan kadar tablet antalgin ini adalah untuk mengetahui apakah kadar antalgin yang terkandung dalam tablet antalgin yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), penetapan kadarnya dilakukan secara titrasi iodimetri.

1.2.2 Manfaat

Manfaat penetapan kadar ini adalah agar penulis dapat mengetahui mutu tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

Menurut Anief (1984), tablet adalah sediaan padat yang berbentuk rata atau cembung rangkap umumnya bulat, dibuat dengan mengempa atau mencetak obat atau campuran obat dengan atau tanpa zat tambahan.

Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai :

1. Pengisi, bahan ini dimaksudkan agar memperbesar volume tablet. Zat-zat yang dipakai ialah: Sakarum Laktis, Amilum, Kalsium Posfat, Kalsium Karbonat dan lain-lain.

2. Pengikat, agar tablet tidak pecah, dapat merekat. Zat-zat yang dapat dipakai: Larutan Gelatin dan Larutan Metil Selulosa.

3. Penghancur, agar tablet dapat hancur dalam perut, digunakan Amilum kering, Gelatin, Agar-agar, Natrium Alginat.

4. Zat pelicin, agar tablet tidak lekat pada cetakan digunakan zat seperti: Talkum, Magnesium Stearat dan Asam Stearat.


(12)

Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dibuat dalam berbagai ukuran. Bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet (Ditjen POM, 1995).

Pembuatan Tablet

Pada proses pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat tambahan, kecuali bahan pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak dapat mengisi cetakan tablet dengan baik. Jadi dengan dibuat granul, akan terjadi “free

flowing”, mengisi cetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi

“capping” (retak) (Anief, 1984).

Menurut Siregar (2010), ada tiga metode pembuatan tablet, yaitu:

a) Metode granulasi basah

Zat aktif dan eksipien dicampurkan, lalu dibuat cairan pengikat dalam alat campur. Pengeringan granul basah ± 50-60 0C dalam lemari pengering. Granul yang sudah kering diayak dengan ayakan ukuran 14-20 mesh dalam mesin granulator. Kemudian dicampur zat tambahan ke dalam mesin campur khusus, menjadi massa kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.


(13)

b) Metode granulasi kering (slugging)

Campur semua bahan (zat aktif dan zat tambahan) atau hanya zat aktif saja dalam alat campur. Kemudian ayak bahan dengan mesin granulator. Campur granul dengan zat tambahan lain dalam mesin pencampur khusus menjadi massa kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.

c) Kempa langsung

Campur semua bahan (zat aktif dan zat tambahan) dalam alat campur menjadi massa kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.

Menurut Lachman (1994), tablet memiliki kelebihan dibandingkan dengan sediaan padat lainnya, diantaranya :

1. Tablet merupakan bentuk sediaan oral dengan ukuran yang tepat. 2. Tablet mudah ditelan.

3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang mudah diproduksi secara besar-besaran.

4. Tablet dapat ditujukan untuk pelepasan khusus, seperti pelepasan diusus.

5. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang murah dan mudah untuk dikemas serta dikirim.


(14)

2.2 Persyaratan Tablet

Menurut Farmakope Indonesia dan sumber-sumber lain, untuk menjamin mutu tablet harus memenuhi persyaratan yaitu, sebagai berikut :

a. Keseragaman bobot

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet–tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama.

Tabel 1 : Penyimpangan bobot rata-rata

Bobot rata-rata

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %

A B

25 mg atau kurang 15 % 30 %

26 mg sampai dengan 150 mg 10 % 20 %

151 mg sampai dengan 300 mg 7,5 % 15 %

Lebih dari 300 mg 5 % 10 %

b. Kekerasan

Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya kompresi yang diberikan. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4-8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan.


(15)

c. Keregasan

Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8 %.

d. Waktu hancur

Interval waktu hancur adalah 5-30 menit. Tablet dikatakan hancur bila bentuk sisa tablet (kecuali bagian penyalut) merupakan massa dengan inti yang tidak jelas.

e. Penetapan kadar zat berkhasiat

Penetapan kadar berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia.

f. Disolusi

Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada suatu medium. Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi.


(16)

2.3 Antalgin

2.3.1 Uraian Umum Antalgin

Rumus bangun :

C6H5

O N CH3

N H2O

NaSO3 CH2 N CH3

CH3

Nama kimia : Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4-

metilaminometanasulfonat

Sinonim : - Metampiron

- Dipiron

Rumus molekul : C13H16N3NaO4S.H2O

Berat molekul : 351,37


(17)

Susut pengeringan : Tidak lebih dari 5,5 % pada suhu 1050C hingga

bobot tetap

Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N

Antalgin mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C13H16N3NaO4S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Syarat tablet Antalgin mengandung Antalgin, C13H16N3NaO4S.H2O, tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995).

2.3.2 Analgetik-antipiretik

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, juga berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dianggap sebagai tanda adanya gangguan di jaringan seperti peradangan dan infeksi. Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Demam adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri. Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik (Tjay, 2007).

2.3.3 Farmakodinamika Antalgin

Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang


(18)

berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan (Setiabudy, 2007).

2.3.4 Farmakologi Antalgin

Antalgin termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral di otak dalam menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).

2.3.5 Efek Samping Antalgin

Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan (Lukmanto, 1986).

2.4 Metode Penetapan Kadar Antalgin

2.4.1 Iodimetri

Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah


(19)

dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).

2.4.2 Prinsip Iodimetri

Titrasi Iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin (metampiron), gugus – SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na (Satiadarma, 2004).

2.4.3 Indikator

Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/ amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin – amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2007).

Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika warna mulai memudar (Basset, 1994).

2.4.4 Larutan Pentiter

Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Iodin adalah oksidator lemah sedangkan iodida merupakan reduktor lemah. Iodin hanya larut sedikit dalam air, namun larut dalam larutan yang mengandug ion iodida.


(20)

Larutan iodin standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Karena iodin mudah menguap, maka larutan ini harus dibakukan dengan Natrium tiosulfat segera akan digunakan (Day, 2002).

Kelemahan pelarut beriodida adalah ion ini dapat teroksidasi oleh O2 dari udara yang dipercepat reaksinya dalam suasana asam atau oleh adanya cahaya, tetapi bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu, senyawa iodida (biasanya KI) yang digunakan dipersyaratkan agar bebas iodat (karena iodat bereaksi dengan I- dalam suasana asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus dipenuhi bila larutan I2 dalam KI akan digunakan sebagai larutan baku (Mulyono, 2006).


(21)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat

Uji Penetapan Kadar Tablet Antalgin 500 mg dilakukan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

3.2 Alat dan bahan yang digunakan

3.2.1 Alat-alat

Alat–alat yang digunakan :

- Buret

- Statif dan klem - Magnetic stirrer - Timbangan

- Lumpang dan mortir - Alat-alat gelas


(22)

3.2.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan :

- I2 0,1 N

- KI

- HCl 4 N - Na2S2O3 0,1 N - CH3COOH 2 N - KBrO3 0,1 N - Larutan kanji - Metanol - Akuades

3.3 Pembuatan Pereaksi

3.3.1 Larutan baku I2 0,1 N

Larutkan 12,691 gram I2 dalam larutan pekat KI (20 gram KI dalam 40 ml air), encerkan dengan air hingga 1 liter. Simpan dalam botol berwarna dan tutup dari gelas.

3.3.2 Larutan KBrO3 0,1 N


(23)

3.3.3 Larutan HCl 4 N

Tambahkan 35 ml HCl pekat kedalam 100 ml air

3.3.4 Larutan Na2S2O3 0,1 N

Larutkan 25 gram Na2S2O3 dalam 1 liter air (dalam labu volumetri)

3.3.5 Larutan CH3COOH 2 N

Tambahkan 11 ml CH3COOH pekat kedalam 100 ml air.

3.3.6 Larutan Indikator Kanji

Suspensikan 500 mg kanji dalam 5 ml air, tambahkan air mendidih sambil diaduk hingga 100 ml. Didihkan selama beberapa menit sampai larutan jernih dan dinginkan.

3.3.7 Pembakuan larutan standar Na2S2O3 dengan KBrO3 0,1 N

Pipet 25 ml KBrO3 0,1 N ke dalam erlenmeyer lalu tambahkan 1,5 gram KI bebas iodat dan 5 ml HCl 4 N. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N; tepat berwarna kuning-muda tambahkan 2 ml indikator kanji, dan teruskan pentitrasian secara perlahan. Hentikan titrasi bila warna biru larutan tepat hilang.

3.3.8 Pembakuan larutan standar I2 dengan Na2S2O3

Pipet 25 ml larutan baku I2 0,1 N ke dalam erlenmeyer 250 ml, dan encerkan dengan aquades sampai volumnya 100 ml. Titrasi dengan, larutan Na2S2O3 (yang baru dibakukan), dan hentikan bila larutan berwarna kuning pucat.


(24)

Tambahkan 2 ml indikator kanji, homogenkan, dan teruskan titrasi secara perlahan. Hentikan titrasi bila warna biru larutan tepat hilang.

3.4Prosedur Penetapan Kadar Tablet Antalgin

Tiap tablet mengandung Antalgin yang setara 500 mg Antalgin. Dalam 10 tablet mengandung Antalgin = 10 x 500 mg = 5000 mg. Timbang seksama 10 tablet Antalgin (6000,6 mg). Digerus halus sampai homogen. Timbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 200 mg Antalgin (200 mg/5000 mg x 6000,6 mg = 240 mg). Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 15 ml Metanol dan 9 ml CH3COOH 2 N. Masukkan magnit kedalam erlenmeyer, kemudian diletakkan diatas stirrer. Segera dititrasi dengan larutan I2 0,1 N sampai berwarna kuning yang tidak stabil. Tambahkan indikator kanji 2 ml. Titrasi kembali dengan larutan I2 0,1 N sampai terjadi warna biru yang mantap selama 2 menit.


(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Telah dilakukan pengujian penetapan kadar terhadap tablet antalgin dengan nomor bets 031 122 T menggunakan titrasi iodimetri. Dari hasil pemeriksaan diperoleh kadar 99,65%.

(Hasil perhitungan terlampir pada lampiran)

4.2 Pembahasan

Kadar tablet antalgin dengan nomor bets 031 122 T yang diperoleh adalah 99,65%. Kadar yang diperoleh ini jika dibandingkan dengan persyaratan kadar tablet antalgin dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 yaitu tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 %, maka kadar antalgin tersebut memenuhi persyaratan.

Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat agar I2 sempurna bereaksi dengan antalgin, jika titrasi cepat maka I2 tidak bereaksi sempurna dengan antalgin sehingga titik akhir lebih cepat tercapai dan hasilnya tidak akurat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator kanji yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Rohman, 2007).


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kadar tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang ditentukan secara iodimetri adalah 99,65%. Hasil ini memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV, 1995 (Syarat kadar tablet antalgin tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket).

5.2 Saran

Hendaknya kualitas tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan tetap dipertahankan.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1984). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 61-62

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI-Press. Hal.1, 245-247, 255-258

Basset, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi empat. Jakarta: EGC. Hal. 436

Day, R. A. dan Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga. Hal. 296-297

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ke III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.7

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 537-538

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal.54

Lachman, Leon. (1994). Teori dan Prakter Farmasi Industri. Jakarta: UI-Press. Hal. 644-646,648-654

Lukmanto, H. (1986). Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Hal. 348-349, 1113-1114


(28)

Mulyono, Drs. (2006). Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara. Hal. 152-156

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.

153 -154

Satiadarma, K. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 75-76

Setiabudy, R. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit FK UI. Hal. 233

Siregar, Charles J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar–Dasar

Praktis. Jakarta: EGC. Hal. 54, 188-189

Tjay, T.H dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting. Edisi ke enam cetakan pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 312


(29)

Lampiran

Nama sediaan : Tablet Antalgin

Zat berkhasiat : 500 mg Antalgin tiap tablet No. Bets : 031 122 T

Persyaratan : Syarat kadar tablet antalgin tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

Data-Data dan Perhitungan :

Data Pembakuan :

- Pembakuan larutan standar Na2S2O3 dengan KBrO3 0,1 N

Volume KBrO3 yang dipipet (V1) : 25 ml

Normalitas KBrO3 (N1) : 0,1 N

Volume titrasi Na2S2O3 (V2) : 23,4 ml

Pehitungan :

Normalitas Na2S2O3 =

=


(30)

- Pembakuan larutan standar I2 dengan Na2S2O3 0,1067 N

Volume titrasi Na2S2O3 (V1) : 24,20 ml

Normalitas Na2S2O3 (N1) : 0,1067 N

Volume I2 yang dipipet (V2) : 25 ml

Perhitungan :

Normalitas I2 (N2) =

=


(31)

Tabel 2. Berat tablet Antalgin bets 031 122 T

No Berat (mg) 1. 603,4 2. 599,8 3. 598,1 4. 602,2 5. 602,0 6. 601,5 7. 597,5 8. 598,1 9. 600,4 10. 597,6

Bobot rata-rata (Br) =

=


(32)

Berat Sampel (BS) = x Berat zat berkhasiat

= x 500 mg

= 200 mg

Data Penetapan Kadar Antalgin :

Volume I2 yang terpakai ( V I2 ) : 9,15 ml

Normalitas I2 ( N I2 ) : 0,1033 N

Berat ekivalen I2 ( BE I2) : 17,57

Bobot Rata-Rata (Br) : 600,06 mg

Normalitas standar (Ns) : 0,1 N

Berat sampel (BS) : 200 mg

Berat zat berkhasiat (Bk) : 500 mg

Perhitungan :

Kadar = x 100 %

= x 100 %


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1984). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 61-62

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI-Press. Hal.1, 245-247, 255-258

Basset, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi empat. Jakarta: EGC. Hal. 436

Day, R. A. dan Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga. Hal. 296-297

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ke III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.7

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 537-538

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal.54

Lachman, Leon. (1994). Teori dan Prakter Farmasi Industri. Jakarta: UI-Press. Hal. 644-646,648-654

Lukmanto, H. (1986). Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Hal. 348-349, 1113-1114


(2)

Mulyono, Drs. (2006). Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara. Hal. 152-156

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.

153 -154

Satiadarma, K. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 75-76

Setiabudy, R. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit FK UI. Hal. 233

Siregar, Charles J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar–Dasar

Praktis. Jakarta: EGC. Hal. 54, 188-189

Tjay, T.H dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting. Edisi ke enam cetakan pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 312


(3)

Lampiran

Nama sediaan : Tablet Antalgin

Zat berkhasiat : 500 mg Antalgin tiap tablet No. Bets : 031 122 T

Persyaratan : Syarat kadar tablet antalgin tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

Data-Data dan Perhitungan :

Data Pembakuan :

- Pembakuan larutan standar Na2S2O3 dengan KBrO3 0,1 N

Volume KBrO3 yang dipipet (V1) : 25 ml

Normalitas KBrO3 (N1) : 0,1 N

Volume titrasi Na2S2O3 (V2) : 23,4 ml

Pehitungan :

Normalitas Na2S2O3 =

=


(4)

- Pembakuan larutan standar I2 dengan Na2S2O3 0,1067 N

Volume titrasi Na2S2O3 (V1) : 24,20 ml

Normalitas Na2S2O3 (N1) : 0,1067 N

Volume I2 yang dipipet (V2) : 25 ml

Perhitungan :

Normalitas I2 (N2) =

=


(5)

Tabel 2. Berat tablet Antalgin bets 031 122 T

No Berat (mg) 1. 603,4 2. 599,8 3. 598,1 4. 602,2 5. 602,0 6. 601,5 7. 597,5 8. 598,1 9. 600,4 10. 597,6

Bobot rata-rata (Br) =

=


(6)

Berat Sampel (BS) = x Berat zat berkhasiat

= x 500 mg

= 200 mg

Data Penetapan Kadar Antalgin :

Volume I2 yang terpakai ( V I2 ) : 9,15 ml

Normalitas I2 ( N I2 ) : 0,1033 N

Berat ekivalen I2 ( BE I2) : 17,57

Bobot Rata-Rata (Br) : 600,06 mg

Normalitas standar (Ns) : 0,1 N

Berat sampel (BS) : 200 mg

Berat zat berkhasiat (Bk) : 500 mg

Perhitungan :

Kadar = x 100 %

= x 100 %