28
PERBAIKAN FISIK BANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT KESEJAHTERAAN PENGHUNI
STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN
Immanuel Hutabarat, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi
Program Studi Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota
Abstrak. Pada penelitian ini ingin dikaji aspek hubungan tingkat kesejahteraan terhadap kualitas
perumahan di perumnas mandala. Menurut Turner merujuk pada teori Abrahai Maslow bahwa kebutuhan manusia akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dimana perumahan merupakan
suatu kebutuhan dasar setelah sandang dan pangan juga akan mengalami peningkatan kualitas yang dilakukan pemilik sebagai indikatornya adalah pendapatan.
Metodologi yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian dilapangan dengan objek studi pemilik rumah yan dipilih secara acak cluster sample. Besarnya sampel adalah 99 responden yan iibagi
menurut tipe rumah. Sebagai analisis data guna menjawab permasalaha digunakan pendekatan secara deskriftif dan kuantitatif. Pada analisis kuantitatif dipakai pendekatan statistik dengan menggunakan
rumus Chi Kwadrat. Hasil yan liperoleh dari penelitian bahwa tingkat pendapatan responden sebagian besar antara Rp.
750.000,- sampai Rp. 1.500.000,- sebanyak 35, tingkat pendidikan adala SLTA sebanyak 47. Ternyata perumahan perumnas mandala medan telah banya mengalami perubahan, perubahan ruang
yang terbanyak dilakukan ruang tidur sebesar 33, komponen lantai dirubah oleh sebagian besar responden yaitu 58. Pada analisis Chi Kwadrat terdapat hubungan tingkat pendapatan terhadap
perubahan komponen lantai, dinding, atap, dapur dan wc kemudian tingkat pendidikan juga mempunyai hubungan terhadap perubahan komponen lantai, dinding, wc, dan dapur. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan tingkat kesejahteraan terhadap perumahan di perumnas mandala dengan indikator pendapatan dan pendidikan.
Katakunci: perubahan fisik bangunan, latar belakang sosio ekonomi
1. Latar Belakang Seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk Indonesia, maka tingkat kebutuhan manusia juga semakin meningkat,
perkembangan jumlah penduduk perkotaaan mengalami peningkatan yang cukup tinggi,
pada tahun 1980-1990 laju pertumbuhan sekitar 5,4 pertahun, padahal angka
pertumbuhan penduduk di Indonesia secara nasional yang hanya sekitar 2 pertahun.
Perkembangan penduduk diperkotaan tersebut disebabkan oleh urbanisasi. Urbanisasi terjadi
akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai di pedesaan. Demikian juga
perkotaan tidak cukup tersedia lapangan pekerjaan bagi pendatang baru yang jumlahnya
cukup besar. Dengan kata lain faktor pendorong push faktor daerah pedesaan jauh
lebih besar dari pada faktor penarik pull faktor daerah perkotaan Bintaro, 1984.
Universitas Sumatera Utara
Julaihi Wahid Dwira N. Aulia
Agus Suriadi
29 Dari gambaran diatas memperlihatkan bahwa
dengan adanya pertumbuhan jumlah penduduk, akan berakibat pada peningkatan
kebutuhan rumah tinggal. Oleh sebab itu pengadaan unit rumah tinggal minimal berada
pada posisi sejajar dengan tingkat pertumbuhan penduduk, dengan asumsi
bahwa jumlah unit rumah tinggal pada titik acuan awal telah memenuhi kebutuhan.
Namun ada kenyataannya pemenuhan rumah tinggal masih belum memadai. Sementara itu
tuntutan pengadaan unit rumah tinggal semakin meningkat secara eksponensial.
Mengingat kondisi tersebut, maka masalah perumahan dan pemukiman mendapatkan
perhatian yang besar, baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Hal tersebut
wajar, karena rumah tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, selain
sandang dan pangan. Bahkan rumah tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam
bentuk watak serta kepribadian bangsa, hal tersebut mengakibatkan penataan rumah tinggal
sangat penting bagi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan
manusia. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia berusaha mencukupi kebutuhan serta
meningkatkan mutu perumahan dan pemukiman.
Tonggak kebijakan dalam bidang perumahan di Indonesia berawal dari Konferensi
Perumahan Sehat yang diadakan tahun 1950 serta Lokakarya Perumahan Nsional I
Pertama pada tahun 1972. Norma dan kriteria yang direkomendasikan dari
konferensi tahun 1950 tersebut adalah: pertama luas minimum untuk dua ruang tidur
adalah 36 m
2
dan minimum luas bangunan tambahan adalah 17,50 m
2
, serta kedua minimum tinggi plafon bangunan 2,75 m dan
minimum bukaan adalah 10 dari luas lantai. Sedangkan Lokakarya tahun 1972
merekomendasikan berdirinya Perumnas Yudohusodo, 1991. Sejak Pelita II, tahun
1974, Pemerntah mengembangkan beberapa program guna menangani permasalahan
perumahan rakyat, antara lain: 1 pengadaan perumahan sederhana, 2 Pemugaran
perumahan desa, 3 Perbaikan kampung, 4 penataan bangunan, 5 peremajaan
pemukiman kota, 6 penunjang program perumahan rakyat.
Usaha yang dilakukan oleh Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan perumahan yang sehat dan
teratur dipenuhi melalui PERUM PERUMNAS, yang dimulai sejak PELITA II. Sejalan dengan
itu perusahaan swasta juga turut serta mengambil peranan. Pembangunan perumahan
oleh Perumnas dan para developer swasta yang diperuntukkan bagi golongan masyarakat
berpenghasilan rendah dan bagi yang berpenghasilan sedang dapat dibiayai dengan
kredit pemilikan rumah dari BTN. Sedang bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan
menengah melalui kredit dari lembaga keuangan non bank yaitu PT. PAPAN SEJAHTERA. Dari
tahun 1978 sampai dengan 2004, Perum Perumnas telah berhasil membangun 1.587.161
unit rumah yang tersebar di 120 kota di Indonesia. Rumah yang telah dibangun terdiri
dari 56,7 persen rumah inti; 41,3 persen rumah sederhana dan selebihnya rumah susun.
Realisasi pembangunan perumahan melalui Perumnas dari tahun ke tahun tampak
berfluktuasi, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Paula tahun 1992 berhasil
dibangun sebanyak 14.717 unit rumah, dan pasta tahun 1993 realisasinya mencapai 17.346 unit.
Sedangkan sampai dengan triwulan II tahun 2004 telah dicapai sebanyak 533.993 unit
rumah. di kota Medan dan sekitarnya dikembangkan pada beberapa lokasi, yaitu:
Helvetia Kecamatan Medan Helvetia. Mandala Medan Kecamatan Kenangan, Simalingkar
Kecamatan Medan Tuntungan dan Martubung Kecamatan Medan Deli.
Setelah beberapa tahun ditempati oleh penghuni, banyak rumah-rumah sederhana
yang telah dibangun oleh Perumnas mengalami perubahan dari rumah inti
mengalami perubahan penambahan ruang baik secara horizontal maupun vertikal,
bukan hanya penambahan ruang melainkan juga tingkat kualitas rumah yang semakin baik
dari runah inti yang dibangun oleh Perumnas. Perubahan yang dilakukan oleh penghuni
terhadap rumah sederhana ini disebabkan adanya perkembangan kebutuhan dan
meningkatnya kesejahteraan penghuni.
Universitas Sumatera Utara
30 Perubahan-perubahan yang dilakukan
penghuni rumah sederhana ini sangat bermacam-macam tergantung dari tingkat
kesejahteraan dan skala prioritas dalam memenuhi kebutuhannya kondist ini sangat
sesuai dengan teori kebutuhan oleh Abraham Maslow bahwa semakin menigkat
kesejahteraan seseorang maka akan meningkat pula kebutuhannya.
Berangkat dari fenomena diatas , maka penulis merasa perlu meneliti dengan berpatokan
bahwa perumahan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia, sehingga
pembangunan perumahan oleh pengembang dapat terukur sesuai dengan tingkat
kesejahteraan dan kebutuhan penghuni. Dari uraian-uraian tersebut diatas maka
penulis ingin meneliti apakah ada hubungan tingkat kesejahteraan terhadap kualitas rumah
penduduk.
2. Perumusan Masalah Melihat latar belakang tersebut diatas, maka