Interaksi Desa Kota terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus di Desa Perbatasan)

(1)

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN

DELI SERDANG (STUDI KASUS

DI DESA PERBATASAN)

TESIS

Oleh

FAHMI LANNIARI LUBIS

097003032/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011

S

E K

O L

A H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN

DELI SERDANG (STUDI KASUS

DI DESA PERBATASAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAHMI LANNIARI LUBIS

097003032/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG (STUDI KASUS DI DESA

PERBATASAN)

Mahasiswa : Fahmi Lanniari Lubis

Nomor Pokok : 097003032

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE) K e t u a

(Kasyful Mahalli, SE. M.Si) (Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Tanggal lulus : 18 Agustus 2011 Telah diuji pada

Tanggal 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE

Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE., M.Si

2. Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec 3. Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D., Ak 4. Drs. Rujiman, MA


(5)

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG

(STUDI KASUS DI DESA PERBATASAN)

ABSTRAK

Keterkaitan desa kota antara Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan yang bersifat dua arah dan saling menguntungkan dapat membawa dampak yang besar baik pada kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan maupun perkotaan sehingga akan meningkatkan kesejahteran masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Deli Serdang.

Berkaitan dengan hal tersebut perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan pendapatan masyarakat yang melakukan interkasi dengan yang tidak melakukan interaksi, tingkat interaksi desa dalam mendukung aktivitas penduduk, dan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi di wilayah perbatasan. Metode penelitian yang digunakan adalah uji beda rata-rata, metode gravitasi dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi di wilayah penelitian memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan yang tidak melakukan interaksi. Interaksi desa yang kuat dipengaruhi oleh jarak dan jumlah penduduk. Faktor orang melakukan interaksi desa kota dominan dipengaruhi adanya gaji/upah yang lebih tinggi di Kota Medan dan fasilitas dan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik di Kota Medan.

Kata Kunci : Interaksi Desa Kota, Kesejahteraan Masyarakat, Pendapatan, Masyarakat, Tingkat Interaksi dan Faktor Masyarakat.


(6)

INTERACTION OF RURAL-URBAN FOR RATE WELFARE SOCIETY IN DELI

SERDANG REGENCY (CASE STUDIES IN FRONTIER VILLAGE)

ABSTRACT

The linkage between the rural urban of Deli Serdang and Medan city that is two-way and mutually beneficial relationship can bring a great impact both on economic activity in rural and urban areas that will improve the welfare of communities in the border region of Deli Serdang Regency.

In connection with this formulation of the problem in this research is how differences in income that do not interact with the interaction, the level of interaction in supporting the activities of village residents, and community factors interact in the border region. The research method used is the average of different test, descriptive analysis method and the gravitation.

The results showed that the income of the people who do the interactions in the research area has a greater income than those without interaction. Interaction village strongly influenced by distance and population. Those factors interact predominantly influenced the rural town of salary/wages higher in the city of Medan and the facilities and services of education and better health in the city of Medan.

Keywords: Interaction Rural-Urban, Social Welfare, Revenue Communities,

Level Interactions and Community Factors.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun tesis ini berjudul “Interaksi Desa Kota terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang

(Studi Kasus di Desa Perbatasan)”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak

Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak

Kasyful Mahalli, SE., M.Si., dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., selaku

Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan semangat sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D.Ak dan Bapak Drs. Rujiman, MA selaku

Dosen Pembanding sekaligus penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan tesis ini

4. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya.

5. Bapak H. Gatot Pudjo Nugroho, ST selaku Pelaksana Gubernur Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan program beasiswa dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.

6. Bapak Ir. H. Riadi Akhir Lubis, M.Si, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin bagi penulis untuk menyelelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana USU.


(8)

7. Bapak Marihot Sormin, SE. MM, Kepala Bidang Pengendalian, Evaluasi dan Statistik Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kelonggaran waktu bagi penulis, sehingga dapat menyelelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

8. Seluruh mahasiswa PWD kelas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Angkatan 2009 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

9. Ayahanda H. M. Dori Lubis dan Ibunda Hj. Nurcahaya Nasution yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

10. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta Ir. Rizal Sariamat Pulungan atas segala kesabaran dan ketabahannya selama ini dalam mendampingi penulis serta dukungannya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Demikian pula kepada kedua putra-putri penulis, masing-masing :

M. Fahri Pulungan, dan Annisa Pulungan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat sederhana, mengingat keterbatasan kemampuan dan ketersediaan data yang belum memadai. Meskipun demikian penulis tetap berusaha untuk terus memperbaikinya. Untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan dari semua pihak. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, Sptember 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Fahmi Lanniari Lubis lahir di Medan, 09 April 1965, dari pasangan H. M.

Dori Lubis dengan Hj. Nurcahaya Nasution, dan merupakan anak ketiga dari

delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1977 di SD Perguruan Nasional Khalsa Medan. Pada tahun 1981 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SMP Negeri VI Medan dan tahun 1984 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri III Medan. Kemudian pada tahun 1990 menyelesaikan Sarjana S1 di Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.

Pada tahun 1995 penulis menikah dengan Ir. Rizal Sariamat Pulungan dan dikarunia 2 (dua) orang putra putri: M. Fahri Pulungan, dan Annisa Pulungan. Sejak tahun 1993 sampai sekarang aktif bekerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara. Bulan September 2009 mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (PWD).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pengertian Desa ... 7

2.2. Pengertian Kota ... 10

2.3. Interaksi Desa Kota ... 16

2.4. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ... 20

2.5. Dampak Interaksi terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 22

2.6. Penelitian Sebelumnya ... 23

2.7. Kerangka Pemikiran ... 27

2.8. Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 30

3.2. Lokasi Penelitian ... 30


(11)

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.4. Pengumpulan Data ... 32

3.5. Analisis Data ... 32

3.6. Definisi dan Batasan Operasional ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang ... 35

4.2. Karakteristik Responden ... 46

4.3. Pendapatan Masyarakat ... 51

4.4. Tingkat Interaksi Desa Kota Dalam Mendukung Aktivitas Penduduk ... 55

4.5. Faktor Masyarakat Melakukan Interaksi ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1. Kesimpulan ... 62

5.2. Saran ... 63


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. 2.2. 2.3. 3.1. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10.

Pergerakan Penduduk Dalam Pertumbuhan Ekonomi ………….. Faktor Pendorong – Penarik Penduduk Desa-Kota ……….. Keterkaitan Desa Kota ………. Populasi dan Sampel Penelitian ……… Kecamatan dan Ibukota Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang.. Komposisi Umur Responden………. Komposisi Tingkat Pendidikan Responden………... Komposisi Jenis Kelamin Responden……… Komposisi Jumlah Tanggungan Keluarga Responden………….. Hasil Perhitungan Pendapatan Masyarakat yang Berinteraksi dengan yang tidak melakukan Interaksi………. Interaksi Kecamatan Kabupaten Deli Serdang dan Kecamatan Kota Medan Berbasis Jumlah Penduduk ………... Faktor Masyarakat dalam Pekerjaan………. Faktor Masyarakat dalam Pendidikan ……….. Faktor Masyarakat dalam Kesehatan……….

18 18 19 32 40 48 49 50 51 55 58 59 59 62


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. 4.1.

Kerangka Pemikiran Penelitian ……….. Peta Administrasi Kabupaten Deli Serdang………...

29 41


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ……… 67

2. Tabulasi Jawaban Responden yang Berinteraksi ……… 69 3. Tabulasi Jawaban Responden yang Tidak Berinteraksi ………... 73 4. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat

di Keseluruhan Desa Penelitian ……….. 77 5. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat


(15)

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG

(STUDI KASUS DI DESA PERBATASAN)

ABSTRAK

Keterkaitan desa kota antara Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan yang bersifat dua arah dan saling menguntungkan dapat membawa dampak yang besar baik pada kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan maupun perkotaan sehingga akan meningkatkan kesejahteran masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Deli Serdang.

Berkaitan dengan hal tersebut perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan pendapatan masyarakat yang melakukan interkasi dengan yang tidak melakukan interaksi, tingkat interaksi desa dalam mendukung aktivitas penduduk, dan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi di wilayah perbatasan. Metode penelitian yang digunakan adalah uji beda rata-rata, metode gravitasi dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi di wilayah penelitian memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan yang tidak melakukan interaksi. Interaksi desa yang kuat dipengaruhi oleh jarak dan jumlah penduduk. Faktor orang melakukan interaksi desa kota dominan dipengaruhi adanya gaji/upah yang lebih tinggi di Kota Medan dan fasilitas dan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik di Kota Medan.

Kata Kunci : Interaksi Desa Kota, Kesejahteraan Masyarakat, Pendapatan, Masyarakat, Tingkat Interaksi dan Faktor Masyarakat.


(16)

INTERACTION OF RURAL-URBAN FOR RATE WELFARE SOCIETY IN DELI

SERDANG REGENCY (CASE STUDIES IN FRONTIER VILLAGE)

ABSTRACT

The linkage between the rural urban of Deli Serdang and Medan city that is two-way and mutually beneficial relationship can bring a great impact both on economic activity in rural and urban areas that will improve the welfare of communities in the border region of Deli Serdang Regency.

In connection with this formulation of the problem in this research is how differences in income that do not interact with the interaction, the level of interaction in supporting the activities of village residents, and community factors interact in the border region. The research method used is the average of different test, descriptive analysis method and the gravitation.

The results showed that the income of the people who do the interactions in the research area has a greater income than those without interaction. Interaction village strongly influenced by distance and population. Those factors interact predominantly influenced the rural town of salary/wages higher in the city of Medan and the facilities and services of education and better health in the city of Medan.

Keywords: Interaction Rural-Urban, Social Welfare, Revenue Communities,

Level Interactions and Community Factors.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang utuh dan dimanfaatkan untuk memperkuat struktur perekonomian wilayah, dimana arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang dan tata guna lahan yang berubah dapat diimbangi dengan kemampuan ekonomi dan pengelolaan kota dan desa secara komplemen dan sepadan.

Perkembangan desa-desa tidak terlepas dari peranan kota yang terdapat di tengah-tengah atau di sekitar pedesaan. Peran kota dalam pembangunan pedesaan, seperti yang diungkapkan Douglass (1996) mencakup 7 (tujuh) hal yang penting, yaitu sebagai pusat pembelanjaan, pusat pelayanan yang berjenjang lebih tinggi, pusat pemasaran berbagai produk yang dihasilkan pedesaan, pusat penyediaan dan pendukung pertanian, pusat pengolahan hasil pertanian (agro-processing), penyerap tenaga kerja pedesaan yang bersifat non pertanian dan pusat informasi dan belajar yang bersifat praktis dan inovatif.

Peran kota dalam pembangunan pedesaan menyebabkan struktur perekonomian desa dan kota lebih mengarah pada sektor-sektor yang ada di perkotaan dalam mengendalikan mekanisme pemasaran dari desa ke kota dan sebaliknya dari kota ke desa.


(18)

Pemusatan pembangunan di wilayah perkotaan menyebabkan arus migrasi desa-kota mengalami peningkatan. Sejalan dengan arus mobilitas penduduk, mobilitas tenaga kerja dari desa ke kota semakin menunjukkan peningkatan yang tajam. Jumlah penduduk yang bermukim di kota-kota Indonesia persentasenya juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 1930, penduduk yang tinggal di kota berjumlah 6,7 persen dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 30,9 persen. Pada tahun 1995, persentase penduduk yang tinggal di kota sebesar 34 persen atau sekitar 70 juta orang. Diprediksi pada tahun 2020, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan akan mencapai angka 140 juta atau 57 persen dari total penduduk Indonesia (Sugiharto, 2005).

Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Keterbatasan luas lahan yang ada di kota menyebabkan kota akan mengalami perkembangan ke daerah pinggiran kota.

Pinggiran kota merupakan daerah yang mengalami dinamika dalam perkembangannya, terutama dinamika dalam penggunaan lahan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman dan menampung fungsi-fungsi atau prasarana kegiatan yang ada. Fenomena pembangunan spasial sering kali terjadi di kota-kota besar dan menengah. Kota-kota besar, seperti halnya Kota Medan, membawa konsekuensi menggelembungnya ruang terbangun perkotaan hingga melampui batas administrasinya. Pada akhirnya daerah-daerah perbatasan administratif antara Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, khususnya pada desa-desa yang


(19)

berada di Kabupaten Deli Serdang mengalami perkembangan yang pesat yang disebut rapid growth area.

Menurut Bintarto (1989), proses perubahan desa akibat adanya interaksi desa– kota disebabkan oleh adanya kemajuan-kemajuan di bidang perhubungan dan lalu lintas antar daerah, sehingga persentase penduduk desa yang bertani berkurang dan beralih pekerjaan menjadi non agraris. Akibatnya daerah-daerah perbatasan kota terpengaruh oleh tata kehidupan kota menjadi rural – urban areas.

Kabupaten Deli Serdang merupakan suatu daerah dimana sebagian wilayah Kecamatan mengelilingi Kota Medan, sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang telah membaur dengan kehidupan masyarakat kota Medan. Kondisi ini memberikan gambaran dimana masyarakat Kabupaten Deli Serdang merupakan masyarakat ‘campuran’ antara masyarakat desa dengan masyarakat kota (bercampurnya rural and urban). Hal ini dapat dilihat secara nyata pada penduduk wilayah Kabupaten Deli Serdang yang mempunyai tingkat mobilitas yang cukup tinggi ke kota Medan.

Secara historis, penduduk Kabupaten Deli Serdang merupakan masyarakat yang hidup dari pertanian telah bergeser pada sektor usaha perdagangan dan jasa dan industri (non pertanian). Selain itu, indikator lain adalah terjadinya perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi non pertanian. Hal ini bisa dilihat adanya pemanfaatan lahan untuk pengembangan permukiman, industri serta adanya permintaan dari sektor usaha untuk mengembangkan kegiatannya. Kondisi ini


(20)

ditunjang oleh posisi Kabupaten Deli Serdang yang cukup strategis dan merupakan daerah hinterland Kota Medan.

Keterkaitan tersebut dipermudah dengan adanya akan jaringan transportasi darat yang merupakan salah satu aspek yang membentuk interaksi desa-kota, karena dengan adanya dukungan sarana dan prasarana transportasi yang relatif baik memungkinkan penduduk desa tersebut berorientasi ke kota maupun sebaliknya dari kota ke desa.

Interaksi desa-kota tidak hanya dapat dilihat dari keterkaitan akan jaringan transportasi sungai dan darat atau dari segi fisik saja, akan tetapi dapat juga dilihat dari keterkaitan ekonomi yang tergambar dari jaringan pasar (market) melalui komoditi bahan baku, hasil produksi pertanian maupun barang jadi. Jaringan pasar ini menawarkan integrasi spasial keterhubungan yang paling penting. Adanya ekspansi keterhubungan pasar menjadi kekuatan utama dalam pertanian komersial, keberagaman produksi dan pengembangan sistem spasial pendapatan wilayah (Bintarto,1989).

Melihat perkembangan yang terjadi di wilayah Kabupaten Deli Serdang tersebut, perlu dikaji bagaimana perkembangan interaksi wilayah antara desa yang berada di Kabupaten Deli Serdang dengan Kota Medan. Dengan melihat interaksi yang ada di kedua wilayah ini diharapkan untuk memperoleh gambaran mengenai interaksi yang terjadi terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten Deli Serdang.


(21)

1.2. Perumusan Masalah

Keterkaitan desa-kota yang bersifat dua arah dan saling menguntungkan (symbiotic mutualistic) dapat membawa dampak yang besar baik pada kegiatan ekonomi di wilayah pedesaan maupun perkotaan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perbedaan pendapatan masyarakat Kabupaten Deli Serdang yang melakukan interaksi dengan yang tidak melakukan interaksi ?

2. Bagaimana tingkat interaksi antara desa dan kota dalam mendukung aktivitas penduduk ?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan interaksi di wilayah perbatasan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk:

1. Menganalisis perbedaan pendapatan masyarakat Kabupaten Deli Serdang yang melakukan interaksi dengan yang tidak melakukan interaksi.

2. Menganalisis tingkat interaksi antara desa dan kota dalam mendukung aktivitas penduduk.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan interaksi di wilayah perbatasan.


(22)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Mengembangkan teori interaksi desa-kota serta konsep peran kota dan pengembangan pembangunan pedesaan hinterlandnya, guna memperkaya khasanah keilmuan perencanaan daerah terutama dalam rangka pengembangan wilayah pedesaan.

2. Sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan yang secara teori telah dipelajari di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Sebagai bahan pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis dengan metode penelitian yang berbeda.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Desa

Suatu hal yang cukup penting dan sering menimbulkan masalah di dalam penanganan desa adalah adanya keragaman pengertian tentang desa. Menurut Ma’rif (Suprapta, 2006), secara morfologis desa merupakan wilayah yang diperuntukkan bagi kegiatan agraris dan sisanya untuk bangunan-bangunan yang terpencar dalam jumlah penduduk kecil dan kepadatan rendah.

Secara ekonomi merupakan wilayah dengan ciri kegiatan agraris yang mendominasi kehidupan masyarakatnya, secara sosial desa merupakan wilayah dengan ciri kehidupan sosial dan hubungan kekeluargaann yang erat dan masih terpaku pada adat istiadat dan secara demografis desa adalah wilayah dengan penduduk sekitar 2.500 jiwa (Ma‘rif dalam Suprapta, 2006).

Menurut Bintarto (Koestoer, 1997) desa merupakan hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya, yang ditandai oleh permukiman yang tidak padat, sarana transportasi yang langka serta penggunaan tanah persawahan. Ciri-ciri lainnya yaitu berupa unsur-unsur sosial pembentuk desa yaitu penduduk dan tata kehidupan dimana ikatan tali kekeluargaan di desa sangat erat yang ditandai dengan dominannya perilaku gotong royong masyarakat. Sedangkan menurut Dirjen Bangdes (Daljoeni, 1994) ciri-ciri wilayah desa antara lain: (1) perbandingan lahan dengan manusia (man-land ratio) cukup besar lahan di pedesaan relatif lebih luas


(24)

daripada jumlah penduduk sehingga kepadatan penduduk masih rendah (2) lapangan kerja yang dominan agraris (3) hubungan antar warga desa sangat akrab (4) tradisi lama masih berlaku.

Menurut Landis dalam Rahardjo (1999), definisi desa dipilah menjadi 3 (tiga) yakni: (1) Desa merupakan suatu lingkungan yang penduduknya < 2.500 orang. (2) Desa merupakan suatu lingkungan yang penduduknya mempunyai hubungan yang akrab dan serba informal diantara sesama warganya. (3) Desa merupakan lingkungan yang penduduknya tergantung pada sektor pertanian.

Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Pusat pedesaan merupakan pusat pelayanan yang secara langsung dapat meningkatkan produksi pertanian, pelayanan sosial maupun ekonomi desa. Pelayanan dan penyediaan dapat berupa:

a. Tempat pelayanan dan pengumpulan serta pemasaran hasil-hasil pertanian

b. Distribusi input pertanian berupa: pupuk, peralatan, kredit dan perbaikan fasilitas c. Tempat fasilitas pengelolaan hasil untuk komsumsi maupun untuk dipasarkan.

Dari segi fungsinya desa merupakan ”hinterland” atau daerah belakang yang berperan dalam produksi pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan dan perkebunan) untuk memenuhi kebutuhan warga desa dan kota. Desa berfungsi sebagai penyedia bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja.


(25)

Dalam pembangunan desa diharapkan pembangunan dari masyarakat pada unit pemerintah yang terendah yang harus dilaksanakan dan harus dibina terus-menerus secara sistematik dan terarah sebagai bagian penting dalam usaha pembangunan negara sebagai usaha yang menyeluruh (Beratha dalam Sinaga, 2004).

Wujud dari pembangunan desa adalah mengadakan berbagai program dan proyek pembangunan yang bertujuan menciptakan kemajuan desa (Purba, 2006). Pembangunan desa sebagai bagian integral dari pembangunan nasional memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera dan adil. Untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang dicita-citakan itu, pembangunan desa akan difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, khususnya kemiskinan pedesaan (Sumodiningrat, 1999; Adisasmita, 2006).

Chambers dalam Sitanggang (2007) pembangunan perdesaan adalah suatu strategi yang memungkinkan kelompok masyarakat tertentu, laki-laki dan wanita miskin di desa, memperoleh yang mereka inginkan dan perlukan bagi dirinya maupun anak-anaknya

Ndraha dalam Sinaga (2004) keberhasilan suatu desa dapat dilihat dari:

a. Kondisi kehidupan yang dapat diperbaiki dan ditingkatkan yang berarti: a) Pemerintah berhasil membangun berbagai fasilitas kehidupan masyarakat di

pedesaan sebagai modal dan sarana penggerak desa, meliputi prasarana produksi, prasarana sosial dan b) Pemerintah berhasil menggerakkan masyarakat dengan berbagai cara dan sarana sehingga mampu berswadaya dalam pembangunan desa. b. Masyarakat telah mampu berkembang sendiri dan hidup dalam suasana sejahtera

dengan lingkungannnya berkat pemanfaatan sumber daya secara lokal dan optimal.


(26)

Istilah kota berasal dari sejarah perkotaan di Eropa kuno. Pada zaman Yunani Kuno kota-kota yang pada saat itu dianggap sebagai republik kecil, letaknya terpencar-pencar di wilayah pegunungan yang dinamakan “polis”. Kota-kota pada waktu itu berupa benteng pasukan pendudukan Romawi di negeri-negeri Eropa yang disebut “urbis” dan lahan di luar kota di atas parit-parit yang mengelilingi benteng disebut “sub urbis”.

Dari istilah-istilah ini kemudian muncul istilah “urban” dan “sub urban”, sedangkan pedesaan di luar kota penduduknya adalah petani disebut Ru” dan dari sinilah timbul istilah rural”. Sementara itu suatu benteng dinamakan kota apabila menjadi pusat perdagangan dan pertukangan yang memungkin berfungsinya pasar dalam kota (Daldjoeni, 2003).

Daerah urban (urban area) adalah suatu daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi daripada daerah lain . Daerah urban dicirikan dengan kegiatan permukiman yang dominan di sektor non-agraris dan menjadi pusat kegiatan perekonomian (yaitu produksi, distribusi dan konsumsi) baik untuk daerah itu sendiri maupun untuk daerah sekitarnya (hinterland). Kepadatan penduduk merupakan ciri yang lain dari kota.

Menurut Adisasmita (2010) kota diartikan sebagai suatu permukaan wilayah di mana terdapat pemusatan (konsentrasi) penduduk dan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi pemerintah. Dickinson (Jayadinata, 1999), kota adalah suatu permukiman yang bangunan rumahnya rapat, dan penduduknya bernafkah bukan pertanian dan kota dapat dikenali dari jumlah penduduknya. Di


(27)

Indonesia menurut data statistik suatu daerah dapat disebut kota apabila jumlah penduduknya minimal 20.000 jiwa serta kota dapat dicirikan adanya prasarana perkotaan seperti bangunan pemerintah, rumah sakit, pasar, sekolah, ruang terbuka yang teratur (open space), taman, jaringan, jalan beraspal, listrik dan tempat hiburan.

Bintarto (1989), dari segi geografis kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial-ekonomi yang hetrogen dan coraknya yang materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan daerah belakang (hinterland).

Sejalan dengan pendapat diatas, Sujarto (1997) secara umum membatasi pengertian kota dilihat dari beberpa aspek yaitu: secara demografis merupakan pemusatan penduduk yang tinggi dengan tingkat kepadatan yang tinggi dibandingkan dengan wilayah sekitarnya; secara sosiologi selalu dikaitkan dengan batasan adanya sifat heterogen dari penduduknya serta budaya urban yang telah mengurangi budaya desa; secara ekonomis suatu kota dicirikan dengan proporsi lapangan pekerjaan yang dominan di sektor non pertanian seperti industri, pelayanan dan jasa, transportasi dan perdagangan; secara fisik suatu kota dicirikan dengan adanya dominasi wilayah terbangun (built up area) dan struktur binaan; secara geografis kota diartikan dengan suatu pusat kegiatan yang dikaitkan dengan suatu lokasi strategis; secara administrasi pemerintahan suatu kota dapat diartikan sebagai wilayah wewenang yang dibatasi oleh


(28)

suatu wilayah hukum yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Nas (1990), kota diartikan sebagai suatu tempat pertemuan yang berorientasi keluar. Sebelum kota menjadi tempat permukiman yang tetap, pada mulanya ia sebagai tempat orang pulang balik sebagai tempat berjumpa secara teratur, dan mempunyai daya tarik (magnit) pada penghuni luar kota untuk mengadakan kontak, memberikan dorongan untuk kegiatan rohaniah dan perdagangan serta kegiatan yang lain.

Berdasarkan pengertian kegiatan ekonomi bahwa kota adalah memiliki kegiatan industri dan jasa, maka banyak kota sebenarnya masih dalam taraf perkembangan. Hal ini berarti bahwa tata kehidupan perkotaan belum sepenuhnya dianut, yang dapat dilihat dari struktur kehidupan penduduknya maupun perwujudan fisiknya (Sinulingga, 2005).

Proboatmodjo (1993) menjelaskan bahwa kota yang berpenduduk lebih dari 20.000 jiwa sering menggambarkan ciri kekotaan yang lebih dominan, fungsinya lebih luas dan menunjukkan interaksi lebih luas dibandingkan dengan kota yang berpenduduk kurang dari 20.000 jiwa.

Di Indonesia, jumlah penduduk merupakan ukuran besar kecilnya kota yang termasuk kota kecil adalah kota yang berpenduduk antara 5.000 sampai dengan 50.000 orang, kota sedang yaitu kota yang berpenduduk antara 50.000 sampai dengan 500.000 orang. Sedangkan kota besar adalah kota yang berpenduduk 500.000 ke atas. Kota yang memliki penduduk 1ebih dari satu juta disebut kota Metropolitan; yaitu suatu


(29)

wilayah yang memiliki ciri sebagai suatu pusat perdagangan, industri, budaya dan pemerintahan yang dikelilingi oleh daerah semi urban (sub urban), kawasan perumahan atau kota-kota kecil yang digunakan sebagai tempat tinggal.

Menurut Branch (1996) kota merupakan area terbangun dengan fasilitas infrastrukturnya seperti jalan, lingkungan permukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu, tersedianya kebutuhan sarana dan pelayanan pendukung yang lebih lengkap dibandingkan yang dibutuhkan di daerah pedesaan. Dengan demikian untuk memahami pengertian yang lebih luas dengan pengertian sebagai suatu permukiman yang lebih besar dengan kriteria luas areal yang terbatas, bersifat non-agraris, kepadatan penduduknya relatif tinggi, dan lain-lain tidak selamanya tepat untuk menggambarkan suatu ciri kota tertentu yang hanya diukur secara kuantitatif, sebab kota juga merupakan tempat terkonsentrasinya berbagai kegiatan yang tidak saja ekonomis melainkan politik, sosial, hukum, budaya dan lain-lain dalam satu tata ruang tertentu.

Dalam kenyataannya memang wilayah perkotaan seringkali melewati batas-batas administrasinya, keberadaan pusat kota telah mendorong terjadinya perubahan pada wilayah sekitarnya menjadi berbagai macam penggunaan lahan terutama untuk perumahan.

Pertumbuhan perumahan kearah luar kota/pinggiran tersebut memungkinkan terjadinya kegiatan-kegiatan dan keterhubungan sehingga terjadi adanya interaksi. Kesempatan memperoleh mata pencaharian tambahan di kota dimungkinkan dengan adanya letak yang berdekatan dengan kota.


(30)

Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi, dan fisik. Dari semua aspek perkembangan tersebut akan terlihat langsung pada perkembangan fisik yang terkait dengan penggunaan lahan kekotaan, khususnya perubahan arealnya. Chapin dalam Condro (1996) perubahan penggunaan lahan kekotaan pada dasarnya berkaitan dengan sistem aktivitas antara manusia dengan institusi yaitu masyarakat (individu dan rumah tangga), swasta dan lembaga pemerintah yang masing-masing berbeda dalam kepentingannya.

Orientasi kepentingan masyarakat memanfaatkan lahan terletak pada pemenuhan kebutuhan pribadi untuk kebutuhan sosial ekonominya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sosial, interaksi sosial dan rekreasi. Kesemuanya berkaitan dengan hak pribadi dalam pemilikan lahan.

Orientasi kepentingan swasta memanfaatkan lahan terletak pada keuntungan yang diperoleh dari nilai ekonominya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan produksi barang dan kegiatan jasa. Dengan demikian hukum ekonomi akan berlaku disini, dimana swasta akan mencari lokasi yang dirasa paling menguntungkan dan biasanya pada posisi di pusat- pusat kegiatan. Sedangkan lembaga pemerintah berorientasi pada optimalisasi pelayanan umum. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan untuk kesejahteraan. Tujuan yang diharapkan adalah terpenuhinya kebutuhan masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan umum tersebut.


(31)

Sementara pendapat Sujarto (1997) yang lebih menonjolkan faktor manusia menyebutkan bahwa faktor- faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada suatu kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Sebenarnya hanya ada tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota yaitu faktor manusia, faktor kegiatan manusia tersebut dan faktor pola pergerakan antara pusat kegiatan manusia yang satu dengan pusat kegiatan manusia yang lainnya. Secara terperinci dapat diterangkan bahwa faktor manusia akan menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota baik karena kelahiran maupun karena migrasi ke kota, segi-segi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi. Faktor kegiatan manusia menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas sedangkan faktor pola pergerakan adalah sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatannya akan menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan tersebut. Kemudian ketiga faktor ini secara fisik akan termanifestasikan kepada perubahan akan tuntutan kebutuhan ruang. Tuntutan kebutuhan ruang ini yang akan tercermin kepada perkembangan dan perubahan tata guna lahan kota yang mana kemudian faktor persyaratan fisik akan sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan kota itu selanjutnya.

Perkembangan kota tidak hanya ditentukan oleh faktor internalnya, tetapi juga faktor eksternal sangat menentukan. Semakin meluas dan membesarnya fungsi dan


(32)

peranan kota menimbulkan perkembangan di dalam hubungan antara kota yang satu dengan kota lainnya serta hubungan antara suatu kota dengan daerah sekitarnya. Sifat saling ketergantungannya antara kota yang satu dengan kota yang lainnya atau antara suatu kota dengan daerah sekitarnya semakin berkembang, kemajuan teknologi pergerakan semakin meningkat. Dengan demikian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan kota tidak hanya terbatas kepada dinamika kota itu sendiri tetapi juga oleh perubahan serta dinamika dari jangkauan yang lebih luas.

2.3. Interaksi Desa Kota

Kawasan perdesaan dan perkotaan pada dasarnya merupakan lanskap wilayah yang saling berhubungan melalui keterkaitan kekuatan ekonomi, sosial, politik dan lingkungan yang sangat kompleks. Kawasan perdesaan semakin diperhitungkan keberadaannya dalam konstelasi kota-kota. Demikian pula, kota-kota melalui perkembangan transportasi dan perkembangan komunikasi yang cepat, mengalami perubahan morfologi. Perubahan morfologi yang terjadi tidak lagi diungkapkan dalam gambaran dari suatu metropolis dengan satu simpul urban yang dikelilingi oleh kawasan perdesaan, namun lebih merupakan sistem keterkaitan desa-kota yang kompleks dan terdesentralisasi (Sugiana, 2005).

Interaksi adalah terjadinya kontak atau hubungan antara dua wilayah atau lebih dan dari hasil kontak itu dapat timbul sesuatu kenyataan yang baru dalam wujud tertentu, maka apa yang sedang atau yang sudah terjadi. Menurut Bintarto (1989), Interaksi dapat dilihat sebagai suatu proses sosial, proses ekonomi, proses budaya


(33)

ataupun proses politik dan sejenisnya dan lambat ataupun cepat dapat menimbulkan suatu realita atau kenyataan. Serta adanya interaksi desa dan kota dapat terjadi karena pelbagai faktor atau unsur yang ada dalam desa, dalam kota dan diantara desa dan kota. Adanya kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan jalan desa-kota, integrasi atau pengaruh kota terhadap desa, kebutuhan timbal balik desa-kota telah memacu interaksi desa-kota secara bertahap dan efektif.

Menurut Roucek dalam Suprapta (2006) interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung. Sedangkan Short dalam Suprapta (2006), mengatakan bahwa interaksi merupakan sistem perkotaan dan tatanan dari kota-kota kecil melalui aliran manusia, barang dan gagasan. Aliran ini merupakan dinamika sistem perkotaan dan merupakan daerah sistem pergerakan manusia dalam melakukan aktivitasnya yang berupa perjalanan ke tempat kerja, perjalanan belanja, kunjungan keluarga maupun perjalanan untuk rekreasi, tetapi alasan pergerakan pada umumnya adalah alasan ekonomi, penduduk cenderung bergerak apabila terdapat prospek pekerjaan dan gaji yang lebih baik disamping itu ada alasan dalam bentuk sosial, seperti kurangnya pelayanan sosial yang miskin dan kurang kebebasan individu. Adapun pergerakan penduduk dalam pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Pergerakan Penduduk dalam Pertumbuhan Ekonomi

Bentuk pergerakan yang dominan Tahap pertumbuhan ekonomi

Desa – Kota Inter – Urban Urban – rural

Awal Industrialisasi Iindustrialisasi Post industrialisasi


(34)

Sumber: Short dalam Suprapta (2006)

Tabel 2.2. Faktor Pendorong – Penarik Penduduk Desa-Kota

Pendorong Penarik

Pengangguran Pelayanan sosial miskin Kehidupan sosial yang miskin

Kurangnya kebebasan

Kesempatan kerja Pelayanan sosial bagus Kehidupan sosial yang bagus

Longgarnya kebebasan Sumber: Short dalam Suprapta (2006)

Menurut Douglass (1996), bahwa peran kota dalam pembangunan desa di identifikasikan menjadi 7 (tujuh) fungsi kota yang paling esensial yaitu:

1. Pusat perbelanjaan

2. Pusat pelayanan yang berjenjang lebih tinggi

3. Pusat pemasaran berbagai produk yang dihasilkan wilayah pedesaan 4. Pusat untuk penyediaan dan pendukung pertanian

5. Pusat pengelolaan pasca panen

6. Penyerap tenaga kerja pedesaan yang bersifat bukan pertanian 7. Pusat informasi dan belajar yang bersifat praktis dan inovatif.

Selanjutnya Douglass (1996) menjelaskan bahwa peran kota merupakan hasil hubungan yang saling ketergantungan antara desa dan kota, seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.3. Keterkaitan Desa Kota

Desa Kota

Produksi pertanian Intensifikasi pertanian - Infrastruktur pedesaan - Insentif produksi

Pusat Transportasi/perdagangan Pelayanan pendukung pertanian - Input produksi


(35)

- Pendidikan dan kapasitas menyerap inovasi

Pendapatan & permintaan Pedesaan untuk barang & Jasa non pertanian

- Informasi terhadap metode produksi - Budaya modern

- Gaya hidup yang konsumtif Pasar perbelanjaan non pertanian

Sumber: Douglass, (1996)

Adanya interaksi desa kota dapat dilihat dari homogenitas kehidupan desa yang semakin berkurang, berubahnya mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa, berubahnya fungsi lahan pertanian untuk perumahan dan industri, meningkatnya laju migrasi desa-kota dan komuter, meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, serta berubahnya fungsi desa sebagai sumber bahan makanan dan sayuran.

Adanya interaksi desa-kota (rural-urban) bisa kita lihat dari berubahnya mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor ekonomi, perdagangan, jasa dan industri sangat terlihat sekali di Kecamatan perbatasan Kabupaten Deli Serdang. Bisa juga interaksi desa-kota kita tunjukkan dari laju komuter, gejala ini bisa kita lihat pada arus lalu lintas pada ruas-ruas jalan di daerah perbatasan wilayah Kecamatan Kabupaten Deli Serdang dengan Kota Medan pada jam-jam sebelum dan sesudah bekerja.

Terbatasnya luas lahan di Kota Medan, menyebabkan kebutuhan akan perumahan masih belum bisa mencukupi. Kondisi ini menyebabkan masyarakat Kota Medan cenderung untuk membangun perumahan di daerah pinggiran kota. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya masyarakat Kota Medan yang membangun pemukiman di perbatasan Kecamatan Kabupaten Deli Serdang.


(36)

Kondisi lahan dipinggiran kota yang relatif masih kosong dan harga masih relatif murah dibanding pusat kota, mendorong perkembangan kota terutama penggunaan lahan permukiman tersebar secara sporadis dibagian wilayah pinggiran kota.

Faktor penyebab meningkatnya mobilitas tenaga kerja ke daerah perkotaan, antara lain adanya kekuatan sentrifugal (centrifugal force), yakni kekuatan yang mendorong seseorang untuk meninggalkan daerah asalnya karena desakan ekonomi dan fasilitas pendidikan yang serba terbatas.

2.4. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Menurut Todaro (1998), ada tiga komponen yang dapat diukur dari hakekat pembangunan. Ketiga komponen itu adalah kecukupan (sustenance), jati diri ( self-esteem) serta kebebasan (freedom). Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat dalam proses pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.

Selain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan juga berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya menerapkan paradigma pertumbuhan semata, adalah munculnya kesenjangan antara kaya dan miskin, serta pengangguran yang merajalela.


(37)

Tantangan utama pembangunan adalah untuk memperbaiki kehidupan. Kualitas kehidupan yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang tinggi. Namun kiranya pendapatan bukanlah satu-satunya ukuran kesejahteraan. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus diperjuangkan, mulai dari pendidikan, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual dan penyegaran kehidupan budaya.

Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai komponen yang dapat menggambarkan apakah masyarakat tersebut sudah berada pada kehidupan yang sejahtera atau belum. Komponen yang dapat dilihat antara lain keadaan perumahan di mana mereka tinggal, tingkat pendidikan, dan kesehatan. Badan Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang dapat dipakai sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah kependudukan, tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, pendapatan masyarakat, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, dan keadaan sosial budaya.

Di samping komponen yang dikemukakan di atas, ada komponen lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat misalnya luas kepemilikan lahan (Djohar, 1999). Hal ini dimungkinkan karena dilihat dari segi ekonomi, lahan/tanah merupakan earning asset yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan, sedangkan dilihat dari segi sosial, lahan/tanah dapat menentukan status sosial seseorang terutama di daerah pedesaan.


(38)

2.5. Dampak Interaksi terhadap Tingkat Kesejahteraan

Interaksi antar wilayah terjadi karena adanya keterkaitan sistem jaringan transportasi, sosial, teknologi, politik, ekonomi dan institusi lainnya. Struktur transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pengembangan wilayah serta perangsang kegiatan ekonomi. Adanya jaringan jalan dapat mempermudah pergerakan antara unit-unit simpul, sehingga dapat memperlancar arus barang dan jasa. Lancarnya arus interaksi barang dan jasa akan meningkatkan intensitas interaksi. Selanjutnya semakin tinggi intensitas interaksi, maka semakin maju tingkat ekonomi masyarakat.

Tujuan pengembangan wilayah yang bersifat universal ialah peningkatan taraf hidup atau mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang semakin lama semakin baik. Orang dikatakan sejahtera kalau dia dengan kekuatan sendiri dapat memenuhi kebutuhan hidup, baik yang bersifat fisiologis atau biologis maupun kebutuhan sosial psikologis, dengan kualitas, kuantitas dan intensitas yang memadai.

Suatu wilayah dapat dikembangkan apabila memiliki sumberdaya alam yang dilengkapi dengan sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan, tingkat kebudayaan, teknologi dan modal yang cukup memadai untuk dapat mengolah dan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia guna kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.

Menyadari bahwa pembangunan selalu membawa dampak, baik positif maupun negatif, maka diperlukan indikator-indikator untuk mengukur kinerja pembangunan. Selama ini tingkat pendapatan perkapita banyak digunakan untuk mengukur kinerja


(39)

pembangunan, terutama pembangunan perekonomian suatu negara, namun hal itu tidak cukup memberikan gambaran yang nyata tentang tingkat kesejahteraan masyarakat.

Bintarto (1989) mengungkapkan bahwa biasanya yang menjadi indikator dalam mengukur tingkat kesejahteraan adalah tingkat pendapatan per kapita, Produk Nasional Bruto (Gross National Product), pertumbuhan ekonomi, keadaa nutrisi, kesehatan, pendidikan dan kriteria-kriteria sosial untuk kesejahteraan.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Wibiseno (2002) dalam penelitiannya “Kajian perubahan penggunaan lahan Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak sebagai kawasan pinggiran Kota Semarang”. Hasil dari penelitian tersebut adalah Kecamatan Mranggen sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan kota Semarang, memiliki potensi yang besar sebagai kota baru yang mampu dipersiapkan sebagai kota penunjang, karena kawasan ini potensial sebagai kawasan permukiman namun segala aktivitas ekonomi seperti mata pencaharian dan belanja memilih pergi ke Kota Semarang.

Widodo (2002) melakukan penelitian interaksi wilayah dengan judul “Interaksi Kecamatan di Wilayah pinggiran Metropolitin dengan Kota Induknya (studi kasus Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Boja dengan Kota Semarang)”. Hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Perbaikan sarana dan prasarana jaringan jalan terutama untuk Kecamatan Boja dan peningkatan kualitas dan perkuatan sarana dan prasarana perekonomian. Serta penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang benar-benar sesuai kebutuhan.


(40)

Fuad (2005) melakukan studi dengan judul ‘Studi Faktor-faktor yang mempengaruhi keterkaitan desa-kota (Studi kasus desa Purwosari dan desa Pasir)’. Hasil dari studi ini adalah perlu diterapkan adanya pengembangan model keterkaitan desa kota dan model jaringannya, perlu adanya peningkatan aspek efek penetesan kebawah yang bisa dirasakan oleh rumah tangga pedesaan dengan membuka akses ke fasilitas pelayanan umum dan pelayanan sosial serta perlu adanya peran dan fungsi lapangan pekerjaan pertanian yang masih efektif, bukan justru mengubah lahan pertanian produktif menjadi lahan aktifitas diluar pertanian

Suprapta (2006) dengan judul penelitian ‘Ketergantungan Wilayah Kecamatan Mranggen terhadap Kota Semarang’. Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis pola interaksi wilayah perbatasan Kecamatan Mranggen dengan Kota Semarang. Hasil penelitian secara keseluruhan terhadap keterkaitan pemanfaatan sosial menunjukkan bahwa Kecamatan Mranggen masih sangat tergantung terhadap Kota Semarang yang mempunyai kelengkapan fasilitas yang lebih baik. Hal ini terlihat dari banyaknya responden (77,22%) yang memilih Kota Semarang sebagai tujuan pendidikan SLTA dan 80,76% untuk tujuan Perguruan Tinggi. Begitu juga untuk pelayanan kesehatan, khususnya Rumah Sakit yaitu sebesar 55,19% menyatakan memilih Kota Semarang sebagai tujuannya. Pada keterkaitan fisik didapatkan hasil bahwa secara umum akses yang menghubungkan Kecamatan Mranggen dengan Kota Semarang dalam kondisi baik, begitu juga dengan kondisi jalan yang menghubungkan antar desa ke Desa Mranggen kecuali jalan yang menghubungkan Desa Batursari dengan Desa Mranggen. Kondisi jalan yang buruk memberikan implikasi pada


(41)

terhambatnya produktivitas masyarakat. Sedangkan pada keterkaitan ekonomi adanya hubungan timbal balik yang kuat antar kedua wilayah yang antara lain diindikasikan dengan adanya aliran komoditas pertanian dan non pertanian yang mengalir secara dua arah.

Kurniawan dan Pandria (2008) dalam penelitiannya “Pengaruh Pergerakan Penduduk Terhadap Keterkaitan Desa-Kota Kecamatan Karangawen dan Kecamatan Grobogan”, hasil temuan studi di Kecamatan Karangawen menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga komuter mengalami kenaikan dan pemanfaatannya lebih banyak untuk konsumsi produktif dengan konsentrasi lebih ke arah lokal. Perputaran uang yang terjadi dari hasil konsumsi yang dilakukan rumah tangga komuter akan meningkatkan akumulasi kapital yang seterusnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah perdesaan. Dalam kaitannya dengan aspek lahan, komutasi yang terjadi secara umum menunjukkan perubahan ke arah positif dilihat dari adanya sedikit peningkatan penggunaan alat-alat pertanian untuk pengolahan lahan pertanian. Pengaruh terhadap aliran tenaga kerja dari adanya komutasi saat ini dapat mengurangi pengangguran di desa, akan tetapi dengan karakteristik komutasi wilayah studi Kecamatan Karangawen dimana cenderung lebih banyak sumber daya manusia berkualitas yang terserap ke kota, akan menjadikan desa semakin kekurangan sumber daya manusia berkualitas.

Sementara itu, di Kecamatan Grobogan menunjukkan bahwa adanya aliran uang dalam bentuk balas jasa faktor produksi tenaga kerja dari kota menyebabkan terjadinya peningkatan ekonomi pada rumah tangga migran. Namun hal tersebut


(42)

bersifat semu, karena konsumsi rumah tangga didominasi oleh pengeluaran non-produktif dan terjadi kecenderungan aliran pemanfaatan pendapatan rumah tangga migran lebih banyak terserap menuju ke kota secara nominal. Akibatnya tidak terjadi akumulasi kapital bagi rumah tangga maupun wilayah desa yang berguna bagi proses pembangunan. Lebih lanjut, secara keseluruhan adanya aliran uang dari proses migrasi penduduk hanya memberikan perubahan yang kecil dalam aspek pemanfaatan lahan. Adanya perubahan yang terlihat hanya sebatas bertambahnya luas penguasaan lahan dalam persentase yang kecil. Sedangkan pada aspek aliran tenaga kerja terjadi kecenderungan brain drain. Desa asal terancam kehilangan tenaga kerja produktif untuk mengelola perekonomian desa, sehingga beresiko menyebabkan terhambatnya pertumbuhan wilayah desa.

Penelitian-penelitian interaksi desa kota tersebut di atas hanya mendeskripsikan bagaiman pola dan sifat interaksi desa kota yang terjadi di lokasi penelitian. Sedangkan pengaruh interaksi desa kota terhadap pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi dan yang tidak melakukan interaksi serta faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam berinteraksi belum diteliti.

Dalam penelitian ini dicoba menganalisis interaksi desa kota terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang yang dilihat dari pendapatan masyarakat yang melakukan berinteraksi dan yang tidak melakukan interaksi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam berinteraksi.


(43)

Kerangka pikir dalam studi penelitian ini dilatar belakangi adanya perkembangan Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang yang bersifat pedesaan sekarang telah menjadi perkotaan. Hal ini disebabkan adanya pergeseran penduduk Kota Medan ke wilayah perbatasan, karena lahan yang ada di Kota Medan sangat langka terutama dipusat kota, ini akibat dari tingginya tingkat urbanisasi dan perkembangan permukiman secara sporadis. Kondisi tersebut sebagai faktor pendorong adanya pergeseran penduduk Kota Medan ke wilayah perbatasan, yang juga mengakibatkan kecenderungan pergeseran aktivitas perkotaan ke daerah pinggiran kota yang melewati batas administrasinya. Maka melihat perkembangan yang terjadi di wilayah Kecamatan Kabupaten Deli Serdang tersebut diindikasikan terjadi interaksi wilayah perbatasan Kecamatan Kabupaten Deli Serdang dengan Kota Medan.

Beberapa hal yang nampak atau terjadi yaitu perubahan tata guna lahan dari pertanian ke non pertanian, berubahnya mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor non pertanian serta adanya laju commuter yang disebabkan banyaknya penduduk yang beraktivitas di Kota Medan semakin meningkat seiring pertumbuhan ekonomi kota, padahal penduduk tersebut tinggal (bermukim) di wilayah perbatasan. Sedangkan di Kota Medan semakin sulit mencari lahan kosong baik untuk perumahan maupun untuk kegiatan ekonomi. Sehingga penduduk Kota Medan cenderung mencari permukiman di daerah perbatasan dikarenakan harga lahan masih relatif murah dan masih banyak lahan yang kosong.

Dengan melihat fenomena yang ada, maka studi penelitian ini bermaksud ingin melihat secara lebih dalam bagaimana pola interaksi wilayah perbatasan Kabupaten


(44)

Deli Serdang dengan Kota Medan, dilihat dari tiga keterkaitan yaitu pendapatan, aktivitas penduduk dan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi sebagai upaya penduduk desa perbatasan meningkatkan kesejahteraan. Aktivitas penduduk dilihat dari tingkat interaksi desa-kota. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.8. Hipotesis

Kecamatan

Interaksi

Pendapatan

Kabupaten Deli Serdang

Kota Medan

Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Deli Serdang

Aktivitas Penduduk Faktor-faktor Kecamatan


(45)

1. Pendapatan masyarakat Kabupaten Deli Serdang yang melakukan interaksi akan meningkatkan kesejahteraan.

Jumlah penduduk dan jarak wilayah mempengaruhi tingkat interaksi antara desa dan kota dalam mendukung aktivitas penduduk.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini adalah interaksi desa kota terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten Deli Serdang yang meliputi pendapatan masyarakat, tingkat interaksi desa kota dalam mendukung aktivitas penduduk dan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi.

3.2. Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di wilayah perbatasan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

3.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini mengenai pendapatan masyarakat, tingkat interaksi desa kota dalam mendukung aktivitas penduduk dan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi yang diperoleh melalui kuisioner dan wawancara, serta observasi ke lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi seperti BPS, dan instansi lain yang berkaitan dengan penelitian ini.


(47)

Penelitian ini mengkaji pengaruh interaksi desa kota terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang. Oleh karenanya yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat desa Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan dengan Kota Medan.

Sampel yang akan dipilih dengan menggunakan multi stage sampling method (metode sampling bertahap). Pada tahap awal dipilih kecamatan di Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan dengan Kota Medan, yaitu Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Tua, Sunggal, Hamparan Perak, Tanjung Morawa, Namorambe, Pancur Batu, Patumbak.

Tahap kedua adalah menentukan masing-masing 1 (satu) desa yang menjadi sampel penelitian dari masing-masing kedelapan kecamatan tersebut secara purposive. Kriterianya adalah desa tersebut berbatasan dengan wilayah Kota Medan (Tabel 3.1).

Sampel responden ditetapkan mengikuti pendapat Roscoe (Sugiono, 2003), yang menyatakan berapapun jumlah populasinya dalam penelitian sosial ukuran sampel yang layak digunakan adalah antara 30 hingga 500 orang.

Berdasarkan pendapat di atas, maka ditetapkan sampel responden sebanyak 160 rumah tangga (RT) masyarakat, dengan pertimbangan telah melebihi ambang batas kriteria Roscoe, yakni batasan minimal 30 orang dan masyarakat responden adalah homogen, yaitu masyarakat yang melakukan interaksi dan yang tidak melakukan interaksi.

Distribusi responden berdasarkan lokasi diambil sebanyak 20 rumah tangga pada masing-masing desa penelitian, selanjutnya untuk mengetahui perbandingan


(48)

masyarakat rumah tangga yang melakukan interaksi dengan yang tidak melakukan dibagi secara proporsional, yaitu 10 rumah tangga yang melakukan interaksi dan 10 rumah tangga yang tidak melakukan interaksi pada masing-masing desa sampel penelitian. Pengambilan sampel responden dilakukan secara simple random sampling.

Tabel 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian

No. Kecamatan Desa Jumlah Responden

Berinteraksi Tidak

Berinteraksi

Total

1 Percut Sei Tuan Tembung 10 10 20

2 Deli Tua Kedai Durian 10 10 20

3 Sunggal Kampung Lalang 10 10 20

4 Hamparan Perak Klambir 10 10 20

5 Tanjung Morawa Bangun Sari 10 10 20

6 Namorambe Deli Tua 10 10 20

7 Pancur Batu Simalingkar A 10 10 20

8 Patumbak Marindal Satu 10 10 20

Jumlah 80 80 160

3.5. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data primer, digunakan teknik kuisioner yang disebarkan secara langsung kepada responden penelitian. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dan instansi ain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.6. Analisis Data

1. Untuk menjawab hipotesis dan perumusan masalah pertama, perbandingan pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi dengan yang tidak melakukan, digunakan uji analisis beda rata-rata untuk sampel berpasangan (paired samples test t test), dengan rumus yang digunakan adalah:


(49)

      + − = 2 1 2 2 , 1 1 1 n n p S x x

t i i

Di mana: T = uji beda

1

x ,1

2

x

= Rata-rata pendapatan masyarakat yang tidak melakukan interaksi

,1

n

= Rata-rata pendapatan masyarakat yang melakukan interaksi

1

n

= Jumlah responden yang tidak melakukan interaksi

2

s

= Jumlah responden yang melakukan interaksi

2

Kriteria pengambilan keputusan dalam uji beda rata-rata untuk sampel berpasangan (paired samples test t test), yaitu membandingkan nilai t

p = Simpangan Baku berpasangan

hitung dengan nilai

ttabel: Ho diterima jika thitung < ttabel

Ho ditolak (Ha diterima) jika t

pada α = 5%

hitung > ttabel

2. Untuk menjawab hipotesis dan perumusan masalah kedua digunakan metode gravitasi.

pada α = 5%

Rumus gravitasi secara umum adalah sebagai berikut:

b ij j i ij d P P k

T = ... (2)

Keterangan: Tij

P

= daya tarik atau banyaknya trip dari sub wilayah 1 ke sub wilayah j


(50)

Pj

d

= penduduk subwilayah j

ij

b = pangkat dari d

= jarak antara subwilayah i dengan subwilayah j

ij

dengan pertambahan jarak. Nilai b dapat dihitung tetapi bila tidak maka menggambarkan cepatnya jumlah trip menurun seiring

sering digunakan b= 2

k = sebuah bilangan konstanta berdasarkan pengalaman, juga dapat dihitung seperti b (Tarigan, 2005)

3. Untuk menjawab perumusan masalah ketiga menggunakan analisis deskriptif yaitu mendeskriptikan faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi di wilayah perbatasan.

3.7. Definisi Operasional Variabel

1. Pendapatan masyarakat adalah pendapatan kepala rumah tangga yang melakukan interaksi dan yang tidak melakukan interaksi (rupiah/bulan).

2. Tingkat interaksi desa kota dalam mendukung aktivitas penduduk dilihat dari jumlah penduduk dan jarak wilayah.

3. Faktor-faktor masyarakat melakukan interaksi adalah keinginan masyarakat untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari wilayah asalnya, seperti: adanya kesempatan berusaha, pendidikan dan pelayanan kesehatan.

4. Kesejahteraan masyarakat merupakan kondisi tingkat kehidupan, pemenuhan kebutuhan pokok, kualitas hidup dari masyarakat.


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang

4.1.1. Latar Belakang Sejarah Kabupaten Deli Serdang

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini merupakan dua pemerintahan yang berbentuk Kerajaan (Kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan (± 38 Km dari Kota Medan menuju Kota Tebing Tinggi).

Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan Sumatera Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara spontan menuntut agar NST (Negara Sumatera Timur) yang dianggap sebagai prakarsa Van Mook (Belanda) dibubarkan dan wilayah Sumatera Timur kembali masuk Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh Front Nasional.

Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan NRI, sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) tidak bersedia.


(52)

Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan Undang Dasar 1945.

Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) Afdeling, salah satu diantaranya Deli Serdang, Afdeling ini dipimpin seorang Asisten Residen beribukota Medan serta terbagi atas 4 (empat) Onder Afdeling yaitu Beneden Deli beribukota Medan, Bovan Deli beribukota Pancur Batu, Serdang beribukota Lubuk Pakam, Padang Bedagai beribukota Tebing Tinggi dan masing-masing dipimpin oleh Kontelir.

Selanjutnya dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur tanggal 19 April 1946, Keresidenan Sumatera Timur dibagi menjadi 6 (enam). Kabupaten ini terdiri atas 6 (enam) Kewedanaan yaitu Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagei/Kota Tebing Tinggi pada waktu itu ibukota berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibukota Medan meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang dan Bedagei.

Pada tanggal 14 November 1956. Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-Undang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956. Untuk


(53)

merealisasikannya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah ( DPD).

Tahun demi tahun berlalu setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati dan ditetapkanlah bahwa Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang adalah tanggal 1 Juli 1946.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibukota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986. Demikian pula pergantian pimpinan di daerah inipun telah terjadi beberapa kali.

4.1.2. Profil Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.


(54)

Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing Tinggi disamping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 km2

Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan, Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 km

terdiri dari 33 Kecamatan dan 902 Kampung.

2

Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya, karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an, pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kota Medan yang telah ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Deli Serdang.

.

Tahun 2004 Kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik secara Geografi maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah dengan lahirnya Kabupaten baru Serdang Bedagai sesuai dengan U.U. No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh.


(55)

Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka Luas wilayahnya sekarang menjadi 2.497,72 km2

Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dengan total jumlah penduduk berjumlah 1.686.366 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduknya (LPP) sebesar 2,74 persen dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa perkilometer persegi.

terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang terhampar mencapai 3.34 persen dari luas Sumatera Utara.

Dalam gerak pembangunannya, motto Kabupaten Deli Serdang yang tercantum dalam Lambang Daerahnya adalah “Bhinneka Perkasa Jaya” yang memberi pengertian; dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, agama, ras dan golongan bersatu dalam kebhinnekaan secara kekeluargaan dan gotong royong membangun semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan dan kejayaan sepanjang masa.

Dengan pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua wilayah, secara administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terbagi atas 22 Kecamatan yang didalamnya terdapat 14 Kelurahan dan 389 Desa, seperti yang tertera dalam Tabel 4.1.


(56)

No Kecamatan Ibukota Luas Wilayah (km2 Jumlah Desa/Kelurahan ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Gunung Meriah STM Hulu Sibolangit Kutalimbaru Pancur Batu Namorambe Biru-Biru STM Hilir Bangun Purba Galang Tanjung Morawa Patumbak Deli Tua Sunggal Hamparan Perak Labuhan Deli Percut Sei Tuan Batang Kuis Pantai Labu Beringin Lubuk Pakam Pagar Merbau Gunung Meriah Tiga Johor Sibolangit Kutalimbaru Pancur Batu Namorambe Biru-Biru T. Kenas Bangun Purba Galang Tanjumg Morawa Patumbak Deli Tua Sunggal Hamparan Perak Helvetia Tembung Batang Kuis Pantai Labu Karang Anyer Lubuk Pakam Pagar Merbau 76,65 223,38 179,96 174,92 122,53 62,30 89,69 190,50 129,95 150,29 131,75 46,79 9,36 92,52 230,15 127,23 190,79 40,34 81,85 52,69 31,19 62,89 12 20 30 14 25 36 17 15 33 29 26 29 6 17 20 17 20 11 19 11 13 16

Jumlah 2,479.72 403

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2010

4.1.3. Demografi Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 km2 dari luas Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang memiliki perbatasan:


(57)

(58)

Sebelah Barat : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo

Sebelah Selatan : Kabupaten Karo, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Simalungun.

Sebelah Timur : Kabupaten Serdang Bedagai dan Simalungun

Lokasi Kabupaten Deli Serdang sangat strategis karena mengelilingi Kota Medan menjadikan Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah yang termasuk dalam Konsep Kota Mebidang Metropolitan. Kondisi tersebut sangat strategis dan memiliki berbagai keuntungan, yaitu Kabupaten Deli Serdang dapat menjadi penyalur kebutuhan Kota Medan, penyedia bahan baku industri, penghasil produk pertanian, kerajinan, jasa, tenaga kerja dan kawasan Industri yang dekat dengan Kota Medan. Selain itu, penduduk yang berada di wilayah perbatasan dapat menjadi peluang pasar bagi produk Kabupaten Deli Serdang.

Saat ini tengah dilaksanakan rencana Pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu sebagai pengganti Bandara Polonia Medan yang telah tidak memungkinkan lagi untuk melayani padatnya jadwal penerbangan, memungkinkan Kabupaten Deli Serdang menjadi satelit Kota Medan yang sangat strategis.

Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kountur dan iklim yang bervariasi. Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai sementara kawasan pantai berhawa tropis pegunungan.


(59)

Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas:

Dataran Pantai

± 63.002 Ha ( 26,30%) terdiri dari 4 kecamatan (Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu). Jumlah Desa sebanyak 64 Desa/Kelurahan dengan panjang pantai 65 km.Potensi Utama adalah; Pertanian Pangan, Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar, Perikanan Laut, Pertambakan, Peternakan Unggas, dan Pariwisata.

Dataran Rendah

± 68,965 Ha (28.80%) terdiri dari 11 kecamatan (Sunggal, Pancur Batu, Namorambe, Deli Tua, Batang Kuis, Tanjung Morawa, Patumbak, Lubuk Pakam, Beringin, Pagar Merbau, dan Galang) dengan jumlah desa sebanyak 197 desa/kelurahan.Potensi Utama adalah: Pertanian Pangan, Perkebunan Besar, Perkebunan Rakyat, Peternakan, Industri, Perdagangan, dan Perikanan Darat.

Dataran Pegunungan

± 111.970 Ha (44.90%) terdiri dari 7 kecamatan (Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru, STMHilir, STM Hulu, Gunung Meriah, Bangun Purba) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa. Potensi Utama adalah: Pertanian Rakyat, Perkebunan, dan Peternakan.

Sesuai dengan perbedaan geografis, topografis dan ketinggian dari permukaan laut maka iklim daerah ini juga bervariasi yaitu iklim sub tropis dan iklim peralihan antara sub tropis dan tropis.


(60)

Ketinggian 0 – 500 meter dari permukaan laut, Kabupaten Deli Serdang beriklim peralihan antara sub tropis dan tropis, sedangkan ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut beriklim sub tropis.

Curah hujan rata-rata pertahun 1.936,3 mm, pada umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober, Nopember dan Desember. Angin yang bertiup melalui daerah ini juga berbeda yakni angin laut dan angin pegunungan dengan kecepatan 0,68 meter/detik, sedangkan temperatur rata-rata 26,7 dan kelembaban 84%.

4.1.4. Ragam Penduduk dan Budaya Kabupaten Deli Serdang

Penduduk Kabupaten Deli Serdang terdiri dari berbagai suku bangsa antara lain: Melayu, Karo, Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Minangkabau dan lain-lain yang pada umumnya memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Akibat pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua wilayah pemerintahan, sudah tentu mengalami perubahan kepada pengurangan jumlah penduduk. Jumlah Penduduk yang bermukim di daerah ini sampai dengan tahun 2009 sebanyak 1.686.366 Jiwa dengan kepadatan rata-rata 675 jiwa/km2 dengan penduduk terpadat di Kecamatan Deli Tua yaitu 6.057 jiwa/km2 dan penduduk terendah/jarang di Kecamatan Gunung Meriah 33 jiwa/km2

Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas merupakan modal pelaksanaan pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun jumlah penduduk yang besar apabila tidak diupayakan pengembangan kualitasnya dapat merupakan beban bagi pembangunan dan justru dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh masyarakat.


(61)

Dampak pembangunan terhadap dinamika kependudukan antara lain dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas penduduk yang diindikasikan dari pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, angka ketergantungan umur, median umur, rata-rata anak lahir hidup/rata-rata masih hidup dan angka migrasi, umur perkawinan pertama, pendidikan, dan ketenagakerjaan.

4.1.5. Visi dan Misi Kabupaten Deli Serdang

Dalam upaya lebih memberikan arah pembangunan yang dicita-citakan di Kabupaten Deli Serdang, Visi Pembangunan yang ditetapkan pada periode 2009-2014 adalah: “Deli Serdang yang maju dengan masyarakatnya yang religius, sejahtera, bersatu dalam kebhinnekaan melalui pemerataan pembangunan, pemanfaatan sumber daya yang adil, dan penegakan hukum yang ditopang oleh tata pemerintahan yang baik”.

Untuk mencapai Visi Pembangunan Deli Serdang tersebut, disusun 4 (empat) Misi Pembangunan yang harus di emban yaitu:

1. Mendorong pembangunan yang menjamin pemerataan yang seluas-luasnya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang maju, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan yang berwawasan lingkungan, serta didukung oleh kondisi yang kondusif.

2. Mendorong pembangunan akhlaq mulia generasi muda, saling menghormati, rukun dan damai, tidak diskriminatif, mengabdi pada kepentingan masyarakat luas, dan menghormati hak azasi manusia.


(62)

3. Mendorong pembangunan yang merata, pemanfaatan sumber daya yang adil guna mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat, rasa aman dan damai, mampu menampung aspirasi masyarakat yang dinamis, menegakkan persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan dengan ditopang oleh tata pemerintahan yang baik. 4. Mendorong tercapainya supremasi hukum dan masyarakat yang taat hukum,

menghilangkan praktek diskriminasi hukum, mendorong pembangunan sistem yang akuntabel, transparan, profesional, dan mampu menjalankan fungsinya sebagai fasilitator bagi semua stakeholdernya.

4.2. Karakteristik Responden

Masyarakat yang menjadi responden penelitian adalah masyarakat yang berda di daerah perbatasan penelitian yang diteliti yaitu pada desa-desa di Kecamatan Deli Serdang yang berbatasan dengan Kota Medan, berasal dari latar belakang sosial ekonomi, umur dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda.

4.2.1. Umur

Responden penelitian umurnya sekitar 25 tahun sampai dengan lebih dari 50 tahun seperti tertera pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Komposisi Umur Responden

No Umur (Tahun) Masyarakat yang Berinteraksi Masyarakat yang tidak Berinteraksi Jumlah (Orang) Persentase Jumlah

(Orang)

Persentase

1. 25-30 15 18,75 17 21,25

2. 31-35 18 22,50 14 17,50


(63)

4. 41-45 14 17,50 12 15,00

5. 46-50 5 6,25 11 13,75

6. > 50 4 5,00 9 11,25

Jumlah 80 100 80 100

Sumber: Hasil Analisis, (2011)

Distrubisi umur responden masyarakat yang berinteraksi yang paling besar terdapat pada umur antara 36-40 tahun sebanyak 24 responden (30%), yang diikuti dengan umur antara 31-35 tahun sebanyak 18 responden (22,50%), umur antara 25-30 tahun sebanyak 15 responden (18,75%) dan umur antara 41-45 tahun sebanyak 14 responden (17,50%). Sedangkan umur antara 46-50 tahun dan lebih besar dari 50 tahun masing 5 responden (6,25%) dan 4 responden (5,00%).

Distrubisi umur responden masyarakat yang tidak berinteraksi yang paling besar terdapat pada umur antara 25-30 tahun dan 36-40 tahun sebanyak masing-masing 17 responden (21,25%). Sedangkan umur antara 46-50 tahun dan lebih besar dari 50 tahun masing 11 responden (13,75%) dan 9 responden (11,25%). Hal ini menunjukkan umur responden masyarakat yang tidak berinteraksi antara 46-50 tahun dan > 50 tahun lebih banyak dibanding masyarakat yang berinteraksi.

Beragamnya umur responden menunjukkan bahwa yang menjadi responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dan berbagai tingkatan, serta menggambarkan bahwa interaksi desa kota melibatkan berbagai tingkatan umur.

4.2.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden penelitian umumnya adalah pendidikan Sekolah Dasar, namun juga dijumpai D1/D3 seperti tertera pada Tabel 4.3.


(64)

No Pendidikan Masyarakat yang Berinteraksi

Masyarakat yang tidak Berinteraksi

Jumlah (orang)

Persentase Jumlah (Orang)

Persentase

1. SD 3 3,75 10 12,50

2. SMP 14 17,50 11 13,75

3. SMA 53 66,25 49 61,25

4. D1/D3 10 12,50 10 12,50

Jumlah 80 100 80 100

Sumber: Hasil Analisis (2011)

Distrubisi responden masyarakat yang melakukan interaksi berdasarkan kategori tingkat pendidikan adalah sangat beragam mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Diploma (D1/D3). Pendidikan responden yang paling dominan adalah pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 53 responden (66,25%), namun perlu dicermati juga didapati responden dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3 responden (3,75%).

Distribusi responden masyarakat yang tidak melakukan interaksi berdasarkan kategori tingkat pendidikan menunjukkan yang paling dominan tetap pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 49 responden (61,25%). Namun pendidikan Sekolah Dasar menunjukkan lebih besar dibanding masyarakat yang tidak melakukan interaksi sebanyak 10 responden (12,50%).

Beragamnya tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa yang menjadi responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dan berbagai tingkatan pendidikan, serta menggambarkan bahwa interaksi desa kota melibatkan berbagai tingkatan pendidikan.


(1)

Lampiran 7. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat Desa Kampung Lalang Kecamatan Sunggal

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Melakukan Interaksi 1340000.0000 10 362705.88023 114697.67023

Tidak Melakukan

Interaksi 1065000.0000 10 282891.81285 89458.24600

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Melakukan Interaksi - Tidak Melakukan Interaksi

275000.00000 452922.60806 143226.70452 -49001.31554 599001.31554 1.920 9 .087


(2)

Lampiran 8. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat Desa Klambir Kecamatan Hamparan Perak

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Melakukan Interaksi 1680000.0000 10 359165.69992 113578.16692

Tidak Melakukan

Interaksi 1315000.0000 10 216088.97344 68333.33333

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Melakukan Interaksi - Tidak Melakukan Interaksi

365000.00000 300970.65195 95175.27690 149698.56564 580301.43436 3.835 9 .004


(3)

Lampiran 9. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat Desa Bangun Sari Kecamatan Tanjung Morawa

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Melakukan Interaksi 1140000.0000 10 382825.75090 121060.13198

Tidak Melakukan

Interaksi 892500.0000 10 197220.26603 62366.52414

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Melakukan Interaksi - Tidak Melakukan Interaksi

247500.00000 323704.68366 102364.40896 15935.61905 479064.38095 2.418 9 .039


(4)

Lampiran 10. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Melakukan Interaksi 950000.0000 10 129099.44487 40824.82905

Tidak Melakukan

Interaksi 880000.0000 10 88034.08431 27838.82181

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Melakukan Interaksi - Tidak Melakukan Interaksi

70000.00000 177873.23826 56248.45677 -57242.84938 197242.84938 1.244 9 .245


(5)

Lampiran 11. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat Desa Simalingkar A Kecamatan Pancur Batu

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Melakukan Interaksi 1057500.0000 10 233348.21381 73791.18436

Tidak Melakukan

Interaksi 912500.0000 10 135015.43122 42695.62819

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Melakukan Interaksi - Tidak Melakukan Interaksi

145000.00000 163639.16945 51747.24899 27939.59005 262060.40995 2.802 9 .021


(6)

Lampiran 12. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat Desa Marindal Satu Kecamatan Patumbak

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Melakukan Interaksi 1130000.0000 10 323135.67842 102184.47371

Tidak Melakukan

Interaksi 1050000.0000 10 296975.49469 93911.89725

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Melakukan Interaksi - Tidak Melakukan Interaksi

80000.00000 260554.96328 82394.71396 -106389.79237 266389.79237 .971 9 .357

78