46 sehingga selain korban langsung masih terdapat kemungkinan jatuhnya korban tak
langsung sebagai akibat dari radiasi nuklir. Ditemukannya senjata nuklir, merupakan hal negatif yang patut disyukuri.
Efek destruktif yang masif dan berkelanjutan, serta skala kehancuran yang sangat luas menyebabkan senjata nuklir menjadi salah satu faktor pemicu perubahan pola
peperangan antar-negara
127
. Bagi negara yang memiliki senjata nuklir, efek deterens akan bekerja dengan cukup efektif untuk mempermudah jalan mereka dalam
mewujudkan kepentingan nasional. Dan efek deterens inilah yang sebenarnya bermain sebagai landasan stabilitas sistem internasional pada masa Perang Dingin.
2.2.3. Pembauran Studi Keamanan Dengan Studi Strategis Security Studies as
Strategic Studies
State-sentrisme, anarkisme sistem internasional, dan peran negara sebagai pencari-kekuatan dan keamanan ontologi realisme, dipertemukan dengan konteks
Perang Dingin yang sangat kondusif bagi terbentuknya sistem internasional yang militeristik. Ancaman terbesar dan terkonkrit yang ada pada masa Perang Dingin
adalah ancaman perang nuklir. Stabilitas sistem internasional pada masa itu sangat tergantung kepada kalkulasi strategis keseimbangan kekuatan aliansi dan jumlah
keanggotaan di dalamnya. Perhatian dan fokus kebijakan sebagian besar negara di dunia terserap habis untuk menjaga perimbangan kekuatan. Pun demikian, fokus
kebijakan luar negri kedua negara superpower dituangkan dalam bentuk persaingan ekspansi ideologis dan rekruitmen negara-negara subordinat.
Negara, merupakan entitas terkuat yang dapat melindungi individu pada masa Perang Dingin, karena negara adalah satu-satunya entitas yang mampu dan
dimungkinkan untuk memiliki kapabilitas represif, yaitu armada militer, dan karena
127
John J. Mearsheimer, op. cit., hal. 48
47 ancaman terkonkrit yang muncul pada waktu itu adalah ancaman yang bersifat
militeristik. Kapabilitas negara dan jenis ancaman yang muncul, memperkuat aroma militeristik di dalam tubuh studi keamanan. Sedangkan, anarkisme sistem
internasional menjadi klaim utama bagi negara untuk menolak adanya interdependensi keamanan antar-negara dan adanya probabilitas kerjasama di antara
mereka. Pada titik inilah, studi keamanan tradisional studi keamanan masa Perang
Dingin ter-reduksi menjadi studi strategis. Apa perbedaan di antara studi keamanan dan studi strategis? Dalam konteks apa keduanya saling berkaitan? Dan apa
konsekuensi peleburan batas antara studi keamanan dan studi strategis dalam Ilmu Hubungan Internasional?
Secara definitif, studi keamanan merupakan studi tentang upaya stabilisasi relasi antar-unit yang bersifat konfliktual atau saling mengancam, di mana upaya
stabilisasi tersebut seringkali harus melibatkan mobilisasi oleh negara
128
. Di sisi lain, studi strategis merupakan kajian tentang upaya-upaya militeristik dalam mewujudkan
dan menjaga stabilitas sistem internasional
129
. Studi keamanan tentunya memiliki definisi yang lebih luas daripada studi
strategis, karena relasi yang bersifat konfliktual dan saling mengancam tidak hanya dapat terjadi dalam konteks relasi antar-negara, melainkan dalam relasi negara-
individu, negara dengan negara, sekelompok negara dengan kelompok negara lainnya antar-kawasan, atau negara dengan rezim internasional
130
. Sedangkan studi strategis hanya mencakup upaya stabilisasi relasi konfliktual dan saling mengancam antar-
negara, karena domain kapabilitas militeristik merupakan wilayah kajian yang secara hampir eksklusif dimiliki oleh negara
131
.
128
Barry Buzan, Ole Waever dan Jaap de Wilde, op. cit., hal. 4
129
Barry Buzan, op. cit., hal. 11
130
Ibid.
131
Ibid.
48 Peleburan studi keamanan dengan studi strategis pada masa Perang Dingin
secara langsung telah mempengaruhi obyek kajian studi keamanan itu sendiri, dan membatasi perdebatannya hanya dalam lingkup strategi militer. Studi keamanan
bersifat sangat praktis, dan menjalankan peran preskriptif bagi pembentukan kebijakan luar negri negara-negara, terutama di bidang power politics. Isyu-isyu non-
militer seperti krisis ekonomi dan degradasi lingkungan sama sekali tidak mendapat tempat di dalam studi keamanan masa Perang Dingin.
Dari perspektif ini, studi keamanan merupakan ’pihak yang dirugikan’ karena reduksi tersebut berbuah stagnasi yang cukup menyesakkan dalam ruang-ruang isyu
dan kajian keamanan
132
. Sebaliknya, dari sudut pandang yang sedikit berbeda, reduksi studi keamanan ke dalam ranah kajian strategis selama Perang Dingin berlangsung,
merupakan hal yang wajar untuk terjadi. Eksplanasinya terletak pada konsep ’keamanan’ the nature of security itu
sendiri. ‘Keamanan’ akan terwujud jika ‘ancaman’ telah berhasil diakhiri paling tidak, di-minimalisir, maka eksistensi ‘ancaman’ adalah sama pentingnya dengan
harapan akan terwujudnya ‘keamanan’. Dengan kata lain, ancaman yang dipandang paling konkrit akan mendominasi kajian keamanan pada saat itu.
Pada masa Perang Dingin, ancaman militeristik merupakan hal yang nyata. Tak ada satupun negara yang melepaskan perhatiannya dari dinamika intensitas
konflik Blok Barat dan Blok Timur. Walaupun efek deterens turut bermain, namun rendahnya kerjasama di antara kedua kubu yang bertikai membuat probabilitas
serangan nuklir masih terbuka lebar. Dengan demikian, wajar jika konsentrasi kajian keamanan terserap pada ranah militeristik, bukan karena leburnya garis perbedaan
antara studi keamanan dan studi strategis, melainkan lebih karena konteks Perang Dingin memang mendukung eksistensi ancaman militeristik di atas ancaman
keamanan dari sektor lainnya sosietal, ekonomi, dll.
132
Ibid.
49
2.3. Karakteristik Hubungan Internasional Pasca-Perang Dingin Post-Cold War