Peningkatan Densitas Relasional dan Interdependensi Antar-Negara

53 meraih kedaulatannya sekaligus mengalihkan perhatian dunia dari politik stratetegis antar-negara yang menjadi fokus perhatian masa Perang Dingin 141 . Ketiga ancaman non-tradisional ini merepresentasikan tiga problematika usang yang sebenarnya telah muncul sebelum atau semasa Perang Dingin berlangsung. Sayangnya, fokus militeristik dan teror perang nuklir yang begitu terasa nyata telah menutup eksistensi ketiganya dari perhatian dunia dan kebijakan negara- negara. Sehingga, berakhirnya Perang Dingin dengan sendirinya menggeser fokus perhatian dunia dari dinamika intensitas konflik antar-superpower dan mengalihkannya pada eksistensi ketiga ancaman non-tradisional tersebut 142 .

2.3.2. Peningkatan Densitas Relasional dan Interdependensi Antar-Negara

Raising Density Deeper Interdependence Jika pada masa Perang Dingin konsepsi self-help system dipahami sebagai individualisme negara, dan kerjasama hanya mungkin untuk diwujudkan dalam bentuk aliansi temporer. Maka, setelah Perang Dingin berakhir dilema aksi kolektif mulai dapat dikurangi dalam relasi antar-negara. Perkembangan ini terutama dipicu oleh longgarnya ikatan aliansi di dalam keanggotaan masing-masing Blok yang bertikai. Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet terpecah-belah secara total, sementara NATO – sebagai representasi aliansi Blok Barat – telah kehilangan sebagian besar relevansi dan legitimasi fungsional-nya, seiring dengan runtuhnya Pakta Warsawa. Fokus pertumbuhan ekonomi yang menjadi salah satu prioritas utama kebijakan nasional negara-negara pada masa pasca-Perang Dingin juga turut memperkuat kecenderungan kerjasama antar-negara. Manfaat kerjasama ekonomi 141 Ibid. 142 Ibid. 54 melalui liberalisasi dagang, serta spesialisasi komoditas perdagangan masing-masing negara yang semakin rigid, membuat kerjasama ekonomi tak lagi bisa dihindari oleh negara. Resiko kerentanan perekonomian domestik memang masih membayangi langkah negara untuk membuka diri terhadap perdagangan internasional, namun resiko tersebut tak lagi dirasa sepadan dengan kerugian yang akan mereka dapatkan jika mereka menjalankan kebijakan isolasionis 143 . Moda transportasi dan teknologi yang mengalami perkembangan cukup pesat, menjadi faktor pemicu berikutnya yang memperkuat pembentukan jejaring interdependensi antar-negara. Munculnya media teknologi canggih juga mendorong kelahiran varian bisnis alternatif yang tak hanya memperdagangkan komoditi barang, melainkan juga jasa dan keuangan. Dengan demikian, arus relasi perdagangan telah membentang di berbagai lini, mulai dari lini manufaktur, sumber daya manusia, sampai lini finansial. Peningkatan densitas relasional antar-negara ini semakin memperkuat intrusi ancaman non-tradisional ke dalam wilayah teritorial negara. Interdependensi perdagangan membuka celah kerentanan baru di sektor militer, ekonomi, politik, dan sosietal. Pun demikian dengan terbangunnya relasi transnasional yang diindikasikan dengan banyaknya pergerakan sosial new social movements di berbagai negara. Penemuan ruang-ruang komunikasi baru di dunia maya memungkinkan penduduk di suatu negara untuk mengkonsolidasikan gerakannya dengan penduduk di negara lain, yang pada gilirannya akan menjadi benih pergerakan global menyangkut isyu-isyu tertentu. Intinya, densitas relasional dan interdependensi antar-negara akan menyebabkan penguatan pengaruh sebuah peristiwa yang terjadi pada satu bagian dunia, terhadap bagian dunia lainnya 144 . Bentang alam dan jarak geografis tidak lagi 143 Barry Buzan, Ole Waever dan Jaap de Wilde, op. cit., hal. 95 144 Barry Buzan, op. cit., hal. 151 55 relevan sebagai hambatan komunikasi antar-negara. Namun, demikian, fenomena ini tidak membawa perubahan yang mendasar bagi relevansi ontologi realisme dalam konteks hubungan internasional. Negara masih merupakan aktor primer dalam dinamika internasional. Pemerintahan dunia juga masih belum bisa terwujud hanya dengan tumbuhnya gerakan-gerakan transnasional. Bahkan, sebaliknya, negara- negara mulai memperlihatkan pola adaptasi yang berkelanjutan sebagai respon terhadap perubahan konteks hubungan internasional 145 .

2.3.3. Kepedulian Terhadap Dimensi Norma, Nilai, dan Identitas Norms, Values,