Latar Belakang PERBEDAAN MUTU PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN SECARA NARATIF DAN CHECKLIST DI RSUD NGUDI WALUYO WLINGI DAN RS WAVA HUSADA KEPANJEN

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan demokrasi di Indonesia dapat ditandai dengan adanya kebebasan dalam menyampaikan pendapat bagi warga negaranya, termasuk dalam masalah pelayanan kesehatan. Apabila masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak baik dan bermutu maka masyarakat akan menuntut pada pemberi pelayanan kesehatan. Kondisi keterbukaan tersebut sepertinya belum didukung oleh adanya sistem pendukung dalam kesiapan pelayanan kesehatan, salah satunya dalam memenuhi ketersediaan dokumentasi yang lengkap di pelayanan kesehatan, khususnya di rumah sakit. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia belum secara luas dimanfaatkan dengan baik khususnya di pelayanan rumah sakit, terutama pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan sendiri merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi kualitas pelayanan suatu rumah sakit. Pelayanan keperawatan sangat mendominasi diantara tenaga kesehatan lain, fakta tersebut terbukti dengan jumlah perawat di rumah sakit mencapai 60- 70 dari seluruh sumber daya manusia di rumah sakit Linggardini, 2010:47. Bentuk pelayanan maupun tindakan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan pada format yang disediakan rumah sakit berdasarkan kewenangan dan tanggung jawabnya. Ini perlu dikembangkan sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, proses dan prosedur, registrasi dan legislasi keperawatan. 2 Dokumentasi keperawatan merupakan bagian yang penting dari dokumentasi klinis. Hal ini dikarenakan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang berguna untuk kepentingan pasien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis sesuai dengan tanggung jawab perawat Nursalam, 2002:153. Dalam praktiknya bentuk pendokumentasian asuhan keperawatan masih banyak yang dilakukan secara manual terutama dengan teknik naratif. Teknik naratif sering digunakan karena formatnya yang sederhana, namun perawat diharuskan mencatat seluruh asuhan yang diberikan, sehingga menimbulkan redudansi data dan membutuhkan waktu penulisan yang lama Suarni, 2013:2. Lamanya waktu untuk mendokumentasikan asuhan secara naratif akan meningkatkan beban kerja perawat yang dapat berdampak pada mutu dokumentasi yang dibuat. Mutu dokumentasi yang tidak memenuhi lima dimensi mutu, tentu akan merugikan klien dan mempengaruhi mutu pelayanan secara keseluruhan di rumah sakit tersebut Sanjoyo, 2009:7. Dengan adanya perkembangan jaman maka sangat dimungkinkan bagi perawat untuk memiliki sistem pendokumentasian asuhan yang lebih mudah dipahami dan menghemat waktu sehingga dokumentasi asuhan keperawatan yang dihasilkan lebih berkualitas. Salah satu bentuk perkembangan dalam pendokumentasian keperawatan adalah dengan menggunakan checklist. Teknik asuhan keperawatan dengan checklist memiliki format pengisian yang berbeda dengan teknik naratif. Dengan format pengisian yang lebih mudah tersebut maka asuhan keperawatan dengan checklist ini diharapkan akan membantu meningkatkan dokumentasi keperawatan yang lebih berkualitas sesuai tujuan pendokumentasian itu sendiri Amiruddin, 2011. 3 Teknik dokumentasi naratif merupakan pencatatan tradisional dan dapat bertahan paling lama serta merupakan sistem pencatatan yang fleksibel. Karena suatu catatan naratif dibentuk oleh sumber asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai dokumentasi berorientasi pada sumber. Sumber atau asal dokumentasi dapat di peroleh dari siapa saja, atau dari petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap narasumber memberikan hasil observasinya, menggambarkan aktifitas dan evaluasinya yang unik. Teknik ini memberi kebebasan kepada perawat untuk mencatat menurut gaya yang disukainya, dan format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah, kejadian perubahan, intervensi, reaksi pasien dan outcomes Amiruddin, 2011. Teknik naratif cenderung menjadi kumpulan data yang terputus-putus sehingga diperlukan waktu yang banyak untuk meninjau catatan dari seluruh sumber untuk mengetahui gambaran klinis pasien secara menyeluruh Hariyati, 2011. Teknik dokumentasi secara checklist adalah suatu format pengkajian yang sudah dibuat dengan pertimbangan dari standar dokumentasi keperawatan sehingga memudahkan perawat untuk mengisi dokumentasi keperawatan, karena hanya tinggal mengisi item yang sesuai dengan keadaan pasien dengan mencentang. Jika harus mengisi angka itupun sangat ringkas misal pada data vital sign. Keuntungan dari teknik checklist selain kemudahan pengisian juga adanya alur yang tinggal mengisikan dan data tidak terputus-putus sehingga mudah mencari informasi per item pengkajian dan catatatan lain. Adanya alur tersebut membuat teknik ini tidak dapat menjabarkan pengkajian sesuai yang kita inginkan Amiruddin, 2011. Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan 4 juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh persentase kelengkapan dokumentasi keperawatan yang secara rata-rata hanya 57,5, angka ini kurang dari standar yang ditetapkan Depkes RI tentang pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan yaitu 75 Suarni, 2013. Apabila ini tidak ditangani dengan tepat maka dapat menimbulkan potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pada khususnya. Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang benar maka pelayanan yang diberikan kepada klien akan cenderung kurang baik, dan dapat merugikan klien Hariyati, 2011. Menurut Zakiyah 2011:3 praktek pendokumentasian asuhan keperawatan yang ada belum sesuai dengan standar. Adanya ketidaklengkapan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan pendokumentasian asuhan keperawatan yang antara lain 1 mengidentifikasi status kesehatan pasien dalam rangka mencatat kebutuhan pasien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan, 2 untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika. Fenomena ini juga dialami peneliti dalam hasil studi pendahuluan pada tanggal 14 April 2014 di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dan diperoleh kesimpulan dari 80 perawat di ruangan bougenvile mengatakan pendokumentasian asuhan keperawatan secara naratif memiliki banyak kendala yaitu: tulisan sulit dibaca, keterbatasan waktu hanya untuk menulis terbuang sia-sia, banyak item yang belum terisi karena perawat tergesa-gesa menulis asuhan keperawatan karena perawat menganggap tidak penting, dan kriteria hasil tidak sesuai karena perawat medeskripsikan bermacam-macam argumennya. Pada studi pendahuluan tentang pengaplikasian asuhan keperawatan secara checklist yang dilakukan di RS Wava 5 Husada ruang Irna-D tanggal 6 November 2014 diperoleh hasil bahwa asuhan keperawatan secara checklist memiliki kemudahan dalam pengisian sehingga waktu yang digunakan lebih efisien, memudahkan perawat lain untuk mengartikan dan mengevaluasi tindakan yang diberikan kepada pasien, sedangkan kendalanya yaitu memerlukan banyak kertas, terdapat item penting yang tidak terisi akibat kelalaian perawat dan item yang disediakan tidak lengkap. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: Perbedaan Mutu Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Berbasis Checklist dan Naratif.

1.2 Rumusan Masalah