Masa Pendidikan KH. Muhammad Syafi’i Hadzami

B. Masa Pendidikan KH. Muhammad Syafi’i Hadzami

Sejak kecil Muallim Syafi’i dikenal sangat gigih dalam menuntut ilmu. Kegigihan ini terus berlanjut dan tak pernah hilang dalam perjalanan hidupnya. Pada usia sekitar 4 tahun ia telah mulai belajar Al-Qur’an beserta tajwidnya dan dasar- dasar ilmu agama pada kakeknya sendiri. Tahun demi tahun dijalaninya hal itu dengan tekun. Kegiatan ini terus berlanjut sampai kakeknya itu wafat, yaitu tidak lama setelah Muallim Syafi’i lulus sekolah di HEI Hollandche Engels Instituut. Hollandche Engels Instituut ini setara dengan Sekolah Dasar. Muallim Syafi’I bersekolah disitu sejak tahun 1936 sampai tahun 1942. Letak sekolah ini adalah di Jalan Ketapang sekarang. Bahasa Belanda dan bahasa Inggris diajarkan di sini, tetapi yang pokok adalah bahasa Inggris. Belajar bahasa Inggris pun pengantarnya tetap bahasa Belanda. 17 Berbeda dengan perjalanan kebanyakan ulama-ulama terkemuka lainnya, Muallim Syafi’i tidak pernah menempuh pendidikan agama di pondok pesantren atau madrasah, apalagi belajar di Timur Tengah. 18 Namun kemantapan hatinya, ketekunannya, dan kekerasan usahanya, yang di dukung dengan kesungguhan ibadahnya, akhlaqnya, dan kecerdasan otaknya, telah mengantarnya meraih keberhasilan yang patut di banggakan. Dengan cara-cara yang tidak biasa, ia dapat memperoleh penguasaan ilmu sebagaimana yang diraih para ulama besar yang 17 Ibid, h. 15- 20 18 Muhammad Irfan Agustian, Murid KH. Muhammad Syafi’i Hadzami, wawancara pribadi, Bekasi, Tanggal 29 Mei 2009 bertahun-tahun –mungkin puluhan tahun- menempuh pendidikan di pondok pesantren atau di Timur Tengah. Anugrah Allah, Ia berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Setelah sebelumnya Muallim giat belajar dengan kakeknya, maka ketika sekolah dasar telah diselesaikannya pada tahun 1942, ia mulai “mengejar” guru-guru untuk belajar kitab-kitab. Guru-guru yang didatanginya selama bertahun-tahun lebih dari 10 orang. Sejak tahun 1935 awal belajar pada kakek Husin sampai dengan tahun 1976 saat wafatnya Habib Ali bin Husein al-Aththas, Bungur, Jakarta Pusat ia tak pernah putus berguru pada para ulama. Jadi selama 41 tahun ia terus mendatangi guru-gurunya untuk menimba ilmu. Sungguh, suatu rentang waktu yang tidak pendek, tidak banyak orang yang mau berguru dengan mendatangi para ulama dalam waktu yang sepanjang itu. Diantara guru-guru Muallim Syafi’i adalah : 1. K.H. Sa’idan Muallim Syafi’i mengaji kepada Pada gurunya ini, di antaranya ia belajar ilmu tajwid, ilmu nahwu dengan kitab pegangan Mulhatul- I’rab, dan ilmu fiqh dengan pegangan kitab ats-Tsimarul-Yani’iah yang merupakan syarah atas kitab ar-Riyadhul-Badi’ah. 19 2. Habib Ali bin Husein al-Aththas, Bungur Salah satu guru utama Muallim Syafi’i adalah Habib Ali bin Husein al-Aththas yang terkenal dengan sebutan Habib Ali Bungur. 19 Ibid, h. 41-42 Banyak kitab-kitab yang dipelajari olehnya, hingga pada suatu ketika Habib Ali melantunkan sebuah syair yang ditujukan kepada muridnya ini: R Sﻡ :T TRT SMS RSﺱ S0U SS T ?TR Sﺕ S RیS,U ?TVSSﺕSS, TWX,S T Siapa yang dapat menunjukkan kepadaku seperti perjalananmu yang dimudahkan. Engkau berjalan perlahan-perlahan, tetapi engkau sampai terlebih dahulu. 20 Syair tersebut dituturkan oleh Habib Ali di hadapan beberapa teman mengaji Muallim setelah beliau mengetahui bahwa kumpulan fatwa Muallim Syafi’I di Radio Cendrawasih telah diterbitkan. 3. Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Muallim Syafi’i juga rajin mengikuti pengajian umum yang diasuh oleh Habib Ali al-Habsyi Kwitang.. Menurutnya, banyak pelajaran yang didapatnya dari majelis Habib Ali Kwitang. Suatu ketika sekitar tahun 1960 Muallim meminta rekomendasi kepada beliau atas karangannya yang berjudul al-Hujaj al-Bayyinah argumentasi-argumentasi yang jelas. 4. K.H. Mahmud Romli Guru Mahmud Romli adalah seorang ulama Betawi abad 19. Ia dilahirkan di daerah Menteng. Ia seorang ulama yang memiliki pengaruh besar di masanya, kitab-kitab yang dipelajarinya pada Guru Mahmud 20 SyafiI Hadzami, 100 Masalah Agama Jilid 1, Kudus, Menara Kudus, 1982, h.3 Romli di antaranya adalah Ihya’ Ulumudin tashawuf dan Bujairimi fiqh. Biasanya yang membaca kitab adalah Guru Mahmud sendiri. 5. K. H. Ya’kub Saidi K. H. Ya’kub Saidi yang biasa di panggil guru Ya’kub, beliau juga keluaran Makkah. Banyak kitab yang telah dibacanya sampai khatam, terutama kitab-kitab dalam ilmu Ushulddin dan Manthiq. Di antara kitab- kitab yang di khatamkan padanya adalah Idhah al-Mubham, Darwis Quwasyini, dan lain-lain. 21 6. K. H. Muhammad Ali Hanafiyyah Kitab yang dipelajari Muallim pada kakeknya ini adalah kitab kafrawi, Mulhatul I’rab, dan Asymawi dalam ilmu nahwu. Kakek Muallim ini memang menyenangi ilmu-ilmu alat. 7. K. H. Mukhtar Muhammad Selama lebih kurang 5 tahub yaitu sejak tahun 1953 sampai tahun 1958, Muallim belajar kepada K. H. Mukhtar Muhammad di kebon sirih. Beliau ini masih terhitung mertuanya sendiri dan juga murid dari guru Ya’kub. Kitab yang dibaca Muallim ketika mengaji padanya adalah kitab kafrawi dalam ilmu Nahwu. 8. K. H. Muhammad Sholeh Mushonnif Ia termasuk murid dari Guru Marzuki, Cipinang Muara. Ilmu yang banyak dipelajari Muallim darinya adalah ilmu ushuluddin. 21 Ali Yahya, Sumur Yang Tak Pernah Kering, h. 46-47 9. K. H. Zahruddin Utsman K. H. Zahruddin utsman adalah seorang alim dan hafizul Qur’an yang berasal dari jambi. Muallim menganggapnya sebagai gurunya karena ia mendapatkan ijazah darinya, yaitu ijazah kitab al-hikam. Muallim sendiri yang meminta untuk diberikan ijazah. Menurut Muallim, K. H. Zahruddin Utsman adalah seorang sufi yang bersikap zuhud terhadap dunia. 22 10. Syekh Yasin bin Isa al-Fadani . Dari beliau Muallim banyak mendapatkan ijazah. Ketika menunaikan ibadah haji yang pertama pada tahun 1966, Muallim telah datang mengunjunginya. Diwaktu-waktu berikutnya setiap kali pergi ke tanah suci, Muallim selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke tempat beliau. 11. K. H. Muhammad Toha Agar memiliki sanad dari Syekh Mukhtar Atharid Natanegara, seorang alim besar yang mengajar di Mekkah, maka Muallim menganmbilnya dari Kyai Haji Muhammad Thoha yang bertemu langsung di Mekkah dengan Syekh Ahyad, murid terkemuka dari Syekh Mukhtar Atharid. Karena mengambil sanad dari Haji Muhammad Thoha, maka 22 Ibid, h. 48- 49 kepada murid-muridnya ia sering menyebut Haji Muhammad Thoha sebagai gurunnya. Bahkan dalam isnad-nya,. 23

C. Karya-Karya K.H. Muhammad Syafi’I Hadzami