Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli Serdang.

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI

Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara

SKRIPSI

OLEH :

IRENE S.G.SINUHAJI 060304052 / AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI

Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara

SKRIPSI OLEH:

IRENE S.G.SINUHAJI 060304052/AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Diketahui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Ir. Luhut Sihombing, MP) (Ir. M.Roem S, MSi)

DEPERTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

RINGKASAN

IRENE SONIA GRESIA SINUHAJI (060304052/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli Serdang”. Penelitian ini dibimbing

oleh Ir.Luhut Sihombing, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir.H.M.Roem S, MSi sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010.

Penelitian bertujuan untuk menghitung rata-rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim, mengetahui perkembangan nilai tukar petani di Prov.Sumatera Utara pada tahun 2004-2008, dan mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani. Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli Serdang dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi dan dapat dijangkau oleh peneliti.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling dengan menggunakan rumus slovin. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani dianalisis dengan metode pembangunan model penduga regresi linear berganda Rata- rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim serta perkembangan nilai tukar petani di Prov.Sumatera Utara diperoleh dari data primer.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan : faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani adalah produktivitas,luas lahan, biaya tenaga kerja, harga gabah,dan harga pupuk. Seluruh variabel kecuali variabel biaya

tenaga kerja tidak memenuhi kriteria persyaratan penerimaan hipotesis dimana t-hitung >t-tabel dan sig-p <sig –α (0,05).


(4)

RIWAYAT HIDUP

IRENE SONIA GRESIA SINUHAJI, lahir tanggal 17 February 1988 di

Medan, anak keempat dari empat bersaudara dari Ayahanda Prof.dr.Atan Baas Sinuhaji,SpA(K) dan Ibunda Alidasary Perangin-angin.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : Pada tahun 1994 masuk sekolah dasar di SD ST.Antonius 2 Medan dan tamat

tahun 2000. Tahun 2000 masuk sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP ST.Thomas 1 Medan dan tamat tahun 2003. Tahun 2003 masuk sekolah

menengah atas di SMA ST.Thomas 1 Medan dan tamat tahun 2006.

Pada tahun 2006 diterima di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB. Bulan Mei 2010 melaksanakan

penelitian skripsi di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Bulan Juli 2010 melaksanakan praktek kerja lapangan di Desa Pasir Tengah, Kecamatan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan skripsi dengan baik

Adapun judul dari skripsi ini adalah ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli Serdang”. Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

• Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan masukan yang berharga dalam menyelesaikan skripsi ini, serta mengajarkan saya untuk mencapai sebuah kesuksesan harus melewati beberapa proses.

• Ir. H.M.Roem S, Msi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing serta memberikan masukan yang berharga dalam menyelesaikan skripsi ini.

• Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, FP- USU dan Dr. Ir. Satia Negara, M.Ec selaku Sekretaris Departemen Agribisnis, FP-USU yang telah memberikan kemudahan dalam hal perkuliahan.

• Para staf pengajar di Departemen Agribisnis Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.


(6)

• Seluruh pegawai di Departemen SEP, FP- USU khususnya Kak Lisbeth, Kak Yani dan Kak Runi yang memberikan kelancaran dalam hal administrasi.

• Para pegawai di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, khususnya Pak Ramiono dan Pak Hafiz yang telah banyak memberikan kemudahan

kepada penulis.

• Bapak Sugeng selaku Kepala Desa Sei Mencirim dan Pak Zulkheri Lubis selaku PPL di Desa Sei Mencirim yang banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.

• Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2006 Departemen Agribisnis, serta teman-teman saya khususnya Yuri Fauzi, Icha, Febi, Rusdiana, Dian Permana yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi serta memberikan motivasi.

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada orangtua saya yang tersayang yaitu Ayahanda Prof.dr.Atan Baas Sinuhaji,SpA(K) dan Ibunda Alidasary Perangin-angin yang tiada putus-putusnya mendoakan, memberikan semangat, dukungan, kekuatan, dan kasih sayang yang begitu besar sehingga membuat saya semakin semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Kepada kakak dan abang-abang yang sangat saya kasihi, Ermelinne Y.E.Sinuhaji, S.Sos, Andradessar M.Y.Sinuhaji, ST, dan dr. Arjuna G.T Sinuhaji. Terimakasih atas doa dan motivasi yang telah diberikan.

Tidak lupa juga buat keponakanku Azarea Kresna Gerlang Gemerlang yang selalu membuat hidup ini lebih berwarna.


(7)

Akhirnya penulis mengharapkan kiranya skirpsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan siapa saja yang membutuhkannya.

Medan, February 2011

Penulis

( Irene S.G.Sinuhaji )


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 7

2.1. Tinjauan Pustaka... 7

2.2. Landasan Teori ... 14

2.3. Kerangka Pemikiran ... 20

2.4. Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 24

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 25

3.4. Metode Analisis Data ... 25

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 29

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 32

4.1.Letak Geografi dan Luas Wilayah ... 32

4.2. Tata Guna Lahan ... 33

4.3. Keadaan Penduduk ... 33

4.4. Sarana dan Prasarana ... 36


(9)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1. Rata-Rata Nilai Tukar Petani ... 41

5.2. Perkembangan Nilai Tukar Petani di Sumatera Utara Selama 5 tahun Terakhir ... 48

5.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani. ... 72

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1. Kesimpulan... 77

6.2. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Distribusi penggunaan lahan tahun 2009... 33

2. Distribusi penduduk menurut jenis kelamin di Desa Sei Mencirim tahun 2009 ... 34

3. Distribusi penduduk menurut kelompok umur di Desa Sei Mencirim tahun 2009 ... 35

4. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian di Desa Sei Mencirim tahun 2009 ... 36

5. Sarana dan Prasarana di Desa Sei Mencirim tahun 2009 ... 37

6. Distribusi sampel menurut kelas umur ... 38

7. Distribusi sampel menurut kelas pendidikan ... 39

8. Distribusi sampel menurut kelas luas lahan ... 40

9. Hasil kalkulasi nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim ... 43

10 Nilai Tukar Petani Prov.Sumatera Utara menurut sektor dan kelompok Tahun 2004 ... 50

11 Nilai Tukar Petani Prov.Sumatera Utara menurut sektor dan kelompok Tahun 2005 ... 54

12 Nilai Tukar Petani Prov.Sumatera Utara menurut sektor dan kelompok Tahun 2006 ... 58

13 Nilai Tukar Petani Prov.Sumatera Utara menurut sektor dan kelompok Tahun 2007 ... 62

14 Nilai Tukar Petani Prov.Sumatera Utara menurut sektor dan kelompok Tahun 2008 ... 66

15. Rata-rata perkembangan NTP Sumatera Utara periode 2004 – 2008 ... 70


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1. Grafik Nilai Tukar Petani Provinsi Sumatera Utara ... 4 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 22 3 Grafik Perkembangan NTP Sumatera Utara 2004-2008 ... 71


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Master Data Hipotesis ... 80

2. Hasil Uji Hipotesis ... 81

3. Sarana dan Prasarana Desa Pada Tahun 2009 ... 82

4. Karakteristik Responden Petani di Daerah Penelitian ... 83


(13)

RINGKASAN

IRENE SONIA GRESIA SINUHAJI (060304052/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli Serdang”. Penelitian ini dibimbing

oleh Ir.Luhut Sihombing, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir.H.M.Roem S, MSi sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010.

Penelitian bertujuan untuk menghitung rata-rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim, mengetahui perkembangan nilai tukar petani di Prov.Sumatera Utara pada tahun 2004-2008, dan mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani. Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli Serdang dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi dan dapat dijangkau oleh peneliti.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling dengan menggunakan rumus slovin. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani dianalisis dengan metode pembangunan model penduga regresi linear berganda Rata- rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim serta perkembangan nilai tukar petani di Prov.Sumatera Utara diperoleh dari data primer.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan : faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani adalah produktivitas,luas lahan, biaya tenaga kerja, harga gabah,dan harga pupuk. Seluruh variabel kecuali variabel biaya

tenaga kerja tidak memenuhi kriteria persyaratan penerimaan hipotesis dimana t-hitung >t-tabel dan sig-p <sig –α (0,05).


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya hidup dari sektor pertanian, Indonesia selalu memprogramkan pembangunan pertanian yang hakekatnya bertujuan demi kesejahteraan masyarakat petani baik untuk mencukupi kebutuhan subsisten yang terasa semakin sulit maupun demi peningkatan kesejahteraan petani itu sendiri. Hal yang sama juga terjadi di Sumatera Utara dimana sektor pertanian masih memegang peranan penting. Indeks berantai produk domestik regional bruto sektor pertanian atas dasar harga konstan dari tahun 2000 sampai tahun 2006 mengalami pertumbuhan sebesar 0.05 persen. Hal yang sama juga terjadi pada kontribusi sektor pertanian yang juga mengalami peningkatan sebesar

0,29 persen bila dibandingkan kontribusi pada tahun 2007 ( Badan Pusat Statistik, 2008 ).

Sejak menurunnya perhatian pemerintah terhadap pertanian padi setelah dicapainya swasembada beras tahun 1984, kesejahteraan petani padi tampak semakin merosot. Hal ini tampak dari ketimpangan harga-harga yang diterima petani dari hasil penjualan produknya dengan harga-harga yang harus dibayar petani untuk keberlangsungan proses produksinya, yang lazim disebut Nilai Tukar Petani. Menurut data BPS, nilai tukar produk pertanian terhadap produk industri di Pulau Jawa dan beberapa propinsi diluar Jawa sejak tahun 1992 hingga


(15)

pertengahan 1993 cenderung menurun. Penurunan nilai tukar petani terjadi juga di Sumatera Utara ( Hendayana , 1995 ).

Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan Pemerintah Indonesia. Adapun hakikat sosial dari pembangunan itu sendiri adalah peningkatan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia. Mengingat bahwa dua pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, maka sangat diharapkan sektor pertanian ini dapat merupakan motor penggerak pertumbuhan yang mampu meningkatkan pendapatan para petani dan mampu mengentaskan kemiskinan. (Badan Pusat Statistik , 2008).

Untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan petani, salah satu alat bantu yang

digunakan adalah Nilai Tukar Petani ( NTP ) dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian ( NTKP ), dimana peningkatan nilai tukar

tersebut diharapkan mampu mengindikasikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian maupun keadaan sebaliknya. NTP berkaitan dengan kemampuan dan daya beli petani dalam membiayai hidup rumah tangganya. NTKP berkaitan dengan kekuatan dari daya tukar ataupun daya beli dari suatu

komoditas pertanian terhadap komoditas/produksi lain yang dipertukarkan ( Elizabeth dan Darwis, 2000 ).

Apabila daya beli petani karena pendapatan yang diterima dari kenaikan harga produksi pertanian yang dihasilkan lebih besar dari kenaikan harga barang yang dibeli, maka hal ini mengindikasikan bahwa daya dan kemampuan petani lebih baik atau tingkat pendapatan petani lebih meningkat. Alat ukur daya beli petani


(16)

dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan petani dirumuskan dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP) yang terbentuk oleh keterkaitan yang kompleks dari suatu sistem pembentuk harga, baik harga yang diterima maupun harga yang dibayar petani. Dengan kata lain, Nilai Tukar Petani dapat didefenisikan sebagai nisbah antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar oleh petani, sehingga merupakan ukuran kemampuan daya tukar produk yang dihasilkan terhadap produk dan jasa yang mampu dibeli rumah tangga petani, baik untuk biaya input usahatani maupun biaya konsumsi rumah tangga petani (Elizabeth dan Darwis, 2000 ).

Hubungan Nilai Tukar Petani dengan tingkat kesejahteraan petani sebagai produsen secara nyata terlihat dari posisi Indeks Harga yang Diterima Petani

( It ) yang berada pada pembilang ( enumerator ) dari angka NTP. Apabila harga

barang / produk pertanian naik, dengan asumsi volume produksi tidak berkurang , maka penerimaan/pendapatan petani dari hasil panennya juga akan bertambah. Perkembangan harga yang ditunjukkan It, merupakan sebuah indikator tingkat kesejahteraan petani produsen dari sisi pendapatan ( Rianse, 2009 ).

Selain itu, untuk melihat tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu dilihat sisi yang lain yaitu perkembangan jumlah pengeluaran/pembelanjaan mereka baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai produsen dan juga konsumen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan pendapatannya, yaitu : Pertama, untuk memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi kelangsungan hidup petani beserta keluarganya. Kedua, pengeluaran untuk produksi/budidaya pertanian yang merupakan ladang penghidupannya yang


(17)

mencakup biaya operasional produksi dan investasi atau pembentukan barang modal. Unsur kedua ini hanya mungkin dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi, dengan demikian investasi dan pembentukan barang modal merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani ( Rianse, 2009 ).

Berikut akan dijelaskan pada grafik Nilai Tukar Petani Provinsi Sumatera Utara

81.4 88 88.5

93.1 99.1 99.5 104.9

94.5 93.44 93101.8

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 DATA NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SUMATERA

UTARA nilai tukar petani

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa peningkatan nilai tukar petani terjadi pada tahun 1998 – 2004. Penurunan nilai tukar petani terjadi pada tahun 2004 – 2007. Kemudian pada tahun 2008, nilai tukar petani kembali meningkat sebesar 104,8 persen.


(18)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1) Berapa rata-rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim,Kecamatan Sunggal pada tahun 2009?

2) Bagaimana perkembangan nilai tukar petani di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 – 2008?

3) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk menghitung rata-rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal pada tahun 2009.

2) Untuk mengetahui perkembangan nilai tukar petani di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 – 2008.

3) Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani.


(19)

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai bahan masukan bagi petani padi sawah dalam pengembangan usaha taninya.

2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan.

3) Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam membuat kebijakan terutama dalam hal pengembangan usaha tani padi sawah.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1Tinjauan pustaka

Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian. Pada saat ini tingkat kesejahteraan petani sedang menjadi perhatian utama, karena tingkat kesejahteraan petani diperkirakan makin menurun. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya tingkat kesejahteraan petani makin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah yang cenderung rendah pada saaat panen raya dan naiknya beberapa faktor input produksi usaha tani ( Wiryono, 1997 ).

Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah nilai tukar petani (NTP). Nilai tukar petani adalah rasio indeks yang diterima petani dengan indeks yang dibayar petani. Nilai Tukar Petani diatas 100 berarti indeks yang diterima petani lebih tinggi dari yang dibayar petani, sehingga dapat dikatakan petani lebih sejahtera dibandingkan jika NTP di bawah 100.

Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu :

1) NTP >100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.


(21)

2) NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraaan petani tidak mengalami perubahan.

3) NTP <100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya. Adapun kegunaan dari NTP adalah :

1) Dari indeks harga yang diterima petani (It) dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini juga digunakan sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.

2) Dari kelompok konsumsi rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar petani (Ib), dapat digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan.

3) Nilai tukar petani mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam memproduksi. Hal ini terlihat bila dibandingkan kemampuan nilai tukarnya pada tahun dasar. Dengan demikian, NTP dapat dipakai sebagai salah satu

indikator dalam menilai tingkat kesejahteraan petani ( Badan Pusat Statistik, 2008 ).


(22)

Besar kecilnya proporsi pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian akan mempengaruhi besar kecilnya kekuatan nilai tukar pertanian bagi petani yang berkaitan erat dengan peran pertanian dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga petani. Perbedaan peran proporsi pertanian selain dipengaruhi dan terkait menurut kelompok masyarakat, antara petani berlahan luas dengan berlahan sempit dan buruh tani, juga dipengaruhi oleh tingkat profitabilitas usaha pertanian, kekuatan/kemampuan pasar dan kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian mekanisme komplek dari sistem permintaan,penawaran, dan kebijaksanaan akan berpengaruh dalam pembentukan nilai tukar pertanian. Pembentukan harga tidak semata ditentukan oleh sektor pertanian, tetapi juga oleh perilaku sektor di luar pertanian baik sektor riil, fiskal, maupun moneter (Killick, 1983: Timmer dkk). Penelitian tentang nilai tukar petani di Indonesia relatif banyak dilakukan. Penelitian tersebut sebagian besar hanya melihat aspek nilai tukar komoditas pertanian. Analisis nilai tukar komoditas pertanian pernah dilakukan oleh Supriyati ( 2004 ) dalam penelitiannya yang berjudul “ analisis nilai tukar komoditas pertanian ( kasus komoditas kentang ) “ menjelaskan bahwa dalam periode 1987 – 1998, tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung meningkat karena pertumbuhan harga kentang lebih besar dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal. Sebaliknya, di Sulawesi Selatan tingkat kesejahteraan petani kentang cenderung menurun. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan harga kentang lebih lambat dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal. Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh tingkat penerapan


(23)

teknologi, harga sarana produksi, tingkat produktivitas, dan harga jual komoditas kentang. Harga kentang di tingkat produsen di tiga provinsi dipengaruhi oleh tingkat inflasi.

Penelitian Hendayana dan Tarigan ( 1995 ) menjelaskan bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap PDB nasional semakin menurun. Pangsa subsektor tanaman juga cenderung sering menurun, tetapi jumlah penurunannya lebih rendah daripada sektor pertanian secara keseluruhan. Nilai tukar sektor tanaman pangan sangat bergejolak dan mempunyai kecenderungan meningkat. Jumlah stok awal, PDB, nilai tukar dan pangsa subsektor pangan terhadap total PDB berpengaruh positif terhadap jumlah beras yang tersedia, sedangkan jumlah impor dan pangsa sektor industri terhadap PDB total berpengaruh negatif terhadap jumlah beras yang tersedia.

Pada tahun 1950-an, Presbich dan Singer dalam ( Sarkar 1986 ) menyatakan bahwa harga komoditas primer cenderung menurun dan penurunan ini kemungkinan akan berlanjut terus. Adapun faktor yang mempengaruhi penurunan harga tersebut adalah :

1) Rendahnya elastisitas pendapatan dari bahan pangan dasar ( Hukum Engle ).

2) Perubahan teknologi dengan laju yang berbeda yang menguntungkan barang – barang produksi sektor manufaktur.

3) Struktur pasar yang kurang kompetitif pada sektor manufaktur, yang mengarah kepada pasar monopoli.


(24)

Menurut Presbich (1964), penurunan nilai tukar negara -negara pengekspor produk pertanian pada tahun 1950-an dan 1960-an disebabkan oleh kegagalan negara – negara industri membagi kemajuan teknis kepada negara-negara pembeli barang industri. Sebagian besar manfaat perbaikan teknis dalam manufacturing dapat dinikmati oleh pekerja dalam bentuk upah yang lebih tinggi daripada disalurkan kepada konsumen dalam bentuk harga – harga yang lebih rendah ( Hutabarat, 1995).

Menurut Simatupang ( 1992), penurunan nilai tukar barter sektor pertanian itu merupakan fenomena alamiah yang akan terjadi secara otomatis dalam suatu perekonomian yang mengalami pertumbuhan dimana kaitan antar sektor pertanian dengan industri pengolahan sangat rendah disebabkan oleh faktor – faktor :

1) Perubahan struktur ekonomi yang tumbuh bias ke sektor non pertanian. 2) Pembangunan agroindustri berjalan lambat.

3) Kemajuan teknologi pertanian yang dapat mendorong peningkatan produksi dengan pesat.

4) Perubahan struktur pasar, dengan kekuatan tawar menawar petani penjual produk pertanian semakin menurun relatif terhadap pembelinya.

5) Kebijakan pemerintah yang melindungi konsumen produk– produk pertanian. 6) Perubahan struktur demografi karena terjadinya urbanisasi.

( Hutabarat , 1995 ).

Penelitian Saleh dkk (2000) dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian menjelaskan bahwa faktor harga berpengaruh besar terhadap nilai tukar penerimaan dan nilai tukar pendapatan. Nilai tukar penerimaan dipengaruhi oleh


(25)

tingkat penerapan teknologi , tingkat serangan hama/penyakit, musim/cuaca serta harga (baik harga saprodi maupun harga produk). Nilai tukar subsisten dipengaruhi oleh besarnya tingkat pendapatan usaha pertanian dan tingkat pengeluaran untuk konsumsi pangan. Pada penelitian ini nilai tukar komoditas pertanian diukur dengan menggunakan konsep nilai tukar penerimaan dan nilai tukar barter. Nilai tukar pendapatan diukur dengan konsep nilai tukar subsisten dan nilai tukar pendapatan total.

Penelitian nilai tukar petani dilakukan oleh Rachmat ( 2000 ) menunjukkan bahwa

dibandingkan kondisi pada tahun dasar, secara kumulatif dalam tahun 1987 – 1998 terjadi peningkatan NTP di 8 provinsi yaitu di Provinsi Bali, Sunbar,

NTB, Sulsel, Kalsel, Sulut, dan D I Yogyakarta; dan penurunan NTP di provinsi Lampung, Sumut, Jatim, Jateng, dan Jabar. Pada masa krisis terjadi penurunan NTP padi dan sayuran sedangkan NTP palawija dan tanaman perkebunan rakyat meningkat.

Lebih lanjut Rachmad ( 2000 ) menjelaskan bahwa daerah dengan pangsa komoditas padi tinggi menghasilkan NTP relatif konstan. Daerah dengan pangsa perkebunan dominan NTP cenderung menurun. Sedangkan daerah dengan pangsa konsumsi makanan tinggi menghasilkan NTP yang cenderung lebih rendah.

Hasil penelitian Hutabarat ( 1995 ) menunjukkan Indeks NTP secara dominan dipengaruhi oleh indeks harga tanaman pangan dan harga konsumsi rumah tangga. Kemerosotan nilai tukar petani dan produk pertanian pada umumnya juga terjadi karena penurunan harga komoditas yang diproduksi dan dijual petani sementara harga barang industri yang dibeli petani meningkat. Sedangkan penelitian


(26)

Hendayana & Tarigan ( 1995 ) yang berjudul “ dimensi perubahan nilai tukar dan faktor – faktor yang mempengaruhinya menjelaskan penurunan NTP lebih banyak terjadi karena menurunnya indeks harga yang diterima petani dari subsektor tanaman perdagangan rakyat. Perubahan NTP padi di Sumatera Utara dipengaruhi oleh produktivitas, harga gabah, konsumsi rumah tangga, dan luas garapan sawah petani.

Penelitian NTP juga pernah dilakukan pada sektor perikanan. Penelitian Hadi & Sugiarto ( 2003 ) yang berjudul “ analisis nilai tukar nelayan di wilayah pesisir pantai utara Jawa (studi kasus wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan ) “ menjelaskan bahwa pendapatan keluarga yang diterima nelayan masih lebih besar dari pengeluaran. Hal tersebut menunjukkan NTN lebih dari satu, atau ada indikasi bahwa nelayan berpotensi untuk melakukan investasi dengan kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan faktor pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi, ketidakpastian hasil tangkapan, besarnya biaya operasional dan jenis ikan yang ditangkap dan harga yang diterima.

Keadaan nilai tukar sektor pertanian yang tidak menguntungkan perlu diatur kembali agar sektor pertanian dapat melaksanakan peranannya dengan

sebaik – baiknya. Arah pengaturannya ialah merangsang produksi, meningkatkan pendapatan rill dan taraf hidup produsen dan menimbulkan alokasi sumber daya yang menunjang pembangunan pertanian ( Anonimus, 1979 ).


(27)

2.2 Landasan teori

Nilai tukar petani didefinisikan sebagai pengukur kemampuan tukar barang barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan dalam memproduksi hasil pertanian. Dengan demikian NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). It mencakup sektor tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat, sedangkan Ib mencakup kelompok konsumsi rumahtangga dan biaya produksi dan penambahan barang modal ( Departemen Pertanian , 2003 ).

Indeks harga yang diterima petani (It) adalah perbandingan antara harga yang diterima petani pada tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar. Sedangkan perbandingan antara harga yang dibayarkan petani pada tahun berlaku dengan harga yang dibayarkan petani pada tahun dasar merupakan indeks harga yang dibayarkan petani (Ib). NTP ditentukan oleh interaksi antara empat unsur harga yang terpisah, yaitu harga output pertanian, harga input pertanian, harga luaran sektor industri perkotaan (non pertanian), dan harga masukan sektor non-pertanian. Pemerintah dapat mempengaruhi keempat harga-harga di atas dengan tujuan yang sangat khusus . Jika campur tangan pemerintah ini dikombinasikan, maka akan terbentuklah nilai tukar sektor pertanian/pedesaan terhadap sektor perkotaan atau industri. Oleh karena itu, nilai tukar petani dapat dipakai sebagai petunjuk tentang keuntungan di sektor pertanian dan kemampuan daya beli barang dan jasa dari pendapatan petani. Jika seandainya campur tangan pemerintah ini

tidak ada, maka nilai tukar akan ditentukan oleh kekuatan pasar ( Hendayana , 1995 ).


(28)

Nilai Tukar Petani ( NTP ) berbeda menurut wilayah/provinsi karena adanya perbedaan inflasi ( laju pertumbuhan indeks harga konsumen ), sistem distribusi pupuk dan input-input pertanian lainnya dan juga perbedaan titik ekuilibrium pasar untuk komoditi-komoditi pertanian. Titik keseimbangan pasar itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan di wilayah tersebut. Dari sisi

penawaran, faktor penentu adalah terutama volume dan kapasitas produksi (ditambah dengan impor kalau ada ), sedangkan dari sisi permintaan adalah terutama jumlah penduduk (serta komposisinya menurut umur dan jenis kelamin) dan tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita ( Hendayana, 1995 ). Kecenderungan rendahnya NTP akan dapat mengurangi insentif petani dalam meningkatkan produktivitas pertanian secara optimal dalam jangka panjang. Kondisi demikian dapat mengurangi laju peningkatan produksi relatif terhadap laju peningkatan konsumsi dalam negeri, sehingga swasembada pangan terutama

beras yang telah tercapai selama ini bisa terancam kelestariannya ( Hendayana, 1995 ).

Berbagai fenomena perubahan situasi yang terjadi baik yang bersifat alami seperti gejolak produksi pertanian maupun gejolak yang terjadi akibat adanya distorsi pasar seperti penerapan kebijaksanaan yang disengaja, baik di sektor pertanian dan non-pertanian, ditingkat mikro maupun makro, akan mempengaruhi harga-harga yang pada gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar petani dan akan menjadi masukan penting bagi penyusunan program kebijaksanaan ke arah pembentukan nilai tukar yang diinginkan. Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan


(29)

input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil produk pertanian seperti kebijaksanaan harga input dan output, subsidi, modal/perkreditan dan lainnya

akan mempengaruhi nilai tukar petani secara langsung maupun tidak langsung ( Elizabeth dan Darwis , 2000 ).

Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran ataupun tingkat pendapatan riil petani. Kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas dari kegiatan di luar sektor pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal ini akan berdampak ganda, tidak saja dalam peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non pertanian, tetapi juga diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan (menciptakan keseimbangan) pembangunan antar daerah, maupun antar wilayah serta optimalisasi sumberdaya nasional. Keragaman penerimaan, pengeluaran dan nilai tukar petani antar daerah dan waktu dipengaruhi oleh mekanisme pembentukan dalam sistem nilai tukar petani yang berbeda antar daerah dan antar waktu sebagai akibat dari keragaman sistem pembentukan penawaran dan penerimaan. Dari sisi penerimaan petani, keragaman antar daerah dan waktu terjadi berkaitan dengan keragaman sumberdaya dan komoditas yang diusahainya serta diversivikasi sumber pendapatan lain. Keragaman pengeluaran petani terkait dengan keragaman pola konsumsi petani antar daerah dan waktu (Supriyati, 2004).


(30)

Walaupun sebagai suatu konsep, nilai tukar sudah jelas dengan sendirinya, di dalam penelitian empiris besaran angka ini sangat tergantung kepada implikasi apa yang ingin dinilai. Sementara ini di Indonesia, baik secara konsepsional maupun dalam penelitian empiris, rumus nilai tukar yang sering digunakan yaitu: 1) Konsep barter: menunjukkan harga nisbi suatu komoditas tanaman terpilih

yang dihasilkan petani terhadap barang niaga bukan-pertanian yang dibutuhkan petani dengan rumus matematis :

100 Py Px

NT= ×

dimana :

NT : Nilai tukar

Px : harga atau indeks harga komoditas yang dihasilkan petani. Py : harga atau indeks harga komoditas yang dibeli petani.

2) Konsep faktor tunggal: yang menunjukkan pengaruh perubahan teknologi terhadap nilai tukar (1) dan dirumuskan sebagai:

NT Ey NT*= ×

NT* : nilai tukar yang mengalami perubahan teknologi

Ey : tingkat produktivitas komoditas pada waktu tertentu diukur sebagai nisbah nilai hasil dibagi biaya produksi yang dikorbankan per hektar untuk memperoleh hasil.

3) Konsep pendapatan: menyatakan nisbah nilai hasil yang diproduksi petani dengan nilai keluaran per hektar untuk memperoleh hasil, sehingga ditulis sebagai :


(31)

100 Py.Qy Px.Qx

NT= ×

dimana :

NT : nilai tukar

Px : harga atau indeks harga komoditas yang dihasilkan petani Qx : jumlah komoditas yang dihasilkan petani

Py : harga atau indeks harga komoditas yang dibayarkan petani. Qy : jumlah komoditas yang dibayarkan petani

4) Konsep subsisten: menyatakan nilai hasil komoditas yang dihasilkan petani yang mampu ditukarkan dengan sejumlah nilai barang yang diperlukan petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bersama rumah tangganya. Konsep ini dirumuskan sebagai berikut :

(

) (

)

100

PzQz PyQy

Qx Px

NT ×

+ ⋅ =

dimana :

x : indeks harga komoditas yang dihasilkan petani y : indeks harga komoditas yang dibeli petani

z : satuan komoditas yang dibeli petani guna memenuhi kebutuhan hidupnya. 5) Konsep BPS: Nilai tukar yang dihitung oleh BPS ini lebih mendekati rumus

nomor (4) yang mana indeks harga yang diterima dan indeks harga yang dibeli petani dihitung menurut metode Laspeyres. Sehingga besaran nilai tukar yang dipublikaskan oleh BPS dirumuskan sebagai berikut :


(32)

100 Ib

It NT= × dan 100 Q P Q P P P lt 0 0 1 t 1 t t 0 × × = − − dimana :

It : indeks harga yang diterima petani Ib : indeks harga yang dibayar petani Pt : harga bulan ke-t;

Pt-1 Q0 P

: nilai konsumsi bulan ke t-1 0 Q0

(Hendayana, 1995 )

: nilai konsumsi tahun dasar

2.3 Kerangka Pemikiran

Kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian. Tingkat kesejahteraan petani sekarang ini menjadi perhatian utama dikarenakan tingkat kesejahteraan petani semakin lama semakin menurun. Adapun faktor –faktor yang menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan petani adalah semakin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah yang cenderung rendah pada saat panen raya, dan naiknya beberapa faktor input produksi .

Usahatani merupakan suatu kombinasi yang tersusun dari faktor-faktor input produksi yang terdiri dari alam, tenaga kerja, modal, dan keahlian (skill). Faktor-faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal


(33)

untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting di antara faktor produksi yang lain. Hubungan antara faktor produksi ( input ) dan produksi ( output ) biasanya disebut dengan fungsi produksi. Beberapa input produksi seperti ketersediaan lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja disebut sebagai biaya produksi.

Selain biaya produksi, hal yang berperan dalam pelaksanaan usahatani padi adalah proses produksi. Keduanya sangat berperan agar usahatani padi sawah dapat terlaksana. Proses produksi dipengaruhi oleh karakteristik petani padi sawah. Karakteristik petani padi sawah memiliki ciri meliputi umur, pendidikan,luas lahan yang dimiliki, dan pengalaman bertani.

Proses produksi akan mendapatkan hasil produksi yang merupakan penerimaan yang diperoleh petani dari hasil penjualan. Penerimaan petani dari hasil penjualan dinamakan pendapatan petani. Pendapatan (income) adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pada akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang disebut dengan pendapatan usahatani.

Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan hubungan antara hasil pertanian yang dijual petani dengan barang dan jasa lain yang dibeli oleh petani. Secara konsepsional nilai tukar petani adalah mengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga petani dan keperluan dalam memproduksi barang-barang


(34)

pertanian. Nilai tukar petani dibatasi sebagai nisbah antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani.

Indeks harga yang diterima petani ( It) mencakup tanaman bahan makanan ( TBM ) yang merupakan indeks harga padi, palawija, sayur-sayuran, dan buah.

Sedangkan indeks harga yang dibayarkan petani digunakan untuk konsumsi rumah tangga ( KRT ) yang merupakan fungsi dari indeks harga makanan, perumahan, pakaian, aneka barang dan jasa , biaya produksi serta penambahan barang modal.


(35)

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

Petani Padi Sawah

Usaha Tani Padi Sawah

Faktor produksi

Alam

Tenaga Kerja

Modal ( bibit , pupuk ,

peralatan , obat-obatan, tenaga kerja )

Proses Produksi

Hasil Produksi

Penjualan

Penerimaan Petani

Biaya Produksi

Pengeluaran Petani

Pendapatan Petani

Indeks Harga Yang Diterima Petani ( It)

Indeks Harga Yang dibayar Petani ( Ib)

Nilai Tukar Petani

Tanaman Bahan Makanan

Konsumsi Rumah Tangga


(36)

2.4 Hipotesis penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah produktivitas, luas lahan, upah tenaga kerja, harga gabah, harga pupuk berpengaruh secara nyata terhadap nilai tukar petani.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Metode penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara purposive, berdasarkan penilaian peneliti bahwa daerah tersebut merupakan daerah sentra produksi dan dapat dijangkau oleh peneliti . Dikatakan merupakan daerah sentra produksi karena Desa Sei Mencirim merupakan desa dengan jumlah luas lahan terbesar di kecamatan sunggal.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini, yang diambil sebagai sampel adalah petani padi sawah. Dari hasil wawancara oleh Petugas Penyuluh Lapangan ( PPL ), populasi petani yang mengusahakan padi sawah di Desa Sei Mencirim sebanyak 762 anggota kelompok tani. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 60 anggota kelompok tani. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah simple random sampling dengan rumus slovin :

Dimana :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi


(38)

( Supriana, 2009 )

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yang dikumpulkan di tingkat desa. Data primer merupakan hasil wawancara peneliti langsung dengan petani yang menjadi sampel dengan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait, seperti BPS Sumatera Utara, kantor Kecamatan Sunggal, kantor Desa Sei Mencirim serta dinas pertanian yang terkait di daerah penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Menurut Badan Pusat Statistik ( 2008 ), perhitungan NTP diperoleh dari dua komponen indeks, yaitu indeks harga yang diterima petani ( It ) dan indeks harga yang dibayar petani ( Ib ) yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

100 Ib

It NT= × dimana :


(39)

NT : nilai tukar petani

It : indeks harga yang diterima petani Ib : indeks harga yang dibayar petani

Untuk menghitung NTP dapat juga digunakan rumus konsep pendapatan sebagai berikut :

100 Py.Qy Px.Qx

NT= ×

dimana :

NT : Nilai Tukar

Px : Harga komoditas yang dihasilkan petani Qx : Jumlah komoditas yang dihasilkan petani Py : Harga komoditas yang dibayar petani Qy : Jumlah komoditas yang dibayar petani ( Hendayana, 1995 )

Dari rumus di atas dapat disimpulkan bahwa :

100 TC TR

NT= ×

dimana :

TR = Total Revenue TC = Total Cost

Data yang diperlukan untuk menghitung indeks harga yang dibayar petani padi sawah adalah data tahunan harga konsumen rumah tangga pedesaan, data survei struktur ongkos , dan data kuesioner.


(40)

Untuk menguji hipotesis (1) dilakukan dengan menggunakan metode pembangunan model penduga regresi linear berganda sebagai berikut :

NT = f ( produktivitas, luas lahan, upah tenaga kerja, harga gabah, harga pupuk )

Ŷ = a+ b1X1 + b2X2 +b3X3 + b4X4+ b5X5 + dimana :

µ

Y = Nilai Tukar Petani a = Koefisien intercept b1 – b5

X

= Koefisien Regresi 1

X

= Produktivitas 2

X

= Luas Lahan ( Ha ) 3

X

= Upah tenaga kerja( Rp ) 4

X

= Harga gabah( Rp/Kg ) 5

Untuk menguji variable tersebut berpengaruh terhadap nilai tukar petani maka digunakan uji F yakni :

F= R 2

(k

� −1) �1-R2�⁄(n-k)

= Harga pupuk ( Rp/Kg )

Dimana : R2

n = Jumlah sampel

= Koefisien determinasi

k = Derajat bebas pembilang n-k = Derajat bebas penyebut


(41)

Kriteria uji untuk serempak adalah :

Fhit < Ftabel ... Hipotesis Ho F

diterima hit > Ftabel……… Hipotesis Ho

( Supranto, 2005 )

ditolak

Menurut Gujarati ( 1994 ), besaran R2 yang paling lazim digunakan untuk mengukur kebaikan/kesesuaian (goodness of fit ) dari garis regresi. R2

mengukur proporsi ( bagian ) atau persentase total variasi dalam Y yang dijelaskan dalam model regresi.


(42)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Defenisi dan batasan operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi ini.

Definisi

1) Nilai Tukar Petani adalah angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase.

2) Nilai Tukar Komoditas Pertanian adalah kekuatan dari daya tukar ataupun daya beli petani dari suatu komoditas pertanian terhadap komoditas/ produksi lain yang dipertukarkan.

3) Indeks harga yang diterima petani adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik itu kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian.

4) Indeks harga yang dibayar petani : indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan rumah tangga petani dan biaya produksi.

5) Petani yang dimaksud disini adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap ( sewa/kontrak/bagi hasil ). Orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah ( buruh tani ) bukan termasuk petani.


(43)

6) Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pengepakan ke dalam harga penjualannya atau disebut Farm rata –rata adalah harga yang bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diterima petani tersebut.

7) Harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi pertanian. Data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani sedangkan harga barang/jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa di pasar terpilih.

8) Harga eceran pedesaan adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli secara eceran di pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual kepada pihak lain. Harga yang dicatat adalah harga modus ( yang terbanyak muncul ) atau harga rata-rata biasa dari beberapa pedagang / penjual yang memberikan datanya. 9) Faktor produksi : semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman

tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik ( Soekartawi, 1999 ). 10)Break even point ( titik impas ) :titik dimana total biaya sama dengan total

penghasilan ( Darminto dan Juliaty ,2002 ).

11)Produktivitas : perbandingan input produksi dengan output produksi. 12)Pendapatan petani : penerimaan petani dikurangi semua biaya produksi.


(44)

13)Biaya produksi : nilai dari semua faktor produksi yang digunakan , baik dalam

bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung ( Soekartawi, 1999 ) .

14)Petani subsisten : petani yang melakukan usaha pertanian untuk memenuhi kebutuhan minimal hidupnya ( Mardian, 2008 ).

15) Tahun dasar : periode waktu yang ditentukan sebagai permulaan dihitungnya angka indeks.

16) Penerimaan : tidak termasuk sewa lahan dan bagi hasil.

Batasan Operasional

1) Penelitian dilakukan di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

2) Sampel dalam penelitian ini adalah petani padi sawah di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.


(45)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografi dan Luas Wilayah

Desa Sei Mencirim terletak di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dengan luas wilayah 1083,583 Ha. Desa Sei Mencirim terletak 6 Km dari Ibukota Kecamatan Sunggal, 43 Km dari Ibukota Kabupaten Deli Serdang dan 16 Km dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Tekstur tanah di desa ini adalah lempungan/debuan dengan tingkat kemiringan tanah 0 – 3 derajat/datar. Desa Sei Mencirim memiliki curah hujan 1832 mm/tahun dengan ketinggian sebesar 20 – 22 mdpl.

Secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Timur : Dengan Desa Medan Krio dan Desa Suka Maju ( Kecamatan Sunggal ).

• Sebelah Barat : Dengan Desa Binjai Timur dan Desa Kutalimbaru ( Kecamatan Binjai Timur / Kutalimbaru ).

• Sebelah Utara : Dengan Desa Sei Semayang dan Desa Medan Krio ( Kecamatan Sunggal ).

• Sebelah Selatan : Dengan Desa Telaga Sari, Desa Pancur Batu dan Desa Suka Maju ( Kecamatan Sunggal / Pancur Batu ).


(46)

4.2 Tata Guna Lahan

Desa Sei Mencirim mempunyai luas lahan sebesar 1083,583 Ha. Persawahan yang paling luas digunakan untuk sawah tadah hujan dan sawah irigasi, dan selebihnya digunakan untuk tegal/ladang dan pemukiman.

Tabel 4.1 . Distribusi Penggunaan Lahan, tahun 2009

No Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal (ha) Persentase (%)

1 Sawah tadah hujan 262 24.17

2 Sawa Irigasi 178 16.42

3 Luas Pemukiman 288.5 26.62

4 Luas perkebunan 125 11.53

5 Luas kuburan 2.270 0.20

6 Luas pekarangan 227.503 20.99

7 Luas perkantoran 0.310 0.028

Total 1083.583 100%

Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Mencirim, 2009

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa distribusi penggunaan lahan lebih banyak digunakan untuk lahan persawahan dengan luas sebesar 440 Ha ( 40,59 % ).

4.3 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Sei Mencirim pada tahun 2009 terdiri dari 13.113 orang dengan jumlah 3.192 Kepala Keluarga. Berikut akan dijelaskan pada tabel 4.2 .


(47)

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Desa Sei Mencirim, tahun 2009.

No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase

1 Laki-laki 6.686 50.99%

2 Perempuan 6.427 49.01%

Total 13.113 100.00%

Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Mencirim, 2009

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Desa Sei Mencirim sebesar 13.113 jiwa dengan komposisi penduduk sebagai berikut : laki-laki sebanyak 6.686 jiwa atau 50.99% dan perempuan sebanyak 6.427 atau 49.01 %. Dapat

disimpulkan bahwa jumlah penduduk yang paling banyak di Desa Sei Mencirim berdasarkan jenis kelamin yang paling mendominasi adalah

laki-laki sebanyak 6.686 jiwa. Dengan mendominasinya jumlah penduduk laki-laki maka umumnya mata pencaharian di desa ini adalah petani dan buruh di

bidang industri. Sedangkan untuk jenis kelamin wanita mata pencaharian yang paling mendominasi adalah ibu rumah tangga, wiraswasta seperti membuka warung, ataupun membantu suami di ladang pertanian. Jumlah kepala keluarga

yang ada di desa ini sebanyak 3.192 KK dan jumlah kepadatan penduduk di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal adalah 1.240 jiwa per km. Dari hasil data

tersebut, dapat dikatakan bahwa Desa Sei Mencirim termasuk desa terpadat dari desa-desa yang ada di Kecamatan Sunggal.


(48)

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur di Desa Sei Mencirim tahun 2009

No Kelompok Umur

( Tahun )

Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 <1 410 3.1

2 1 - 4 756 5.7

3 5 - 14 4145 31.6

4 15 – 44 5078 38.6

5 45 – 64 2470 18.8

6 >64 254 1.9

Total 13.113 100.00%

Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Mencirim, 2009

Angkatan kerja terdiri dari penduduk usia kerja yang menawarkan tenaga kerjanya dan berhasil mendapatkan pekerjaan (employed) dan penduduk usia kerja yang menawarkan tenaga kerjanya, tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan. Angkatan kerja terbagi dua yaitu angkatan kerja produktif dan angkatan kerja non

produktif. Yang termasuk angkatan kerja produktif adalah kelompok umur 15 – 64 tahun sedangkan yang termasuk angkatan kerja non produktif adalah

kelompok umur dibawah 1 tahun, 1 – 15 tahun, dan umur di atas 64 tahun. Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa angkatan kerja produktif yang tersedia di

daerah penelitian adalah sebanyak 5078 jiwa (38.6%) yang berusia antara 15-44 tahun dan 2470 jiwa (18.8%) yang berusia 45-64 tahun. Dengan demikian, jumlah tenaga kerja produktif yang tersedia adalah 5078+2470 = 7548 jiwa. Sedangkan jumlah tenaga kerja non produktif di Desa Sei Mencirim sebesar 5565 jiwa. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja produktif lebih banyak dibandingkan jumlah tenaga kerja non produktif.


(49)

Tabel 4.4. Distribusi Penduduk menurut Mata Pencaharian, tahun 2009

No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase(%)

1 Petani 2863 37,9

2 Buruh tani 615

3

8,2

Buruh migran 530

4

7,0 Pegawai Negeri Sipil 351

5

4,7 Pengrajin Industri Rumah Tangga 15

6

0,2

Pedagang keliling 106

7.

1,4

Nelayan 105

8

1,4

Dokter swasta 5

9

0,2

Bidan swasta 10

10

0,1

TNI 30

11

0,4

POLRI 6

12

0,1 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 7

13

0,1 Karyawan Perusahaan swasta 237 3,1 Peternak

14. 525 6,9

15. Montir 80 1,0

16. Pengusaha kecil dan menengah 210 2,8 17. Karyawan perusahaan pemerintah 225 2,9 18. Ibu rumah tangga 415 5,5 19

TOTAL

Lain-lain (Mocok-mocok) 1212

7548 100 23,3

Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Mencirim, 2009

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai petani (37.9%) dan yang paling sedikit adalah dokter swasta sebanyak 5 orang.

4.4 Sarana dan Prasarana

Kebutuhan masyarakat di Desa Sei Mencirim sudah cukup terpenuhi. Untuk menempuh desa ini dapat dengan mudah ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua. Akses kendaraan menuju desa ini cukup banyak dan mudah untuk mendapatkannya. Kondisi jalan di desa itu sudah diaspal sepanjang 8 km/4 unit. Sarana komunikasi di desa ini juga sudah baik.


(50)

Jaringan telepon dan listrik sudah memadai. Adanya sarana dan prasarana ekonomi, pendidikan, keamanan, kesehatan, peribadatan, prasarana irigasi, dan dapat menunjang peningkatan sumberdaya yang ada di desa yang lebih baik dengan potensi yang dimilikinya. Berikut dijelaskan dalam Tabel 4.5 sarana prasarana yang menunjang kegiatan masyarakat di Desa Sei Mencirim

Tabel 4.5. Sarana dan Prasarana Desa Pada tahun 2009

No Sarana dan Prasarana Jumlah /Unit

1 Kelembagaan Ekonomi 212

2 Lembaga Pendidikan 13

3 Lembaga Keamanan 25

4 Lembaga Kemasyarakatan 17

5 Peribadatan 20

6 Prasarana irigasi 3

7 Prasarana Air Bersih dan Sanitasi 3064

8 Prasarana Kesehatan 20

Total 3374

Sumber: Data Sekunder diolah dari lampiran 3, 2009 4.5 Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel yang dimaksud disini adalah karakteristik sosial ekonomi petani sampel, dimana karakteristik sosial yang dimaksud adalah umur , pendidikan, dan lamanya berusahatani, sedangkan karakteristik ekonomi yang dimakasud adalah luas lahan padi sawah, jumlah tanggungan, dan produksi padi sawah.

Umur Petani Sampel

Faktor umur berkaitan dengan kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usaha tani. Produktivitas kerja petani banyak dipengaruhi oleh faktor umur karena berhubungan langsung dengan aspek ketenagakerjaan.Di daerah lokasi penelitian dijumpai umur petani dalam kisaran 35 tahun sampai 55 tahun. Berikut dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(51)

Tabel 4.6 Distribusi Sampel Menurut Kelas Umur di Lokasi Penelitian

No Kelas Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 35-45 14 23.4

2 46-55 27 45

3 56-60 16 26.6

4 61-70 3 5

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer diolah dari Lampiran 4, 2010

Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa di lokasi penelitian umur petani yang paling banyak bekerja di sawah berada pada usia 46 – 55 tahun. Petani muda atau yang berada di atas 20 tahun hingga 30 tahun tidak dijumpai di lokasi penelitian. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai buruh harian ataupun hanya bertani untuk membantu orangtuanya pada waktu senggang dan sebagian lagi bekerja di tempat perantauan.

Tingkat Pendidikan Petani

Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembentukan kerangka pemikiran seseorang. Dalam usaha tani, faktor pendidikan dapat mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan terbaik dalam pengembangan usaha taninya. Hubungan antara lama pendidikan dengan usaha tani adalah pengembangan inovasi teknologi. Berikut dapat dilihat tabel distribusi petani/responden menurut pendidikan di lokasi penelitian.


(52)

Tabel 4.7.Distribusi Sampel Menurut Kelas Pendidikan di Lokasi Penelitian

Kelas Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 23 38.3

SMP 20 33.3

SMU 16 26.7

Perguruan Tinggi 1 1.7

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer diolah dari Lampiran 4, 2010

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa di lokasi penelitian yang paling banyak bekerja di sektor pertanian rata-rata berpendidikan SD sebesar 38,3 % . Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin sedikit tingkat persentase yang terlibat di sektor pertanian. Tingginya tingkat pendidikan seseorang membuka peluang pekerjaan di sektor non pertanian seperti buruh, wiraswasta, pegawai negri atau pegawai swasta.

Luas Lahan

Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat berperan dalam usaha tani. Lahan merupakan sumber daya yang penting dalam kegiatan pertanian. Hubungan lahan dengan produksi berbanding lurus. Lahan yang luasnya memadai dengan tingkat kesuburan yang tinggi akan memberikan produksi yang tinggi. Berikut dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(53)

Tabel 4.8 Distribusi Sampel Menurut Kelas Luas Lahan di Lokasi Penelitian No Kelas Luas Lahan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0,10 – 0,30 0 0

2 0,40 – 0,60 25 41,6

3 0,60- 1,00 12 20

4 > 1,00 23 38,4

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer diolah dari Lampiran 4, 2010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada petani yang memiliki lahan dengan luas lahan 0,10 – 0,3 Ha . Jumlah petani yang memiliki luas lahan 0,4 -0,6 Ha

adalah sebanyak 25 orang (41,6%). Jumlah petani yang memiliki luas lahan 0,60 – 1,00 Ha sebanyak 12 orang ( 20%) dan jumlah petani dengan luas lahan di

atas 1,00 Ha yaitu sebanyak 23 orang atau 38,4 persen. Dilihat dari status kepemilikan tanah yang digunakan petani untuk melakukan kegiatan usaha taninya kebanyakan merupakan tanah sewa. Hal ini disebabkan karena pemilik dari tanah ini bukan petani, melainkan penduduk yang bermukim di kota yang berprofesi sebagai pegawai negri/swasta, wiraswasta.


(54)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP)

Nilai tukar petani ( NTP ) merupakan ukuran kemampuan daya tukar produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap produk barang dan jasa yang dibeli oleh rumahtangga petani, baik dalam rangka usaha produksi pertanian maupun konsumsi rumahtangga petani. Alat ukur daya beli petani yang mencerminkan tingkat kesejahteraan diformulasikan dalam bentuk nilai tukar petani ( NTP ). Nilai tukar petani ( NTP ) merupakan hubungan antara hasil pertanian yang dijual petani dengan harga barang dan jasa lain yang dibeli petani. NTP berfungsi mengukur kemampuan tukar barang-barang produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumahtangga petani dan keperluan dalam memproduksi barang-barang pertanian.

Nilai Tukar Petani (NTP) dapat dikalkulasikan dengan rumus konsep pendapatan yaitu :

100 Py.Qy Px.Qx


(55)

dimana :

NT : Nilai Tukar

Px : Harga komoditas yang dihasilkan petani Qx : Jumlah komoditas yang dihasilkan petani Py : Harga komoditas yang dibayar petani Qy : Jumlah komoditas yang dibayar petani ( Hendayana, 1995 )

Jenis komoditas yang diteliti adalah padi sawah dan palawija seperti tanaman kacang-kacangan. Sedangkan jenis komoditas yang harus dibayar petani adalah konsumsi bahan makanan, kebutuhan perumahan, kebutuhan pakaian, aneka barang dan jasa, faktor produksi, dan upah tenaga kerja. Jumlah komoditas yang dihasilkan petani sampel bervariasi. Harga yang digunakan untuk menghitung NTP adalah harga pada tahun 2009.

Dengan menggunakan konsep perhitungan Nilai Tukar Petani ( NTP) terhadap variabel-variabel sampel, berikut ini diuraikan hasil kalkulasi NTP di daerah penelitian :


(56)

Tabel 5.1 Hasil Kalkulasi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim Kec. Sungga l Sampel NTP Sampel NTP Sampel NTP Sampel NTP 1. 105.30 16. 104.39 31. 85.78 46. 93.68 2. 87.88 17. 92.26 32. 113.92 47. 103.10 3. 79.53 18. 97.55 33. 103.88 48. 96.34 4. 99.24 19. 90.15 34. 104.95 49. 92.27 5. 91.14 20. 95.81 35. 106.45 50. 100.57 6. 87.40 21. 105.16 36. 84.54 51. 94.40

7. 93.01 22. 94.93 37. 95.83 52. 84.27

8. 95.33 23. 98.68 38. 92.55 53. 88.30

9. 94.14 24. 90.25 39. 87.90 54. 96.76

10. 95.50 25. 94.74 40. 84.52 55. 99.32 11. 94.15 26. 91.96 41. 96.39 56. 102.37 12. 95.68 27. 101.87 42. 101.87 57. 93.69 13. 100.28 28. 99.48 43. 99.90 58. 98.05 14. 100.13 29. 97.09 44. 102.83 59. 104.81 15. 96.68 30. 92.17 45. 93.81 60. 91.51

Rata-rata 95.94

Sumber : Data penelitian diolah dari Lampiran 5, 2010.

Pada tabel 5.1, ada 13 sampel ( 21,7 %) yang memiliki NTP >100. Dengan demikian, sampel ini mencapai surplus hasil usahatani. Dengan kata lain,

pendapatan petani lebih tinggi dari pengeluarannya,sehingga ke 13 sampel ini lebih sejahtera dari petani sampel lainnya. Dari ke 13 sampel petani yang memiliki NTP >100 maka akan dilihat lebih lanjut satu (1) sampel petani yaitu sampel no 1 . Dari hasil wawancara dengan petani no sampel 1, dapat dihitung berapa besar indeks harga yang diterima dan indeks harga yang harus dibayar petani. Sesuai dengan teori sebelumnya bahwa jika indeks harga yang diterima petani lebih besar daripada indeks harga yang dibayar petani maka NTP > 100. Dapat kita lihat pada petani no sampel 1, indeks harga yang diterima petani lebih besar daripada indeks harga yang dibayar petani. Indeks harga yang diterima petani terdiri dari harga yang diterima dari produksi padi dan harga yang diterima dari palawija seperti tanaman kacang-kacangan. Jadi total keseluruhan yang diterima petani no sampel 1 adalah Rp 15.200.000. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani terdiri dari harga yang harus dibayar dari konsumsi rumah tangga


(57)

dan harga yang harus dibayar dari operasi produksi usaha tani. Harga konsumsi rumah tangga terdiri dari harga bahan makanan, perumahan, pakaian, dan aneka barang dan jasa. Sedangkan operasi produksi usaha tani terdiri dari harga faktor produksi dan upah tenaga kerja. Jadi total keseluruhan yang harus dibayar petani adalah Rp 14.435.000. Dengan diperolehnya harga dari kedua indeks tersebut maka dapat dihitung NTP sebesar 105,30. Artinya rumah tangga petani sampel sudah sejahtera. Indikasi ini disebabkan karena total pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi (pangan ,non pangan) dan biaya produksi yang dikeluarkan rumah tangga lebih kecil dari pendapatan atau dengan kata lain pendapatanyang diperoleh masih mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan pengeluaran.

Selanjutnya, ada 3 (tiga) petani sampel (5%) yang mengalami impas karena memiliki nilai NTP =100 yakni petani sampel 13, 14, dan 50. Dari ke 3 sampel petani yang memiliki NTP =100 maka akan kita lihat lebih lanjut satu (1) sampel petani yaitu sampel no 13. Dari hasil wawancara dengan petani no sampel 13, dapat dihitung berapa besar indeks harga yang diterima dan indeks harga yang harus dibayar petani. Sesuai dengan teori sebelumnya bahwa jika indeks harga

yang diterima petani sama dengan indeks harga yang dibayar petani maka NTP = 100. Dapat kita lihat pada petani no sampel 13, indeks harga yang diterima

petani hampir sama dengan indeks harga yang dibayar petani. Walaupun dalam kenyataannya indeks harga yang diterima petani lebih besar dari indeks harga yang dibayar petani. Indeks harga yang diterima petani terdiri dari harga yang diterima dari produksi padi dan harga yang diterima dari palawija seperti tanaman kacang-kacangan. Jadi total keseluruhan yang diterima petani no sampel 13 adalah


(58)

Rp 10.600.000. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani terdiri dari harga yang harus dibayar dari konsumsi rumah tangga dan harga yang harus dibayar dari operasi produksi usaha tani. Harga konsumsi rumah tangga terdiri dari harga bahan makanan, perumahan, pakaian, dan aneka barang dan jasa. Sedangkan operasi produksi usaha tani terdiri dari harga faktor produksi dan upah tenaga kerja. Jadi total keseluruhan yang harus dibayar petani adalah Rp 10.570.000. Dengan diperolehnya harga dari kedua indeks tersebut maka dapat dihitung NTP sebesar 100,28. Artinya NTP petani mengalami break even point atau impas karena harga yang diterima petani sama dengan harga yang dibayar petani.

Selanjutnya, ada 44 petani sampel yang memiliki nilai NTP <100. Dari ke 44 sampel petani yang memiliki NTP <100 maka akan kita teliti lebih lanjut satu (1) sampel petani yaitu sampel no 31. Dari hasil wawancara dengan petani no sampel 31, dapat dihitung berapa besar indeks harga yang diterima dan indeks harga yang harus dibayar petani. Sesuai dengan teori sebelumnya bahwa jika indeks harga

yang diterima petani lebih kecil dari indeks harga yang dibayar petani maka NTP < 100. Dapat kita lihat pada petani no sampel 31, indeks harga yang diterima

petani lebih kecil dari indeks harga yang dibayar petani. Walaupun dalam kenyataannya indeks harga yang diterima petani lebih kecil dari indeks harga yang dibayar petani. Indeks harga yang diterima petani terdiri dari harga yang diterima dari produksi padi dan harga yang diterima dari palawija seperti tanaman

kacang-kacangan. Jadi total keseluruhan yang diterima petani no sampel 31 adalah Rp 12.000.000. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani terdiri dari harga

yang harus dibayar dari konsumsi rumah tangga dan harga yang harus dibayar dari operasi produksi usaha tani. Harga konsumsi rumah tangga terdiri dari harga


(59)

bahan makanan, perumahan, pakaian, dan aneka barang dan jasa. Sedangkan operasi produksi usaha tani terdiri dari harga faktor produksi dan upah tenaga kerja. Jadi total keseluruhan yang harus dibayar petani adalah Rp 13.990.000. Dengan diperolehnya harga dari kedua indeks tersebut maka dapat dihitung NTP sebesar 85,78. Artinya rumah tangga petani sampel belum sejahtera. Indikasi ini disebabkan karena total pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi (pangan ,non pangan) dan biaya produksi yang dikeluarkan rumah tangga lebih besar dari pendapatan atau dengan kata lain pendapatan yang diperoleh masih mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan pengeluaran karena tidak mencapai 100%. Turunnya NTP lebih disebabkan karena tingginya kenaikan indeks harga konsumsi rumahtangga terutama untuk perumahan dan makanan. Tentu saja hal ini berkaitan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak khususnya minyak tanah yang mengalami kenaikan cukup tinggi. Dampaknya adalah penurunan tingkat kesejahteraan petani.

Secara rata-rata, NTP yang diperoleh ke-60 petani sampel adalah sebesar 95.94 atau <100. Bila dibandingkan dengan nilai tukar rata-rata perolehan petani Sumatera Utara sebesar 100.70 untuk tahun 2009, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan petani sampel di Desa Mencirim Kecamatan Sunggal adalah tergolong rendah (tidak sejahtera). Dampaknya terhadap petani sampel adalah tingkat harga yang diterima petani, yang didasari bahwa harga berperan penting dalam pembentukan penerimaan/pendapatan dari usaha tani. Peningkatan/perbaikan nilai tukar petani berkaitan erat dengan kegairahan petani berproduksi, dengan dampak ganda yaitu peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian serta menghidupkan perekonomian pedesaan, penciptaan


(60)

lapangan perkerjaan di pedesaan, yang berarti akan menciptakan sedikitnya keseimbangan pembangunan antar daerah dan antar wilayah serta optimalisasi. Dengan kata lain, tingkat keberhasilan petani ditinjau dari nilai NTP ke-60 petani sampel adalah sebesar 13/60 x 100% = 21.66%.

Nilai tukar petani di daerah penelitian berbeda-beda. Ada yang mencapai titik surplus, titik impas , dan ada yang mencapai defisit. Kesenjangan kesejahteraan masyarakat antarkelompok maupun antardaerah selalu terjadi. Persoalannya adalah apakah kesenjangan tersebut menurun atau menaik sejalan dengan perubahan waktu atau kenaikan rata-rata kesejahteraan?

Secara teoritik kesenjangan dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu faktor alam, faktor kultural, dan faktor struktural (kebijakan). Teori-teori mengenai proses kesenjangan pada umumnya menekankan kepada peranan satu atau lebih faktor tersebut. Kuznets (2000) menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat kesenjangan juga rendah. Ketika pendapatan rata- naik, maka kesenjangan juga meningkat. Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun kembali.

Perbedaan nilai tukar petani juga disebabkan oleh struktur pasar. Teori penawaran dan permintaan biasanya mengasumsikan bahwa pasar merupakan pasar persaingan sempurna. Implikasinya ialah terdapat banyak pembeli dan penjual di dalam pasar, dan tidak satupun diantara mereka memiliki kapasitas untuk mempengaruhi harga barang dan jasa secara signifikan.


(61)

5.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Sumatera Utara selama 5 tahun terakhir (2004-2008)

Fluktuasi Nilai Tukar Petani ( NTP ) menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran atau tingkat pendapatan riil petani. Bagi pemerintah, perhitungan NTP digunakan untuk pengambilan langkah – langkah yang strategis untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian yaitu meningkatkan kesejahteraan petani.

Penelitian NTP diharapkan dapat memberikan masukan bagi aparat terkait dalam menetapkan kebijakan harga komoditas pertanian sehingga petani sebagai produsen memperoleh nilai tambah yang layak dari usahataninya.

Perhitungan NTP menurut konsep Badan Pusat Statistik ( BPS ) hanya

menggabungkan pendapatan rumahtangga petani dari usahatani tanaman (bahan makanan dan perkebunan rakyat). Dalam realitasnya, sebagian besar

rumahtangga tani di Indonesia memperoleh pendapatan terbesar dari luar usahatani tanaman (peternakan, perikanan dan non-pertanian).

Perhitungan NTP menurut konsep BPS di satu sisi memberikan tambahan informasi yang amat berguna dalam menarik kesimpulan mengenai pengaruh perubahan struktur harga terhadap kesejahteraan petani, di sisi lain data yang selama ini disediakan dapat digunakan lebih optimal.


(62)

Metode perhitungan Nilai Tukar Petani ( NTP ) menurut konsep BPS dapat dirumuskan sebagai berikut :

100 Ib

It NT= × dimana :

It : indeks harga yang diterima petani Ib : indeks harga yang dibayar petani

Data Nilai Tukar Petani (NTP) petani berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara untuk tahun 2004 -2008 dapat disajikan sebagai berikut :


(63)

Tabel 5.2 Nilai Tukar Petani Provinsi Sumatera Utara Menurut Sektor dan Kelompok Tahun 2004

SUMATERA UTARA INDEKS 2004

SEKTOR, KELOMPOK ,DAN SUBKELOMPOK JAN FEB MARET APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOV DES RATA-RATA 1. INDEKS HARGA YANG DITREIMA PETANI 623,44 637,94 663,07 689,15 702,56 376,80 401,16 390,49 395,43 397,97 427,20 433,21 511,54 1.1 Indeks Tanaman Bahan Makanan 684,16 694,13 723,60 758,70 776,10 404,35 441,53 426,62 433,71 441,70 475,84 482,31 561,90 1.1.1 Padi 438,09 455,00 471,20 464,90 472,80 219,54 228,80 228,80 179,77 232,89 253,36 253,36 324,88 1.1.2 Palawija 645,16 649,30 663,80 699,10 725,40 456,83 456,54 446,07 454,12 456,33 468,49 472,73 548,99 1.1.3 Sayur-sayuran 1565,5 1578,70 1684,90 1874,60 1914,20 619,14 864,85 722,56 769,94 665,78 783,59 812,44 1137,03 1.1.4 Buah-buahan 504,93 501,00 501,20 489,60 501,00 746,25 964,56 758,71 924,06 917,06 924,63 929,39 721,87 1.2 Indeks Tanaman Perkebunan Rakyat 491,14 515,50 531,20 537,50 542,30 316,75 313,21 311,76 312,04 302,69 321,23 326,22 401,80 2. INDEKS HARGA YANG DIBAYAR PETANI 615,92 613,50 636,60 644,90 654,50 470,13 471,76 474,26 465,53 460,47 458,07 463,31 534,99 2.1 Indeks Konsumsi Rumah Tangga 644,89 649,30 679,60 688,80 699,90 471,92 473,68 474,42 478,82 478,22 479,13 485,79 558,70 2.1.1 Makanan 715,56 715,40 766,80 782,50 801,60 437,43 437,41 438,04 482,37 481,35 482,46 492,53 586,12 2.1.2 Perumahan 495,18 519,20 525,00 525,90 526,50 573,50 587,41 577,10 429,52 429,77 433,21 436,95 504,94 2.1.3 Pakaian 592,52 593,40 593,60 594,60 595,30 406,38 411,57 426,99 467,26 467,69 472,68 472,99 507,91 2.1.4 Aneka Barang dan Jasa 593,73 593,70 593,70 593,90 593,90 513,55 507,77 512,55 520,02 519,56 515,69 516,60 547,89 2.2 Indeks Biaya Produksi dan 534,71 513,10 515,90 522,00 527,30 465,17 466,44 473,80 428,92 411,56 400,04 401,36 471,69 Penambahan Barang Modal

2.2.1 Faktor Produksi 316,63 326,70 326,70 326,70 326,70 280,45 270,81 276,69 284,99 285,74 311,57 312,94 303,89 2.2.2 Non Faktor Produksi 508.58 511,00 513,90 524,80 530,20 502,62 508,52 511,15 424,54 429,27 418,71 421,61 483,49 2.2.3 Penambahan Barang Modal 366,97 368,80 363,60 358,40 358,00 283,50 272,37 278,11 267,59 261,73 261,81 263,31 308,68 3. NILAI TUKAR PETANI 101,22 104,00 104,20 106,90 107,30 80,15 85,04 82,34 84,94 86,43 93,26 93,50 94,10


(1)

Lampiran 3

Tabel 4.5. Sarana dan Prasarana Desa Pada tahun 2009

No

Sarana dan Prasarana

Jumlah/unit

1. Kelembagaan Ekonomi

Koperasi Unit Desa ( KUD )

1

Industri Kerajinan

2

Rumah Makan dan Restaurant

4

Warung

74

Pasar Mingguan

3

Kios

74

Toko Kelontong

30

Usaha Peternakan

4

Usaha Perkebunan ( pinang )

1

Usaha Minuman Kemasan

6

Pengolahan Kayu

1

Usaha penyewaan tenaga listrik

2

Pangkalan Minyak Tanah

6

Pengecer gas dan bahan bakar minyak

4

2. Lembaga Pendidikan

PAUD

2

TK

2

SD SEDERAJAT

5

SMP SEDERAJAT

2

SMA SEDERAJAT

2

3. Lembaga Keamanan

Hansip dan Linmas

10

Pelakasanaan SISKAMLING

Ada

Jumlah Pos Kamling

15

Keberadaan SATPAM SWAKARSA

Ada

Mitra Koramil/ TNI

Ada


(2)

LKMD

Ada

PKK

Ada

Karang Taruna

1

Kelompok Tani

11

Organisasi Keamanan

1

Organisasi Pemuda

2

Panti

2

5. Peribadatan

Mesjid

15

Surau

3

Gereja

2

6. Prasarana irigasi

3

7. Prasarana Air Bersih dan Sanitasi

Jumlah Sumur Gali

3060

Jumlah Air Minum

4

Saluran Drainase

Ada

8. Prasarana Kesehatan

Puskesmas

1

Puskesmas Pembantu

6

Posyandu

10

Praktek Dokter

2

Gudang Menyimpan Obat

1


(3)

Lampiran 4. Karakteristik Responden Petani di Daerah Penelitian

Sampel Umur Luas Lahan

Yang Dimiliki Luas Lahan Yang Diusahakan Pendidikan Terakhir Pengalaman Bertani ( Tahun) Frekuensi Tanam/Tahun

1. 42 1.42 1.42 SMP 25 2

2.. 43 0.45 0.45 SD 25 2

3. 56 0.44 0.44 SMU 32 2

4. 55 1.06 1.06 SD 30 2

5. 57 0.50 0.50 SD 39 2

6. 54 0.45 0.45 SMP 32 2

7. 37 0.59 0.59 SMP 18 2

8. 46 0.65 0.65 SMU 20 2

9. 48 0.60 0.60 SD 22 2

10. 58 0.65 0.65 SMP 29 2

11. 48 0.60 0.60 SD 24 2

12. 50 0.70 0.70 SD 25 2

13. 59 1.11 1.11 SMP 32 2

14. 52 1.09 1.09 SD 28 2

15. 54 0.72 0.72 SD 29 2

16. 44 1.23 1.23 SMP 24 2

17. 47 0.55 0.55 SMP 26 2

18. 35 1.03 1.03 SD 18 2

19. 53 0.50 0.50 SD 26 2

20. 54 0.70 0.70 SMU 27 2

21. 61 1.27 1.27 SMU 40 2

22. 51 0.65 0.65 SD 24 2

23. 63 1.04 1.04 PT 41 2

24. 55 0.50 0.50 SD 20 2

25. 54 0.62 0.62 SMP 23 2

26. 38 0.50 0.50 SD 19 2

27. 46 1.27 1.27 SMP 21 2

28. 48 1.07 1.07 SMU 25 2

29. 40 0.80 0.80 SD 20 2

30. 39 0.50 0.50 SMP 21 2

31. 40 0.45 0.45 SD 22 2

32. 47 1.50 1.50 SMU 25 2

33. 59 1.20 1.20 SMP 29 2

34. 58 1.22 1.22 SMU 27 2

35. 56 1.50 1.50 SD 28 2

36. 56 0.45 0.45 SMU 27 2

37. 42 0.70 0.70 SMU 21 2

38. 54 0.55 0.55 SD 29 2

39. 44 0.47 0.47 SMP 20 2

40. 38 0.45 0.45 SD 16 2

41. 52 0.72 0.72 SMU 21 2

42. 54 1.12 1.12 SMP 22 2

43. 70 1.08 1.08 SMU 48 2

44. 38 1.16 1.16 SMU 18 2

45. 42 0.60 0.60 SMU 21 2

46. 49 0.60 0.60 SMP 24 2

47. 57 1.20 1.20 SD 30 2

48. 56 0.70 0.70 SD 28 2

49. 50 0.52 0.52 SMP 20 2

50. 57 1.11 1.11 SMP 29 2

51. 50 0.60 0.60 SD 25 2

52. 51 0.45 0.45 SMP 25 2

53. 58 0.48 0.48 SMU 27 2

54. 48 0.75 0.75 SMU 22 2

55. 56 0.50 0.50 SMP 23 2

56. 54 1.15 1.15 SD 25 2

57. 59 0.60 0.60 SMP 28 2

58. 54 1.04 1.04 SMU 26 2

59. 60 1.23 1.23 SD 34 2


(4)

Tabel Nilai Tukar Petani Sampel Pada Tahun 2009

No Sampel Indeks Harga Yang Diterima Petani Indeks Harga Yang Dibayar Petani NTP

Padi Palawija TOTAL Konsumsi Rumah Tangga Operasi Produksi Usaha Tani

(HTPI) (HTPL) Bahan Makanan Perumahan Pakaian Aneka Barang Faktor Upah TK TOTAL

dan Jasa Produksi

1. 12,600,000 2,600,000 15,200,000 3,600,000 2,500,000 550,000 1,700,000 4,350,000 1,735,000 14,435,000 105.30

2. 11,800,000 2,200,000 14,000,000 4,800,000 3,200,000 800,000 1,500,000 3,980,000 1,650,000 15,930,000 87.88

3. 12,500,000 0 9,750,000 1,900,000 3,100,000 600,000 800,000 4,210,000 1,650,000 12,260,000 79.52

4. 12,000,000 3,600,000 15,600,000 3,800,000 2,900,000 950,000 1,700,000 4,440,000 1,930,000 15,720,000 99.23

5. 10,800,000 1,900,000 12,700,000 2,900,000 3,000,000 950,000 1,300,000 4,125,000 1,660,000 13,935,000 91.14

6. 9,500,000 0 9,500,000 2,500,000 2,200,000 300,000 600,000 3,720,000 1,550,000 10,870,000 87.40

7. 10,300,000 2,200,000 12,500,000 3,900,000 2,700,000 600,000 1,000,000 3,700,000 1,540,000 13,440,000 93.00

8. 8,500,000 1,900,000 10,400,000 2,500,000 2,300,000 500,000 600,000 3,510,000 1,500,000 10,910,000 95.32

9. 8,900,000 2,500,000 11,400,000 2,600,000 2,800,000 700,000 700,000 3,650,000 1,660,000 12,110,000 94.13

10. 10,900,000 2,250,000 13,150,000 2,750,000 3,100,000 750,000 1,200,000 4,200,000 1,770,000 13,770,000 95.50

11. 11,250,000 2,100,000 13,350,000 3,200,000 3,200,000 800,000 900,000 4,250,000 1,830,000 14,180,000 94.15

12. 10,190,000 2,000,000 12,190,000 3,300,000 2,000,000 500,000 1,000,000 4,120,000 1,820,000 12,740,000 95.68

13. 10,600,000 0 10,600,000 2,500,000 1,900,000 200,000 500,000 3,800,000 1,670,000 10,570,000 100.28

14. 12,900,000 2,950,000 15,850,000 4,200,000 3,200,000 500,000 1,600,000 4,400,000 1,930,000 15,830,000 100.13

15. 13,500,000 2,500,000 16,000,000 4,700,000 3,200,000 650,000 1,500,000 4,500,000 2,000,000 16,550,000 96.68

16. 13,800,000 3,100,000 16,900,000 3,900,000 3,100,000 700,000 1,800,000 4,660,000 2,030,000 16,190,000 104.39

17. 10,850,000 1,900,000 12,750,000 3,000,000 3,000,000 450,000 1,050,000 4,470,000 1,850,000 13,820,000 92.26

18. 11,330,000 2,200,000 13,530,000 3,150,000 2,950,000 700,000 800,000 4,510,000 1,760,000 13,870,000 97.55

19. 10,260,000 2,000,000 12,260,000 3,200,000 2,700,000 700,000 900,000 4,350,000 1,750,000 13,600,000 90.14

20. 8,770,000 1,750,000 10,520,000 2,900,000 1,900,000 550,000 500,000 3,600,000 1,530,000 10,980,000 95.81

21. 9,200,000 1,600,000 10,800,000 2,600,000 1,800,000 400,000 400,000 3,520,000 1,550,000 10,270,000 105.16


(5)

25. 10,780,000 2,200,000 12,980,000 3,500,000 3,000,000 600,000 900,000 3,830,000 1,870,000 13,700,000 94.74

26. 9,300,000 1,800,000 11,100,000 2,900,000 2,800,000 550,000 550,000 3,550,000 1,720,000 12,070,000 91.96

27. 9,800,000 0 9,800,000 2,200,000 2,800,000 200,000 300,000 2,640,000 1,480,000 9,620,000 101.87

28. 9,500,000 0 9,500,000 2,500,000 2,500,000 200,000 200,000 2,720,000 1,430,000 9,550,000 99.48

29. 10,200,000 2,300,000 12,500,000 3,200,000 3,100,000 800,000 500,000 3,625,000 1,650,000 12,875,000 97.08

30. 9,500,000 1,560,000 11,060,000 3,200,000 2,600,000 550,000 500,000 3,550,000 1,600,000 12,000,000 92.17

31. 9,800,000 2,200,000 12,000,000 3,500,000 3,200,000 700,000 850,000 3,980,000 1,760,000 13,990,000 85.78

32. 9,100,000 2,400,000 11,500,000 2,700,000 2,700,000 500,000 300,000 2,345,000 1,550,000 10,095,000 113.91

33. 8,800,000 1,100,000 9,900,000 2,500,000 2,500,000 500,000 350,000 2,190,000 1,490,000 9,530,000 103.88

34. 9,100,000 2,350,000 11,450,000 2,800,000 2,500,000 600,000 450,000 3,030,000 1,530,000 10,910,000 104.94

35. 8,800,000 2,100,000 10,900,000 2,600,000 2,200,000 600,000 400,000 2,990,000 1,450,000 10,240,000 106.44

36. 8,600,000 1,900,000 10,500,000 3,000,000 3,100,000 550,000 600,000 3,460,000 1,710,000 12,420,000 84.54

37. 9,200,000 2,850,000 12,050,000 3,200,000 3,150,000 600,000 650,000 3,325,000 1,650,000 12,575,000 95.86

38. 9,250,000 3,050,000 12,300,000 3,100,000 3,000,000 700,000 900,000 3,860,000 1,730,000 13,290,000 92.55

39. 8,700,000 2,700,000 11,400,000 3,500,000 2,900,000 650,000 500,000 3,770,000 1,650,000 12,970,000 87.90

40. 9,000,000 2,300,000 11,300,000 3,600,000 3,200,000 500,000 700,000 3,720,000 1,650,000 13,370,000 84.51

41. 9,650,000 2,650,000 12,300,000 3,300,000 3,100,000 500,000 750,000 3,530,000 1,580,000 12,760,000 96.40

42. 8,400,000 2,500,000 10,900,000 2,800,000 1,900,000 400,000 500,000 3,550,000 1,550,000 10,700,000 101.87

43. 7,300,000 2,400,000 9,700,000 2,650,000 1,800,000 350,000 450,000 3,020,000 1,440,000 9,710,000 99.90

44. 8,350,000 2,560,000 10,910,000 2,550,000 2,000,000 400,000 400,000 3,660,000 1,600,000 10,610,000 102.82

45. 7,700,000 2,000,000 9,700,000 2,600,000 1,500,000 500,000 500,000 3,610,000 1,630,000 10,340,000 93.81

46. 8,300,000 0 8,300,000 2,100,000 1,800,000 350,000 200,000 2,980,000 1,430,000 8,860,000 93.68

47. 8,800,000 0 8,800,000 2,100,000 1,500,000 350,000 300,000 2,875,000 1,410,000 8,535,000 103.10

48. 7,900,000 0 7,900,000 1,800,000 1,500,000 400,000 300,000 2,800,000 1,400,000 8,200,000 96.34

49. 6,300,000 2,050,000 8,350,000 2,000,000 1,700,000 400,000 500,000 2,930,000 1,520,000 9,050,000 92.27

50. 6,400,000 2,400,000 8,800,000 2,100,000 1,700,000 400,000 400,000 2,660,000 1,490,000 8,750,000 100.57

51. 6,700,000 1,900,000 8,600,000 2,300,000 1,750,000 400,000 400,000 2,730,000 1,530,000 9,110,000 94.40


(6)

57. 7,350,000 1,700,000 9,050,000 2,000,000 1,750,000 250,000 800,000 3,150,000 1,710,000 9,660,000 93.69

58. 7,400,000 1,660,000 9,060,000 1,800,000 1,600,000 200,000 750,000 3,200,000 1,690,000 9,240,000 98.05

59. 6,800,000 1,700,000 8,500,000 1,500,000 1,600,000 300,000 300,000 2,970,000 1,440,000 8,110,000 104.80

60. 7,500,000 1,450,000 8,950,000 1,950,000 2,000,000 400,000 350,000 3,220,000 1,860,000 9,780,000 91.51

TOTAL 558,450,000 112,530,000 668,230,000 168,950,000 146,300,000 30,450,000 43,050,000 210,620,000 98,745,000 698,115,000 5,756.35