Dasar-dasar Pendidikan Islam Pendidikan Islam
ilmiah terhadap manusia sejak manusia masih dalam bentuk segumpal darah dalam rahim ibu. Sebagaimana firman Allah:
.
.
.
.
.
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar manusia dengan perantaran pena. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” QS. Al-‗Alaq: 1-5.
37
Dasar pelaksanaan pendidikan Islam, Allah berfirman:
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu Al Quran dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
Apakah Al kitab Al Quran dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki
dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk
kepada jalan yang lurus. QS. Asy-Syura: 52. Ayat ini menjelaskan bahwa al-
Qur‘an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus dalam arti
memberi bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang diridhai Allah SWT.
38
37
Departemen Agama RI, op. cit., h. 597.
38
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, Cet. V, h. 154.
Al- Qur‘an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan
oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek yang
dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung di dalamnya terdiri dari dua prinsip besar,
yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut dengan akidah dan yang berhubungan dengan aktivitas manusia yang disebut
dengan syar i‘ah. Ajaran-ajaran yang berkenaan dengan iman dalam al-
Qur‘an tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal perbuatan. Hal ini menunjukkan amal itulah yang paling banyak dilaksanakan, sebab
semua amal perbuatan manusia dalam hubungan kepada Allah, dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat, serta dengan alam lingkungannya
termasuk dalam lingkup aktivitas manusia. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam membicarakan tentang
syari‘ah adalah ibadah yaitu perbuatan yang berhubungan langsung dengan Allah; muamalah yaitu perbuatan yang berhubungan langsung
dengan selain Allah; dan akhlak yaitu untuk tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan.
Dengan demikian al- Qur‘an sebagai kitab suci agama Islam harus
dijadikan landasan dan sumber utama pendidikan Islam. Sehingga terlihat bahwa seluruh dimensi yang terkandung dalam al-
Qur‘an memiliki misi dan implikasi kependidikan yang bergaya imperatif, motivatif, dan
persuasif, dinamis, sebagai suatu sistem pendidikan yang utuh dan demokratis lewat proses manusiawi. Proses kependidikan tersebut
bertumpu pada kemampuan rohaniah dan jasmaniah masing-masing peserta didik, secara bertahap dan berkesinambungan, tanpa melakukan
perkembangan zaman dan nilai-nilai Ilahiah. Semua proses pendidikan Islam tersebut merupakan proses konservasi dan transformasi, serta
internalisasi nilai-nilai dalam kehidupan manusia sebagaimana yang diinginkan oleh ajaran Islam. Dengan upaya ini, diharapkan peserta didik
mampu hidup secara serasi dan seimbang, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
39
2 Hadits As-Sunnah
Sunnah menurut bahasa banyak artinya, antara lain adalah: suatu perjalanan yang diikuti, baik dinilai perjalanan baik atau perjalanan buruk.
Dan makna sunnah yang lain adalah: tradisi yang kontinu,
40
misalnya firman Allah:
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi sunnatullah itu.
QS. Al-Fath: 23.
41
Sedangkan sunnah menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama, di antaranya sebagai berikut:
a. Menurut ulama ahli hadits Muhaditsin, sunnah adalah segala
perkataan Nabi, perbuatannya, dan segala tingkah lakunya. b.
Menurut ulama Ushul Fikih Ushuliyun, sunnah adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi baik yang bukan dari al-Qur
‘an baik berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang patut
dijadikan dalil hukum syara‘. c.
Menurut ulama Fikih Fuqaha, sunnah adalah sesuatu ketetapan yang datang dari Rasulullah dan tidak termasuk kategori fardlu dan
wajib, maka ia menurut mereka adalah sifat syara‘ yang menuntut pekerjaan tapi tidak wajib dan tidak disiksa bagi yang
meninggalkannya. d.
Menurut ulama maw‘izhah ‘Ulama Al-Wa’zhi wa Al-Irsyad, sunnah adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi dan sahabat.
42
39
Soleha dan Rada, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Alfabeta, 2011, Cet. I, h. 27-29.
40
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2009, Cet. II, h. 5.
41
Departemen Agama RI, op. cit., h. 513.
42
Abdul Majid Khon, op. cit., h. 5-8.
Contoh yang diberikan oleh beliau dapat dibagi kepada tiga bagian. Pertama, hadits qauliyah yaitu yang berisikan ucapan, pernyataan, dan
persetujuan Nabi Muhammad SAW. Kedua, hadits fi’liyah yaitu yang
berisi tindakan dan perbuatan yang pernah dilakukan Nabi. Ketiga, hadis taqririyah yaitu yang merupakan persetujuan Nabi atas tindakan dan
peristiwa yang terjadi.
43
Sehingga dalam pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu : 1 menjelaskan sistem pendidikan Islam terdapat dalam al-
Qur‘an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya; 2 menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama
sahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya.
44
3 Ijtihad
Landasan berikutnya yang lebih bersifat praktis dan aplikatif adalah ijtihad para ulama.
45
Ijtihad berakar dari kata jahda yang berarti al- masyaqqah yang sulit dan badzl al-
wus’i wa thaqati pengarahan kesan
ggupan dan kekuatan. Sa‘id al-Taftany memberikan arti ijtihad dengan tahmil al-juhdi ke arah yang membutuhkan kesungguhan, yaitu
pengarahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai pada batas puncaknya.
46
Sehingga secara etimologi ijtihad berarti usaha keras dan sungguh- sungguh gigih, yang dilakukan oleh para ulama untuk menetapkan
hukum suatu perkara atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu. Sedangkan secara terminologi ijtihad adalah ungkapan atas kesepakatan
dari sejumlah ulil amri dari umat Muhammad SAW dalam suatu masa, untuk menetapkan hukum syari‘ah terhadap berbagai peristiwa yang
43
Samsul Nizar, op. cit., h. 95-97.
44
Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2005, Cet. II, h. 35.
45
Soleha dan Rada, op. cit., h. 33.
46
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: KENCANA, 2008, Cet. II, h. 43.
terjadi batasan yang dikembangkan oleh al-Amidy. Menurut Abu Zahrah, ijtihad adalah produk
ijma’ kesepakatan para mujtahid muslim, pada suatu periode terhadap berbagai persoalan yang terjadi setelaah
wafatnya Nabi Muhammad SAW, untuk menetapkan hukum syara‘ atas berbagai persoalan umat yang bersifat amaly.
47
Dapat disimpulkan ijtihad adalah istilah para fuqaha yaitu berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari‘at Islam mengenai hal-hal yang belum ditegaskan hukumnya oleh al-
Qur‘an dan al-Sunnah. Dan dalam pelaksanaannya ijtihad ini harus mengikuti
kaidah-kaidah yang telah diatur oleh para mujtahid dan harus berpedoman serta tidak bertentangan dengan isi yang ada pada al-
Qur‘an dan al- Sunnah.
48
Ijtihad menjadi penting dalam pendidikan Islam ketika suasana pendidikan mengalami status quo, jumud, dan stagnan. Tujuan dilakukan
ijtihad dalam pendidikan adalah untuk dinamisasi, inovasi dan modernisasi pendidikan agar diperoleh masa depan pendidikan yang lebih
berkualitas.
49
Ijtihad di bidang pendidikan, utamanya pendidikan Islam sangat perlu dilakukan, karena media pendidikan merupakan sarana utama untuk
membangun pranata kehidupan sosial dan kebudayaan manusia untuk mencapai kebudayaan yang berkembang secara dinamis, hal ini ditentukan
oleh sistem pendidikan yang dilaksanakan dan senantiasa merupakan pencerminan dan penjelmaan dari nilai-nilai serta prinsip pokok al-
Qur‘an dan Hadits. Proses ini akan mampu mengontrol manusia dalam seluruh
aspek kehidupannya, sekaligus sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
50
47
Samsul Nizar, op. cit., h. 100.
48
M. Alisuf Sabri, op. cit., h. 156.
49
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, loc. cit.
50
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008, Cet. Ke-I, h. 116.