Pengertian Khalifah Konsep Khalifah Menurut M. Quraish Shihab
                                                                                 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Dan  Dia  lah  yang  menjadikan  kamu  penguasa-penguasa  di  bumi dan  Dia  meninggikan  sebahagian  kamu  atas  sebahagian  yang  lain
beberapa  derajat,  untuk  mengujimu  tentang  apa  yang  diberikan-Nya kepadamu.  Sesungguhnya  Tuhanmu  Amat  cepat  siksaan-Nya  dan
Sesungguhnya  Dia  Maha  Pengampun  lagi  Maha  Penyayang. ”  QS.  Al-
An’am: 165.
 
 
 
 
 
“Kemudian  Kami  jadikan  kamu  pengganti-pengganti  mereka  di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu
berbuat. ” QS. Yunus: 14.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Lalu mereka mendustakan Nuh, Maka Kami selamatkan Dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka
itu  pemegang  kekuasaan  dan  Kami  tenggelamkan  orang-orang  yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan
orang-orang yang diberi peringatan itu. ” QS. Yunus: 73.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Dia-lah  yang  menjadikan  kamu  khalifah-khalifah  di  muka  bumi. Barangsiapa  yang  kafir,  Maka  akibat  kekafirannya  menimpa  dirinya
sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang
kafir  itu  tidak  lain  hanyalah  akan  menambah  kerugian  mereka  belaka. ”
QS. Fathir: 39.
2 Khulafa terulang sebanyak tiga kali pada surah-surah Al-A’raf 7 ayat
69 dan ayat 74, dan Al-Naml 27 ayat 62.
14
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Apakah kamu tidak percaya dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang  laki-laki di  antaramu
untuk  memberi  peringatan  kepadamu?  dan  ingatlah  oleh  kamu  sekalian  di waktu  Allah  menjadikan  kamu  sebagai  pengganti-pengganti  yang
berkuasa  sesudah  lenyapnya  kaum  Nuh,  dan  Tuhan  telah  melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu daripada kaum Nuh itu. Maka ingatlah
nikmat-nikmat  Allah  supaya  kamu  mendapat  keberuntungan.
”  QS.  Al- A’raf: 69.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti- pengganti  yang  berkuasa  sesudah  kaum  Aad  dan  memberikan  tempat
bagimu  di  bumi.  kamu  dirikan  istana-istana  di  tanah-tanahnya  yang  datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; Maka ingatlah
nikmat-nikmat  Allah  dan  janganlah  kamu  merajalela  di  muka  bumi membuat kerusakan.
” QS. Al-A’raf: 74.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Atau  siapakah  yang  memperkenankan  doa  orang  yang  dalam kesulitan  apabila  ia  berdoa  kepada-Nya,  dan  yang  menghilangkan
kesusahan dan yang menjadikan kamu manusia sebagai khalifah di bumi?
14
M. Quraish  Shihab,  Membumikan  Al- Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung: Mizan, 2009, Cet. III, h. 243.
Apakah  disamping  Allah  ada  Tuhan  yang  lain?  Amat  sedikitlah  kamu mengingati Nya.
” QS. An-Naml: 62 M.  Quraish  Shihab  menganalisis  bahwa  keseluruhan  kata  tersebut
berakar  dari  kata khulafa’  yang  pada  mulanya  berarti  “di  belakang”.  Dari
sini,  kata  khalifah  s eringkali  diartikan  sebagai  “pengganti”  karena  yang
menggantikan  selalu  berada  atau  datang  di  belakang,  sesudah  yang digantikannya.
15
Dan  dalam  tafsirannya  di  tafsir  Al-Misbah,  M.  Quraish  Shihab menjelaskan  bahwa  QS.  Al-Baqarah  ayat  30  itu  merupakan  kelompok  ayat
yang  dimulai  dengan  penyampaian  keputusan  Allah  kepada  para  malaikat tentang rencana-Nya menciptakan manusia di bumi. Di dalam dialog antara
Allah  dengan  malaikat,  yaitu  Sesungguhnya  Aku  akan  menjadikan  khalifah di  dunia,  demikian  itu  merupakan  penyampaian  Allah  swt.  Penyampian  ini
bisa jadi setelah proses penciptaan alam raya dan kesiapannya untuk dihuni manusia pertama Adam dengan nyaman. Mendengar rencana tersebut para
malaikat  bertanya  tentang  makna  penciptaan  tersebut.  Mereka  menduga bahwa  khalifah  ini  akan  merusak  dan  menumpahkan  darah.  Dugaan  itu
mungkin  berdasarkan  pengalaman  mereka  sebelum  terciptanya  manusia,  di mana  ada  makhluk  yang  berlaku  demikian,  atau  bisa  juga  berdasar  asumsi
bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka pasti  makhluk  itu  berbeda  dengan  malaikat  yang  selalu  bertasbih
menyucikan  Allah  SWT.  Pertanyaan  mereka  itu  juga  bisa  lahir  dari penamaan  Allah  terhadap  makhluk  yang  dicipta  itu  dengan  khalifah.  Dan
kata  khalifah  pada  mulanya  berarti  yang  menggantikan  atau  yang  datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Akan tetapi atas dasar ini, ada yang
memahami kata khalifah di sini dalam arti yang menggantikan Allah dalam menegakkan  kehendak-Nya  dan  menerapkan  ketetapan-ketetapan-Nya,
tetapi  bukan  karena  Allah  tidak  mampu  atau  menjadikan  manusia berkedudukan  sebagai  Tuhan.  Allah  bermaksud  dengan  pengangkatan  itu
untuk  menguji  manusia  dan  memberinya  penghormatan.  Namun  ada  juga
15
Ibid.
yang  memahami  dalam  arti  yang  menggantikan  makhluk  lain  dalam penghuni bumi ini.
16
Betapapun,  ayat  30  surat  Al-Baqarah  ini  menunjukkan  bahwa kekhalifahan  terdiri  dari  wewenang  yang  dianugerahkan  Allah  SWT.,
makhluk  yang  diserahi  tugas,  yakni  Adam  as.  Dan  anak  cucunya,  serta wilayah tempat bertugas, yakni bumi yang terhampar ini.
Jika  demikian,  kekhalifahan  mengharuskan  makhluk  yang  diserahi tugas  itu  melaksanakan  tugasnya  sesuai  dengan  petunjuk  Allah  yang
memberinya tugas dan wewenang. Kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya adalah pelanggaran terhadap makna dan tugas kekhalifahan.
17
Mengutip  Al-Raghib  Al-Isfahani,  dalam  Mufradat  fi  Gharib  Al- Qur’an,  M.  Quraish  Shihab  menjelaskan  bahwa  menggantikan  yang  lain
berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik bersama yang digantikannya  maupun  sesudahnya.  Kekhalifahan  tersebut  dapat  terlaksana
akibat  ketiadaan  di  tempat,  kematian,  atau  ketidakmampuan  orang  yang digantikan, dan dapat juga akibat penghormatan yang diberikan kepada yang
menggantikan. Tidak  dapat  disangkal  oleh  para  mufasir  bahwa  perbedaan  bentuk-
bentuk  di  atas khalifah,  khalaif,  khulafa’  masing-masing  mempunyai
konteks  makna  tersendiri,  yang  sedikit  atau  banyak  berbeda  dengan  yang lain.
Sedangkan  merujuk  kepada  al- Qur’an untuk mengetahui kandungan
makna kata khalifah karena ayat al- Qur’an berfungsi pula sebagai penjelas
terhadap  ayat-ayat  lainnya,  maka  dari  kata  khalifah  yang  hanya  terulang dua kali serta konteks-konteks pembicaraannya, M. Quraish Shihab menarik
beberapa  kesimpulan  makna,  khususnya  dengan  memperhatikan  ayat-ayat surah Shad yang menguraikan sebagian dari sejarah kehidupan Nabi Daud.
18
16
M.  Quraish  Shihab,  Tafsir  Al-Misbah;  Pesan,  Kesan  dan  Keserasian  Al- Qur’an, Jakarta:
Lentera Hati, 2007, Vol. I, Cet. X, h. 140.
17
M. Quraish Shihab, loc cit.
18
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 244.
Dari  surah  Shad  tersebut,  kekhalifahan  yang  dianugerahkan  kepada Daud  a.s.  bertalian  dengan  kekuasaan  mengelola  wilayah  tertentu.  Hal  ini
diperolehnya berkat anugerah Allah yang mengajarkan kepadanya al-hikmah dan  ilmu  pengetahuan.  Makna  “pengelolaan  wilayah  tertentu”  berkaitan
dengan kekuasaan politik, dipahami pula pada ayat-ayat yang menggunakan bentuk
khulafa’.  Hal  ini,  berbeda  dengan  kata  khala’if,  yang  tidak mengesankan adanya kekuasaan semacam itu, sehingga akhirnya kita dapat
berkata  bahwa  sejumlah  orang  yang  tidak  memiliki  kekuasaan  politik dinamai oleh al-
Qur’an dengan khala’if tanpa menggunakan bentuk mufrad tunggal.  Tidak  digunakannya  bentuk  mufrad  untuk  makna  tersebut
agaknya  mengisyaratkan  bahwa  kekhalifahan  yang  diemban  oleh  setiap orang  tidak  dapat  terlaksana  tanpa  bantuan  orang  lain,  berbeda  dengan
khalifah  yang  bermakna  penguasa  dalam  bidang  politik  itu.  Hal  ini  dapat mewujud  dalam  diri  pribadi  seseorang  atau  diwujudkannya  dalam  bentuk
otoriter atau diktator.
19
Apabila  kembali  merujuk  kepada  surah  Al-Baqarah  ayat  30,  yang menggunakan  kata  khalifah  untuk  Adam  a.s.,  maka  ditemukan  persamaan-
persamaan dalam redaksi maupun dalam makna dan konteks uraian. Sehingga  dalam  analisisnya  M.  Quraish  Shihab  mengambil
kesimpulan, yaitu : 1
Kata  khalifah    digunakan  oleh  al-Qur’an  untuk  siapa  yang  diberi kekuasaan mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas. Dalam hal ini,
Daud  947-1000  S.M.  mengelola  wilayah  Palestina.  Sedangkan  Adam secara potensial atau aktual diberi tugas mengelola bumi keseluruhannya
pada awal masa sejarah kemanusiaan. 2
Bahwa  seorang  khalifah  berpotensi,  bahkan  secara  aktual,  dapat melakukan  kekeliruan  dan  kesalahan  akibat  mengikuti  hawa  nafsu.
Karena  itu  baik  Adam  maupun  Daud  diberi  peringatan  agar  tidak mengikuti hawa nafsu.
20
19
Ibid, h. 244-245.
20
M. Quraish Shihab, loc. cit.
Jadi  dari  penjelasan  di  atas,  terlihatlah  bahwasannya  di  dalam  QS. Al-Baqarah  ayat  30  dan  QS.  Shad  ayat  26,  terdapat  perbedaan  di  dalam
kedua  surat  tersebut.  Di  dalam  QS.  Al-Baqarah,  Allah  menggunakan  kata “Aku” dalam merencanakan adanya khalifahpemimpin di muka bumi, yang
di  mana  berarti  hanya  Allah  saja  yang  berperan  dalam  pengangkatan khalifah  tersebut.  Sedangkan  di  dalam  QS.  Shad  ayat  26,  dijelaskan
bahwasannya Allah menggunakan kata “Kami” ketika mengangkat seorang
khalifahpemimpin, maka hal itu menunjukkan bahwa ada keterlibatan peran makhluk selain Allah sendiri. Sehingga ketika Nabi Daud diangkat menjadi
pemimpin  maka  ketika  itu,  Allah  dan  manusia  di  lingkungan  Nabi  Daud telah mengangkat Nabi Daud sebagai pemimpin buat umatrakyatnya.
                