Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) Pada Lahan Sempit Di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal

PENETAPAN LUAS LAHAN MINIMUM UNTUK
PERTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) PADA
LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KABUPATEN TEGAL

Oleh
JOKO SANTOSO
A24103077

PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN

Joko Santoso, Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum) pada Lahan Sempit di Daerah Sentra Produksi
Kabupaten Tegal. Dibawah bimbingan Supiandi Sabiham.


Lahan usaha tani bawang merah di Desa Sidapurna Kabupaten Tegal
merupakan lahan sawah yang sempit, yaitu kurang dari 0,25 hektar. Oleh karena
itu optimalisasi penggunaan lahan umumnya untuk usaha tersebut perlu dikaji
secara mendalam.
Penelitian ini bertujuan menetapkan luas lahan sempit yang dapat
dioptimalkan oleh petani bawang merah Desa Sidapurna berdasarkan analisis
usaha tani. Luas lahan minimal yang harus dimiliki petani agar optimal dan mampu
mencukupi kebutuhan produksi berdasarkan tingkat usaha tani adalah seluas 3750
m2. Petani bawang merah dalam mengusahakan lahannya untuk mengoptimalkan
lahan tersebut dapat disarankan pada luasan antara 0,25 – 0,5 hektar. Luas lahan
3750 m2 tersebut juga dapat meningkatkan produktivitas lahan, bila pemberian
input pupuk utama optimal. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, petani dapat
mengupayakan pengadaan input secara optimal, pengatahuan cuaca lingkungan
tanam, pengetahuan pola tanam, penggabungan manajemen usaha tani pada luasan
lahan yang kurang dari 0,25 hektar menjadi luas lahan antara 0,25 - 0,5 hektar.

ABSTRACK

Joko Santoso, Wide stipulating of minimum farm for the pertanaman of shallot (
Allium ascalonicum) at narrow, tight farm in area produce centre the non irigated

dry field regency of Tegal. Under tuition. of Supiandi Sabiham.

Farm of[is effort shallot farmer [in] Countryside of Sidapurna of Regency
[of] Non irigated dry field represent the narrow;tight rice field farm, that is less
than 0,25 hectare. Therefore optimalisasi of farm use generally for the effort of the
require to be studied exhaustively
This research aim to specify wide [of] narrow;tight farm which can be
optimal by farmer of shallot of Countryside Sidapurna [of] pursuant to analysis
of[is effort farmer. Wide [of] minimum farm which must be owned [by] the farmer
[of] [so that/ to be] optimal and able to answer the demand the requirement
produce pursuant to storey;level of[is effort farmer [is] for the width of 3750 m2.
Shallot farmer in labouring its farm to [be] optimal [of] the farm can be suggested
[at] luasan [of] [among/between] 0,25 - 0,5 hectare. Wide [of] farm 3750 the m2
also can improve the farm productivity, if/when optimal especial manure input gift.
To overcome the [the] mentioned of[is above, farmer can strive the input levying
in an optimal fashion, environmental pengatahuan weather plant the, pattern
knowledge plant the, management affiliation of[is effort farmer [of] [at] luasan
farm which less than 0,25 hectare become wide [of] farm [of] [among/between]
0,25 - 0,5 hectare.


PENETAPAN LUAS LAHAN MINIMUM UNTUK
PERTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) PADA
LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KABUPATEN TEGAL

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:
JOKO SANTOSO
A24103077

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007


Judul Skripsi

:

Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman
Merah (Allium ascalonicum) pada Lahan

Bawang

Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal
Nama

:

Joko Santoso

NRP

:


A24103077

Program Studi

:

Ilmu Tanah

Departemen

:

Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP. 130 422 698


Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus:

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penetapan Luas
Lahan Minimun Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada
Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal” belum pernah diajukan
pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh
gelar akademik tertentu. Saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri.

Bogor,


Mei 2007

Joko Santoso
NRP. A24103077

RIWAYAT HIDUP

Penulis terlahir di Rokan Hulu, 13 Nopember 1984 sebagai anak kedua dari
empat bersaudara, pasangan dari Barju Kiswoto dan Suwarni. Penulis
menyelesaikan Sekolah Dasar di SD N 030 Bangun Jaya, kemudian melanjutkan
ke SLTP N 1 Mojolaban, Sekolah Menengah Atas pada SMU Negeri 2 Sukoharjo
pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
melalui jalur SPMB pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu : Himpunan
Mahasiswa Ilmu Tanah tahun 2003, Dewan Perwakilan Mahasiswa Faklutas
Pertanian tahun 2004, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
IPB tahun 2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian tahun 2005,
Forum Mahasiswa Peduli Lingkungan (Formalin)-IPB tahun 2006. Aktif dalam
kewirausahaan yang nyata di lapang, memberikan nilai tersendiri bagi penulis.


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. wb
Puji syukur penulis kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW atas jalan
terang dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan lancar dan baik. Skripsi dengan judul
Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium
ascalonicum) pada Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr atas saran, bimbingan, nasehat, dan
kritikan yang membangun selama proses penulisan proposal, penelitian, dan
penulisan

skripsi

yang


menambah

pengetahuan

penulis,

serta

penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Syaiful Anwar, MSc selaku dosen penguji yang memberikan masukan beserta
bimbingan kepada penulis untuk penyelesaian tugas akhir ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada
orang tua penulis Bapak Barju Kiswoto sekalian Ibu Suwarni di Bangun Jaya atas
dukungan yang tak ternilai bagi penulis. Kakak dan adik-adikku, Dewi
Restyaningsih W, Bani Prayogo, Rohmah Sri Handayani, hidup pasti berubah,
berusahalah gapai cita-citamu pada setiap perubahan hidup kita. ucapan terima
kasih juga penulis haturkan kepada keluarga Bapak Maman Rukman H atas

kesabaran, dukungan, dan do’anya. Spesial terima kasih ini kepada Kharisma
Mailasari, semoga ku genapkan janjiku padamu untuk berbagi dan menjalani hidup
bersamamu.
Warga Desa Sidapurna (Bapak Faizin selaku kepala desa, Bapak Warjo,
Bapak Jari dan seluruh masyarakat) dan seluruh lingkup Pemerintah Kabupaten
Tegal. Teman-teman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan 40, seluruh
mahasiswa seorganisasi, temen kos hingga akhir (Gamal, Nawawi dan Shanti).

Temen usahaku (ternyata aku temukan jiwa enterpreneurku) Ali Yasin. Seluruh
pihak yang yang tidak penulis sebutkan dalam membantuku untuk berbuat dan
memberikan yang berarti bagi penulis.
Terimakasih
Wassalamu’alaikum. Wr. wb

Bogor, Mei 2007

Penulis

ix


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI…………………………………………………………….

ix

DAFTAR TABEL……………………………………………………….

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................

1

Tujuan Penelitian..........................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA
Entisol...........................................................................................

3

Bawang Merah..............................................................................

5

Produksi dan Area Produksi Bawang Merah................................

8

Penetapan Luas Lahan Minimum.................................................

10

Analisis Usaha Tani......................................................................

11

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................

13

Metode Pengumpulan Data………………………………….......

13

Analisis Sampel Tanah..................................................................

15

Analisis Data.................................................................................

15

KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN
Lokasi Geografis...........................................................................

17

Keadaan Penduduk........................................................................

17

PENETAPAN LUAS LAHAN MINIMUM UNTUK
PERTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) PADA
LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KABUPATEN TEGAL

Oleh
JOKO SANTOSO
A24103077

PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN

Joko Santoso, Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum) pada Lahan Sempit di Daerah Sentra Produksi
Kabupaten Tegal. Dibawah bimbingan Supiandi Sabiham.

Lahan usaha tani bawang merah di Desa Sidapurna Kabupaten Tegal
merupakan lahan sawah yang sempit, yaitu kurang dari 0,25 hektar. Oleh karena
itu optimalisasi penggunaan lahan umumnya untuk usaha tersebut perlu dikaji
secara mendalam.
Penelitian ini bertujuan menetapkan luas lahan sempit yang dapat
dioptimalkan oleh petani bawang merah Desa Sidapurna berdasarkan analisis
usaha tani. Luas lahan minimal yang harus dimiliki petani agar optimal dan mampu
mencukupi kebutuhan produksi berdasarkan tingkat usaha tani adalah seluas 3750
m2. Petani bawang merah dalam mengusahakan lahannya untuk mengoptimalkan
lahan tersebut dapat disarankan pada luasan antara 0,25 – 0,5 hektar. Luas lahan
3750 m2 tersebut juga dapat meningkatkan produktivitas lahan, bila pemberian
input pupuk utama optimal. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, petani dapat
mengupayakan pengadaan input secara optimal, pengatahuan cuaca lingkungan
tanam, pengetahuan pola tanam, penggabungan manajemen usaha tani pada luasan
lahan yang kurang dari 0,25 hektar menjadi luas lahan antara 0,25 - 0,5 hektar.

ABSTRACK

Joko Santoso, Wide stipulating of minimum farm for the pertanaman of shallot (
Allium ascalonicum) at narrow, tight farm in area produce centre the non irigated
dry field regency of Tegal. Under tuition. of Supiandi Sabiham.

Farm of[is effort shallot farmer [in] Countryside of Sidapurna of Regency
[of] Non irigated dry field represent the narrow;tight rice field farm, that is less
than 0,25 hectare. Therefore optimalisasi of farm use generally for the effort of the
require to be studied exhaustively
This research aim to specify wide [of] narrow;tight farm which can be
optimal by farmer of shallot of Countryside Sidapurna [of] pursuant to analysis
of[is effort farmer. Wide [of] minimum farm which must be owned [by] the farmer
[of] [so that/ to be] optimal and able to answer the demand the requirement
produce pursuant to storey;level of[is effort farmer [is] for the width of 3750 m2.
Shallot farmer in labouring its farm to [be] optimal [of] the farm can be suggested
[at] luasan [of] [among/between] 0,25 - 0,5 hectare. Wide [of] farm 3750 the m2
also can improve the farm productivity, if/when optimal especial manure input gift.
To overcome the [the] mentioned of[is above, farmer can strive the input levying
in an optimal fashion, environmental pengatahuan weather plant the, pattern
knowledge plant the, management affiliation of[is effort farmer [of] [at] luasan
farm which less than 0,25 hectare become wide [of] farm [of] [among/between]
0,25 - 0,5 hectare.

PENETAPAN LUAS LAHAN MINIMUM UNTUK
PERTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) PADA
LAHAN SEMPIT DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KABUPATEN TEGAL

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:
JOKO SANTOSO
A24103077

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul Skripsi

:

Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman
Merah (Allium ascalonicum) pada Lahan

Bawang

Sempit di Daerah Sentra Produksi Kabupaten Tegal
Nama

:

Joko Santoso

NRP

:

A24103077

Program Studi

:

Ilmu Tanah

Departemen

:

Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP. 130 422 698

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus:

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penetapan Luas
Lahan Minimun Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada
Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal” belum pernah diajukan
pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh
gelar akademik tertentu. Saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri.

Bogor,

Mei 2007

Joko Santoso
NRP. A24103077

RIWAYAT HIDUP

Penulis terlahir di Rokan Hulu, 13 Nopember 1984 sebagai anak kedua dari
empat bersaudara, pasangan dari Barju Kiswoto dan Suwarni. Penulis
menyelesaikan Sekolah Dasar di SD N 030 Bangun Jaya, kemudian melanjutkan
ke SLTP N 1 Mojolaban, Sekolah Menengah Atas pada SMU Negeri 2 Sukoharjo
pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
melalui jalur SPMB pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu : Himpunan
Mahasiswa Ilmu Tanah tahun 2003, Dewan Perwakilan Mahasiswa Faklutas
Pertanian tahun 2004, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
IPB tahun 2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian tahun 2005,
Forum Mahasiswa Peduli Lingkungan (Formalin)-IPB tahun 2006. Aktif dalam
kewirausahaan yang nyata di lapang, memberikan nilai tersendiri bagi penulis.

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. wb
Puji syukur penulis kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW atas jalan
terang dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan lancar dan baik. Skripsi dengan judul
Penetapan Luas Lahan Minimum Untuk Pertanaman Bawang Merah (Allium
ascalonicum) pada Lahan Sempit di Derah Sentra Produksi Kabupaten Tegal ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr atas saran, bimbingan, nasehat, dan
kritikan yang membangun selama proses penulisan proposal, penelitian, dan
penulisan

skripsi

yang

menambah

pengetahuan

penulis,

serta

penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Syaiful Anwar, MSc selaku dosen penguji yang memberikan masukan beserta
bimbingan kepada penulis untuk penyelesaian tugas akhir ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada
orang tua penulis Bapak Barju Kiswoto sekalian Ibu Suwarni di Bangun Jaya atas
dukungan yang tak ternilai bagi penulis. Kakak dan adik-adikku, Dewi
Restyaningsih W, Bani Prayogo, Rohmah Sri Handayani, hidup pasti berubah,
berusahalah gapai cita-citamu pada setiap perubahan hidup kita. ucapan terima
kasih juga penulis haturkan kepada keluarga Bapak Maman Rukman H atas
kesabaran, dukungan, dan do’anya. Spesial terima kasih ini kepada Kharisma
Mailasari, semoga ku genapkan janjiku padamu untuk berbagi dan menjalani hidup
bersamamu.
Warga Desa Sidapurna (Bapak Faizin selaku kepala desa, Bapak Warjo,
Bapak Jari dan seluruh masyarakat) dan seluruh lingkup Pemerintah Kabupaten
Tegal. Teman-teman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan 40, seluruh
mahasiswa seorganisasi, temen kos hingga akhir (Gamal, Nawawi dan Shanti).

Temen usahaku (ternyata aku temukan jiwa enterpreneurku) Ali Yasin. Seluruh
pihak yang yang tidak penulis sebutkan dalam membantuku untuk berbuat dan
memberikan yang berarti bagi penulis.
Terimakasih
Wassalamu’alaikum. Wr. wb

Bogor, Mei 2007

Penulis

ix

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI…………………………………………………………….

ix

DAFTAR TABEL……………………………………………………….

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................

1

Tujuan Penelitian..........................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA
Entisol...........................................................................................

3

Bawang Merah..............................................................................

5

Produksi dan Area Produksi Bawang Merah................................

8

Penetapan Luas Lahan Minimum.................................................

10

Analisis Usaha Tani......................................................................

11

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................

13

Metode Pengumpulan Data………………………………….......

13

Analisis Sampel Tanah..................................................................

15

Analisis Data.................................................................................

15

KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN
Lokasi Geografis...........................................................................

17

Keadaan Penduduk........................................................................

17

x

Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Usahatani..................................................

22

Penguasaan Lahan.........................................................................

23

Cara Bercocok Tanam Bawang Merah.........................................

25

Analisis Usaha Tani......................................................................

35

Pemupukan dan Kandungan Hara Tanah ……………………….

45

Rekomendasi Pemupukan……………………………………….

49

Batas Minimum Lahan Untuk Usaha Tani Bawang Merah
Optimum………………………………………………………...

50

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan...................................................................................

53

Saran..............................................................................................

53

DAFTAR PUSTKA......................................................................

55

LAMPIRAN..............................................................................................

57

xi

DAFTAR TABEL

Teks

Halaman

1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah Lima
Propinsi di Indonesia 2001-2002.................................................

9

2. Luas Panen Sayuran Dirinci Menurut Jenis Tanaman di
Kabupaten Tegal Tahun 2004 - 2005 (Ha)……………………...

9

3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sidapurna
Tahun 2006...................................................................................

18

4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa
Sidapurna Tahun 2006..................................................................

20

5. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa
SidapurnaTahun 2006...................................................................

21

6. Data Curah Hujan 6 Tahun (Tahun 2000-2006) di Desa
Sidapurna......................................................................................

22

7. Jumlah Petani Responden Desa Sidapurna Berdasar Luas Lahan
Beserta Penguasaan Lahan............................................................

24

8. Jumlah Biaya Total (dalam Rupiah) per luasan lahan Petani
Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007..............
9.

36

Jumlah Penerimaan Total (dalam Rupiah) per luasan lahan
Petani Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007...

41

10. Jumlah Pendapatan Total (dalam Rupiah) per luasan lahan
Petani Responden Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007...

43

11. Rata-rata pemupukan Petani Desa Sidapurna per Hektar per
Musim Tanam Tahun 2007……………………………………...

46

12. Rata-rata Analisis Sifat Kimia Tanah Desa Sidapurna,
Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal......................................

48

13. Produktivitas Luas Lahan Untuk Usaha Tani Bawang Merah
Desa Sidapurna Musim Tanam Tahun 2007………………….....

51

xii

Lampiran

Halaman

1. Analisis pH dengan pH meter tanah 10 gram dan H2O 50 ml
(perbandingan 1:5)........................................................................

57

2. Data Hasil Analisis Tanah, Laboratorium Kesuburan Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, IPB per Maret 2007……………….............................

60

3. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,
R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Pemilik per Hektar Tahun
2007……………………………………………………………...

61

4. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,
R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Sewa per HektarTahun
2007……………………………………………………………..

62

5. Rata-rata Biaya, Penerimaan, Produktivitas, Pendapatan Tunai,
R/C ratio, Pendapatan Total, Petani Lahan Bengkok dan Lahan
Bagi Hasil per HektarTahun 2007………....................................

63

6. Rekomendasi Pemupukan Bawang Merah Dari Analisis Tanah
Berdasar

Pemupukan

Petani

Desa

Sidapurna

Tahun

2007……………………………………………………………..

64

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian di Indonesia tetap merupakan yang terpenting dari
keseluruhan pembangunan ekonomi, karena sektor pertanian diharapkan dapat
menjadi leading sector perekonomian nasional. Hal tersebut diperkuat dengan
adanya fakta bahwa sektor pertanian menjadi penyelamat perekonomian nasional
ketika terjadi krisis ekonomi. Karena pertumbuhan sektor tersebut meningkat,
sementara sektor lain memiliki pertumbuhan yang negatif. Salah satu komoditas
pertanian sayuran hortikultura yang strategis dan perlu mendapat perhatian
masyarakat adalah bawang merah (Allium ascalonicum).
Pada periode 2001-2002 terjadi penurunan hasil produksi bawang merah
nasional di Indonesia.

Pada tahun 2001, produksi bawang merah mencapai

861.150 ton, sedangkan pada tahun 2002 produksi turun menjadi 766.572 ton.
Disamping itu luas panen bawang merah secara nasional juga mengalami
penurunan sebesar 2,28 persen ( Departemen Pertanian, 2003 ).
Salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki sentra produksi bawang
merah adalah Kabupaten Tegal. Hampir 50 persen total luas panen bawang merah
Kabupaten Tegal

terdapat di Kecamatan Dukuhturi.

Sebagian besar petani

bawang merah di Kabupaten Tegal merupakan petani kecil menengah berlahan
sempit yang memerlukan perhatian tersendiri dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Tegal, agar mereka dapat mengusahakan lahannya secara berkelanjutan.
Sebagai alternatif untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah
dengan pengelolaan lahan sawah untuk penanaman bawang merah secara optimal.

2

Optimalisasi penggunaan lahan sawah yang sempit, pada umumnya terjadi di
Pulau Jawa sebagai akibat konversi lahan yang tidak terkendali.
Input yang diperhatikan dalam optimalisasi penggunaan lahan sawah yang
sempit adalah cara, teknik, pemberian dan penggunaan pupuk utama N, P, K,
bahan organik, pestisida disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan lahan.
Penggunaan input yang berbeda tiap luasan lahan usahatani akan memberikan
output yang berbeda sehingga akan mempengaruhi total produksi secara
keseluruhan dari suatu proses produksi.
Salah satu desa yang merupakan sentra produksi bawang merah di
Kabupaten Tegal dengan mayoritas petani kecil menengah berlahan sempit
terletak di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi. Penelitian difokuskan pada
penetapan luas lahan minimum untuk pertanaman bawang merah (Allium
ascalonicum) pada lahan sempit di daerah sentra produksi Kabupaten Tegal.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk penetapan luas lahan
minimum yang harus dimiliki petani agar produksi bawang merah optimal pada
luas lahan sempit tiap musim tanam berdasar pada analisis usahatani dan
pemupukan.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Entisol

Di indonesia tanah entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan, baik
sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah (Tan, 1986 dalam
Utami, 2003). Salah satu jenis entisol adalah tanah aluvial, yaitu tanah yang baru
terbentuk atau tanah muda. Tanah aluvial meliputi lahan yang dipengaruhi oleh
aktivitas sungai atau mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan
belum ada diferensiasi horison (Anggraini, 2006). Pengendapan bahan material
kasar lebih dekat pada sumber endapan, akan tetapi bahan material halus akan
jauh diangkut dan diendapkan hingga mendekati pantai, sehingga membentuk
keseragaman material pada tiap pengendapan. Sifat tanah aluvial sangat
dipengaruhi oleh sumber bahan asal, sehingga kesuburan tanah tersebut dapat
diketahui dari mana sumber bahan tanah aluvial tersebut berasal.
Menurut Soepardi (1983), ciri umum tanah aluvial tidak ada perkembangan
profil dan merupakan tanah tanpa horison genetik alamiah atau dengan horison
yang baru mulai terbentuk. Tanah ini umumnya bertekstur liat, struktur pejal,
konsistensi teguh (lembab), plastis (basah), keras (kering), berwarna kelabu tanpa
horison dengan batas yang jelas, dan mempunyai permeabilitas yang rendah
(Soepraptohardjo, 1981 dalam Anggraini, 2006).
Berdasarkan Suhardjo et al. (1983), tanah aluvial adalah tanah lain yang
berkembang dari bahan aluvium muda (recent), mempunyai susunan berlapis atau
kadar C-organik tidak teratur dan yang tidak mempunyai horison diagnostik
(kecuali tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru) selain horison Akrik,

4

horison H histik atau sulfurik dengan kadar fraksi pasir kurang dari 60 persen
pada kedalaman antara 25 – 100 cm dari permukaan tanah mineral.
Suhardjo, et al. (1983), berpendapat bahwa pembagian jenis tanah aluvial
adalah sebagai berikut :
1. Aluvial gleik (Ag). Tanah ini memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik
mulai di dalam penampang pada kedalaman antara 50 – 100 cm dari
permukaan tanah.
2. Aluvial tionik (At). Aluvial lain yang mempunyai horison sulfurik atau
bahan sulfidik, atau keduanya, pada kedalaman kurang dari 125 cm dari
permukaan.
3. Aluvial humik (Ah). Tanah ini mempunyai bahan organik karbon 12 kg
atau lebih (kecuali serasah lapisan atas) pada luas 1 m2 sampai lapisan
keras atau kedalaman kurang dari 1 m dari permukaan.
4. Aluvial kalkarik (Ak). Tanah berkapur ”calcareous”, sekurangkurangnya pada 20 – 50 cm dari permukaan.
5. Aluvial distrik (Ad). Tanah ini mempunyai kejenuhan basa (NH 4OAc)
kurang dari 50 persen, sekurang-kurangnya pada beberapa bagian
lapisan tanah antara 20 – 50 cm dari permukaan.
Entisol merupakan jenis tanah lain yang baru berkembang (muda) dengan
kandungan bahan organik yang tidak beraturan pada kedalaman 25-125 cm
(USDA, 2003). Potensi tanah berasal dari abu volkan ini kaya hara tapi belum
tersedia, pelapukan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai
penyedia asam-asam organik (Tan, 1986 dalam Utami et al., 2003).

5

Bawang Merah
Botani Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu dari tiga jenis anggota bawang paling
banyak dikenal.

Komoditas ini mampu memberikan nilai ekonomi tinggi,

sehingga banyak dibudidayakan dan mempunyai banyak nama dalam bahasa
daerah (Wibowo, 2005).

Oleh karena itu, bawang merah mempunyai posisi

strategis dalam dunia pertanian.
Klasifikasi bawang merah adalah kingdom (Plantae), divisi (Magnoliophyta), kelas (Liliopsida), ordo (Asparagales), suku (Alliaceae), marga
(Alluim), spesies (Allium ascalonicum). Tanaman bawang merah memiliki umbi
yang berlapis, berakar serabut, berdaun rongga, serta merupakan tanaman
semusim (tiap musim mencapai dua bulan) ini memerlukan areal perakaran
dangkal pada tanah dan membutuhkan sistim pengairan yang teratur .

Varietas Bawang Merah
Menurut Wibowo (2005), varietas yang banyak dikembangkan di Indonesia
adalah bawang merah Medan, Gurgur, Maja, Sri Sakate, Sumenep, Kuning,
Lampung, Bima, dan Ampenan. Berdasarkan warna bawang merah dapat dibagi
menjadi 3 warna, yaitu (1) umbi berwarna merah tua, (2) umbi berwarna kuning,
(3) umbi berwarna kekuning-kuningan sampai merah muda.

6

Budidaya Bawang Merah
Teknik budidaya bawang merah pada umumnya seragam. Dimulai dari
pembibitan, penyiapan lahan (media tanam), penanama n, pemeliharaan,
pemupukan, hingga pemanenan.
Pembibitan. Menurut Teten (2001), teknik pembibitan saat ini terdiri dari
2 metode, yaitu metode umbi bibit dan metode biji botani (True Shallot Seed).
Pembibitan umumnya dilakukan petani adalah metode umbi bibit yang
membutuhkan rata-rata 1.440 kilogram per hektar bibit. Bibit tersebut didapat
dari panen sebelumnya dan pembelian dari produsen bibit. Rata-rata produksi tiap
hektar lahan dari penggunaan bibit tersebut adalah 11,9 ton per hektar bawang
merah.
Sebelum ditanam, sebaiknya umbi bibit dipotong satu per tiga bagian untuk
percepatan pertumbuhan daun bawang merah.

Pemberian abu pada ujung

pemotongan bibit bawang merah dilakukan untuk menghindari adanya
pembusukan yang disebabkan oleh bakteri maupun cendawan. Wibowo (2005)
berpendapat, spesifikasi penilaian bibit yang baik adalah: (1) tanaman dapat
dipanen kurang lebih 60 hari setelah masa tanam, (2) mempunyai ukuran sedang
(2,5-5 gram per umbi), hingga besar

(5-7,5 gram per umbi), (3) lama

penyimpanan bibit kurang lebih 3 bulan (90 hari).
Media tanam. Media tanam bawang merah umumnya lahan sawah Aluvial
kelabu (Ag), dengan membutuhkan tata pengairan yang kontinu untuk
pertumbuhan tanaman yang baik. Tanah berkembang dari bahan Aluvial muda
mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik tidak teratur dan tidak
mempunyai horison diagnostik (kecuali tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan

7

baru). Kadar fraksi pasir kurang dari 60 persen pada kedalaman antara 25 – 100
cm dari permukaan mineral (Suhardjo et al. 1983).
Guludan untuk pertanaman bawang merah dibuat dengan tinggi maksimal
50 cm, agar terjadi peresapan air saat dilakukan penyiraman. Hal tersebut sangat
efektif dan efisien untuk pembentukan umbi bawang merah. Kebusukan umbi
bawang merah dapat dihindari dengan metode tersebut.
Penanaman. Waktu penanaman terbaik adalah pada bulan Mei-Juni
hingga Agustus-September, sehari sebelum tanam tanah bedengan disiram hingga
cukup lembab. Bersamaan penanaman diberikan pupuk dasar N P K dengan dosis
200 kilogram per hektar, pupuk tersebut dicampur rata dengan pupuk kandang dan
tanah pada lubang tanam. Kemudian bawang ditanamkan dua per tiga bagian
umbi pada sisi lubang tanam, jangan sampai terkena pupuk secara langsung dan
jangan terbalik (Teten, 2001).
Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi
(1) penyulaman dilakukan pada awal pertumbuhan hingga umur lebih dari 7 hari
setelah tanam, dengan cara mengganti bibit yang mati atau busuk. (2) pengairan
pada saat awal penanaman hujan masih turun, perlu diperhatikan adalah drainase
bedengan, apabila pada saat itu dalam kondisi iklim kering perlu dilakukan
penyiraman intensif 2 – 5 kali dalam seminggu. Saat mendekati masa
pembentukan umbi pengairan harus berangsur-angsur dikurangi (Teten, 2001).
Pemupukan. Terdapat dua jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk
organik dan pupuk anorganik. Aplikasi pemupukan dilakukan pada waktu (1)
awal penanaman, dengan menggunakan camp uran pupuk organik dosis 20 ton per
hektar yang dicampur dengan pupuk anorganik N P K (15:15:15) dosis 200

8

kilogram per hektar pada 3 hari sebelum tanam, (2) pada10 hari setelah tanam
dengan dosis NPK 200 kilogram per hektar dengan jalan dilakukan penugalan
sebelum pumupukan diantara pertanaman bawang merah, (3) pada 30 hari setelah
tanam dengan pupuk campuran antara 100 kilogram urea dengan 100 kilogram
ZA diaplikasikan dengan dimasukan pada lubang penugalan diantara petanaman
bawang merah (Teten, 2001).
Pemanenan. Panen dilakukan pada umur 65–75 hari setelah tanam dengan
ciri-ciri tanaman (1) tanaman sudah cukup tua dengan hampir 60-90 persen batang
telah lemas dan daun menguning, (2) umbi lapis terlihat penuh padat berisi dan
sebagian tersembul dipermukaan tanah, (3) warna kulit telah mengkilap atau
memerah, tergantung variets atau kultivarnya, (3) cara panen dengan mencabut
tanaman bersama daunnya, diusahakan tanah yang menempel dibersihan. Saat
panen harus pada kondisi kering (Teten, 2001).

Produksi dan Area Produksi Bawang Merah
Produksi adalah tujuan akhir dari pemberian input usahatani. Tinggi
rendahnya produksi tidak harus disebabkan oleh luas lahan panen. Hal ini dapat
dijelaskan pada Tabel 1, bahwa pada tahun 2001 produksi total nasional bawang
merah 664.999 ton, sedangkan pada tahun 2002 produksi total nasional sebesar
596.255 ton (terjadi penurunan produksi). Luas panen masing-masing pada tahun
2001 dan 2002 sebesar 62.489 hektar dan 67.242 hektar (terjadi peningkatan luas
panen). Produktivitas lahan merupakan salah satu penilaian lahan optimal
berdasar tingkat produksi atas lahan tersebut. Lebih jelasnya ada pada Tabel 1 di
bawah ini.

9

Tabel 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah Lima Propinsi
di Indonesia 2001-2002
Produksi
Luas Panen Produktivitas
(ton)
(ha)
(ton/ha)
Propinsi
2001
2002
2001 2002 2001 2002
JawaBarat
103.326 92.645 12.699 13.665
8,14
6,78
JawaTengah
195.021 174.861 23.467 25.252
8,31
6,92
DI Yogyakarta
21.514 19.290 1.705 1.835 12,62 10,51
JawaTimur
344.642 309.014 24.546 26.413 14,04 11,70
Banten
496
445
72
77
6,89
5,78
Total
664.999 596.255 62.489 67.242 50,00 41,69
Sumber :

http://www.bappenas.go.id (Statistik Indonesia, 2002)

Berdasarkan Tabel 1, diantara lima Propinsi tersebut pada periode 20012002 produksi dan luas panen bawang merah Propinsi Jawa Tengah menempati
urutan kedua setelah Propinsi Jawa Timur.

Pada periode yang sama total

kontribusi produksi bawang merah kedua propinsi tersebut terhadap produksi
bawang merah nasional adalah yang terbesar, yaitu 63 persen pada tahun 2001
dan 57 persen pada tahun 2002 (Departemen Pertanian , 2003).
Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang
memiliki sentra produksi bawang merah.

Selain itu juga bawang merah

merupakan komoditas pertanian unggulan yang terus dipertahankan.

Tabel 2.

Luas Panen Sayuran Dirinci Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten
Tegal Tahun 2004 - 2005 (Ha)
Luas Panen Tahun Luas Panen Tahun
No
Jenis Komoditi
2004
2005
1.
Bawang Daun
183
406
2.
Bawang Putih
8
24
3.
Bawang Merah
1034
1292
4.
Cabe
150
218
5.
Kentang
59
48
6.
Kubis
303
310
Jumlah
1.737
2.298

Sumber : Kabupaten Tegal Dalam Angka 2006 (BPS Kabupaten Tegal)

10

Berdasarkan Tabel 2, bawang merah di Kabupaten Tegal merupakan
komoditas sayuran dengan luas panen terbesar dibandingkan lima komoditas
lainnya baik pada tahun 2004 maupun tahun 2005. Pada tahun 2004 luas panen
bawang merah sebesar 1.034 hektar dan pada tahun 2005 mengalami peningkatan
menjadi 1.292 hektar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komoditas bawang
merah adalah jenis komoditas sayuran paling banyak diusahahan di Kabupaten
Tegal. Kecamatan Dukuhturi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Tegal yang memiliki total luas panen bawang merah terbesar diantara kecamatan
lainnya dan merupakan sentra produksi bawang merah.

Penetapan luas lahan minimum
Luas lahan minimum adalah titik luas lahan yang harus diusahakan petani
kecil berluaskan lahan sempit untuk hasil produksi yang optimum. Batasan lahan
sempit yang disepakati dalam seminar petani kecil pada tahun 1979 yang
diadakan BPLPP adalah kurang dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5
hektar diluar Jawa (Soekartawi et.al, 1986). Penetapan luas lahan minimum untuk
optimalisasi lahan sangat erat kaitannya bagaimana petani mengelola lahan secara
berkelanjutan (sustainable).
. Optimalisasi lahan merupakan resultan berbagai pengelolaan lahan dalam
upaya produksi yang diperoleh dari penilaian nilai ekonomi. Nilai ekonomi
produksi tinggi berpengaruh pada input usahatani yang optimal pada lahan
tersebut, serta tidak menutup kemungkinan faktor harga, cuaca, dan iklim di
lingkungan setempat

11

Analisis Usahatani
Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di
tempat itu untuk produksi pertanian (Hernanto, 1993 dalam Anggraini, 2003).
Usahatani dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usahatani komersial dan
usahatani umah tangga.
usahatani

tersebut

Usahatani komersial menitikberatkan pada hasil

dengan

pembatasan

korporasi/perusahaan,

sehingga

bermotifkan ekonomi. Usahatani rumah tangga menitikberatkan pada pemenuhan
konsumsi rumah tangga yang subsisten. Akan tetapi rumah tangga petani dapat
menyediakan dan memberikan input kerja untuk suatu produksi usahatani.
Menurut Sokartawi et al. (1986), pengelolaan usahatani pada dasarnya
terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang
terbatas yang terdiri dari lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaannya. Faktor
produksi lahan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan faktor
produksi lain (Sumaryanto et al., 2002 dalam Anggraini, 2006).
Untuk menghitung hasil dari usahatani yang dilakukan pada suatu areal
produksi dapat dilakukan perhitungan usahatani atau analisis usahatani. Variabel
yang dihitung dalam analisis usahatani yaitu biaya (pengeluaran), penerimaan,
dan pendapatan usahatani.
Biaya usahatani adalah seluruh pengeluaran yang dikeluarkan petani untuk
memproduksi hasil usahatani atau didefinisikan sebagai nilai semua masukan
yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam proses produksi. Biaya total atau
pengeluaran total usahatani dibagi menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran
tidak tetap. Pengeluaran tidak tetap (variabel cost atau direct cost) didefinisikan
sebagai pengeluaran yang digunakan untuk tanaman dan jumlahnya berubah kira-

12

kira sebanding dengan besarnya produksi. Pengeluaran tetap (fixed cost) adalah
pengeluaran usahatani yang tidak bergantung pada besarnya produksi.
Pengeluaran total usahatani juga mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai
(Soekartawi et al., 1986).
Penerimaan terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai
usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yaitu
jumlah produk yang dijual dikali dengan harga produk., baik penjualan
keseluruhan ataupun sebagian hasil. Penerimaan tidak tunai adalah nilai produk
yang dihasilkan dari usahatani tetapi tidak dijual.

Produk tersebut dapat

digunakan sebagai bibit atau dikonsumsi oleh rumah tangga petani serta disimpan
digudang pada akhir tahun.
Konsep penerimaan tunai dan tidak tunai bila digabungkan menjadi
penerimaan total atau penerimaan kotor (gross return). Apabila peneriman total
tersebut dikurangi oleh pengeluaran total maka didapat pendapatan bersih (net
income).

Menurut Sutrisno (2002), analisis biaya dan pendapatan ditekankan

pada usahatani adalah tanaman semusim.
Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah rasio penerimaan atas biaya
(R/C ratio). Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya
penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam
produk usahatani. Usahatani menguntungkan bila nilai R/C ratio lebih besar atau
sama dengan satu, akan tetapi usahatani mengalami kerugian bila nilai R/C ratio
kurang dari satu. Karena biaya yang dikeluarkan merupakan biaya total, maka
R/C ratio diperoleh R/C ratio atas biaya total.

13

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di sentra produksi bawang merah di Kabupaten Tegal
dengan waktu pada bulan Juli 2006 – April 2007.

Penelitian dilakukan dalam

dua tahap. Tahap pertama adalah pengamatan dan pengambilan sampel lapang di
daerah sentra produksi bawang merah di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi,
Kabupaten Tegal. Tahap kedua adalah analisa unsur hara (N, P, K, Na, Ca, Mg),
kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan pH tanah di laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan,
Fakultas Pertanian, IPB, pada bulan Februari – Maret tahun 2007.

Metode Pengumpulan Data
Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian untuk analisis penetapan penggunaan lahan sempit pada sentra produksi bawang merah optimal adalah data
usahatani bawang merah dan kandungan unsur hara pada tiap luasan lahan. Jenis
data yang dipelukan adalah data primer dan data sekunder.

Data primer

merupakan data utama terdiri dari (1) data analisis tanah yang meliputi N total, P
tersedia, K dapat ditukar, Na, Ca, Mg, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan
basa (KB), dan pH tanah, dan (2) kuisioner petani bawang merah Desa Sidapurna
dan sekitarnya. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung analisis terdiri
dari (1) data monogram Desa Sidapurna, (2) data curah hujan Desa Sidapurna.

14

Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel kuisioner.

Berdasarkan Nazir (2003), metode

judgment random sample adalah metode pemilihan sampel dari individu
didasarkan pada pertimbangan pribadi.

Metode tersebut digunakan untuk

pengambilan kuisioner. Metode judgment random sampling didasarkan pada
pertimbangan setiap petani yang dijadikan sample (responden) merupakan petani
bawang merah yang memiliki luas lahan yang berbeda.

Pengumpulan data

analisis dapat dilakukan dengan :
1. Kuisioner (daftar pertanyaan)
Pengumpulan data dengan penyebaran kuisioner kepada responden petani
bawang merah di Desa Sidapurna.
2. Wawancara secara langsung
Pengumpulan data dengan wawancara secara langsung dengan responden
petani bawang merah di Desa Sidapurna, baik di lapang maupun dalam
ruangan (tempat tinggal).
3. Pengamatan lapang
Pengumpulan data dengan pengamatan lahan usahatani bawang merah
dilapangan.
4. Studi Pustaka
Pengumpulan data berdasarkan studi literatur.

Pengambilan Sampel Tanah. Sampel tanah diambil dari lahan sawah
bawang merah di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal,
Propinsi Jawa Tengah. Waktu pengambilan sampel tanah dilakukan pada bulan

15

Nopember 2006. Sampel tanah diambil secara acak yang sengaja (purposive)
pada kedalaman 0 - 30 cm dan 30 – 60 cm, tiap luasan berbeda diambil sampel
tanah untuk dianalisis. Pengambilan sampel tanah sebanyak 114 sampel tanah
secara komposit di sentra produksi bawang merah.

Analisis Sampel Tanah
Analisis sampel tanah dilakukan di laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB
penetapan yang meliputi:
a.

Kadar N total dengan metode Kjeldahl.

b.

Kadar P tersedia dengan metode Bray 1.

c.

Kapasitas tukar kation, K, Na, Ca, Mg, dan kejenuhan basa dengan
metode NH4OAc pH 7.

d.

Penetapan pH tanah dengan pH meter.

Analisis Data
1. Analisis data usahatani dengan pengolahan data hasil angket/kuisioner.
2. Analisis penetapan luas lahan sawah minimum untuk pengusahaan
bawang merah optimal di Desa Sidapurna, Kecamatan Dukuhturi,
Kabupeten Tegal berdasarkan usahatani dan pemupukan petani.
Luasan tanah yang ditetapkan sebagai sampel adalah :
a. Lahan sempit

: kurang dari 0,25 hektar

b. Lahan agak sempit

: 0,25 – 0,5 hektar

c. Lahan sedang

: 0,5 – 1 hektar

d. Lahan luas

: lebih dari 1 hektar

16

KONDISI GEOGRAFIS DAN KEPENDUDUKAN
Lokasi Geografis
Desa Sidapurna terletak di bagian barat Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten
Tegal, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah keseluruhan Desa Sidapurna adalah
215,5 hektar, dengan rincian penggunaan lahan sebagai lahan sawah 115,4 hektar,
lahan pekarangan 80,14 hektar, lahan lainnya (bangunan dan fasilitas umum)
sebesar 19,95 hektar. Desa Sidapurna secara administratif dibatasi oleh :
-

Bagian Utara

: Kelurahan Krandon dan Kelurahan Cabawan

-

Bagian Timur

: Desa Dukuhturi

-

Bagian Selatan : Desa Kupu dan Desa Sidakaton

-

Bagian Barat

: Desa Sidakaton

Lokasi Desa Sidapurna secara topografi terletak di dataran rendah yang
landai. Jarak lokasi dengan pantai utara Jawa berkisar 5 km, dengan ketinggian
rata-rata 6 meter diatas permukaan laut. Lokasi Desa Sidapurna juga merupakan
jalur strategis dalam lalulintas perekonomian, karena dekat dengan jalur utama
pantura. Jenis tanah Desa Sidapurna sebagian besar terdiri dari tanah Aluvial
kelabu, baik untuk pertanaman bawang merah.

Keadaan Penduduk
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Menurut Rusli (1996), komposisi penduduk menggambarkan susunan
penduduk berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik yang
sama. Pengelompokan penduduk tersebut berfungsi sebagai kerangka biologis,

17

ekonomis, maupun sosial. Penduduk Desa Sidapurna tahun 2006 dalam rencana
pembangunan tahunan Desa Sidapurna berpenduduk 8.889 jiwa, terdiri dari lakilaki 4.256 jiwa dan perempuan 4.633 jiwa, sehingga dapat dihitung nilai Rasio
Jenis Kelamin Desa Sidapurna menurut Rusli (1996):
RJK = (jumlah penduduk laki-laki / jumlah penduduk perempuan)*100
RJK = (4256 / 4633)* 100
= 92

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat nilai Rasio Jenis Kelamin
penduduk Desa Sidapurna adalah sebesar 92, artinya dari 100 orang penduduk
perempuan terdapat 92 orang penduduk laki-laki. Nilai Rasio Jenis Kelamin ini
cukup besar sehingga jumlah penduduk laki-laki hampir berimbang atau sama
banyaknya. Hal diatas juga diperkuat dengan nilai jumlah distribusi frekuensi
penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, yaitu sebesar 47,8 persen penduduk
laki-laki dan 52,1 persen penduduk perempuan. Sedangkan Komposisi penduduk
menurut kelompok umur dapat dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sidapurna Tahun
2006
Kelompok Umur
Jumlah (Jiwa)
Persentase (persen)
0-5
1.093
12,21
6-12
1.211
13,52
13,07
13-16
1.170
17-20
1.217
13,59
21-30
1.075
12,01
31-40
750
8,38
41-50
820
9,16
696
7,77
51-60
>60
922
10,30
Total
8.954
100,00
Sumber: Rencana Pembangunan Tahunan Desa SidapurnaTahun 2006

18

Menurut Rusli (1996) Dependency Ratio adalah rasio untuk memperoleh
gambaran presentase penduduk yang dianggap mempunyai aktivitas konsumtif
dan harus ditanggung oleh penduduk usia 17 - 60 tahun yang dianggap sebagai
penduduk produktif. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
kelompok umur 0-16 tahun + kelompok umur > 60 tahun
kelompok umur 17-60 tahun
Dengan kriteria :
b. Kelompok umur 0 - 16 tahun

:belum produktif

c. Kelompok umur 17 - 60 tahun)

:produktif

d. Kelompok umur > 60 tahun

:tidak produktif

Berdasarkan Tabel 3, Dependency Ratio Desa Sidapurna adalah 96,45
persen (dibulatkan 97 persen), artinya setiap 100 jiwa yang produktif di Desa
Sidapurna harus menanggung 97 jiwa usia tidak produktif.

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Sub-sektor pertanian dengan komoditas utama bawang merah tersebut
merupakan motor penggerak ekonomi di Desa Sidapurna sekaligus sumber mata
pencaharian utama penduduk desa Sidapurna.

Hal tersebut dapat dibuktikan

bahwa, sebagian besar mata pencahaharian sebagai petani, baik buruh tani
maupun petani (64,39 persen). Mata pencaharian lainnya dapat dijelaskan pada
Tabel 4, yaitu jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Sidapurna
pada tahun 2006.

19

Tabel 4.

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Sidapurna
Tahun 2006
Jumlah
Mata Pencaharian Penduduk
Persentase (persen)
(Jiwa)
27,76
Petani
767
36,63
Buruh Tani
1.012
14,69
Pedagang
406
0,54
Pegawai Negeri
15
1,59
Wiraswasta
44
18,78
519
Pengangguran/Belum memiliki pekerjaan
Total

2.763

100

Sumber : Rencana Pembangunan Tahunan Desa SidapurnaTahun 2006

Dari Tabel 4 di atas, maka mata pencaharian pertanian mempunyai tingkat
pengaruh dalam menunjang perekonomian Desa Sidapurna. Hal ini memberikan
dampak bahwa tingkat penguasaan penduduk akan lahan pertanian sangat sedikit.
Dari luas lahan sawah di Desa Sidapurna sebesar 115,45 hektar, maka
kepemilikan lahan sawah untuk usahatani komoditas bawang merah umumnya
sempit.

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal penduduk di Desa Sidapurna sangat beragam
mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Disamping itu penduduk yang
tidak memperoleh atau melaksanakan pendidikan formal mencapai 729 jiwa
(12,55 persen, tidak tamat sekolah mencapai 1.559 jiwa, yaitu 26,83 persen. Data
lengkap komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan Desa Sidapurna dapat
dilihat pada Tabel 5.

20

Tabel 5.

Komposisi Penduduk
SidapurnaTahun 2006
Tingkat Pendidikan
Belum Sekolah
Tidak Tamat Sekolah
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat Perguruan Tinggi
Jumla h

Menurut

Tingkat

Jumlah (jiwa)
729
1.559
1.885
932
620
86
5.811

Pendidikan

Desa

Presentase (persen)
12,55
26,83
32,44
16,04
10,67
1,48
100,00

Sumber : Rencana Pembangunan Tahunan Desa Sidapurna Tahun 2006

Berdasarkan Tabel 5 di atas, mengindikasikan bahwa kesadaran akan
pendidikan bagi penduduk Desa Sidapurna masih rendah.
Sidapurna

Penduduk Desa

umumnya tamat SD sebesar 32,44 persen. Penduduk yang

melaksanakan pendidikan hingga tamat perguruan tinggi hanya sebesar 1,48
persen dari keseluruhan jumlah penduduk. Hal tersebut mengindikasikan secara
umum kualitas sumberdaya manusia di Desa sidapurna masih rendah. Akan
tetapi walaupun tingkat pendidikan formal yang dilaksanakan penduduk Desa
Sidapurna masih rendah, petani di desa tersebut sarat pengalaman dalam bertani
bawang merah. Pengetahuan tersebut secara turun-temurun d