Pengolahan dan Analisis data Hasil Penelitian

15. Dikatakan gagal pengobatan bila dijumpai salah satu kriteria berikut early treatment failure dan late treatment failure 16. Early treatment failure jika antara hari 1 dan 3 dijumpai malaria berat atau parasitemia hari ke 2 lebih tinggi dari hari ke 0, ataupun parasitemia hari ke 3 lebih dari 25 hari ke 0 dan jika hari 3 dijumpai demam dan parasitemia 17. Late treatment failure jika ditemukan tanda bahaya atau malaria berat setelah hari ke 3 disertai dengan parasitemia atau pasien dengan parasitemia dan demam antara hari ke 3 hingga 28 dan secara parasitologis masih ditemukan parasitemia hari 7,14, dan 28

3.11. Pengolahan dan Analisis data

Data yang terkumpul diolah, dianalisis, dan disajikan dengan SPSS for WINDOWS 15 SPSS Inc. Chicago. Batas kemaknaan P 0.05. Analisis data untuk menilai variabel kategorikal digunakan uji kai kuadrat sedangkan untuk mengetahui penurunan jumlah parasit dipakai uji t independent. Penelitian ini berbasis intention to treat analysis UNIVERSITAS SUMATRA UTARA BAB.4. HASIL

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di 10 Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Siabu, 2 Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Sihepeng, Poliklinik Anak RSUD Penyabungan dan Klinik Pusat Penanggulangan Malaria Penyabungan, Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Enam ratus duapuluh tiga anak yang diberi informasi tentang penelitian dan dilakukan penapisan. Duaratus orang anak ditemukan Plasmodium falciparum monoinfeksi pada pemeriksaan darah tepi dan direncanakan untuk mendapat terapi. Kemudian dirandomisasi dengan menggunakan amplop tertutup menjadi 2 kelompok dimana 100 anak untuk kelompok artesunat-klindamisin dan 100 anak untuk kelompok kinin- klindamisin. Selama pemantauan obat dijumpai pasien yang hilang pantau sebanyak 11 anak, yaitu 3 anak pada kelompok artesunat-klindamisin oleh karena sakit muntah-muntah, demam, mencret sedangkan kelompok kinin-klindamisin sebanyak 8 anak yang disebabkan 5 anak tidak bersedia dilakukan pemeriksaan darah kembali dan 3 anak sakit, demam, muntah dan sakit kepala.Gambar 4.1 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Gambar 4.1. Profil penelitian Anak yang positif menderita Malaria falsiparum N=200 Randomisasi Grup I: Artesunat-Klindamisin n=100 Grup II: Kinin- klindamisin n=100 Hilang pantau n=8 Hilang pantau n=3 100 anak menyelesaikan penelitian dan dianalisis 100 anak menyelesaikan penelitian dan dianalisis Anak yang diskrining Malaria falsiparum 623 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Tabel 4.1. Karakteristik dasar partisipan Karakteristik Kelompok artesunat- klindamisin n = 100 Kelompok kinin-klindamisin n = 100 Jenis Kelamin, n Laki-Laki 43 43 57 57 Perempuan 57 57 43 43 Umur, mean SD 10.5 10.28 9.49 1.66 Berat Badan, mean SD 22.0 6.18 23.2 5.19 Tinggi Badan, mean SD 120.5 12.18 121.1 9.67 Status nutrisi, n Malnutrisi berat 11 11 2 2 Malnutrisi sedang Malnultrisi ringan 5 5 17 17 7 7 18 18 Normal 51 51 54 54 Berat badan berlebih 12 12 16 16 Obes Keluhan, n Riwayat demam Demam Pucat Lemah Sakit kepala Batuk Muntah Mencret Hepatomegali Splenomegali Jumlah parasitemia, mean SD 4 4 37 37 46 46 50 50 40 40 32 32 22 22 5 5 16 16 8 8 31 31 1157.186.33 3 3 38 38 40 40 39 39 45 45 30 30 18 18 4 4 11 11 5 5 29 29 1173.7 99.11 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Dari tabel 4.1. terlihat bahwa rerata umur kedua kelompok responden adalah kelompok artesunat-klindamisin 10.5 tahun dan kinin-klindamisin 9.5 tahun. Status nutrisi pada mayoritas kedua kelompok adalah normal. Gejala klinis paling banyak adalah demam, pucat dan lemah. Sebelum diberi pengobatan rerata parasitemia pada kelompok anak yang menerima terapi artesunat-klindamisin dan kinin-klindamisin masing-masing sebanyak 1157.1 parasit dan 1173.7 parasit. Respon terapi dinilai dengan menilai kegagalan pengobatan dinilai pada hari ke-3 sampai hari ke-28. Kegagalan pengobatan pada hari ke-3 disebut early treatment failure ETF, sedangkan kegagalan pengobatan setelah hari ke-3 sampai ke-28 disebut late treatment failure LTF. Kesembuhan pasien dengan menilai keefektifan obat diberikan yang disebut adequate clinical parasitology response ACPR. Tabel 4.2 Perbedaan respon terapi kelompok pengobatan Respon terapi Kelompok artesunat- klindamisin n = 100 Kelompok kinin-klindamisin n = 100 P Waktu bebas parasit, mean SD 7.1 0.71 8.5 2.90 0.0001 ETF 2 2 44 0.109 LTF 2 2 29 29 0.0001 ACPR 9494 6262 0.0001 PCT = Parasite Clearance Time; ETF = Early Treatment Failure; LTF = Late Treatment Failure; ACPR = Adequate Clinical and Parasitological Response UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Tabel 4.2. menunjukkan kelompok anak yang menerima artesunat- klindamisin tampak lebih awal terbebas dari parasit malaria. Dari tabel 4.2, diketahui bahwa rerata waktu terbebas malaria pada kelompok artesunat- klindamisin adalah 7 hari sedangkan pada kelompok kinin dan klindamisin membutuhkan waktu hingga 8.5 hari dengan nilai P= 0.0001. Respon terapi ditunjukkan lebih baik oleh anak yang menerima terapi artesunat-klindamisin. Jumlah anak-anak yang sembuh pada kelompok ini jauh melebihi kesembuhan dari kelompok kinin- klinidadamisin, yaitu masing-masing sebanyak 95 orang 95 dan 61 orang 61 . ETF pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna namun LTF secara signifikan lebih tinggi dijumpai pada kelompok kinin- klindamisin Tabel 4.3. Perbedaan angka kesembuhan pada kelompok pengobatan Angka kesembuhan, Setelah terapi Kelompok artesunate- klindamisin n = 100 Kelompok kinin- klindamisin n = 100 P Hari ke- 3 97 81 0.0001 Hari ke-7 95 85 0.019 Hari ke-14 97 92 0.122 Hari ke-28 96 92 0.236 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Tabel 4.3. menunjukkan angka kesembuhan berbeda signifikan hanya pada hari ketiga dan ketujuh setelah pemberian terapi. Angka kesembuhan pada kelompok artesunat- klindamisin tampak lebih baik bila dibandingkan dengan angka kesembuhan yang dicapai oleh kelompok kinin - klindamisin, dari pengamatan hari ketiga sampai hari ke-28. Angka kesembuhan tertinggi pada kelompok terapi artesunat- klindamisin dicapai pada hari ketiga dan ke-14 yaitu sebesar 97. Sedangkan pada kelompok terapi kinin-klindamisin, angka kesembuhan yang paling baik adalah pada hari ke-14 dan ke-28 setelah pemberian terapi, dengan tingkat kesembuhan mencapai 92. Tabel 4.4. Perbedaan angka penurunan parasit Hari ke- Kelompok artesunat- klindamisin n= 100 Kelompok kinin- klindamisin n = 100 P Hari ke-3 81.16 76.16 0.0001 Hari ke-7 96.51 89.22 0.02 Hari ke-14 97 .00 92 .00 0.122 Hari ke-28 96 .00 92 .00 0.236 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Dari tabel 4.4. menunjukkan penurunan persentase parasit pada kelompok anak yang mendapat artesunat-klindamisin lebih besar dibandingkan kelompok anak yang memperoleh terapi kinin-klindamisin. Pada hari ketiga dan ketujuh setelah pemberian kedua terapi, terdapat perbedaan yang signifikan dimana pada kelompok dengan terapi artesunat-klindamisin penurunan parasit mencapai 81.16 dan 96.5 sedangkan pada kelompok terapi yang lain hanya 76.16 dan 89.22. Pada pengamatan hari ke-14 dan ke-28 persentase penurunan parasit pada responden yang memperoleh kinin-klindamisin sudah mencapai 92, tidak berbeda bermakna dengan penurunan parasit pada anak yang memperoleh terapi artesunat-klindamisin yaitu sebesar 97 dan 96 P0.05 Tabel 4.5. Efek Samping yang dialami anak selama 28 hari pengamatan Efek samping Kelompok artesunat – klindamisin n = 100 Kelompok kinin – klindamsin n = 100 P Mual Muntah Sakit kepala Diare 7 7.0 2 2.0 0 0 00 12 12.0 5 5.0 22 00 0.459 0.105 0.497 - UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Tabel 4.5. menunjukkan beberapa efek samping dapat timbul pada pemberian obat. Efek samping yang timbul adalah mual, muntah, dan sakit kepala. Efek samping ini terjadi pada hari pertama pemberian obat, baik pada kelompok artesunat-klindamisin maupun pada kelompok kinin- klindamisin. Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan kejadian efek samping antara kedua kelompok . Gambar 4.2. Perbedaan penurunan jumlah parasit setelah mendapat terapi kombinasi artesunat-klindamisin dan kinin-klindamisin 20 40 60 80 100 120 Hari ke 3 Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 28 a ng k a pe nur una n pa ra si t, Artesunate-Klindamisin Kinin-Klindamisin UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

BAB 5. PEMBAHASAN

Masalah utama pada pengobatan malaria adalah terjadinya kegagalan pengobatan yang disebabkan oleh regimen yang tidak tepat dan makin meningkatnya resistensi Plasmodium falciparum terhadap obat antimalaria. 11 Kecepatan penyebaran resistensi obat antimalaria tidak sama pada masing- masing daerah atau negara. Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi yaitu kemampuan parasit untuk melakukan mutasi genetik, penggunaan obat yang tidak tepat, karakteristik obat, dan perpindahan penduduk endemis ke daerah endemis lainnya dengan membawa parasit resisten. 27,28 Resistensi obat mengakibatkan meningkatnya kasus malaria 21 Salah satu upaya untuk memperlambat perkembangan resistensi adalah dengan pengobatan kombinasi yang berbasis artemisinin dengan tujuan untuk meningkatkan efikasi tanpa meningkatkan toksisitas. 28 Penelitian in vivo tahun 2001 di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara tercatat kasus resistensi terhadap klorokuin sebesar 47.5 dan sulfadoksin-pirimetamin 50. 7 Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 1994 telah dinyatakan Departemen Kesehatan RI sebagai daerah yang resisten klorokuin dengan penyebaran tidak merata. 11 Tingginya angka resistensi pada kabupaten ini menjadi salah satu alasan kami untuk melakukan penelitian di daerah ini dengan memberikan terapi kombinasi berbasis artemisinin. Pada penelitian kami dari 623 anak yang dilakukan pemeriksaan darah tepi didapatkan 200 anak yang positif malaria falsiparum dengan prevalensi 32. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA