Latar belakang Kebijakan Mussolini Di Italia (1922-1943)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Kebijakan dalam suatu pemerintahan merupakan salah satu kajian yang menarik di dalam ilmu politik, konsep mengenai kebijakan publik lebih ditekankan pada studi-studi mengenai pemerintahan. Kebijakan publik sebagai proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh negara dengan mempertimbangkan beberapa aspek, kebijakan publik sebagai sebuah kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pihak berwenang yang boleh jadi melibatkan stakeholders lain yang menyangkut tentang publik. Suatu kebijakan apabila telah dibuat, maka harus diimplementasikan untuk dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai mekanisme pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri. 1 Kebijakan Negara juga erat hubungannya dengan Militer dan Sipil, Hubungan sipil-militer merupakan satu masalah yang sangat penting bagi suatu bangsa. Hal ini disebabkan karena berpengaruh besar kepada ketahanan nasional negara tersebut, yang mana salah satu gejala yang muncul dalam kehidupan bernegara adalah ketika militer menjalankan dua fungsi yaitu militer dan non- militer, militer sebagai stabilitas ketahanan nasional dan militer masuk ke ranah politik praktis yang hal ini dapat mengakibatkan adanya ketidakstabilan sistem politik. 2 Hubungan militer dan sipil merupakan suatu permasalahan klasik di beberapa negara, terutama di negara yang rapuh dimana kondisi sosial, ekonomi dan politiknya cenderung tidak stabil. Dalam keadaan pemerintahan sipil tidak lagi mampu mengelola permasalahan negaranya, militer cenderung untuk masuk dalam politik demi menstabilkan keadaan, militer berkewajiban melindungi 1 William N. Dunn. Analisa Kebijakan public. 2003. Yogyakarta : GUMP Hlm 132 2 Michael C Desch. Politisi vs Jendral, Jakarta : PT RajaGrafindo persada. 2002, Hal. 19-20. Universitas Sumatera Utara pemerintah dari intervensi pihak mana saja. Di sini terlihat adanya ketergantungan pemerintahan sipil terhadap pihak militer, pertanyaannya adalah apakah, kapan dan dalam kondisi mana militer harus bertindak untuk mencegah terjadinya konflik sosial.. 3 Kepatuhan militer terhadap otoritas sipil tersebut bukan karena gejala yang alamiah. Kepatuhan tersebut justru ditimbulkan oleh kepemimpinan sipil terhadap militer karena adanya legitimasi dan diakui oleh kedua belah pihak dalam batasan yang wajar dan bisa ditolerir. Dan batasan itu disusun sesuai perilaku politik suatu negara. Oleh karena itu, bisa diperkirakan ketika harapan terhadap sebuah legitimasi atau otonomi rendah, hubungan sipil-militer akan terganggu dan kepatuhan akan menjadi problematik. Secara teroritis, ketika rezim tidak ada, lemah, atau tidak terpadu, maka hubungan sipil-militer tidak akan stabil dan kontrol sipil terancam. Sebaliknya, jika muncul rezim kuat yang dibangun oleh sipil akan melahirkan hubungan sipil-militer yang stabil dan kontrol sipil menjadi kuat. Sebaliknya, meskipun rezim ciptaan militer juga bisa menciptakan hubungan sipil-militer yang stabil tetapi kondisi tersebut bisa mengurangi kontrol sipil. Campur tangan militer rupanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari modernisasi politik dibenua dan Negara manapun. 4 Hubungan Militer dan sipil tidak pernah bisa di lepaskan dalam otoritas sebuah Negara, dalam hal ini saya menganalisis situasi yang terjadi di eropa pada tahun 1920-an tepatnya setelah Perang Dunia I. dimana salah satu negara yang mengalami krisis adalah Negara Italia, Italia kemudian mencoba membangun negara di Eropa dengan jalan menghimpun kekuatan berpangaruh sosialis di Italia. Italia percaya, para proletar bisa dibunuh dalam gerakan fascio. Inilah yang menjadi cikal bakal gerakan fasis, yang lahir di saat perekonomian Italia memburuk akibat perang, dan pengangguran merebak di mana-mana. Pada Maret 1919, fasisme menjadi suatu gerakan politik ketika ia membentuk kelompok untuk bertempur yang dikenal sebagai baju hitam, yakni kumpulan penjahat, kriminal, dan preman. Penampilan mereka seram dan tiap hari terlibat perkelahian 3 Morris janowitz, Hubungan –hubungan sipil-militer,bima aksara: Jakarta,1985. Hal. 251. 4 Samuel P Huntington, tertib politik ditengah pergeseran kepentingan massa, PT raja grafindo:Jakarta, 2003. Hal. 227. Universitas Sumatera Utara di jalan-jalan. Setelah gagal pada Pemilu 1919, ia mengembangkan paham kelompoknya, sehingga mulai mendapat pengaruh. Mereka, kaum fasis, menolak parlemen dan mengedepankan kekerasan fisik. Dalam negara totaliter, kekerasan negara timbul akibat penguasa dalam membuat peraturan atau hukum ditetapkan justru untuk memperluas kekuasaan, tujuannya dominasi total atas manusia. 5 Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah alat agency dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. 6 Tujuannya terletak pada pelanggengan dan peningkatan sebuah komunitas yang secara fisik maupun psikis terdiri dari makluk-makluk homogen. Pelanggengan ini terdiri atas makluk-makluk homogeni. Pelanggengan ini terdiri atas semua eksistensi sebagai suatu ras dan arena perkembangan bebas semua kekuatan yang terbengkalai dalam ras ini. Dari mereka sebagian akan selalu melayani pelanggengan kehidupan spiritual, dan hanya harapan yang tersisa yang mendukung spiritual lanjutan, sesungguhnya yang satu selalu menciptakan prasyarat untuk yang lain. 7 Kekuasaan yang menggunakan institusi militer dalam aktivitasnya identik dengan kata fasisme, Setelah Perang Dunia 1 berakhir, muncul beberapa bangsa yang tidak menyukai demokrasi liberal. Mereka anti-demokrasi, dan menonjolkan kepentingan negara diatas segala-galanya. Demi kepentingan negara, bila perlu kepentingan perseorangan harus dikorbankan. Umumnya istilah fasisme selalu dikaitkan pada peristiwa masa lalu di Eropa, jauh dari kita dan bahkan jauh dari bangsa dan tanah air kita. Pada hal fasisme sebagai suatu keyakinan dan sikap hidup maupun pendirian politik sangat mungkin tumbuh subur dimana-mana termasuk dirumah tangga kita bahkan dikepala kita. Fasisme merupakan sebuah paham politik yang menjunjung kekuasaan absolut tanpa demokrasi, fasisme sebagai gerakan politik berkembang dalam kehidupan politik di Eropa antara 5 Rieke Diah pitaloka, Kekerasan negara menular ke masyarakat, Galang press: Jakarta, 2004. hal. 17 6 Meriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, Jakarta : Gramedia. 2007. hal. 47 7 Adolf Hitler, Mein Kampt, Yogyakarta: , Narasi ,2007. hal. 29 Universitas Sumatera Utara tahun 1910 sampai 1945 satu hal yang menarik, ciri penting hampir semua gerakan fasisme adalah mereka meletakan negara sebagai pengatur dan pusat seluruh sejarah dan kehidupan. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kuat. Pada awalnya, Mussolini mengembangkan ideologi ini dalam rangka merestorasi kembali kekaisaran Romawi yang ingin mengembalikan kejayaan masa lampau yang membuat Italia pernah menjadi suatu kekuatan yang sangat besar. 8 Mussolini memiliki keinginan mengembalikan kejayaan masa lampau Italia pada Romawi kuno yang menguasai hampir seluruh daratan Eropa dengan institusi militernya Gladiator. Mussolini memanfaatkan situasi Eropa menjelang PD II tidak jauh berbeda dengan situasi menjelang PD I. Perang Dunia I adalah Sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 1914-1918. Perang ini melibatkan semua kekuatan besar dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu Britania Raya, Perancis, dan Rusia dan Kekuatan Sentral Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia. Pada Perang Dunia I Italia mengalami kekalahan dan keterpurukan baik dari segi Ekonomi dan Militer, inilah situasi yang terjadi di Italia yang dimanfaatkan Mussolini dengan melakukan pemberontakan terhadap pemerintah yang dianggapnya gagal, Mussolini kemudian mengambil alih jabatan. Berakhirnya Perang Dunia I membawa kesulitan ekonomi, politik dan perasaan meluas bahwa bangsa Italia akan mengalami keruntuhan. Rakyat menderita secara material, adanya partai-partai yang beragam tidak mampu mengatasi masalah-masalah bangsa. Tuntutan Italia terhadap Dalmatia dan Albania minta supaya diakui tidak terwujud, karena wilayah itu penting bagi Italia untuk mengawasi laut Adriatik. Pemerintah tidak mendapatkan lagi kepercayaan dari rakyat karena tidak berhasil memperjuangkan kehendak orang banyak. Keadaan negara sesudah perang sangat rawan kekurangan bahan makanan. Bahan mentah mengalami kenaikan, anggaran belanja tidak seimbang dengan pemasukan, juga adanya ancaman inflasi. Kaum buruh segera bertindak 8 Henry J Schmandt, Filsafat Politik kajian historis dari jaman yunani kuno sampai jaman modern, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2005, hal . 606 Universitas Sumatera Utara mengambil alih pabrik dan mengeluarkan pemiliknya. Pemogokan terjadi di mana-mana sehingga melumpuhkan industri dan jawatan pemerintah yang vital. Kerusakan hebat timbul di daerah pertanian, kaum tani merampas tanah, membakar rumah dan menghancurkan hasil panenan. Faktor yang mempengaruhi kemiskinan ini adalah kebodohan dan rendahnya pendidikan dalam masyarakat, pendidikan mengalami kemunduran hebat selama kekacauan Perang Dunia I. Italia berkembang menjadi negara fasis dengan cara mengobarkan semangat Italia Irredenta untuk mempersatukan seluruh bangsa Italia dengan kebijakan yang dilakukan Benito Mussolini seperti Penguatan militer, Propaganda Ultra-Nasionalisme, Penetapan sistem Ekonomi Koorporasi dan Kebijakan Italia La Prima. Kebijakan yang dilakukan Mussolini ini dilakukan secara menyeluruh dari Golongan muda sampai golongan tua. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang kebijakan Benito Mussolini tentang konsep Pemerintahan yang dilakukan untuk mempertahankan kekuasaannya di Italia.

I.2. Perumusan Masalah