Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu:
P
cu
: P
tr
: P
mek
= 1 : s : 1 – s. Gambar 2.15 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga fasa :
Energi listrik konversi
Energi mekanik
Gambar 2.15. Diagram aliran daya motor induksi
2.7 Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa
Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik
yang dinyatakan sebagai perbandinganrasio daya output keluaran dengan daya input masukan, atau dapat juga dirumuskan dengan:
Loss out
out in
loss in
in out
100 100
P P
P x
P P
P x
P P
+ =
− =
= η
100 ×
. …………..….2.29 Ploss = Pin + Pi + Ptr + Pa g + Pb ………………………………………...2.30
P
in
= 3 . V
1
. I
1
. Cos φ1 ……………………………………………………..2.31
Universitas Sumatera Utara
Dari Persamaan 2.29 dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung pada besarnya rugi–rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan
efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan seperti Gambar
2.16.
Gambar 2.16. Efisiensi pada motor induksi
dimana: P
cu
= daya yang diinputkan ke rotor Watt P
tr
= rugi – rugi tembaga rotor Watt P
mek
= daya mekanik dalam bentuk putaran Watt Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian
beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh rugi–rugi mekanik dan rugi–rugi inti. Rugi–rugi tembaga stator tidak dapat
diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban.
2.8 Disain Motor Induksi Tiga Fasa
Standard NEMA di Amerika Serikat mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas berdasarkan kurva torsi-kecepatan yakni disain kelas A,B,C,
dan D.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17. Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi pada berbagai disain
1. Kelas A: disain ini memiliki torsi start normal 150 – 170 dari nilai ratingnya dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang
paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip = 5
2. Kelas B: merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi
motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip
motor ini =5 . Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh
Universitas Sumatera Utara
tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin fan, dan peralatan–peralatan mesin.
3. Kelas C: memiliki torsi start lebih tinggi 200 dari nilai ratingnya dari dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban–beban seperti
konveyor, mesin penghancur crusher, komperessor,dll. Operasi dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus
startnya rendah, slipnya = 5 4. Kelas D: memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan
beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi 5 -13 , sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan
kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor.
2.9 Penentuan Parameter Motor Induksi