Hubungan Antara Tingkat Kecukupan Gizi, Aktivitas Fisik Dan Pola Konsumsi Pangan Bebas Gluten Dan Kasein Dengan Status Gizi Anak Penyandang Autis Di Kota Bogor

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECUKUPAN GIZI,
AKTIVITAS FISIK DAN POLA KONSUMSI PANGAN BEBAS
GLUTEN DAN KASEIN DENGAN STATUS GIZI ANAK
PENYANDANG AUTIS DI KOTA BOGOR

ELVI HAYATTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

c

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara
Tingkat Kecukupan Gizi, Aktivitas Fisik dan Pola Konsumsi Pangan Bebas
Gluten dan Kasein dengan Status Gizi Anak Penyandang Autis di Kota Bogor

benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Elvi Hayatti
NIM I14110132

vi

ABSTRAK
ELVI HAYATTI. Hubungan antara Tingkat Kecukupan Gizi, Aktivitas Fisik dan
Pola Konsumsi Pangan Bebas Gluten dan Kasein dengan Status Gizi Anak
Penyandang Autis Di Kota Bogor. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI.
Penelitian ini bertujuan untuk memelajari hubungan antara tingkat

kecukupan gizi, aktivitas fisik, dan pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein
dengan status gizi anak penyandang autis di Kota Bogor. Desain penelitian yang
digunakan adalah cross sectional dengan jumlah subjek 34 orang. Subjek adalah
ibu anak autis yang bersedia untuk menjadi responden penelitian. Tempat dan
subjek penelitian dipilih secara purposive. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari–Maret 2015. Berdasarkan uji korelasi pearson terdapat hubungan
signifikan antara tingkat kecukupan energi (r=0.462, p=0.006) dengan status gizi.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan
status gizi (r=0.294, p=0.091). Berdasarkan uji korelasi spearman terdapat
hubungan signifikan antara antara rata-rata konsumsi gluten (r=0.606, p=0.000),
rata-rata konsumsi kasein dengan status gizi (r=0.531, p=0.001). Tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A (r=0.021,
p=0.906), tingkat kecukupan vitamin B6 (r=0.028, p=0.874), tingkat kecukupan
vitamin C (r=0.056, p=0.754), aktivitas fisik di Sekolah (r=0.166, p=0.349), dan
aktivitas fisik di waktu luang dengan status gizi (r=0.011, p=0.951).
Kata Kunci : Aktivitas fisik, autis, gluten dan kasein, tingkat kecukupan gizi

ABSTRACT
ELVI HAYATTI. Correlation Between Nutrition Adequacy Level, Physical
Activity And Gluten Free Casein Free Dietary Pattern With Nutritional Status Of

Autism In Bogor City. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI.
This research was aimed to study correlation between nutrition adequacy
level, physical activity and gluten free casein free dietary pattern with nutritional
status of autism in Bogor City. The study design was cross sectional with 34
subjects. The subjects were mother of autism who were willing to be respondent.
Place and subjects were selected purposively. The research was conducted on
February-March 2015. Pearson correlation test showed significant correlation
between the adequacy of energy (r=0.462, p=0.006) with nutritional status. There
was no significant relation between the adequacy of protein with nutritional status
(r=0.294, p=0.091). Spearman correlation test showed significant correlation
between the average of gluten (r=0.606, p=0.000), the average of casein with
nutritional status (r=0.531, p=0.001). There was no significant relation between
the adequacy of vitamin A (r=0.021, p=0.906), the adequacy of vitamin B6
(r=0.028, p=0.874), the adequacy of vitamin C (r=0.056, p=0.754), physical
activity at School (r=0.166, p=0.349),and physical activity at free time with
nutritional status (r=0.011, p=0.951).
Key words : Autism, gluten and casein, nutrition adequacy level, physical activity

viii


HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECUKUPAN GIZI,
AKTIVITAS FISIK DAN POLA KONSUMSI PANGAN BEBAS
GLUTEN DAN KASEIN DENGAN STATUS GIZI ANAK
PENYANDANG AUTIS DI KOTA BOGOR

ELVI HAYATTI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
Dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 adalah
pola konsumsi dan status gizi anak autis dengan judul Hubungan antara Tingkat
Kecukupan Gizi, Aktivitas Fisik dan Pola Konsumsi Pangan Bebas Gluten dan
Kasein dengan Status Gizi Anak Penyandang Autis di Kota Bogor. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta dan tersayang: Ayahanda (Bapak Damsir), ibunda (Ibu
Sawatimar), Andriansyah (kakak), Meddy Stiadhi (kakak), Felia Dina
Riyes (kakak), serta seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan
moril, dan perhatian serta kasih sayang yang diberikan.
2. Dr.Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan
Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan, MS selaku dosen penguji dan pembimbing
akademik atas waktu, bimbingan, dan motivasi, serta saran dalam
membantu proses penyelesaian penyusunan karya ilmiah ini.
3. Kepala sekolah SLB Tunas kasih 2, Dharma Wanita-C, Mentari Kita, AlIrsyad, Sekolah Dasar Negeri Inklusi Perwira dan Sekolah Dasar Negeri
Semeru 6 serta staff pengajar dan tata usaha yang telah membantu dan
mendampingi selama proses pengambilan data, serta siswa-siswi

penyandang autis dan orang tua siswa-siswi yang bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
4. Teman-teman tercinta : Laeli Nur Fitriani, Soraya Qatrunnada, Nur’Afifah
Komalasari, Penghuni Wisma Pingky (Rica Monica, Ai Anis, Deya
Silviani, Nur Khoiriyah, Nadia N, Mbak nono) yang selalu bersama 3
tahun ini dan selalu memberikan semangat dan doanya yang luar biasa,
dan Defri Frisandi yang selalu memberikan dukungan dan perhatian setiap
waktunya.
5. Teman-teman Enumerator : Kiki Yunita Sari, Yasmin Nafisah, Rahmadini,
Asmi Faradina, Ziyaadah Aqliyah yang banyak sekali membantu dalam
proses pengambilan data.
6. Teman-teman Gizi Masyarakat 48, teman-teman KKP Desa Sukajaya
Bogor 2014, Ahli gizi dan pekerja di Rumah Sakit Pasar Rebo PKL 2014
serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala
perhatian, dukungan, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan kepada
penulis.
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

Elvi Hayatti

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Hipotesis

4

Manfaat Penelitian

4


KERANGKA PEMIKIRAN

5

METODE PENELITIAN

7

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

7

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

8


Pengolahan dan Analisis Data

9

Definisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN

11
12

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

12

Karakteristik Subjek

13

Karakteristik Keluarga


14

Status Gizi

16

Pola Konsumsi Pangam

18

Tingkat Kecukupan Gizi

20

Aktivitas Fisik

23

Frekuensi Konsumsi Gluten dan Kasein

24

Hubungan Antar Variabel

26

SIMPULAN DAN SARAN

30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

51

vi

DAFTAR TABEL
1. Variabel, jenis, dan cara pengambilan data
2. Kategori Status gizi berdasarkan IMT/U
3. Sebaran subjek berdasarkan asal sekolah
4. Sebaran jenis kelamin subjek berdasarkan usia
5. Sebaran umur orangtua subjek
6. Sebaran keluarga subjek berdasarkan tingkat pendidikan
7. Sebaran orangtua subjek berdasarkan pekerjaan
8. Sebaran subjek berdasarkan pendapatan orangtua
9. Sebaran subjek berdasarkan status gizi
10. Sebaran subjek berdasarkan status gizi, jenis kelamin dan usia
11. Frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat (kali/minggu)
12. Frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani (kali/minggu)
13. Frekuensi konsumsi pangan sumber protein nabati (kali/minggu)
14. Frekuensi konsumsi pangan sumber buah dan sayur
15. Tingkat kecukupan gizi subjek
16. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan gizi
17. Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik di sekolah dan waktu luang
18. Sebaran subjek berdasarkan konsumsi pangan sumber gluten dan kasein
19. Frekuensi konsumsi pangan sumber gluten
20. Frekuensi konsumsi pangan sumber kasein

8
10
12
13
14
15
16
16
17
17
18
19
19
20
20
22
24
24
25
26

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran penelitian hubungan antara tingkat kecukupan gizi,
aktivitas fisik, dan pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein dengan
status gizi anak penyandang autis di Kota Bogor

DAFTAR LAMPIRAN
1. Dokumentasi kegiatan
2. Kuesioner penelitian

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Anak merupakan individu yang berada pada rentang pertumbuhan dan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak pun bervariasi, ada yang cepat dan ada yang lambat. Proses
perkembangan anak meliputi fisik, kognitif, konsep diri, pola koping, dan perilaku
sosial (Hidayat 2004). Pada beberapa kondisi terdapat beberapa anak yang
mengalami masalah perkembangan, salah satu gangguan yang menjadi sorotan
saat ini adalah autis. Setiap orangtua yang mempunyai anak yang telah
didiagnosis autis oleh dokter akan memberikan diet kepada anak tersebut
berdasarkan kebutuhannya, karena anak autis ada yang mengalami alergi terhadap
makanan yang dikonsumsi setiap hari sehingga diperlukan diet khusus kepada
anak tersebut. Semakin Bertambah atau berkembangnya ilmu pengetahuan maka
semakin banyak pula penelitian di bidang kesehatan khususnya mengenai diet dan
pemberian diet (Sintowati 2007).
Center For Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat
pada bulan Maret 2013 melaporkan, bahwa prevalensi autis meningkat menjadi
1:50 dalam kurun waktu setahun terakhir. Hal tersebut bukan hanya terjadi di
negara-negara maju seperti Inggris, Australia, Jerman dan Amerika namun juga
terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi autis di dunia saat ini
mencapai 15-20 kasus per 10 000 anak atau berkisar 0.l5-0.20%. Jika angka
kelahiran di Indonesia 6 juta per tahun maka jumlah penyandang autis di
Indonesia bertambah 0.15% atau 6.900 anak per tahunnya (Mashabi dan Tajudin
2009).
Penelitian terkait yang telah dilakukan tahun 2004 di Bogor diperoleh hasil
bahwa sebanyak 68.24% anak autis menunjukkan adanya perbaikan perilaku pada
tingkat hiperaktivitas setelah dilakukan terapi diet (Latifah 2004). Diet yang biasa
diberikan untuk penderita autis diantaranya diet Gluten Free Casein Free (GFCF),
diet anti yeast/ fermentasi dan intoleransi makanan berupa zat pengawet, zat
pewarna makanan dan zat penambah rasa makanan. Perbaikan atau penurunan
perilaku autis dapat dilihat dalam waktu 1- 3 minggu untuk diet Gluten Free
Casein Free (GFCF) 1-2 minggu untuk diet anti yeast/ fermentasi. Penelitian
tahun 2012 di Bandung melaporkan bahwa sebanyak 85% orangtua yang tidak
patuh dalam menerapkan diet Gluten Free Casein Free (GFCF) berdampak pada
terjadinya gangguan perilaku anak mereka seperti tantrum (mengamuk)
dibandingkan pada anak autis yang orangtuanya patuh dalam menjalankan diet
(Sofia 2012).
Pola makan pada anak terutama anak autis harus mengandung sejumlah
zat gizi, terutama karbohidrat, protein dan kalsium yang tinggi guna memenuhi
kebutuhan fisiologis selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Ada beberapa
jenis makanan yang menyebabkan reaksi alergi pada anak autis seperti gula, susu
sapi, gandum, cokelat, telur, kacang ataupun ikan. Selain itu konsumsi gluten dan
kasein perlu dihindari karena penderita autis umumnya tidak tahan terhadap
gluten dan kasein. Gluten adalah protein yang bersifat khas yang terdapat pada
tepung terigu dan dalam jumlah kecil dalam tepung serealia lainnya, gluten terdiri

2

atas dua komponen protein yaitu gliadin dan glutenin. Kasein adalah protein
kompleks pada susu yang mempunyai sifat khas yaitu dapat menggumpal dan
membentuk massa yang kompak (Rosemary 2009).
Ramadayanti dan Margawati (2013) melakukan penelitian yang
melibatkan 15 anak dengan usia yang berkisar antara 6–14 tahun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa anak autis sebagian besar laki-laki yaitu 80%. Penelitian
tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku pemilihan makanan pada anak
autis dengan pertimbangan bahwa pemilihan jenis makanan yang benar secara
tidak langsung akan mempengaruhi status gizi anak. Permasalahan makan pada
anak autis diantaranya yaitu menolak makan, picky eaters (memilih-milih
makanan), kesulitan menerima makanan baru, luapan kekesalan atau kemarahan
(tantrum), dan gerakan mengunyah sangat pelan.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi status gizi pada anak, di
antaranya adalah asupan zat gizi dan aktivitas fisik (Brown 2005). Basu et al.
(2007) menyatakan adanya perbedaan status gizi anak dengan autisme status gizi
normal. Penelitian yang dilakukan oleh Ingtyas (2005) dan Mathur et al. (2007)
menunjukkan bahwa anak dengan autisme mengalami defisit asupan gizi yaitu
diantaranya energi, protein, zat besi (Fe), vitamin A, vitamin B, dan vitamin C.
Penelitian Foley (2008) dan Llyod (2012) menunjukkan bahwa aktivitas anak
dengan autis lebih rendah dibandingkan dengan anak normal karena penurunan
fungsi motorik, terutama anak usia sekolah. Asupan gizi yang tidak terpenuhi oleh
anak autis dapat berpengaruh terhadap status gizi anak tersebut.
Menurut Washnieski (2009), ada beberapa rintangan atau hambatan dalam
upaya menerapkan diet GFCF diantaranya adanya perlawanan dari anak,
pembatasan diet yang membuat anak sulit untuk makan, masalah lingkungan
sekolah, orangtua tidak tahu cara menyiapkan makanan yang bebas kasein dan
gluten, dan cara menemukan sumber yang dapat membantu untuk
mengimplementasikan diet. Hal-hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang
tidak mendukung orangtua dalam menerapkan diet GFCF kepada anak mereka.
Orangtua merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap
penerapan diet GFCF pada anak autisme, karena pola makan pada anak autisme
tidak terlepas dari peran seorang ibu dalam menyediakan makanan yang baik serta
bergizi dan sesuai dengan kebutuhannya. Hasil dari penelitian Koka (2011)
menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian
makan pada anak autis berada dalam kategori cukup yaitu 68.8% untuk
pengetahuan, 59.4% untuk sikap, dan 43.8% untuk tindakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah
mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan gizi, aktivitas fisik dan pola
konsumsi pangan bebas gluten dan kasein dengan status gizi anak penyandang
autis di Kota Bogor.

3

Perumusan Masalah

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bagaimana tingkat kecukupan gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin B6,
dan vitamin C) anak autis?
Bagaimana aktivitas fisik yaitu saat aktivitas fisik di sekolah dan aktivitas
fisik saat waktu luang anak autis?
Bagaimana pola konsumsi yaitu frekuensi makan, jenis sumber gluten dan
kasein yang dikonsumsi anak autis?
Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status
gizi anak autis?
Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan aktivitas
fisik anak autis?
Apakah terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi?
Apakah terdapat hubungan pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein
dengan aktivitas fisik anak autis?
Apakah terdapat hubungan pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein
dengan status gizi anak autis?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan
antara tingkat kecukupan gizi, aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan bebas
gluten dan kasein dengan status gizi anak penyandang autis di Kota Bogor.
Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum di atas, terdapat beberapa tujuan khusus yaitu
untuk :
1. Mengidentifikasi tingkat kecukupan gizi (energi, protein, vitamin A,
vitamin B6, dan vitamin C) pada anak autis di Kota Bogor
2. Mengidentifikasi aktivitas fisik pada anak autis di Kota Bogor
3. Mengidentifikasi pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein pada
anak autis di Kota Bogor
4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan gizi (energi, protein,
vitamin A, vitamin B6, dan vitamin C) dengan status gizi anak autis di
Kota Bogor
5. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada anak
anak autis di Kota Bogor
6. Menganalisis hubungan antara pola konsumsi pangan bebas gluten dan
kasein dengan status gizi anak autis di Kota Bogor

4

Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan gizi (energi, protein, vitamin
A, vitamin B6, dan vitamin C dengan status gizi pada anak autis di Kota
Bogor.
2. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi (IMT/U) pada
anak autis di Kota Bogor.
3. Terdapat hubungan antara pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein
dengan status gizi (IMT/U) pada anak autis di Kota Bogor.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
hubungan antara tingkat kecukupan gizi, aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan
bebas gluten dan kasein dengan status gizi anak penyandang autis. Informasi ini
dapat menjadi sumber pengetahuan bagi orang tua yang memiliki anak autis
sehingga orang tua dapat menerapkan pengaturan pola makan yang seimbang baik
dari asupan gizi maupun aktivitas fisik sehari-hari untuk mendukung perubahan
perilaku yang lebih baik. Kemudian hasil penelitian ini dapat digunakan oleh
peneliti lain untuk mengembangkan metode penelitian mengenai autis.

5

KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut Journal Developmental and Physical Disabilities (2011), autis
adalah gangguan perkembangan sistem syaraf dengan ciri-ciri gangguan interaksi
sosial, gangguan komunikasi, tingkah laku repetitive dan stereotyped, ketertarikan
dan aktivitas (APA 2000). Autis adalah gangguan perkembangan yang mencakup
bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku yang luas dan berat. Kunci
kesembuhan anak autis ada dua, yaitu intervensi terapi perilaku dengan metode
ABA (Applied Behaviour Analysis) dan intervensi biomedis. Intervensi biomedis
salah satunya dapat dilakukan dengan pengaturan pola konsumsi pangan. Hal ini
terkait dengan salah satu penyebab autis yaitu gangguan metabolisme.
Selain melakukan pengaturan konsumsi pangan, diperlukan berbagai terapi
untuk memperbaiki perkembangan anak autis. Lingkungan keluarga perlu bekerja
sama mendukung diet anak, misalnya dengan cara menyediakan diet GFCF
sepanjang hari. Pola konsumsi suatu keluarga sangat dipengaruhi oleh
karakteristik keluarga, yaitu pendapatan orang tua, pendidikan orang tua, serta
besar keluarga. Pola konsumsi dari seorang anak akan mempengaruhi status gizi.
Selain itu, status gizi juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan status kesehatan
anak. Pola konsumsi ditentukan dari karakteristik keluarga terutama dari
pendapatan orang tua.
Peran ibu di dalam keluarga selain mengasuh anak juga memegang
peranan penting dalam pendampingan proses perkembangan anak termasuk dalam
hal pemilihan makanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak. Pemilihan
makanan yang sesuai harus diberikan secara tepat untuk mencegah terjadinya
kekurangan gizi pada anak autis. Konsumsi gluten dan kasein masih terbilang
kurang dilihat dari jumlah konsumsi gluten dan kasein di Indonesia, namun jika
ada pengaruh dari luar rumah dapat mengubah hal tersebut. Sangat penting bagi
seseorang yang menerapkan diet pangan bebas gluten dan kasein untuk membaca
label makanan mengingat banyaknya makanan kemasan menggunakan bahan
makanan tersebut. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pemberian pangan
bebas gluten dan kasein pada autisme akan memberikan respon terhadap
perubahan perilaku.

6

Karakteristik keluarga
-

Umur
Pendidikan Orangtua
Pekerjaan Orangtua
Pendapatan Orangtua

Karakteristik Subjek
- Umur
- Jenis Kelamin

Akses terhadap
Informasi
Pola konsumsi pangan
bebas gluten dan kasein
- Jenis
- Frekuensi

Pengetahuan Ibu

Tingkat kecukupan

Aktivitas
Fisik

Status Gizi
Anak Autis

Status
kesehatan

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Hubungan dianalisis
: Hubungan tidak dianalisis
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian hubungan antara tingkat kecukupan
gizi, aktivitas fisik dan pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein
dengan status gizi anak penyandang autis di Kota Bogor

7

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kuantitatif dengan
desain Cross Sectional karena peneliti ingin melihat hubungan variabel
independen dengan variabel dependen. Variabel independen meliputi tingkat
kecukupan gizi(energi, protein, vitamin A, vitamin B6, vitamin C), aktivitas fisik,
serta pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein dan variabel depeden yaitu
status gizi (IMT/U). Penelitian dilakukan di 5 lokasi yaitu 4 SLB di Bogor yaitu
SLB-C Dharma Wanita, SLB Mentari Kita, SLB–C Tunas Kasih 2, SLB-Al
Irsyad Al-Islamiyyah, dan 1 sekolah inklusi yaitu SDN Perwira. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan (1) kemudahan akses
dan perizinan, (2) Ibu bersedia untuk berpartisipasi, (3) belum dilakukan
penelitian di tempat tersebut. Pengambilan data penelitian berlangsung pada bulan
Februari-Maret 2015.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak autis yang
merupakan siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah inklusi yang terdapat di
lokasi penelitian yaitu SLB-C Dharma Wanita, SLB Mentari Kita, SLB –C Tunas
Kasih 2, SLB-Al Irsyad Al-Islamiyyah, dan SDN Inklusi Perwira. Subjek harus
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu
(1) anak mengalami autis, (2) Ibu bersedia untuk diwawancarai, (3) bersedia
berpartisipasi di dalam penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu
siswa yang tidak bersedia melakukan pengukuran dan orang tua yang tidak
kooperatif.
Penentuan jumlah contoh minimal yang diambil berdasarkan perhitungan
rumus cross sectional (estimasi proporsi) yaitu:
�1−� /2 2
n=
�2
Keterangan : n
= jumlah sampel
�1−�/22 = tingkat kepercayaan 95% (1.96)
p
= prevalensi anak autis gizi lebih 10% (Mujiyanti 2011)
q
= 1-p
d
= toleransi estimasi 10%
Berdasarkan perhitungan maka besar sampel minimal pada penelitian ini
adalah 34 orang, untuk mengantisipasi adanya subjek yang drop-out maka jumlah
subjek tersebut ditambah 10% menjadi 37 orang.

8

Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder.
Data primer status gizi diperoleh dari hasil pengukuran antropometri yaitu berat
badan dan tinggi badan anak autis. Pengukuran antropometri dilakukan dengan
menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 kg dan nilai maksimum 120
kg dan untuk pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian
0.1 cm dan nilai maksimum 200 cm. Data primer juga diperoleh dari pengisian
kuesioner oleh ibu subjek yang menjadi sampel dalam penelitian. Kuesioner di
modifikasi dari Rahmawati (2013), Addyca (2012) dan Syafitri (2008) yang
terdapat pada Lampiran 3. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara
wawancara kuesioner langsung yang dilakukan dengan orang tua anak autis yang
meliputi (1) karakteristik subjek (usia dan jenis kelamin) (2) karakteristik keluarga
meliputi (usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan), (3) data tingkat kecukupan
gizi meliputi (energi, protein, vitmain A, vitamin B6, dan vitamin C) yang didapat
menggunakan metode food record 2x24 jam, pengisian kuesioner dilakukan
sendiri oleh ibu subjek selama 2 hari berturut-turut agar data lebih akurat dalam
menulis nama masakan, cara persiapan dan pemasakan bahan makanan untuk
anak autis yang diberikan secara khusus, (3) kuesioner Food Frequency
Quetionaire (FFQ) meliputi frekuensi makan dan nama bahan makanan (4)
kuesioner pola konsumsi pangan bebas gluten dan kasein meliputi (frekuensi
makan, jenis konsumsi pangan sumber gluten dan kasein), (5) kuesioner aktivitas
fisik diperoleh dengan menggunakan PAQ-C untuk usia 8-14 tahun yang telah
dimodifikasi yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu aktivitas fisik saat di Sekolah dan
aktivitas fisik saat waktu luang.
Data sekunder yang diperoleh meliputi gambaran umum terkait lokasi
penelitian serta daftar anak autis yang didapatkan dari 4 SLB (Sekolah Luar
Biasa) dan 1 sekolah inklusi di Kota Bogor. Jenis data dan cara pengumpulan
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data
No
1.

Variabel
Karakteristik Subjek

2.

Karakteristik Keluarga

3.

Tingkat Kecukupan Gizi

Data
Usia
Jenis kelamin
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Besar keluarga
Energi
Protein
Vitamin A
Vitamin B6
Vitamin C

Cara Pengumpulan
Kuesioner

Kuesioner

Food Record (2 x 24
jam)

9

Tabel 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)
No
4.

Variabel
Pola Konsumsi Makan

5.

Aktivitas Fisik

-

6.

Pola konsumsi pangan
sumber gluten dan kasein

-

7.

Status gizi

-

Data
Frekuensi makan
Bahan Makanan
Aktivitas fisik di
Sekolah
Aktivitas fisik
waku luang
Pangan sumber
gluten dan kasein
Frekuensi
Jenis
Makanan yang
disukai

Cara Pengumpulan
Kuesioner

Berat badan
Tinggi badan
Z-score (IMT/U)

Alat ukur timbangan
digital dan microtoise

Kuesioner

Kuesioner

Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan ke dalam bentuk tabel untuk dilakukan
analisis deskriptif dan inferensia. Data diolah dengan menggunakan Microsoft
Excel 2007 dan Statistical Package for Service Solutions (SPSS) 16 for Windows.
Uji Shapiro-Wilk dilakukan untuk mengetahui normalitas data yaitu data
karakteristik subjek (usia dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (usia,
pendapatan, pekerjaan dan pendapatan). Uji korelasi pearson digunakan untuk
mengetahui hubungan status gizi dengan kecukupan energi dan kecukupan
protein. Uji korelasi spearman dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
status gizi, kecukupan vitamin A, vitamin B6, vitamin C, rata-rata konsumsi
gluten dan kasein, dan aktivitas fisik di Sekolah dan waktu luang.
Karakteristik keluarga meliputi data tentang ayah dan ibu subjek
meliputi usia yang dibagi menjadi 3 kategori, menurut Hurlock (1999) yaitu
dewasa muda (18-41 tahun), dewasa tengah (41-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60
tahun), pendidikan terakhir terdiri atas SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi.
Pekerjaan terdiri atas beberapa kategori yaitu pedagang/wiraswasta,
PNS/TNI/POLRI, karyawan swasta, ibu rumah tangga atau yang lainnya. Besar
keluarga menurut Hurlock (1999) terdiri atas 3 kriteria yaitu kecil (anggota
keluarga ≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Besar pendapatan
keluarga terdiri atas total keseluruhan pendapatan ayah dan ibu subjek setiap
bulannya dalam satuan rupiah.
Data tingkat kecukupan gizi didapatkan dengan membandingkan jumlah
asupan gizi dengan angka kecukupan gizi (AKG) berdasarkan WNPG 2012.
Metode yang digunakan adalah food records 2x24 jam, dilakukan oleh ibu subjek
dengan mencatat makanan yang dikonsumsi dalam URT atau gram meliputi nama
masakan, cara persiapan, dan pemasakan bahan makanan pada periode 2 hari
berturut-turut. Jumlah makanan yang dikonsumsi dituliskan dengan menggunakan
satuan URT (Ukuran Rumah Tangga). Selanjutnya dilakukan konversi URT ke-

10

dalam gram sesuai dengan yang disajikan. Tingkat kecukupan energi dan protein
dikategorikan dengan menggunakan cut of point Depkes (1996) yang dibedakan
menjadi defisit tingkat berat ( Rp5 000 000/bulan),
dan sangat tinggi (> Rp15 000 000/bulan). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa besar pendapatan orangtua subjek berada pada rentang ekonomi menengah
ke atas.
Berdasarkan standar BPS Jawa Barat (2014) seluruh orang tua subjek lakilaki dan perempuan (100%) termasuk dalam kategori tidak miskin, dimana
pendapatannya melebihi Rp302735/perkapita/bulan. Meningkatnya pendapatan
akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas
yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunya
daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas (Sulistyoningsih 2012).
Sebaran subjek berdasarkan pendapatan orangtua disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan orangtua
Pendapatan total
15 000 000
Total

n
6
7
8
3
2
8
34

%
17.6
20.6
23.5
8.8
5.9
23.5
100.0

Status Gizi
Berdasarkan pengumpulan data dan analisis data diperoleh gambaran
status gizi subjek dengan menggunakan indeks IMT/U menurut baku standar
WHO 2005 dalam bentuk z-score. Status IMT/U dikategorikan menjadi empat,
yaitu kurus (-3SD s.d 1SD s.d +2
SD), obesitas (≥+2 SD). Menurut Kristiani (2013) status gizi anak dapat

17

dipengaruhi oleh pendidikan ibu. Ibu yang memiliki pendidikan yang baik
cenderung dapat menangkap informasi lebih baik sehingga perkembangan anak
menjadi baik. Sebaran subjek berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 9.
Dokumentasi kegiatan disajikan pada Lampiran 1.
Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan status gizi
Status Gizi

Laki-laki
n
5
14
7
5
31

Underweight (-3SD s.d 1 SD s.d +2 SD)
Obesity (≥2 SD)
Total

%
14.7
41.2
20.6
14.7
91.2

Perempuan
N
1
1
0
1
3

%
2.9
2.9
0.0
2.9
8.7

Total
n
6
15
7
6
34

%
17.6
44.1
20.6
17.6
100.0

Rata-rata status gizi yang diukur dengan IMT/U adalah 0.49. Adapun nilai
z-score subjek berada antara -3.00 hingga 3.72. Presentase status gizi subjek
mayoritas berstatus gizi normal yaitu 14 anak laki-laki (41.2%) dan yang
mengalami gizi lebih serta obes sebanyak 12 anak laki-laki (34.3%). Jenis
kelamin mempengaruhi jumlah kelebihan berat badan pada anak autis. Penelitian
Curtin et al. (2010) menunjukkan bahwa jumlah anak autis yang kelebihan berat
badan lebih banyak pada anak laki-laki (79%) dibandingkan perempuan (21%).
Hal ini sejalan dengan penelitian Li et al. (2010), overweight dan obesity lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki (19.4%) dibandingkan perempuan (13.2%).
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Evan et al. (2011) menunjukkan
bahwa anak autis mengosumsi lebih banyak minuman manis serta makanan ringan
jika dibanding dengan anak normal, namun konsumsi buah dan sayur lebih
rendah. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
konsumsi terhadap IMT anak autis. Sebaran subjek berdasarkan status gizi, jenis
kelamin, dan usia disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan status gizi, jenis kelamin, dan usia
Usia (tahun)
Perempuan
7-9
10-12
13-15
16-18
Laki-laki
7-9
10-12
13-15
16-18
Total

Underweight
(%)

Status gizi
Normal
Overweight
(%)
(%)

Obesity
(%)

0.0
0.0
2.9
0.0

0.0
2.9
0.0
0.0

0.0
0.0
0.0
0.0

0.0
2.9
0.0
0.0

8.8
2.9
0.0
2.9
17.6

14.7
11.8
11.8
2.9
44.1

8.8
11.8
0.0
0.0
20.6

5.9
0.0
8.8
0.0
17.6

Jika dilihat dari kelompok usia, maka diperoleh hasil yaitu yang
mengalami gizi lebih mayoritas kelompok usia 10-12 tahun dan 7-9 tahun sebesar

18

11.8% (4 anak laki-laki) dan 8.8% (3 anak laki-laki). Kemudian yang mengalami
obesitas 8.8% (3 anak laki-laki) pada kelompok usia 13-15 tahun. Selanjutnya gizi
kurang sebesar 11.8% (4 anak laki-laki) pada rentang usia 7-9 tahun dan 10-12
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Andyca (2013) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan status gizi pada
responden. Penelitian lainnya yang terkait yaitu Li et al (2010) tentang Dietary
habits and overweight/obesity in adolescent in Xi’an, China pada anak usia 11-17
tahun pada tahun 2004, memperlihatkan overweight dan obesity lebih banyak
terjadi pada anak laki-laki (19.4%) dibandingkan dengan perempuan (13.2%).
Pola Konsumsi Pangan
Data pola konsumsi diperoleh secara kualitatif dengan menggunakan Food
frequency Questionnaire yaitu menilai frekuensi suatu jenis pangan atau suatu
kelompok pangan yang dikonsumsi seseorang dalam periode waktu tertentu
sehingga kuesioner ini dapat memberikan informasi mengenai pola konsumsi
pangan seseorang (Gibson 2005). Konsumsi jenis pangan meliputi bahan makanan
sumber karbohidrat, sumber protein hewani, sumber protein nabati, kelompok
sayuran, dan kelompok buah. Frekuensi rata-rata konsumsi pangan sumber
karbohidrat yang paling banyak adalah nasi sebanyak 22.2 kali/minggu. Frekuensi
makan sebagian besar subjek relatif sama setiap harinya yaitu tiga kali sehari.
Kebiasaan makan tiga kali sehari dari setiap kelompok subjek dianggap sudah
baik untuk menghindari masalah gizi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhardjo
(2000) guna menghindari terjadinya masalah gizi, frekuensi makan sebaiknya 3
kali sehari. Data frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat disajikan pada
Tabel 11, sedangkan sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi pangan
sumber karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B6, dan vitamin C disajikan pada
Lampiran 2.
Tabel 11 Frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat
Frekuensi konsumsi
(kali/minggu)
Sumber Karbohidrat
22.2±4.71
2.41±4.11
1.29±2.03
0.44±0.71
0.61±0.71

Nama Bahan Makanan

Nasi
Kentang
Bihun
Ubi Jalar
Singkong

Frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani yang paling banyak
adalah telur ayam sebanyak 5.85 kali/minggu. Hal ini sejalan dengan Winarno
(2008), mengonsumsi 2 butir telur setiap hari dapat membantu perkembangan IQ
(Intellegence Quostient) dan 1 butir telur mengandung 7 gram protein. Frekuensi
konsumsi pangan sumber protein hewani disajikan pada Tabel 12