Studi Potensi dan Penyebaran Ulin (Euxideroxylon zwagerii Teijsm. & Binnend.) pada Kawasan Lindung Areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan, Propinsi Kalimantan Barat.

STUDI POTENSI DAN PENYEBARAN ULIN
(Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binnend.) PADA KAWASAN
PERLINDUNGAN SETEMPAT AREAL IUPHHK-HT PT.
WANA HIJAU PESAGUAN PROPINSI KALIMANTAN
BARAT

FAUZIA KHAERANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Potensi dan
Penyebaran Ulin (Euxideroxylon zwageri Teijsm. & Binnend.) pada Kawasan
Perlindungan Setempat Areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan, Propinsi
Kalimantan Barat.
Adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Fauzia Khaerani
NIM E44090084

ABSTRAK
FAUZIA KHAERANI. Studi Potensi dan Penyebaran Ulin (Euxideroxylon zwagerii
Teijsm. & Binnend.) pada Kawasan Lindung Areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan,
Propinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh ISTOMO.
Pesatnya laju deforestasi dan illegal logging di Indonesia menyebabkan semakin
berkurangnya jumlah kayu ulin yang ada di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
potensi dan penyebaran pohon ulin (Euxideroxylon zwageri), serta untuk mengetahui jenis vegetasi
pohon pada habitat ulin (Euxideroxylon zwageri) yang berguna dalam usaha pelestarian salah satu
tumbuhan yang dilindungi di areal PT. Wana Hijau Pesaguan, Kalimantan Barat. Teknik
pengambilan contoh analisis vegetasi pada penelitian ini menggunakan metode petak tunggal

berukuran 100 m x 100 m dengan jumlah sub-plot sebanyak 25 sub-plot dengan luasan sebesar 20
m x 20 m. Hasil dari analisis data didapatkan Indeks keanekaragaman jenis (H’) ulin tertinggi
terdapat pada wilayah sempadan sungai bagian kanan dengan nilai H’ yaitu 4.820. Indeks
kemerataan (E) di keempat lokasi termasuk tinggi karena berkisar antara 0.866 – 0.919 dan nilai
kemerataan tertinggi didapat pada lokasi sempadan sungai sebelah kanan. Potensi ulin
(Eusideroxylon zwageri) berdasarkan volume terbesar pada daerah kawasan perlindungan plasma
nutfah yaitu 16.40 m3/ha. Biomassa total ulin yang didapatkan pada sempadan sungai bagian
kanan sebesar 0.77 ton/ha dari total 310.72 ton/ha, lokasi sempadan sungai sebelah kiri didapatkan
biomassa ulin sebesar 3.10 ton/ha dari 123.96 ton/ha, lokasi dengan kelerengan lebih dari 25%
mempunyai biomassa ulin sebesar 4.09 ton/ha dari total 440.24 ton/ha, kawasan perlindungan
plasma nutfah memiliki total biomassa ulin terbesar yaitu 9.42 ton/ha dari 213.55 ton/ha. Pola
sebaran ulin (Eusideroxylon zwageri) secara umum pada keempat lokasi penelitian yaitu bernilai
sama dengan 1 (satu), hal ini menyatakan bahwa pola penyebaran pertumbuhan ulin adalah acak
(random).
Kata kunci: kemerataan, kerapatan, pola sebaran, ulin.
ABSTRACT
FAUZIA KHAERANI. Potential Study and Spread of Ulin (Euxideroxylon zwageri Teijsm.
& Binnend.) Protected Areas in Local Area IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan, West
Kalimantan Province. Supervised by ISTOMO.
The rapid rate of deforestation and illegal logging in Indonesia led to the decreasing

number of Ulin in Indonesia. The aim of this study is to examine the potential and deployment of
Ulin trees (Euxideroxylon zwageri), as well as to determine the type of vegetation in habitats Ulin
tree ( ) are useful in conservation efforts a protected plant in the area of PT. Green Pesaguan
Wana, West Kalimantan. Technique sampling vegetation analysis in this study using a single plot
measuring 100 m x 100 m with a number of sub-plots as much as 25 sub-plot with an area of 20 m
x 20 m. Results from the analysis of data obtained species diversity index (H ') is highest ironwood
on the right side of the river border region with a value H' is 4,820. Evenness index (E) in four
locations including high because ranged from 0866 to 0919 and the highest evenness values
obtained at the location of riparian right. Potential ironwood (Eusideroxylon zwageri) based on the
largest volume in the area of germplasm protected areas is 16:40 m3 / ha. Total biomass ironwood
obtained on the river banks right side of 0.77 tonnes / ha of total 310.72 tons / ha, the location of
river banks left obtained biomass ironwood $ 3.10 tonnes / ha of 123.96 tonnes / ha, the location
with a slope of more than 25% have a biomass Ironwood at 4:09 tonnes / ha of total 440.24 tons /
ha, protected areas germplasm has the largest total biomass ironwood is 9:42 tonnes / ha of 213.55
tons / ha. Ironwood distribution pattern (Eusideroxylon zwageri) generally at the four study sites is
to be equal to 1 (one), it is stated that the growth pattern of the spread of ironwood is random
(random).
Keywords: evenness, density, distribution pattern, Ulin.

STUDI POTENSI DAN PENYEBARAN ULIN (Euxideroxylon zwageri

Teijsm. & Binnend.) PADA KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
AREAL IUPHHK-HT PT. WANA HIJAU PESAGUAN, PROPINSI
KALIMANTAN BARAT

FAUZIA KHAERANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah pohon
ulin, dengan judul Studi Potensi dan Penyebaran Ulin (Euxideroxylon zwageri
Teijsm. & Binnend.) pada Kawasan Perlindungan Setempat Areal IUPHHK-HT
PT. Wana Hijau Pesaguan, Propinsi Kalimantan Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Istomo, MS selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran. Penulis juga megucapkan banyak
terimakasih kepada seluruh direksi dan staf PT. Wana Hijau Pesaguan, Agra
Bareksa Group, Djarum Foundation yang telah membantu dalam bentuk materil
maupun non materil selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ibu Siti Sa’diah, Bapak Badar, Abang Muhammad
Syahid Hasan Al-Banna, Aa Nur Farida, Ka Wening Susanti Amungkasi, dan
seluruh keluarga atas dukungan materil maupun non materil serta doa dan kasih
sayangnya. Teman-teman seperjuangan Fahutan 46 khususnya Silvikultur 46
(Umeg, Vera, Gusti, Tintin, Desi, Nidya, Sindi, Lia, Afan, Kholid, Baequni, Ayu,
Dayat dan lainnya). Teman-teman non Silvikultur yaitu Ineke Ayun, Ramayana,
Rahmi Taufika, Ibu Dosen UNSRI Sherly Ridhowati, Ruci Ambaryani, Ade
Rizky Casmita, Farhan Nahdiya dan keluarga, Arwind Raitz Kusumah, Yunensih,
Rimpala Fahutan IPB dan Kaskus OANC serta teman-teman yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Fauzia Khaerani

DAFTAR ISI
PRAKATA

v

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Bahan dan Alat

3

Prosedur Penelitian


3

Prosedur Pembuatan Herbarium

4

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

7
7
15
19


Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1 Penataan areal PT.Wana Hijau Pesaguana.
2 Penyebaran topografi, bentuk wilayah dan kelerengan lahan di areal

IUPHHK- HT PT.Wana Hijau Pesaguana.
3 Data iklim rata-rata 10 tahun terakhir (1998-2007)a.
4 Pohon yang memiliki nilai INP tertinggi.
5 Perbandingan nilai INP jenis ulin dan non ulin.
6 Klasifikasi kerapatan pohon berdasarkan kelas diameter.
7 Kerapatan tertinggi jenis pohon dan pohon ulin di tiap lokasi.
8 Frekuensi jenis ulin dan non ulin.
9 Dominasi jenis pohon di tiap lokasi.
10 Luas bidang dasar ulin, non ulin, dan total keseluruhan di tiap lokasi.
11 Volume pohon ulin dan non-ulin di tiap lokasi.
12 Indeks keragaman jenis dan indeks kemerataan jenis.
13 Indeks dominansi (C).
14 Pendugaan biomassa total (ton/ha) ulin dan jenis lain pada tiap lokasi.
15 Nilai sebaran pohon ulin berdasarkan Indeks Morisita.

7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
13
13
14
14
15

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan jalur dan petak pengamatan
2 Diagram alur penelitian

4
4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar nama jenis tumbuhan di kawasan lindung areal IUPHHK-HT PT.
Wana Hijau Pesaguan
2 Daftar hasil analisis vegetasi pada lokasi sempadan sungai bagian
kanan
3 Daftar hasil analisis vegetasi pada lokasi sempadan sungai bagian kiri
4 Daftar hasil analisis vegetasi pada lokasi hutan dengan kelerengan >
25%
5 Daftar hasil analisis vegetasi pada lokasi kawasan pelestarian plasma
nutfah (KPPN)
6 Peta persebaran ulin.
7 Foto dokumentasi keadaan ulin di lapangan.

22
28
34
36
39
41
42

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pohon ulin (Euxideroxylon zwageri Teijsm. & Binnend.) yang banyak
dikenal dengan kayu besi atau kayu belian merupakan salah satu kayu yang unik
dengan memiliki kelas awet dan kelas kuat I yang artinya memiliki ketahanan
kayu dan kekuatan yang tinggi. Jenis ini sudah temasuk langka karena
dikategorikan ke Apendix II menurut CITES dan statusnya termasuk vulnerable
menurut IUCN.
Kayu ulin biasanya dibuat untuk menjadi bahan baku penyangga rumahrumah atau gedung-gedung, yang sangat diperlukan untuk pembangunan yang
sedang meningkat akhir-akhir ini. Selain itu kayu ini juga menjadi kayu andalan
pembuatan rumah-rumah adat suku dayak dari mulai atap, tiang sampai lantai.
Semakin langkanya kayu ini membuat masyarakat dayak tidak lagi menggunakan
kayu tersebut untuk rumah mereka karena susah mendapatkan bahan bakunya.
Pesatnya laju deforestasi dan illegal logging di Indonesia menyebabkan
semakin berkurangnya jumlah kayu ulin yang ada di Indonesia. Penurunan
populasi sebesar 20% selama 10 tahun cukup membuat kayu ulin mengalami
kelangkaan. Banyaknya kebutuhan akan bahan baku kayu ulin mengharuskan kita
menjaga dan melestarikan jenis kayu tersebut. Oleh sebab itu, perlunya dilakukan
penelitian tentang persebaran kayu ulin di suatu wilayah untuk mengetahui
potensi Ulin yang masih tersisa di Indonesia lebih khususnya di kawasan lindung
areal IUPHHK-HT PT.Wana Hijau Pesaguan.
Ulin (E. zwageri) merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang
termasuk famili Lauraceae. Tingginya dapat mencapai 50 m dengan diameter
sampai 120 cm, batang pohon ulin biasanya tumbuh lurus dan berbanir sampai 4
meter. Kulit luar berwarna coklat kemerahan sampai coklat tua, memiliki tebal 2-9
cm, kayu teras berwarna coklat kehitaman sedangkan kayu gubal berwarna coklat
kekuningan dengan tebal 1-5 cm, permukaan kayu licin dan mengkilap. Pohon
ulin merupakan salah satu pohon penyusun hutan tropika basah yang dikenal
dengan beberapa nama di setiap daerah seperti kayu besi di borneo, belian
(Kalimantan), bulian ataupun onglen (Sumatra). Kayu ini tersebar di Sumatra
bagian selatan, kepulauan Bangka Belitung dan hampir diseluruh wilayah
Kalimantan (Martawijaya et al. 1989).
Kayu ulin merupakan jenis kayu yang tidak mudah lapuk baik di dalam air
maupun di daratan. Karena itu, kayu ini diburu untuk bahan bangunan, terutama
sebagai penyangga rumah yang didirikan di atas daerah berawa di Pulau
Kalimantan. Akibat terus diperjual-belikan, keberadaan kayu ulin semakin sulit
diperoleh dan harganya semakin mahal. Di sejumlah daerah kayu ulin dilarang
untuk dikomersialkan. Kayu yang diperdagangkan dan terkenal karena
kekuatannya adalah kayu-kayu yang usianya ratusan tahun yang diambil dari
habitat aslinya di hutan alam. Meski harganya relatif mahal sampai saat ini belum
banyak yang membudidayakan tanaman ulin (Margianto 2009).
Kayu ulin tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek, karena
mempunyai zat ekstraktif eusiderin turunan dari phenolic yang beracun (Syafii et
al. 1987). Kayu ulin memiliki kelas awet dan kelas kuat I. Oleh karena itu, jenis

2

ini banyak digunakan untuk konstruksi berat, konstruksi di laut, jembatan,
bantalan rel kereta api, perkapalan, dan perabot di luar rumah (Pandit &
Kurniawan 2008).
Pohon ulin merupakan tanaman apendiks II CITES, yaitu suatu jenis yang
pada saat ini tidak termasuk kedalam kategori terancam punah namun memiliki
kemungkinan untuk terancam punah jika perdagangannya tidak diatur. Jenis ini
boleh diperdagangkan untuk lokal dan beberapa ekspor selama management
authority dari negara pengekspor mengeluarkan izin ekspor berdasarkan saran
scientific authority yang telah mengadakan kajian yang menyimpulkan bahwa
perdagangan jenis tumbuhan tersebut tidak akan membahayakan kelestariannya di
alam (Soehartono & Mardiastuti 2003).
Berdasarkan data IUCN (1998), jenis ulin dikategorikan dalamkelompok
yang rentan (vulnerable/VUA1cd+2cd) yaitu populasi mengalami penurunan
lebih dari 20% selama 10 tahun. Penyebab utama keterancaman kepunahan adalah
karena kerusakan habitat dan pemanfaatan yang tidak terkendali. Kerusakan
habitat disebabkan oleh pembukaan hutan untuk kepentingan konversi bagi
pemanfaatan lahan yang tidak memperhitungkan keanekaragaman hayati ke dalam
variabel perencanaannya. Kondisi ini diperparah dengan maraknya penebangan
liar yang telah merambah ke dalam kawasan-kawasan konservasi, serta kebakaran
hutan dengan luasan yang sangat besar.
Tujuan Penelitian
Mengkaji potensi dan penyebaran pohon ulin (E. zwageri), serta untuk
mengetahui jenis vegetasi pohon pada habitat ulin di kawasan lindung areal
IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah mendapatkan data
potensi dan penyebaran ulin yang berguna dalam usaha pelestarian salah satu
tumbuhan yang dilindungi di areal PT. Wana Hijau Pesaguan, Kalimantan Barat.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penjelasan mengenai persebaran
ulin yang dilakukan di empat petak yang berbeda yaitu sempadan sungai sebelah
kanan, sempadan sungai sebelah kiri, kawasan hutan dengan kelerengan lebih dari
25%, dan kawasan perlindungan plasma nutfah (KPPN) untuk mengetahui
kategori persebaran ulin.

3

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai bulan Mei 2013 bertempat
di hutan lindung Bukit Tukul areal IUPHHK-HT PT.Wana Hijau Pesaguan,
Ketapang, Kalimantan Barat.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain vegetasi, data sekunder tanah, dan
alkohol 70 %. Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah
Perangkat PC (Personal Computer) dan perlengkapan lapang seperti pita meter,
phiband, kompas, tabung film, Clinometer, Hygrometer, Hagameter, Global
Position System (GPS) Garmin 78s, Altimeter, patok, gunting, pH meter, kantong
plastik, golok, kertas koran, label, kalkulator Casio, penggaris, tally sheet, alat
tulis, dan kamera.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan teknik pengambilan contoh analisis
vegetasi dengan menggunakan metode petak tunggal. Metode ini dibuat berukuran
100 m × 100 m. Menurut Wyatt-Smith (1959) dalam Soerianegara dan Indrawan
(2002) bahwa ukuran petak contoh dengan luasan 0.6 ha sudah cukup mewakili.
Petak pengamatan diletakkan pada lokasi kawasan perlindungan plasma nutfah
(KPPN), sempadan sungai (SS), dan kawasan hutan dengan kelerengan > 25%.
Petak pengamatan tersebut selanjutnya dibagi menjadi sub-plot dengan ukuran 20
m × 20 m, sehingga pada setiap plot pengamatan 100 m × 100 m terdapat 25 subplot contoh yang mempunyai nomor sub-plot 1 sampai dengan 25. Pada setiap
plot dibuat 25 sub-plot dengan 1 plot pada kawasan perlindungan plasma nutfah
(KPPN) seluas 1 ha, 1 plot pada setiap sisi kanan dan kiri sempadan sungai (SS)
dengan total seluas 2 ha, dan 1 plot pada kawasan hutan dengan kelerengan >25%
(KH >25%). Total seluruh sub-plot berjumlah 100 sub-plot pada lokasi
pengamatan. Data yang dikumpulkan berupa data diameter pohon, tinggi pohon
dan nama jenis pohon yang memiliki diameter ≥ 10 cm.

4

Adapun gambaran plot pengamatan ulin (Eusideroxylon zwageri) sebagai berikut
20 m

1
0
0
m

5

6

15

16

25

4

7

14

17

24

3

8

13

18

23

2

9

12

19

22

1

10

11

20

21

Gambar 1 Bagan jalur dan petak pengamatan
Prosedur Pembuatan Herbarium
Spesimen-spesimen yang telah diambil dari lapangan masing-masing diberi
label dan dibungkus dengan kertas koran. Spesimen-spesimen yang telah
dibungkus kertas koran dikumpulkan pada sasak dan dilakukan pengeringan
menggunakan oven selama 24 jam dengan suhu 70°C. Herbarium yang telah
kering diidentifikasi dengan cara mencocokkan herbarium yang baru dibuat
dengan herbarium hasil koleksi yang ada di bagian Botani dan Ekologi Hutan
Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan di Bogor.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, seperti yang tersaji
pada Gambar 2.
Pengumpulan
Data Sekunder

Literatur

Marking Ulin

Data Ulin
Mulai Penelitian

Pembuatan Peta
Plot di Arc GIS
Analisis
Deskriptif

Pengumpulan
Data Primer
Diameter

Penyusunan
Tugas Akhir
Data
Pertumbuhan

Tinggi

Jenis

Gambar 2 Diagram alur penelitian

5

Analisis Data
Data pengamatan yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan
rumus-rumus sebagai berikut:
1. Indeks Nilai Penting
Untuk mengetahui kondisi vegetasi yang terdapat di lokasi dan
seberapa besar ulin dapat mendominansi (tingkat penguasaan jenis) dari
jenis lainnya, maka diperlukan pengelolaan data dengan INP.
jumlah individu suatu jenis
a.
Kerapatan (K) =
luas petak contoh
jumlah petak ditemukannya

suatu jenis

b.

Frekuensi F =

c.

Dominasi D =

d.

Kerapatan relatif KR = kerapatan

× 100%

e.

Frekuensi relatif FR =

× 100%

f.

Dominasi relatif DR =

g.

Indeks nilai penting (INP)
Diperoleh dari penjumlahan kerapatan relatif (KR),
frekuensi relatif (FR) dan dominasi relatif (DR) atau ditulis dengan
rumus :
INP = KR + FR + DR untuk tingkat tiang dan pohon
INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang)

jumlah seluruh petak
Jumlah bidang dasar suatu jenis
luas petak contoh
kerapatan suatu jenis
seluruh jenis
Frekuensi suatu jenis

Frekuensi seluruh jenis
Dominasi suatu jenis
Domnasi seluruh jenis

× 100%

2. Indeks Keanekaragaman Jenis (species diversity)
Indeks Keanekaragaman Jenis digunakan untuk mengetahui
keanekaragaman data pohon ulin yang didapatkan.
s

H′ = −

H’
S
ni
N
3. Indeks Kemerataan
Keterangan :

ni

ni
N
N ln

i=1

= Indeks keanekaragaman jenis
= Jumlah jenis
= Nilai penting tiap jenis
= Total nilai penting

Indeks kemerataan digunakan untuk menyatakan bagaimana
volume individu yang diperoleh tersebar dalam setiap jenis, bila jumlah
total individu terbagi merata pada setiap jenis yang ada maka Indeks
Kemerataannya dikatakan tinggi. Berikut adalah rumusnya :
H′
E=
ln(S)
Keterangan :
E = Indeks kemerataan
H’ = Indeks keanekaragaman
S = Jumlah jenis

6

4. Pola Penyebaran
Untuk mengetahui pola penyebaran ulin dapat menggunakan
Indeks Morisita dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Iδ = q ×
Keterangan :

{xi xi − 1 }
T(T − 1)

I = Indeks Morisita
q = Jumlah petak
xi = Jumlah individu pada petak ke-I (i = 1,2,3….dst)
T = Total individu pada peta
Jika nilai I = 1 maka pola penyebaran pertumbuhan individuindividu adalah menyebar (random), jika I < 1 maka penyebarannya
meyebar rata, jika I > 1 maka penyebarannya mengelompok
(clumped).

5. Indeks Dominansi Jenis
Untuk menentukan Indeks Dominansi Jenis menurut Simpson
(1949) dalam Misra (1980) digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

C = ∑[��/�]2

C = Indeks Dominansi
N = Total Nilai Penting
ni = Nilai Penting Masing-masing Jenis

Indeks dominansi bernilai satu (1) jika satu jenis pohon
mendominansi. Sebaliknya, jika beberapa jenis mendominansi secara
bersama-sama maka indeks dominansi akan rendah atau mendekati nol
(0).
6. Volume Pohon
Untuk menghitung volume pohon digunakan rumus sebagai
berikut:
= 1 4. �. (� 100)3 . �. �
Keterangan :

V = Volume pohon bebas cabang (m3)
Π = Konstanta (3.141592654)
d = Diameter detinggi dada/130 cm atau 20 m diatas
banir
t = Tinggi pangkal tajuk dikurangi tinggi banir (m)
f = Angka bentuk pohon (0.6)

7. Pendugaan Biomassa
Untuk menghitung biomassa menurut Brown (1997) yang
menggunakan persamaan alometrik pada hutan hujan tropika yang
ditetapkan pada zona iklim lembab yaitu:
= 0.118 (�)2.53

7

Keterangan :

W = Biomassa per pohon (kg)
D = Diameter pohon setinggi dada (cm)
Perhitungan biomassa total ini dapat digunakan untuk melihat
potensi ulin di lokasi penelitian. Kandungan karbon di hutan alam dapat
dihitung dengan menggunakan pendugaan biomassa hutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No.SK 719/MenhutII/2009 tanggal 19 Oktober 2009, PT. Wana Hijau Pesaguan diberi hak
pengusahaan hutan seluas 104 975 ha, dengan pembagian areal seperti yang
disajikan pada Tabel 1.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tabel 1 Penataan areal PT.Wana Hijau Pesaguana.
Luas
Jumlah
Peruntukan lahan
(ha)
(%)
Kawasan lindung
14 830
14.13
Sarana dan prasarana (jalan, persemaian, kebun
299
0.28
benih, dan lain-lain.)
Areal dikuasai pihak lain
3 211
3.06
Dikembalikan kepada Pemerintah
21 070
20.07
Areal tanaman pokok THPB
47 270
45.03
Areal tanaman unggulan
10 935
10.42
Areal tanaman kehidupan
7 360
7.01
Jumlah
104 975
100.00

a: RKUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan

Areal PT. Wana Hijau Pesaguan secara geografis terletak diantara 110˚10’
BT–110˚56’ BT dan 0˚37’ LS–0˚46’ LS.Batas-batas persekutuan areal PT. Wana
Hijau Pesaguan yaitu sebagai berikut:
Sebelah Utara : IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur
Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Tengah
Sebelah Selatan : IUPHHK-HA PT.Wanakayu Batu Putih
Sebelah Barat : Perkebunan PT. Hijau Permata Wana Lestari.
Formasi Geologi dan Jenis Tanah
Formasi geologidi areal PT.Wana Hijau Pesaguan lebih didominasi oleh
formasi Granit Sukadana dengan luasan 67 376.34 ha dan terdapat juga formasi
batuan gunung api Kerabai, Granit Sangiyang dan Komplek Ketapang
berdasarkan Peta Geologi Provinsi Kalimantan Barat, terbitan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi Departemen Pertambangan dan Energi tahun 1989
(Dokumen ANDAL 2009). Tanah di lokasi PT. Wana Hijau Pesaguan
berkembang dari batuan beku / metamorfik dan batuan endapan. Tanah di lokasi

8

PT. Wana Hijau Pesaguan diklasifikasikan ke dalam tiga Ordo yaitu Ultisol,
Entisol, dan Inceptisol berdasarkan dari sifat-sifat tanah dan cara pembentukannya.
Topografi dan Kelerengan
Topografi di areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan termasuk daerah
dengan topografi bervariasi dari mulai landai sampai dengan agak curam dengan
kelerengan antara 8–40 %, dengan ketinggian areal berkisar antara 100–640 mdpl.
Pada umumnya areal terdiri atas lahan berbukit sampai gunung, sedangkan
daerah-daerah yang relatif datar dan landai hanya terdapat pada teras sepanjang
tepi sungai dan lembah-lembah sempit diantara bukit-bukit. Kondisi kelas lereng
areal kerja IUPHHK- HT PT.Wana Hijau Pesaguan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Penyebaran topografi, bentuk wilayah dan kelerengan lahan di areal
IUPHHK- HT PT.Wana Hijau Pesaguana.
No. Topografi
Bentuk Wilayah
Kelerengan (%) Luas (ha)
1
Datar
Datar–berombak
0–8
13 903.51
2
Landai
Bergelombang
8–15
10 534.79
3
Bergelombang
Agak berbukit
15–25
54 159.51
4
Agak Curam
Berbukit
25–40
5 307.19
Jumlah
83903.00
a : Dokumen ANDAL PT.Wana Hijau Pesaguan (2009)

Iklim dan Curah Hujan
Iklim di areal IUPHHK-HT PT.Wana Hijau Pesaguan, berdasarkan sistem
klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk dalam curah hujan tipe A dan dapat
digolongkan dalam iklim tropis. Rata-rata jumlah curah hujan tahunan mencapai
lebih dari 2500 mm/tahun dan rata-rata hari hujan mencapai 20 hari/bulan. Data
iklim yang meliputi curah hujan, hari hujan, suhu udara, kelembapan udara dan
kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data iklim rata-rata 10 tahun terakhir (1998-2007)a.
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September

Oktober
November
Desember
Jumlah
Rata-rata

373
224
262
344
213
204
200
217
185

24
19
23
22
17
16
15
14
18

26.3
26.2
26.6
26.5
27.3
26.9
26.7
26.9
26.4

88
85
86
86
86
85
84
84
86

2.9
3.3
3.2
2.9
3.2
3.2
3.2
3.6
3.0

Panjang
penyinaran
matahari
(%)
52.1
52.6
56.0
56.2
71.9
63.8
68.5
67.1
59.3

303
293
276
3 099
258

23
22
25
240
20

26.5
26.1
26.3

88
87
89

2.8
2.5
3.2

58.2
58.7
55.8

26.6

86

3.1

60.1

Curah
hujan
(mm)

Hari
hujan
(hari)

Suhu
(ºC)

Kelembapan
udara
(%)

Kecepatan
angin
(km/jam)

a : Stasiun Meteorologi Rahadi Usman, Ketapang (2008) dalam Dokumen ANDAL PT.Wana Hijau Pesaguan
(2009)

9

Jenis Dominan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang memiliki dominasi
dilihat dari Indeks Nilai Penting (INP) terbesar dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Lokasi
SSKA
SSKI
Kelerengan
>25%
KPPN

Tabel 4 Pohon yang memiliki nilai INP tertinggi.
1
2
3
INP
Nama
INP
Nama Jenis
Nama Jenis
(%)
Jenis
(%)
Syzygium
Palaquium
Aglaia
6.67
4.81
clavimyrtus
Shorea
leprosula
Shorea laevis

obovatum

9.45

Meiogyne
Montana

7.07

22.2

Shorea
leprosula
Polyalthia
lateriflora

13.45

Anthocepalus. 19.69
sp

9.33

argentea
Mammea
anastomosans
Shorea
multiflora
Alseodaphne
umbelliflora

INP
(%)
3.42
6.62
7.77
8.27

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Tabel 5 Perbandingan nilai INP jenis ulin dan non ulin.
Jenis Pohon
Lokasi

Non Ulin

Ulin
INP
6.67

SSKI

Nama Jenis
Syzygium
clavimyrtus
Shorea leprosula

Kelerengan>25%

Shorea laevis

22.2

KPPN

Anthocepalus. sp

19.69

SSKA

9.45

Nama Jenis
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri

INP
1.83
1.90
2.22
2.92

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Berdasarkan hasil dari analisis vegetasi diempat tempat berbeda ditemukan
jenis dominan berdasarkan nilai INP didaerah tersebut. Semakin besar nilai INP
maka jumlah individu pada jenis tersebut semakin banyak dibandingkan dengan
jumlah individu di jenis-jenis lainnya. Sempadan sungai sebelah kanan memiliki
jenis dominan yaitu ubar benuah (Syzygium clavimyrtus) dengan nilai INP sebesar
6.67%, nyatoh beras (Palaquium obovatum) dengan nilai INP sebesar 4.81%,
sampo kuntongkoro (Aglaia argentea) dengan nilai INP sebesar 3.42%,
sedangkan nilai INP ulin (E. zwageri) hanya sebesar 1.83%. Sempadan sungai
sebelah kiri memiliki jenis dominan yaitu ponggo (Shorea leprosula)sebesar
9.45%, belanti (Meiogyne Montana) dengan indeks nilai penting sebesar 7.07%
dan kekopar (Mammea anastomosans) sebesar 6.62%, sedangkan ulin (E.
zwageri) memiliki nilai INP sebesar 1.90%. Tanah dengan kelerengan lebih besar
25% memiliki jenis dominan sebagai berikut bangkirai (S. laevis) dengan nilai
INP sebesar 22.2%, ponggo (S. leprosula) 13.45%, dan paket (S. multiflora)
sebesar 7.77%, nilai INP ulin (E. zwageri) sebesar 2.22%. Zona KPPN memiliki
jenis dominan jabon dengan nilai INP 19.69%, belilin (Polyalthia lateriflora)

10

dengan nilai INP sebesar 9.33% dan rembayan todong (Alseodaphne umbelliflora)
dengan nilai INP sebesar 8.27%, sedangkan nilai INP ulin (E. zwageri) di zona ini
sebesar 2.92%.
Kerapatan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang memiliki kerapatan
tertinggi dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.
Tabel 6 Klasifikasi kerapatan pohon berdasarkan kelas diameter.
Kelas
Diameter
(cm)
10 – 19
20 – 29
30 – 39
40 – 49
50 – 59
60 – 69
≥70

SSKA
SSKI
Non
Ulin
Non
Ulin
Ulin
(N/Ha) Ulin
(N/Ha)
(N/Ha)
(N/Ha)
312
8
232
5
108
122
1
34
23
26
8
1
8
1
5
2
8
1
-

Kelerengan>25%
KPPN
Non
Ulin
Non
Ulin
Ulin
(N/Ha) Ulin
(N/Ha)
(N/Ha)
(N/Ha)
332
7
307
4
174
4
136
5
27
17
2
7
1
9
2
7
3
9
8
-

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Tabel 7 Kerapatan tertinggi jenis pohon dan pohon ulin di tiap lokasi.
Lokasi

1
Nama Jenis

SSKA
SSKI
Kelerengan
> 25%
KPPN

Gironniera
subaequalis
Shorea
leprosula
Shorea
leprosula
Jabon

K
(N/Ha)
15
34
74
93

Jenis Pohon
2
K
Nama Jenis
(N/Ha)
Aglaia
12
sexipelata
Cococeras 27
sumatrana
Shorea
43
multiflora
Polyalthia
44
lateriflora

3
Nama Jenis
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri

K
(N/Ha)
8
7
12
13

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Kerapatan tertinggi jenis pohon di sempadan sungai sebelah kanan adalah
berobak (Gironniera nervosa) dengan nilai kerapatan sebesar 15 individu/ha,
sampo bunyau (Aglaia sexipelata) sebesar 12 individu/ha dan ulin (E. zwageri)
memiliki nilai kerapatan sebesar 8 individu/ha. Pada sempadan sungai sebelah kiri
pohon dengan nilai kerapatan tertinggi adalah ponggo (Shorea leprosula) sebesar
34 individu/ha, belanti (Maiogyne montana) sebesar 27 individu/ha dan ulin (E.
zwageri) sebesar 7 individu/ha. Pada lahan dengan kelerengan diatas 25% jenis
dengan kerapatan tertinggi yaitu ponggo (S. leprosula) dengan nilai kerapatan
sebesar 74 individu/ha, paket (S. multiflora) dengan nilai kerapatan sebesar 43
individu/ha dan ulin (E. zwageri) dengan nilai kerapatan sebesar 12 individu/ha,
sedangkan pada zona KPPN jenis pohon dengan kerapatan tertinggi yaitu jabon
dengan nilai 93 indivdu/ha, belilin (Polyalthia lateriflora) dengan nilai 44
individu/ha, dan ulin (E. zwageri) dengan nilai 13 individu/ha.

11

Frekuensi
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang memiliki frekuensi
tertinggi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Frekuensi jenis ulin dan non ulin.
1

Lokasi

Nama jenis
Gironniera
nervosa
Mammea
SSKI
anastomosans
Kelerengan Elateriospermum
tapos
>25%
Anthocephallus,
KPPN
sp
SSKA

F
0.48
0.80
1.00
0.92

Jenis pohon
2
Nama jenis
F
Gluta
0.36
macrocarpa
Shorea
0.72
leprosula
Shorea
0.96
leprosula
Polyalthia
0.84
lateriflora

3
Nama jenis
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri
Eusideroxylon
zwageri

F
0.32
0.20
0.32
0.24

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Frekuensi jenis pohon terbesar pada sempadan sungai sebelah kanan adalah
berobak (G. nervosa) dengan nilai 0.48, Rengas Manuk (Gluta macrocarpa)
dengan nilai frekuensi sebesar 0.36 dan frekuensi Ulin (E. zwageri) sebesar 0.32.
Sempadan sungai sebelah kiri frekuensi terbesar berada pada pohon kekopar
(Mammea anastomosans) dengan nilai 0.80, Ponggo (Shorea leprosula) dengan
nilai 0.72 dan nilai Ulin (E. zwageri) sebesar 0.20. Tanah dengan kelerengan
diatas 25% memiliki frekuensi jenis pohon terbesar yaitu sebesar 1.00 adalah
Kelampai (Elateriospermum tapos), Ponggo (S. leprosula) sebesar 0.96 dan nilai
frekuensi ulin (E. zwageri) sebesar 0.32. Zona KPPN frekuensi terbesar adalah
Jabon dengan nilai 0.92, Belilin (Polyalthia lateriflora) sebesar 0.84 dan nilai
Ulin (E. zwageri) sebesar 0.24.
Dominasi
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang memiliki dominasi
tertinggi berdasarkan jumlah pohon disetiap tempat dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Dominasi jenis pohon di tiap lokasi.
Lokasi
SSKA
SSKI
Kelerengan >25%
KPPN

Jenis pohon
Syzygium clavimyrtus
Palaquium obovatum
Eusideroxylon zwageri
Xerospermum noronhianum
Shorea leprosula
Eusideroxylon zwageri
Shorea laevis
Shorea multiflora
Eusideroxylon zwageri
Xerospermum noronhianum
Anthocephallus. sp
Eusideroxylon zwageri

D
2.63
1.19
0.30
1.52
0.93
0.30
6.81
2.11
0.45
5.52
3.02
0.96

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

12

Dominansi jenis pohon terbesar pada sempadan sungai sebelah kanan
adalah ubar benuah (Syzygium clavimyrtus) dengan nilai 2.63, nyatoh beras
dengan nilai dominansi sebesar 1.19 dan ulin (Eusideroxylon zwageri) sebesar
0.30 dari total nilai dominansi keseluruhan sebesar 27.15. Sempadan sungai
sebelah kiri jenis yang memiliki dominansi terbesar yaitu jenis Lengkuham
dengan nilai 1.52, ponggo (Shorea leprosula) dengan nilai 0.93 dan nilai ulin (E.
zwageri) sebesar 0.30 dari total nilai dominansi keseluruhan sebesar 14.12. Areal
dengan kelerengan diatas 25% jenis pohon yang memiki dominansi terbesar yaitu
bangkirai (S. laevis) 6.81. Paket sebesar 2.11 dan nilai frekuensi ulin (E. zwageri)
sebesar 0.45 dari total nilai dominansi keseluruhan sebesar 30.36. Zona KPPN
jenis yang memiliki nilai dominansi terbesar adalah lengkuham (Xerospermum
noronhianum) sebesar 5.52, jabon sebesar 3.02 dan nilai ulin (E. zwageri) sebesar
0.96 dari total nilai dominansi keseluruhan sebesar 20.27.
Luas Bidang Dasar (LBDS)
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang memiliki luas bidang
dasar ulin (Eusideroxylon zwageri) dan luas bidang dasar jenis lain tertinggi dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Luas bidang dasar ulin, non ulin, dan total keseluruhan di tiap lokasi.
Lokasi

SSKA
SSKI
Kelerengan
> 25%
KPPN

LBDS Terbesar Non-ulin
Nama Jenis
LBDS
(m2/ha)
Szygyum
2.63
clavimyrtus
Xerospermum
1.52
noronhianum
Shorea laevis
6.81
Xerospermum
noronhianum

5.53

LBDS Ulin
Nama Jenis
LBDS
(m2/ha)
Eusideroxylon
0.13
zwageri
Eusideroxylon
0.30
zwageri
Eusideroxylon
0.45
zwageri
Eusideroxylon
0.91
zwageri

LBDS
Total
(m2/ha)
26.84
14.12
30.36
20.27

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Dari hasil data Tabel 10 didapatkan bahwa luas bidang dasar terbesar
terdapat pada daerah kelerengan lebih dari 25% yaitu sebesar 30.26 m2/ha dan
jenis pohon yang memiliki LBDS terbesar adalah bangkirai (Shorea laevis)
dengan nilai LBDS sebesar 6.81 m2/ha. Nilai LBDS terbesar kedua pada daerah
sempadan sungai sebelah kanan dengan total LBDS sebesar 26.84 m2/ha dan jenis
pohon yang memiliki LBDS terbesar di daerah tersebut adalah ubar benuah
(Szygyum clavimyrtus) senilai 2.63 m2/ha. LBDS tertinggi ketiga adalah daerah
kawasan perlindungan plasma nutfah yaitu sebesar 20.27 m2/ha dan jenis tertinggi
di daerah tersebut adalah pohon lengkuham (Xerospermum noronhianum) dengan
nilai 5.53 m2/ha. Total luas bidang dasar terendah berada di sempadan sungai
sebelah kiri yaitu sebesar 14.12 m2/ha dan jenis yang memiliki nilai LBDS
tertinggi di wilayah tersebut adalah pohon lengkuham (X. noronhianum) yaitu
sebesar 1.52 m2/ha.
Luas bidang dasar ulin (E. zwageri) terbesar terdapat di zona KPPN yaitu
sebesar 0.91 m2/ha, kemudian LBDS terbesar kedua berada pada zona kelerengan
25% sebesar 0.45 m2/ha, LBDS terbesar ke tiga berada pada daerah sempadan

13

sungai sebelah kiri dengan nilai 0.30 m2/ha. Wilayah sempadan sungai sebelah
kanan memliki nilai LBDS sebesar 0.13 m2/ha.
Potensi Ulin (Eusideroxylon zwageri)
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang memiliki volume
tertinggi dapat dilihat pada Tabel11.
Tabel 11 Volume pohon ulin dan non-ulin di tiap lokasi.
Lokasi
Volume Ulin ( m3/ha)
Volume Total ( m3/ha)
SSKA
1.21
409.75
SSKI
5.23
159.27
Kelerengan >25%
7.14
465.20
KPPN
16.40
265.15
KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Total keseluruhan volume pohon terbesar terdapat pada daerah kelerengan
lebih dari 25% yaitu sebesar 465.20 m3/ha. Volume pohon tertinggi kedua yaitu
pada daerah sempadan sungai sebelah kanan, dengan total volume sebesar 409.75
m3/ha. KPPN memiliki total volume sebesar 265.15 m3/ha. Daerah dengan total
volume terkecil adalah sempadan sungai sebelah kiri dengan total volume sebesar
159.27 m3/ha. Volume ulin terbesar pada daerah kawasan perlindungan plasma
nutfah yaitu 16.40 m3/ha. Daerah yang memiliki volume ulin terbesar kedua
terdapat pada daerah dengan kelerengan lebih dari 25% yaitu sebesar 7.14 m3/ha.
Pada sempadan sungai sebelah kiri memiliki volume ulin sebesar 5.23 m3/ha, dan
pada sempadan sungai sebelah kanan memiliki volume ulin terendah yaitu sebesar
1.21 m3/ha.
Indeks Keragaman (H’), Kemerataan Jenis (E), dan Dominansi (C)
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang memiliki indeks
keragaman (H’) dan kemerataan jenis (E) tertinggi dapat dilihat pada Tabel12.
Tabel 12 Indeks keragaman jenis dan indeks kemerataan jenis.
Lokasi
H’
E
Sempadan Sungai Sebelah Kanan
4.82
0.92
Sempadan Sungai Sebelah Kiri
3.62
0.91
Kelerengan > 25%
3.88
0.87
KPPN
3.24
0.87
KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Nilai H’ dapat berguna sebagai pembanding antara dua lokasi atau lebih
untuk mengetahui tingkat suksesi yang terjadi dari suatu jenis stabil atau tidak dan
juga mengetahui pengaruhnya dari gangguan abiotik. Keempat lokasi memiliki
nilai 3.24 - 4.82, hal ini menyatakan bahwa H’ sangat tinggi. Jika nilai H; kurang
dari 2 maka kategori keanekaragaman ditempat ini tergolong cukup. Jika nilai H’
2-3 maka indeks keanekaragamannya termasuk kategori sedang, dan jika lebih
dari 3 maka dinyatakan keanekaragaman jenis di tempat tersebut termasuk tinggi.
Nilai Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada wilayah sempadan sungai

14

sebelah kanan dengan nilai H’ yaitu 4.82. kemudian pada kelerengan di atas 25%
memiliki nilai H’ sebesar 3.88, nilai H’ di sempadan sungai sebelah kiri yaitu 3.62
dan yang memiliki keanekaragaman terendah dari ke empat tempat penelitian
adalah zona KPPN dengan nilai H’ sebesar 3.24.
Selain indeks keragaman (H’) digunakan pula indeks kemerataan (E) yang
berfungsi untuk mengetahui tingkat kemerataan jenis yang terdapat di lokasi
penelitian. Nilai E di keempat lokasi berkisar antara 0.87–0.92. Hal ini
menandakan bahwa keanekaragaman di keempat tempat penelitian termasuk
tinggi. Jika nilai E mendekati 1 maka semakin besar indeks kemerataannya. Nilai
E tertinggi pada keempat tempat penelitian adalahsempadan sungai sebelah kanan
dengan nilai E sebesar 0.92. Sempadan sungai sebelah kiri memiliki nilai E
sebesar 0.91, wilayah dengan kelerengan di atas 25% memiliki nilai E sebesar
0.87. Nilai indeks kemerataan terkecil terdapat pada wilayah kawasan
perlindungan plasma nutfah dengan nilai E sebesar 0.87.
Selain itu, untuk mengetahui jenis yang mendominansi di lokasi penelitian,
maka digunakan perhitungan Indeks Dominansi (C). Hasil perhitungan indeks
dominansi (C) yang telah disajikan pada Tabel 13 menunjukkan jenis dominansi
Ulin pada lokasi sempadan sungai sebelah kanan sebesar 0.0002, sempadan
sungai sebelah kiri sebesar 0.0003, kawasan dengan kelerengan >25% sebesar
0.0003 dan kawasan perlindungan plasma nutfah sebesar 0.0009.
Tabel 13 Indeks dominansi (C).
Lokasi
SSKa
SSKi
Kelerengan > 25%
KPPN

Jenis
Ulin
Jenis Lain
Ulin
Jenis Lain
Ulin
Jenis Lain
Ulin
Jenis Lain

C
0.0002
0.0097
0.0003
0.0331
0.0003
0.0326
0.0009
0.0577

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Pendugaan Biomassa
Hasil pendugaan biomassa pada ulin dan jenis lain di lokasi penelitian
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Pendugaan biomassa total (ton/ha) ulin dan jenis lain pada tiap lokasi.
Jenis
Ulin
Jenis Lain
Total

SSKa

SSKi
0.77
309.95
310.72

Lokasi (ton/ha)
Kelerengan >
KPPN
25%
3.10
4.09
120.86
436.15
123.96
440.24

9.42
204.13
213.55

KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Dari hasil pengelolaan data pendugaan biomassa didapatkan nilai 0.77
ton/ha untuk jenis ulin di lokasi sempadan sungai sebelah kanan dan untuk jenis
lain didapatkan angka sebesar 309.95 ton/ha dari total biomassa sebesar 310.72

15

ton/ha. Lokasi sempadan sungai sebelah kiri didapatkan angka sebesar 3.10 ton/ha
pada jenis ulin dan 120.86 ton/ha pada jenis lain dari total keseluruhan biomassa
dilokasi tersebut adalah sebesar 123.96 ton/ha. Lain halnya di lokasi dengan
kelerengan lebih dari 25%, mempunyai nilai ulin sebesar 4.09 ton/ha dan jenis
lain sebesar 436.15 ton/ha dari total keseluruhan berjumlah 440.24 ton/ha.
Kawasan perlindungan plasma nutfah memiliki total biomassa ulin terbesar yaitu
sekitar 9.42 ton/ha dengan jenis lain berjumlah 204.13 ton/ha dari total
keseluruhan biomassa dilokasi tersebut mencapai 213.55 ton/ha.
Sebaran Pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri)
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, pola penyebaran ulin dapat dilihat
pada Tabel 15.
Tabel 15 Nilai sebaran pohon ulin berdasarkan Indeks Morisita.
Lokasi
Nilai
Keterangan
Jika nilai I> 1, pola penyebaran
Sempadan sungai sebelah kiri
1.00
mengelompok (clumped); jika I = 1
Sempadan sungai sebelah kanan
1.00
maka penyebaran acak; dan jika I< 1,
Kelerengan > 25%
1.00
maka pola penyebaran seragam
KPPN
1.00
(uniform)
KPPN = Kawasan perlindungan plasma nutfah; SSKa = Sempadan sungai sebelah kanan; SSKi = Sempadan sungai sebelah
kiri

Dari hasil Tabel 15 didapatkan bahwa pohon ulin (E. zwageri) memiliki
nilai indeks morisita sebesar 1 pada ke-empat daerah yang diteliti yaitu sempadan
sungai sebelah kanan, sempadan sungai sebelah kiri, kawasan hutan dengan
kelerengan lebih dari 25%, dan kawasan perlindungan plasma nutfah. Hal ini
menyatakan bahwa pola penyebaran pertumbuhan ulin adalah acak (random). Jika
nilai indeks morisita kurang dari satu maka penyebarannya merata dan jika nilai
indeks morisita melibihi satu maka penyebarannya mengelompok (clumped).
Pembahasan
Indeks Nilai Penting (INP)
Jenis yang mendominasi tertinggi berdasarkan nilai INP pada ke-empat
lokasi hutan berbeda yang diteliti jatuh pada bangkirai (Shorea laevis), jabon, dan
ponggo (S. leprosula). Kondisi wilayah hutan dengan kelerengan yang lebih dari
25% menjadikan pohon yang banyak diminati dan mempunyai daya jual tinggi
seperti bangkirai (S. Laevis) masih mendominasi di daerah ini. Pohon jabon
menjadi pohon dengan nilai INP terbesar kedua karena kawasan lindung HTI PT.
Wana Hijau Pesaguan pernah menjadi lahan konsesi PT. Alas Kusuma pada rotasi
pertama. Maka dari itu, pohon-pohon perintis seperti jabon akan tumbuh pesat
didaerah ini. Jenis dominan yang memiliki nilai INP terbesar ketiga di sini adalah
ponggo (S. leprosula) yang merupakan salah satu marga meranti yang memang
menjadi tempat hidup jenis ini di dataran Kalimantan.
Appanah & Weinland (1993) serta Soerianegara (1995) mengatakan dalam
Indrawan (2006) bahwa jenis S. leprosula mempunyai penyebaran genetik yang
paling luas meliputi pulau Kalimantan dan Sumatra sehingga lebih leluasa

16

melakukan seleksi untuk tujuan pemuliaan pohon pada tahap selanjutnya. INP
ulin (E. zwageri) memiliki nilai terbesar pada daerah Kawasan Perlindungan
Plasma Nutfah (KPPN). Daerah dengan nilai INP terbesar ke-dua terdapat pada
wilayah hutan dengan kelerengan lebih dari 25%, kemudian sempadan sungai
sebelah kiri dan sempadan sungai sebelah kanan yang memiliki nilai terkecil.
Pada daerah KPPN, pohon ulin masih terbilang cukup besar nilainya dikarenakan
daerah tersebut terletak jauh kedalam dan juga lokasi daerah dengan kelerengan
yang cukup tinggi sehingga pohon ulin aman dari penebangan.
Kerapatan pohon tertinggi terdapat di wilayah hutan dengan kelerengan
lebih dari 25%, Mahali (2008) juga mendapatkan hasil yang sama, yaitu kerapatan
tertinggi pada tanah dengan kelerengan lebih dari 25%. Lokasi kelerengan dengan
daerah yang curam dan jauh dari gangguan manusia dapat membuat pertumbuhan
semai dan pancang tidak terganggu, sehingga mereka dapat terus tumbuh
berkembang menjadi pohon. Jenis-jenis pohon yang membutuhkan banyak sinar
matahari pun tidak banyak terganggu dengan tajuk pohon dewasa sehingga
mereka dapat tumbuh dengan baik karena sinar matahari dapat menyerap dengan
merata ke celah-celah pepohonan. Hal ini menyebabkan multi strata tajuk pada
tegakan dibidang miring dapat memberi celah untuk cahaya matahari sampai
kelantai hutan (Whitmore 1984). Kerapatan terendah terdapat di sempadan sungai
sebelah kanan dan sempadan sungai sebelah kiri, hal ini terjadi karena lahan di
sempadan sungai sebelah kanan dan kiri merupakan tanah yang datar sehingga
gangguan manusia pada daerah ini sangat besar dan berakibat pada rendahnya
tanaman dengan tingkat pohon.
Peranan suatu jenis dalam sebuah komunitas dapat dilihat dari besarnya
nilai Indeks Nilai Penting (INP). Nilai INP didapat dari akumulasi kerapatan
relatif, frekuensi relatif dan dominasi (luas basal area) relatif (pada tingkat tiang
dan pohon) setiap jenis yang dinyatakan dalam persentase. Setiap jenis yang
memiliki nilai INP tertinggi di antara jenis yang lainnya dapat dikatakan sebagai
jenis dominan. Dominasi suatu jenis dalam suatu komunitas disebabkan oleh
beberapa faktor, di antaranya kondisi lingkungan yang sesuai dan kemampuan
adaptasi jenis tersebut yang tinggi, baik terhadap lingkungannya maupun terhadap
interaksi dan sistem dinamika dalam komunitas tersebut (Huston 1994; Kumar
1999; Mahali 2008).
Luas Bidang Dasar (LBDS)
Luas bidang dasar tertinggi terdapat di daerah kelerengan lebih dari 25%
dengan jenis bangkirai, hal ini terjadi karena jenis bangkirai tumbuh besar dengan
diameter batang pohon terbesar yang mencapai 3 meter. Kemudian nilai LBDS
terbesar kedua pada daerah sempadan sungai sebelah kanan dengan nilai LBDS
terbesar pada jenis ubar benuah (Syzygium clavimyrtus). Pada kawasan konservasi
plasma nutfah LBDS terbesar pada jenis lengkuham (Xerospermum noronhianum
Bl.) begitu pula di sempadan sungai sebelah kiri. Kawasan sempadan sungai
sebelah kiri mempunyai nilai LBDS terendah dikarenakan areal tersebut sudah
agak terbuka karena banyak gangguan manusia yang terjadi karena factor areal
yang dekat dengan sungai dan topografi yang landai sehingga memudahkan
manusia untuk merusaknya.

17

Volume
Jika dilihat dari hasil perhitungan LBDS maka volume hutan yang terbesar
yaitu pada daerah dengan kelerengan lebih dari 25%, kemudian sempadan sungai
sebelah kanan, kawasan perlindungan plasma nutfah, dan yang paling rendah
adalah sempadan sungai sebelah kiri. Lain halnya dengan volume pada jenis ulin,
pohon ulin memiliki volume terbesar pada kawasan perlindungan plasma nutfah,
kemudian nilai kedua tertinggi pada volume ulin adalah daerah dengan kelerengan
lebih dari 25%. Setelah itu sempadan sungai sebelah kiri dan yang terendah adalah
sempadan sungai sebelah kanan. Pada sempadan sungai sebelah kiri terdapat satu
pohon ulin dengan keliling mencapai 160 cm, hal ini yang menjadikan nilai
volume sempadan sungai sebelah kiri lebih besar dari sempadan sungai sebelah
kanan.
Dominasi dan Keanekaragaman Jenis
Hasil perhitungan yang telah dianalisis membuktikan bahwa indeks
dominansi pada sempadan sungai sebelah kanan dan kiri, kawasan hutan dengan
kemiringan lebih dari 25%, kawasan konservasi plasma nutfah medapatkan nilai
untuk jenis ulin (E. zwageri) mendekati nilai 0 (nol), hal ini berarti pada ke empat
lokasi tersebut tidak terjadi pemusatan pada satu jenis atau sedikit jenis. Jika nilai
C yang didapatkan bernilai 1 atau mendekati, maka lokasi tersebut didominansi
oleh satu jenis atau sedikit jenis (Rosalia 2008).
Keanekaragaman jenis tidak hanya dapat dikatakan baik hanya dengan
kekayaan jenis yang tinggi (Soerianegara 1996). Kelimpahan individu setiap jenis
juga merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan tingkat
keanekaragaman jenis di suatu wilayah. Proporsi kelimpahan individu pada setiap
jenis dalam studi ekologi umumnya dinyatakan dalam indeks keanekaragaman,
salahsatunya dengan indeks Shannon-Wiener (Magurran 1988; Krebs 1999;
Martin & Rey 2000), sedangkan distribusi kemerataannya dihitung dengan indeks
kemerataan (E) berupa pembagian nilai indeks keanekaragaman (H’) dengan nilai
indeks keanekaragaman maksimal (H’max) yang dihitung dari logaritma natural
jumlah spesies yang ditemukan di suatu areal (Pielou 1969).
Nilai H’ pada keempat daerah tersebut diperleh kisaran nilai sebesar 3.24–
4.82. nilai H’ tersebut menurut Restu (2002) termasuk kategori sedang sampai
tinggi. Nilai H’ untuk tumbuhan berhabitus pohon di hutan hujan tropis, termasuk
Indonesia, umumnya mencapai lebih dari 3, bahkan mencapai 4.5 atau lebih (Kent
& Coker 1992 dalamMahali 2008). Kisaran nilai H’ pada tingkat pohon di
kawasan lindung hutan tanaman yang terletak di Kabupaten Sanggau, Kalimantan
Barat, diperoleh oleh Mahali (2008) yaitu sebesar 2.50–4.87. Sementara nilai H’
untuk tingkat pohon dan permudaannya yang diperoleh oleh Mukhtar &
Subiandono (1994) di hutan tanaman di Jambi yaitu berkisar antara 2.86–4.58.
Hal serupa juga ditemukan Heriyanto (2004) yang mengamati suksesi hutan bekas
tebangan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, diperoleh nilai H’ sebesar
2.88–3.43.
Sebaran Ulin (Eusideroxylon zwageri)
Pohon ulin (E. zwageri) yang terdapat di areal IUPHHK-HT PT. Wana
Hijau Pesaguan memiliki nilai indeks morisita sebesar 1 pada keempat daerah
yang diteliti yaitu sempadan sungai sebelah kanan, sempadan sungai sebelah kiri,

18

wilayah hutan dengan kelerengan lebih dari 25% dan kawasan perlindungan
plasma nutfah. Hal ini menyatakan bahwa pola penyebaran pertumbuhan ulin
adalah acak (random) (dapat dilihat pada lampiran 6). Jika nilai indeks morisita
kurang dari satu maka penyebarannya seragam dan jika nilai indeks morisita
melibihi satu maka penyebarannya mengelompok (clumped). Pertumbuhan ulin
yang terdapat dilokasi didominasi oleh trubusan bercabang, minimal 2 batang
menerubus batang utama (dapat dilihat pada Lampiran 7).
Ulin (E. zwageri) merupakan kayu yang memiliki warna batang kulit
hitam pekat dan tumbuh tegak lurus dengan berat jenis 1.04. Kayu ini termasuk
dalam kelas awet 1 lebih tinggi dari pohon jati yang merupakan kelas kuat II
dengan berat jenis 0.65. Pohon ini memiliki keunikan kayu yang tahan terhadap
panas dan air, serta suhu, kelembaban dan pengaruh air laut, sehingga sering juga
disebut kayu besi. Penggunaan kayu ulin biasanya digunakan sebagai tiang dan
lantai rumah, bantalan rel kereta api, jembatan, tiang listrik, serta perkapalan.
Pemakaian kayu ini yang semakin meningkat menyebabkan kayu ini
masuk dalam kategori jenis langka (vulnerable) dal