Potensi Kebakaran Hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari Kalimantan Barat

(1)

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI IUPHHK-HT

PT. WANA SUBUR LESTARI

KALIMANTAN BARAT

RISNA SILFIANA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Potensi Kebakaran Hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari Kalimantan Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Risna Silfiana


(4)

ABSTRAK

RISNA SILFIANA. Potensi Kebakaran Hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari Kalimantan Barat. Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO.

Masalah kebakaran hutan dan lahan telah menjadi isu hangat belakangan ini, baik secara nasional maupun internasional. Potensi terjadinya kebakaran hutan dikaji dari curah hujan dan sumber api yakni dari dalam (pengelola) dan dari luar (masyarakat sekitar konsesi). Penilaian potensi kebakaran hutan di areal konsesi perusahaan PT. Wana Subur Lestari sangat penting dilakukan guna mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan sebagai sistem peringatan dini. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan pihak perusahaan, dan pemberian kuesioner kepada masyarakat Desa Permata dan Desa Radak II sebagai desa yang terletak disekitar areal PT. Wana Subur Lestari. Teknik mendapatkan responden menggunakan snowball method. Total jumlah responden adalah 91 orang, yakni 45 responden Desa Radak II dan 46 responeden Desa Permata. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan curah hujan dengan rata-rata curah hujan per tahun selama 5 tahun terakhir sebesar 3199 mm PT. WSL tidak rawan terhadap kebakaran. Berdasarkan kajian sumber api diperoleh hasil bahwa pihak perusahaan dalam pembersihan lahan dilakukan secara mekanik 100% atau alat berat berupa excavator. Potensi sumber api terbesar berasal dari masyarakat Desa Permata dan Radak II yang hampir 60% masyarakat dari masing-masing desa masih menggunakan api dalam pembersihan lahan.

Kata kunci: curah hujan, HTI, pembersihan lahan, potensi kebakaran, sumber api

ABSTRACT

RISNA SILFIANA. Potential Forest Fire in IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari, West Kalimantan. Supervised by BAMBANG HERO SAHARJO.

Forest and land fire problems have become one of the great issue recently, nationally and internationally. The cause of the fire studied from rainfall rate and fire source in two sides, the in-side which is company and the out-side which is society around concession which related to land clearing. The valuation of potential forest fire in concession area of PT. WSL was so important to be held for preventing forest fire. It can be used as early warning system. Collecting data conducted by indepth interview with the company, and questioner for society in Permata village and Radak II village. The number of respondents are 91 wich are 45 respondents from Radak II village and 46 respondents from Permata village. This research method is snowball method. The result of this research showed that based on the average of rain fall rate per year on 5 years recently is about 3199 mm. It can be concluded that PT. WSL is not prone to get fire. Based on fire source studied, it showed that the company done a land clearing 100% by mechanical tool (using excavator). While the largest potency of fire sources is come from the society in Permata village and Radak village, almost 60% the society in that village still using fire to do land clearing.


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI IUPHHK-HT

PT. WANA SUBUR LESTARI

KALIMANTAN BARAT

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(6)

(7)

Judul Skripsi : Potensi Kebakaran Hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari Kalimantan Barat

Nama : Risna Silfiana

NIM : E44090070

Disetujui oleh

Prof Dr lr Bambang Hero Saharjo, MAgr Dosen Pembimbing


(8)

Judul Skripsi : Potensi Kebakaran Hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari Kalimantan Barat

Nama : Risna Silfiana NIM : E44090070

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen Silvikultur


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala berkah karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Februari 2013 ini ialah kebakaran hutan, dengan judul Potensi Kebakaran Hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari (WSL) Kalimantan Barat.

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan, dan kepada dosen-dosen Departemen Silvikultur beserta staf yang telah banyak membantu. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kato dan Bapak I Gede Suntamaya selaku Vice President dan GM PT. Wana Subur Lestari, serta kepada Bapak Nono Haryono, Bapak Rikhy OS, dan Bapak Ojoy selaku Asisten Kepala dan Staf yang mendampingi selama proses penelitian. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Sudalhar dan Bapak Buang Widiyanto selaku sekretaris Desa Permata dan Kepala Desa Radak II yang telah banyak berdiskusi dan memberikan banyak informasi. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Dadang dari Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih tak terhingga saya sampaikan kepada bapak, mamah, dan adik tercinta atas kasih sayang dan doa yang tak henti-hentinya, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Dan yang terakhir saya ucapkan kepada temen-teman Silvikultur 46 khususnya Terry, Tintin, Ikbal dan Artha, tim WSL yang sangat membantu penelitian saya serta terimakasih kepada Eden, Darla, Fildah, Hannum, Arry dan Ayu atas kasih sayang dan persahabatannya selama ini.

Kritik dan saran sangat diharapkan guna menyempurnakan karya ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Pengumpulan Data 4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 10

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26


(11)

DAFTAR TABEL

1 Kejadian kebakaran hutan di PT. Wana Subur Lestari 10 2 Data curah hujan bulanan 5 tahun terakhir (2008-2012) di lokasi

penelitian 11

3 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasakan curah hujan 12 4 Standar skor Fire Danger Rating (FDR) yang diterapkan PT. Wana

Subur Lestari 22

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka penelitian 2

2 Lokasi PT. Wana Subur Lestari 3

3 Areal konsesi PT. Wana Subur Lestari 6

4 Dinamika curah hujan di PT. Wana Subur Lestari 11 5 Jumlah bulan kering, lembab dan basah di PT. Wana Subur Lestari 12

6 Kegiatan (a) Pre bunching; (b) Bunching 14

7 Lahan (a) Sisa-sisa tebangan; (b) Pembersihan lahan dengan excavator 14 8 Pembersihan lahan PT. Wana Subur Lestari menggunakan api 15

9 Presentase cara pembersihan lahan masyarakat 16

10 Presentase alasan pembersihan lahan dengan cara bakar 17 11 Presentase jumlah pembakaran yang dilakukan dalam 1 tahun 17

12 Presentase luas lahan rata-rata yang dibakar 18

13 Presentase lama pembakaran yang dilakukan masyarakat 18 14 Presentase upaya yang dilakukan agar api tidak menyebar 19 15 Presentase alat yang digunakan untuk memadamkan api 19 16 Presentase ada tidaknya penyuluhan Pembersihan Lahan Tanpa Bakar 20 17 Pembakaran lahan yang dilakukan masyarakat Desa Permata dan Radak

II 20

18 Sign board Tingkat Rawan Kebakaran 23

19 Alat-alat pencegahan kebakaran hutan PT. Wana Subur Lestari 23 20 Operasi strandar kebakaran PT. Wana Subur Lestari 24 21 Organisasi penaggulangan kebakaran PT. Wana Subur Lestari 24

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kegiatan diskusi dengan sekretaris Desa Permata 29

2. Kegiatan diskusi dengan kepala Desa Radak II 30

3. Contoh kuesioner yang diberikan kepada masyarakat 31


(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi isu hangat belakangan ini, baik nasional maupun internasional. Kebakaran hutan dan lahan hampir setiap tahun terjadi di seluruh wilayah Indonesia terutama saat musim kemarau tiba. CIFOR (2006) melaporkan bahwa pada 1997/1998 sekitar 10 juta hektar hutan, semak belukar dan padang rumput terbakar, sebagian besar dibakar dengan sengaja. Di lain pihak, Setyanto dan Dermoredjo (2000) menyebutkan bahwa kebakaran hutan paling besar terjadi sebanyak 5 kali dalam kurun waktu sekitar 30 tahun (1966─1998), yakni tahun 1982/1983 (3.5 juta ha), 1087 (49 323 ha), 1991 (118 881 ha), 1994 (161 798) dan 1997/1998 (383 870). Terdapat perbedaan data yang angat mencolok diantara keduanya, namun tanpa meniadakan perlunya informasi tentang areal hutan yang terbakar, satu hal yang sangat penting adalah kebakaran ini telah merugikan banyak pihak.

Ada dua faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan yakni faktor manusia dan faktor alam (Syaufina 2008). Menurut Adinugroho et al (2004) kebakaran hutan dan lahan di Indonesia umumnya (99.9%) disebabkan oleh manusia, baik aktivitas maupun karena kelalaiannya. Sedangkan sisanya (0.1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan di perkebunan atau Hutan Tanaman Industri dapat disebabkan oleh dua pihak yaitu secara langsung oleh masyarakat/petani dan secara tidak langsung oleh perusahaan (Pasaribu dan Friyatno 2006).

Dampak kebakaran hutan dan lahan sangat luas dan meliputi berbagai aspek diantaranya adalah dampak terhadap fungsi tanah, dampak terhadap air, dampak terhadap vegetasi, dan dampak tehadap udara (Syaufina 2008). Tentu dampak yang diakibatkan kebakaran hutan sangat merugikan. Menurut PP No 4 Tahun 2001 kebakaran hutan dan atau lahan telah menimbulkan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup, baik nasional maupun lintas batas Negara, yang mengakibatkan kerugian ekologi, ekonomi, social dan budaya.

Besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan membuat kita perlu waspada dan melakukan tindakan pencegahan. Untuk itu diperlukan penilaian bahaya kebakaran (fire danger rating) dari berbagai unsur yang meliputi bahan bakar, cuaca dan sumber api kebakaran (Susanty 2009). Sumber api kebakaran dikaji dari dua pihak yakni dari luar melalui perilaku masyarakat sekitar hutan dan dari dalam melalui perilaku pihak HTI terkait pembersihan lahan di IUPHHK-HTI PT. Wana Subur Lestari. Dengan adanya data mengenai curah hujan dan data sumber api baik itu dari masyarakat ataupun dari pihak HTI dapat digunakan sebagai peringatan dini sehingga kebakaran hutan dapat dicegah dan diminimalisir.


(13)

2

Gambar 1 Kerangka Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis dinamika curah hujan di PT. Wana Subur Lestari Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat dalam kurun waktu 5 tahun (2008─2012) dengan tingkat kerawanan terjadinya kebakaran hutan.

2. Mengkaji potensi sumber api yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dari pihak masyarakat dan pihak pengelola HTI.

3. Menganalisis upaya pengendalian kebakaran hutan yang dilakukan oleh PT. WSL.

Manfaat Penelitian

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak manajemen PT. WSL untuk lebih waspada terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan dapat melakukan tindakan preventif agar kebakaran hutan tidak

Potensi Kebakaran Hutan PT. Wana Subur Lestari

Sumber api Faktor yang

Mempengaruhi

Alam Manusia

Tidak Sengaja Sengaja - Kondisi bahan bakar - Pengaruh

iklim yang kering

- Pengaruh

El-Nino

- Pembersihan

lahan (Land

Clearing)

menggunakan api oleh pengelola HTI

- Konflik sosial

- Perladangan berpindah - Pembuatan tungku perapian oleh pemburu - Membuang puntung rokok sembarangan di hutan - Pembersihan ladang dengan cara membakar. - Petir - Letusan gunung merapi


(14)

3 terjadi dan pengambilan tindakan yang perlu dilakukan dalam pengendalian kebakaran hutan di areal PT. WSL.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang memacu sumber api yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di areal PT. Wana Subur dan Desa Permata dan Desa Radak Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari─April 2013. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi PT. Wana Subur Lestari (WSL)

Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat laptop, alat tulis, printer, kamera digital, lembar kuesioner, daftar wawancara dan alat perekam.


(15)

4

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Data terjadinya kebakaran hutan yang terjadi di lokasi penelitian dari sejak berdiri yakni tahun 2010 hingga 2012.

b. Data gambaran umum PT. WSL, Desa Permata dan Desa Radak II, Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. c. Data curah hujan bulanan 5 tahun terakhir yakni sejak tahun 2008─2012. d. Daftar kuesioner untuk mengumpulkan data dari masyarakat Desa Radak

II dan Desa Permata dalam kaitannya dengan pembersihan lahan.

e. Daftar pertanyaan wawancara bagi pihak pengelola PT. WSL yang diterapkan dalam prosedur pembukaan lahan.

Prosedur Pengumpulan Data

Sumber Data

Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian dibagi menjadi dua jenis, yakni:

1. Data primer: data hasil wawancara dengan pengelola PT. WSL, data hasil pengisian kuesioner masyarakat Desa Permata dan Desa Radak II.

2. Data sekunder: data sejarah kebakaran hutan 5 tahun terakhir pada tahun 2008─2012 di areal PT. WSL, data tentang kondisi kawasan PT. WSL dan Desa Radak II, Desa Permata serta data curah hujan bulanan di PT. WSL pada tahun 2008─2012, serta data pendukung lainnya.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk mengetahui perilaku masyarakat sekitar hutan terkait pembukaan lahan atau pembersihan lahan dilakukan melalui pemberian kuesioner. Teknik pemberian kuesioner menggunakan self administration by an interviewer (Silalahi 2009) yakni peneliti bertatap muka langsung dengan responden dan pengumpulan data dilengkapi berdasarkan hasil respon yang diberikan oleh responden. Adapun banyaknya masyarakat yang dijadikan resonden sebanyak 91 orang, yakni 45 responden masyarakat Desa Radak dan 46 responden masyarakat Desa Permata. Menurut Gay (1981) diacu dalam

Ruseffendi (1994) bahwa untuk penelitian deskriptif sampel minimum adalah 10% dari populasi dan untuk populasi yang lebih kecil sebesar 20%. Banyaknya populasi masyarakat desa didapatkan dari pihak Kepala Desa Radak II dan Kepala Desa Permata Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi lapang terkait cara pembersihan lahan yang dilakukan pihak PT. WSL. Pengumpulan data wawancara mengikuti metode Muhadjir (1992) yaitu subyek mendatangi secara langsung responden dan mengambil


(16)

5 kesempatan yang memudahkan untuk wawancara. Responden yang diambil harus sesuai dengan kapasitasnya dan dilakukan secara formal dan informal sesuai dengan situasi yang dihadapi untuk menghindari adanya non-respon error dan

respon error. Cara mendapatkan responden menggunakan metode bola salju (snowball method) yakni peneliti pada awalnya mengenal satu atau beberapa responden kunci (key person interviews) yang kemudian responden kunci tersebut mengenalkan dengan responden-responden lain dan begitu seterusnya hingga responden akan semakin banyak seperti bola salju yang terus bergulir.

Data curah hujan bulanan PT. WSL selama 5 tahun terakhir (2 008─2 012) diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Goefisika (BMKG) pusat Jakarta.

Pengolahan dan Analisis Data

Penilaian potensi kebakaran hutan di PT. WSL dilakukan melalui analisis deskriptif sehingga diperoleh gambaran kondisi curah hujan dan diklasifikasikan berdasarkan kelas kerawanan terhadap kebakaran hutan. Kegiatan pembersihan lahan oleh pihak pengelola, dan perilaku penggunaan api oleh masyarakat dalam kaitannya dengan potensi sumber api yang meningkatkan kebakaran hutan di PT. WSL.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PT. WSL

PT. WSL merupakan perusahan yang bergerak di bidang kehutanan khususnya Hutan Tanaman Industri (HTI). PT. WSL berdiri pada tahun 2009 berdasarkan join venture antara Alas Kusuma Group dengan Sumitomo Forestry dengan pembagian saham sama rata yakni 50:50. PT. WSL sebelumnya bernama PT. Sari Bumi Kusuma (SBK), kemudian 50% saham SBK yang merupakan salah satu perusahaan dari Alas Kusuma Group dibeli oleh Sumitomo Forestry dan berubah nama menjadi PT. WSL. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT. WSL berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 450/Menhut-II/2010 tertanggal 4 Agustus 2 010 dengan areal konsesi seluas 40 040 hektar yang terletak di Kecamatan Terentang dan Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.


(17)

6

Gambar 3 Areal konsesi PT. Wana Subur Lestari (Kunkun Fayakun 2 013) a = Desa Permata, Kecamatan Terentang ; b = Desa Radak II, Kecamatan Terentang

Areal PT. WSL seluruhnya merupakan hutan rawa gambut (lahan basah) dengan kedalaman rata-rata 2 meter (Wardani 2 012). Berdasarkan peta kelas lereng Provinsi Kalimantan Barat, PT. WSL termasuk dalam klasifikasi lahan datar dengan kelerengan 0-8%. Sungai-sungai yang terdapat di lokasi yang telah dilakukan tata batas antara lain Sungai Keluang, Sungai Kelabau, Sungai Sapar Kecil, Sungai Sapar, Sungai Radak, Sungai Pringgi dengan lebar sungai berkisar antara 15-100 meter.

Menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kondisi iklim yang dimiliki kawasan PT. WSL termasuk iklim basah dengan rata-rata curah hujan lebih dari 100 mm/bulan (Wardani 2 012).

Berikut ini adalah batas-batas areal konsesi PT. WSL:

Sebelah utara : Wilayah Desa Permata Sebelah selatan : Wilayah Desa Kubu

Sebelah barat : Wilayah Desa Permata dan Kubu Sebelah timur : Wilayah Desa Permata dan Betuah

Tata ruang PT. WSL terbagi menjadi 3 areal atau kawasan, yakni kawasan lindung 10% yang terdiri dari areal konservasi dan sempadan sungai, areal yang kedua adalah areal tidak efektif untuk produksi dengan luas 5% dari luas total yang terdiri dari base camp, persemaian, canal, dan Petak Ukur Permanen (PUP), dan yang ketiga adalah areal efektif untuk produksi yang terdiri dari areal tanaman pokok 75%, areal tanaman kehidupan 5%, dan tanaman unggulan 10%. Tanaman pokok yang dibudidayakan oleh PT. WSL adalah Acacia crassicarpa, hal ini karena A. crassicarpa adalah tanaman yang tumbuh baik dan cocok ditanam di gambut. Selain tanaman pokok PT. WSL juga menanam beberapa jenis pohon dengan tujuan tertentu seperti pohon kayu putih yang ditanam di area pasang surut guna mengurangi dampak dari pasang surutnya air, pohon jabon yang ditanam di areal konservasi dan juga untuk penghijauan, kemudian pohon-pohon lokal yang


(18)

7 dikembangkan adalah pohon bintangur dan ketapang agar pohon lokal tetap lestari serta pohon Eucalyptus sp yang masih dalam percobaan

Berdasarkan rotasi tebang yang direncanakan yakni 6 tahun, maka areal PT. WSL terbagi menjadi 6 blok, sehingga setiap tahun dapat dilakukan pemanenan di tiap bloknya. Blok-blok di PT. WSL yaitu Blok A, Blok B, Blok C, Blok D, Blok E, Blok F, dari 6 blok yang ada, 4 diantaranya sudah dibuka dan ditanam adalah Blok A, D,C dan E.

Desa Pemata a. Letak dan Luas Wilayah

Desa Permata merupakan salah satu desa yang terletak disekitar areal konsesi PT. WSL. Desa Permata terletak di Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Desa Permata meiliki luas 2200 ha. Desa Permata berbatasan darat langsung dengan PT. WSL. Berdasarkan aksestabilitas dan kondisi desa, Desa Permata Termasuk desa terisolir. Batas wilayah Desa Permata yaitu:

a) Sebelah utara : PT. WSL b) Sebelah Selatan : Sungai Kapuas c) Sebelah barat : Desa Radak II d) Sebelah timur : PT. SBG

b. Kondisi Geografis

Kondisi geografis Desa Permata yakni : a) Suhu rata-rata harian : 300C

b) Ketinggian daratan : 1 mdpl c) Jumlah bulan hujan : 6 bulan

d) Bentang wilayah : datar, berbukit, lereng gunung

c. Orbitasi

Kondisi aksesbilitas Desa Permata :

a) Jarak ke Ibu kota Kecamatan terdekat : 1.5 km b) Lama tempuh ke Ibu kota Kecamatan terdekat : 0.5jam c) Jarak ke Ibukota Kabupaten terdekat : 83.5 km d) Lama tempuh ke Ibukota Kabupaten terdekat : 4 jam

e) Kendaraan umum ke Ibu kota terdekat : motor kelotok

d. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

a) Jumlah kepala keluarga : 237 KK b) Jumlah laki-laki : 463 orang c) Jumlah perempuan : 415 orang d) Jumlah total : 878 orang

e. Mata Pencaharian

a) Petani : 1 054 orang b) Buruh / Swasta : 45 orang c) Pegawai Negeri : 3 orang


(19)

8

d) Pedagang : 14 orang

e) Nelayan : 60 orang

f) Montir : 6 orang

Desa Radak II a. Luas dan Batas Wilayah

Desa Radak II merupakan salah satu desa yang mengelilingi areal konsesi PT. WSL, Desa Radak II terletak di Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya dan Provinsi Kalimantan Barat. Desa Radak II tidak berbatasan langsung dengan areal konsesi PT. WSL karena dibatasi oleh kanal berukuran 8 x 6 x 3 meter. Walapun tidak berbatasan langsung Desa Radak II merupakan akses utama transportasi keluar masuk kendaraan menuju areal konsesi PT. WSL. Desa Radak II memiliki luan 3 200 ha, dengan batas wilayah sebagai berikut :

a) Sebelah utara : Desa Permata b) Sebelah selatan : Desa Sungai Terus c) Sebelah Barat : Desa Sungai Radak I d) Sebelah Timur : Desa Permata

b. Kondisi Geografis

a) Ketinggian tanah dari permukaan laut : 7 mdpl

b) Curah hujan tahunan : 2 000 mm/tahun

c) Topografi : dataran rendah

c. Orbitasi

a) Jarak dari pusat pemeritahan kecamatan : 6 km b) Jarak dari ibukota kabupaten Kubu Raya : 65 km c) Jarak dari ibukota provinsi Kalimantan Barat : 72 km

d. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

a) Jumlah kepala keluarga : 969 KK b) Jumlah penduduk laki-laki : 1 890 orang c) Jumlah penduduk perempuan : 1 762 orang

e. Mata Pencaharian

a) Petani/peladang : 1 814 orang b) Karyawan : 379 orang c) Wiraswasta : 7 orang d) Pertukangan : 12 orang e) Buruh tani : 12 orang f) Pensiunan : 5 orang g) Nelayan : 1 orang


(20)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kejadian Kebakaran Hutan di PT. WSL

PT. WSL sebagai perusahaan yang bergerak di bidang industri hasil hutan tentu tidak luput dari berbagai gangguan salah satunya adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan tentu akan merugikan pihak perusahaan dan juga masyarakat sekitar. Berdasarkan dokumen-dokumen (Tabel 1) yang dimiliki PT.WSL kebakaran hutan setiap tahun selalu terjadi baik di areal konsesi maupun di luar konsesi. Kebakaran hutan di areal PT. WSL terjadi sebanyak 9 kali dengan penyebab dan dampak yang berbeda-beda. Kebakaran paling luas terjadi pada tahun 2 012 di kompartemen B-037 yang mencapai 1500 m2 dan menimbulkan kerugian sebesar Rp 1 655 694, sedangkan yang paling kecil terjadi kompartemen C-073 dan tidak menimbulkan kerugian apapun karena tidak membakar tanaman pokok. Kebakaran yang terjadi di PT. WSL bersifat kebakaran bawah karena areal PT. WSL 100% adalah lahan gambut, selain itu hal tersebut terlihat dari kasus kebakaran pada kompartemen A-007 yakni api yang semula sudah dipadamkan pada tanggal 28 Januari 2011 muncul kembali pada tanggal 1 Februari, dimana api membakar bahan-bahan organik yang berada dibawah serasah dan api kebakaran bawah tidak menyala dan kadang-kadang tidak berasap sehingga sulit untuk diketahui (Brown and Davis et al 1973).

Menurut karyawan PT. WSL kebakaran hutan disebabkan oleh 2 penyebab yakni karena faktor alam dan juga karena ulah manusia. Berdasarkan dokumen-dokumen PT. WSL, dari 9 kejadian kebakaran hutan yang terjadi di areal konsesi, 2 diantaranya disebabkan oleh faktor alam yakni 2 kasus akibat sambaran petir, dan 6 kasus disebabkan oleh aktivitas manusia dan sisanya tidak diketahui penyebabnya.

Khusus untuk petir, menurut Saharjo (2003) di beberapa negara seperti Amerika, Australia dan Kanada petir merupakan sumber api yang paling potensial dan banyak merugikan. Kondisi cuaca yang berbeda dan kering membuat prosesnya berjalan baik, karena petir tidak diikuti oleh hujan. Untuk Indonesia sendiri petir bukanlah penyebab kebakaran hutan, karena setelah petir berlangsung maka berikutnya yang terjadi adalah turunnya hujan.

Menurut pengelola dan karyawan PT. WSL aktivitas manusia yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan diantaranya adalah pembuatan api unggun, membakar sarang tawon, pembuatan tungku oleh para pemburu, perambahan hutan yang menggunakan api, pembersihan lahan masyarakat dengan api dan membuang puntung rokok disembarang tempat. Selain disebabkan oleh aktivitas masyarakat ataupun pihak luar, kebakaran di areal konsesi PT. WSL juga disebabkan oleh aktivitas pembersihan lahan yakni saat membersihkan lahan untuk mempersiapkan lokasi persemaian seperti kasus di area penggunaan lain yang direncanakan untuk lokasi persemaian.

Penelitian Widianto (2005) yang dilakukan di areal HTI A. crassicarpa di lahan gambut Sumatera Selatan, menunjukan bahwa percobaan pembakaran dengan menggunakan puntung rokok sebagai sumber panas ternyata tidak mengakibatkan gambut terbakar, bahkan pada serasah dan alang-alang yang terdapat diatasnya, hal ini terjadi karena panas dari puntung rokok tidak cukup untuk mengakibatkan terjadinya kebakaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keadaan suhu dan kelembaban yang memicu terjadinya kebakaran ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap puntung rokok, kecepatan angin yang tinggi ternyata hanya mempercepat proses pembakaran dan membuat rokok padam.


(21)

10

Tabel 1 Kejadian Kebakaran Hutan di PT. WSL Tahun 2011-2013 No. Tanggal Lokasi Luas Terbakar

(m2)

Penyebab Umur

Tanaman

Kerugian (Rp) 1. 1/2/2011 Compartemen A.077 10 Petir yang menyambar tunggul mati

pada tanggal 28 Jan 2011,namun api muncul lagi pada tanggal 1 Februari karena pemadaman awal belum tuntas.

- 0

2. 8/9/2011 Area Penggunaan Lain(direncanakan untuk Nursery)PT.WSL

75 Tidak diketahui - 0

3. 12/9/2011 Compartemen C-073 1 Puntung rokok. - 0

4. 12/9/2011 Compartemen C-074 2 Api unggun untuk membakar kijang. - 0

5. 2/10/2011 Compartemen B-027 200 Puntung rokok - 0

6. 25/3/2012 Compartemen A-058 4 Tenaga kerja Plant CV. Dara Salju membakar sarang tawon yang mengakibatkan sampah disekitarnya ikut terbakar

- 0

7. 1/8/2012 Compartemen C-088 100 Anggota CV. Dara Salju membakar sarang tawon untuk umpan pancing yang menyulut kebakaran pada sampah disekitarnya

9 bulan 688 000

8. 30/9/2012 Compartemen B-037 1500 Faktor alam:adanya petir yang menyambar tunggul

±12 bulan 1 655 694 9. 2/2/2013 Hutan konservasi Blok IV 11.96 Pelaku illegal logging

membakar sarang tawon

- 0

Jumlah 1814 2 343 694


(22)

11

Potensi Kebakaran Hutan di PT. WSL

Potensi kebakaran hutan di PT. WSL dikaji dari faktor yang memperngaruhi yakni curah hujan dan juga sumber api yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan. Potensi sumber api dikaji dari 2 pihak yakni dari dalam oleh pihak pengelola dan dari luar oleh masyarakat sekitar.

1. Curah Hujan

Curah hujan merupakan unsur iklim yang memiliki korelasi tinggi dengan kejadian kebakaran hutan dan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan akumulasi bahan bakar rerumputan. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), curah hujan adalah air yang jatuh sampai ke permukaan tanah. Satuan curah hujan adalah mm (milimeter). Satu milimeter maksudnya adalah hujan yang jatuh ke permukaan tanah, apabila di ukur tingginya adalah 1 mm tanpa ada yang meresap atau mengalir ataupun menguap. Musim kebakaran hutan biasanya berhubungan dengan pola curah hujan, terutama dengan kekeringan. Tabel 2 Data curah hujan bulanan 5 tahun terakhir (2008─2012) di PT. WSL

Bulan 2008 2009 2010 Curah Hujan (mm) 2011 2012 Rata-rata

Januari 124.5 270.1 505.0 339.1 109.3 269.6

Februari 106.4 337.7 275.5 251.8 162.5 226.8

Maret 236.8 322.3 273.6 154.2 210.7 239.5

April 291.4 313.9 244.0 173.0 328.1 270.1

Mei 233.8 180.6 324.5 272.9 222.7 246.9

Juni 101.8 140.1 324.6 167.0 69.4 160.5

Juli 317.1 110.1 387.1 151.2 323.8 257.9

Agustus 279.0 267.0 173.5 140.9 59.0 183.9

September 200.5 260.2 410.2 189.3 54.0 222.8

Oktober 565.2 333.7 201.6 251.0 513.0 372.9

November 246.2 562.2 385.0 326.2 366.1 377.1

Desember 426.1 283.2 277.0 321.7 547.0 371.0

Jumlah 3 128.8 3 381.1 3 781.6 2 738.3 2 965.2 3 199.0

Rata-rata bulanan 266.58

Sumber: BMKG Pusat Jakarta

Gambar 4 Dinamika curah hujan di PT. Wana Subur Lestari 0

100 200 300 400 500 600

2008

2009

2010

2011

2012 11


(23)

12

Berdasarkan grafik dinamika (Gambar 4) curah hujan bulanan selama kurun waktu 5 tahun terakhir (2008-2012) rata-rata curah hujan bulanan setiap tahun berkisar antara 100-500 mm, dengan curah hujan terendah yakni 54 mm dan yang tertinggi adalah 565.2 mm. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir curah hujan di PT. WSL berkisar 2 738.3-3 199.0 mm per tahun. Fluktuasi curah hujan yang sangat mencolok terjadi pada tahun 2012, dengan perubahan curah hujan dari masing-masing bulan yang sangat drastic. Curah hujan terendah terjadi pada tahun 2012 tepatnya pada bulan September dengan curah hujan hanya 59 mm, dimana pada bulan September juga terjadi kebakaran pada Compartemen B037 seluas 0.15 hektar dengan kerugian sebesar 1 655 694.00. Hal ini menunjukan bahwa iklim khususnya curah hujan sangat mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan, dimana luas dan frekuensi kebakaran tertinggi terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan rendah (<60 mm), dimana bahan bakar pada bulan-bulan kering mengalami pengeringan intensif.

Gambar 5 Jumlah bulan kering, bulan lembab dan bulan basah

Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson bulan kering yaitu bulan dengan curah hujan <60 mm , bulan lembab yaitu bulan dengan curah hujan 60-100 mm, dan bulan basah yaitu bulan dengan curah hujan > 60-100 mm. Sehingga selama kurun waktu 5 tahun terkhir PT. WSL memiliki 2 bulan kering pada tahun 2 012 yakni pada bulan Agustus dan September dengan masing-masing curah hujan 59 mm dan 54 mm. Bulan lembab hanya terjadi 1 kali selama 5 tahun terakhir yakni pada tahun 2 012 tepatnya pada bulan Juni dengan curah hujan 69.4 mm, dan sisanya masuk dalam klasifikasi bulan basah. Persiapan khusus harus dilakukan pada bulan-bulan kering dimana pada saat tersebut situasi sangat mendukung terjadinya kebakaran, dimana kadar air rendah dan bahan bakar kering, sehingga mudah terbakar dan menyebar luas.

Tabel 3 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasakan curah hujan Curah Hujan

(mm/tahun)

Skor Keterangan

< 500 mm 4 Rawan sangat tinggi

501-1 000 3 Rawan tinggi

1 001-1 500 2 Rawan sedang

1 501-2 000 1 Rawan rendah

>2 000 0 Tidak rawan

Sumber: Septicorini 2006. 0 5 10 15

2008 2009 2010 2011 2012

Ban y akn y a b u lan b asah /l e mb ab /ke ri n g Tahun

Presentase banyaknya bulan basah, lembab dan kering

Bulan kering Bulan Lembab Bulan Basah


(24)

13 Berdasarkan klasifikasi Septicorini curah hujan kurang dari 500 mm termasuk iklim sangat kering sehingga memiliki tingkat kerawanan sangat tinggi terhadap kebakaran, dan curah hujan lebih dari 2 000 mm per tahun termasuk iklim basah yang memiliki tingkat kerawanan rendah atau tidak rawan terhadap kebakaran. Berdasarkan klasifikasi curah hujan maka PT. WSL yang memiliki curah hujan tahunan 3 199.0 mm memiliki tingkat kerawanan yang rendah atau tidak rawan terhadap kebakaran.

2. Sumber Api

Potensi timbulnya sumber api terkait pembersihan lahan dikaji dari 2 pihak yakni dari dalam oleh pihak pengelola HTI dan dari luar oleh masyarakat desa sekitar konsesi, serta kemungkinan terjadinya konflik yang mungkin menjadi indikasipenyebab terjadinya kebakaran hutan..

a) Pembersihan Lahan (Land Clearing) oleh Pengelola HTI

Hutan tanaman industri (HTI) adalah usaha hutan tanaman untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur sesuai dengan tapaknya (satu atau lebih sistem silvikultur) dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan kayu maupun non kayu (Dephut 2 009). PT. WSL merupakan salah satu perusahaan yang diberikan IUPHHK-HTI (Izin Usaha Pemanfaat Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri) oleh Departemen Kehutanan untuk memanfaatkan lahan dengan menanam pohon komersil yang kemudian kayunya digunakan untuk keperluan industri.

PT. WSL dalam melakukan pembersihan lahan ataupun penyiapan lahan menurut keterangan pekerja dilakukan secara mekanik yakni 100% menggunakan alat berat seperti excavator dalam membersihkan lahan dari sampah sisa tebangan. Pembersihan atau penyiapan lahan dilakukan oleh departemen harvesting yang bertindak sebagai departemen yang melakukan penebangan pohon hingga penyiapan lahan untuk penanaman.

Pembersihan lahan dilakukan dalam rangkaian kegiatan operasional harvesting/pemanenan. Kegiatan harvesting meliputi:

a. Micro planning (perencanaan yang dituangkan ke dalam peta kerja) b. Felling (penebangan)

c. Pre Bunching dan Bunching (membuka dan membuat jaluran) d. Extraction (penarikan kayu dari lokasi tebangan ke TPn) e. Spreading (pembersihan gawangan dari sisa-sisa kayu)

f. Residu Wood Assesment (RWA) dan Harvesting Quality Assesment

(HQA),

g. Handling Over Area (HOA)

h. Barging (pengeluaran kayu dari TPn ke TPK)

i. Loading dan unloading (pemuatan dan pengeluaran kayu dari barge ke TPn)

j. Tata Usaha Kayu (TUK)

Berikut ini adalah kegiatan harvesting (pemanenan) yang berhubungan langsung dengan pembersihan lahan:

Pre Bunching dan Bunching

Kegiatan Pre Bunching dilakukan untuk membuka jalur yang akan dijadikan plot atau gawangan untuk penanaman, selain membuka jalur pre bunching juga


(25)

14

mengumpulkan sampah atau sisa kayu dan ranting disuatu tempat. Sedangkan kegiatan bunching dilakukan untuk membuat jaluran untuk penumpukan kayu setelah ditebang.

Pembukaan jalur untuk areal penanaman menggunakan excavator, lahan yang akan dujadikan gawangan sebelumnya sudah dilakukan penebangan menggunakan chainsaw, sehingga tidak ada pohon yang masuh berdiri tegak. Excavator masuk ke lokasi dan melindas semak belukar dan ranting-ranting serta kayu sisa penebangan.

(a) (b)

Gambar 6 Kegiatan (a) Pre bunching; (b) Bunching Spreading

Kegiatan spreading dilakukan untuk membersihkan gawangan dari sampah atau sisa-sia kayu di sekitar skidding track (jalan sarad). Kegiatan spreading

dilakukan setelah kegiatan extraction selesai, alat yang digunakan adalah excavator.

(a) (b)

Gambar 7 Lahan (a) sisa-sisa tebangan; (b) pembersihan lahan dengan excavator


(26)

15

Spreading dilakukan untuk mengumpulkan sampah ranting dan kayu sisa tebangan ditumpuk hingga membentuk tumpukan dan disebut skidding track

yakni tempat excavator melintas. Kegiatan ini dilakukan agar lahan yang sudah terbuka sudah bersih dan siap untuk ditanam.

PT. WSL pada dasarnya sadar akan bahaya menggunakan api dalam pembersihan lahan yang justru akan merugikan dsn menghanguskan tanaman-tanaman yang bernilai ekonomis. Selain sadar akan bahaya kebakaran hutan, PT. WSL juga paham benar sanksi yang menanti apabila pembakaran meluas menjadi kebakaran yang tidak terkendali yang akan merugikan berbagai pihak, khususnya PT. WSL itu sendiri.

Pembersihan lahan tidak dilakukan langsung oleh PT. WSL, yang terjun langsung dalam pembersihan dan penyiapan lahan adalah kontraktor, PT. WSL hanya bertindak sebagai pengawas kegiatan pembersihan lahan. Sebelum kegiatan pembersihan lahan dilakukan, PT. WSL dengan kontraktor sudah menandatangani kesepakatan tatacara dalam melakukan pembersihan lahan, sehingga apabila kontraktor dalam pembersihan lahan tidak sesuai dengan standar yang sudah disepakati maka akan dikenakan sanksi oleh PT. WSL sebagai tuan rumah. Walaupun secara umum pembersihan lahan dilakukan secara mekanis menggunakan alat berat, namun kenyataan dilapangan masih ada penggunaan api dalam pembersihan lahan. Sebagai contoh pembersihan lahan untuk persemaian di Blok D Kelabau yang masih menggunakan api untuk membersihkan semak dan kayu sisa-sisa penebangan (Gambar 7). Sekecil apapun penggunaan api pasti akan menimbulkan resiko terjadinya kebakaran, apalagi di lahan gambut yang sulit untuk diprediksi apakah api sudah padam atau belum, karena kebakaran yang terjadi di lahan gambut adalah kebakaran bawah tanah.

Gambar 8 Pembersihan lahan PT. WSL menggunakan api

Menurut karyawan yang bekerja pembersihan areal untuk persemaian menggunakan api untuk mempercepat dan mempermudah pembersihan lahan, yang dibakar adalah tunggul dan kayu-kayu sisa penebangan. Teknik membakarnya yang dilakukan pertama yakni menumpuk kayu-kayu dan tunggul sisa penebangan menjadi satu tumpukan kemudian setelah ditumpuk sampah sisa


(27)

16

penebangan tersebut dibakar. Dalam proses pembakaran beberapa karyawan mengawasi agar pembakaran tidak meluas ke areal yang lain, apabila sampah penebangan dirasa sudah habis kemudian sampah penebangan tersebut disiram agar api padam.

b) Pembersihan Lahan oleh Masyarakat Sekitar Desa Permata dan Desa Radak II

Pembersihan lahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Permata dan Radak II di klasifikasikan menjadi 2 jenis yakni dengan cara bakar dan non bakar. Berdasarkan data pemberian kuesioner kepada masyarakat Desa Permata, dari 46 responden 27 responden (58.70%) melakukan pembersihan lahan dengan cara bakar, dan 19 (41.30%) responden melakukan pembersihan lahan tanpa bakar. Sedangkan Desa Radak II dari 45 responden diperoleh data bahwa 24 responden (53.33%) menggunakan cara bakar dalam pembersihan lahan dan sisanya 21 reponden (46.67%) menggunakan cara tanpa bakar dalam pembersihan lahannya. Secara karakterisitik antara Desa Permata dan Desa Radak II berbeda, Desa Permata mayoritas masyarakatnya adalah penduduk asli melayu, sedangkan masyarakat desa Radak II sekitar 82% adalah masyarakat transmigran Jawa, sehingga cara dalam pembersihan lahannya pun berbeda, di Desa Permata lebih banyak masyarakat yang membersihkan lahan menggunakan api yakni sekitar 58.70% sedangkan Desa Radak II sekitar 53.33% (Gambar 8).

Gambar 9 Presentase cara pembersihan lahan masyarakat

Sekitar 19 responden (70.37%) dari 27 responden Desa Permata yang menggunakan api dalam pembersihan lahan beralasan mudah dan murah, 6 responden (22.22%) beralasan agar abunya menjadi pupuk dan sisanya 2 responden (7.41%) menjawab lain-lain. Untuk Desa Radak II dari 24 responden yang menggunakan api dalam membersihkan lahan sekitar 16 responden (66.67%) menggunakan api karena mudah dan murah, sedangkan sisanya 8 responden (33.33%) beralasan agar abunnya menjadi pupuk untuk tanaman yang akan ditanam kelak (Gambar 9).

0% 20% 40% 60% 80%

Bakar Non Bakar

P

resen

tase

Cara Pembersihan lahan Presentase cara pembersihan lahan

Desa Permata Desa Radak II


(28)

17

Gambar 10 Presentase alasan pembersihan lahan dengan cara bakar

Dari 27 responden yang melakukan pembersihan lahan dengar cara bakar, 20 responden (74.07%) melakukan pembakaran sekali dalam 1 tahun, karena mayoritas masyarakat Desa Permata adalah petani padi ladang yang melakukan bakar setiap kali mendekati musim tanam, dan sisanya 7 responden (25.93%) lebih dari 1 kali melakukan pembakaran, hal ini dikarenakan 7 responden tersebut selain menanam padi ladang mereka juga menyelangi padi ladang mereka dengan tanaman palawija. Sedangkan pada Desa Radak II dari 24 responden yang menggunakan api dalam pembersihan lahan sekitar 20 responden (83.33%) melakukan pembakaran sekali dalam setahun, dan sisanya 4 responden (16.67%) melakukan pembakaran lebih dari 1 kali, sama halnya dengan Desa Permata masyarakat Radak II juga merupakan petani ladang, dan 4 responden melakukan tanam seling dengan jenis palawija sehingga melakukan pembakaran lebih dari 1 kali dalam setahun (Gambar 10).

Gambar 11 Presentasi banyaknya pembakaran yang dilakukan dalam 1tahun Dari 27 responden yang melakukan pembakaran dalam pembersihan lahan, sekitar 18 responden (66,67%) yang membakar 1 ha, dan sisanya 9 responden membakar lebih dari 1 ha. Menurut pengakuan masyarakat, luas lahan yang dibakar tergantung kemampuan untuk mengawasi lahannya, jika masyarakat tersebut sudah menguasai benar teknik membakarnya dan berani mengambil

0% 20% 40% 60% 80% Mudah dan murah Agar menjadi pupuk Lain-lain Pr e sen tase

Alasan melakukan pembakaran

Presentase alasan pembersihan lahan dengan cara bakar

Desa Permata

Desa Radak II

0% 20% 40% 60% 80% 100%

1 kali > 1 kali

P

resen

tase

Banyaknya pembakaran yang dilakukan

Presentase banyaknya pembakaran yang dilakukan dalam 1 tahun

Desa Permata


(29)

18

resiko maka masyarakat tersebut akan membakar lebih dari 1 hektar. Sedangkan Desa Radak II dari 24 responden yang melakukan pembakaran dalam pembersihan lahan sekitar 20 responden (83.33%) membakar hanya 1 hektar dan sisanya 4 responden (16.67%) membakar lebih dari 1 ha. Hal ini dikarenakan di Desa Radak II maing-masing kepala keluarga dijatah lahan sekitar 2 hektar untuk rumah dan lahan untuk digarap, sehingga rata-rata masyarakat Desa Radak II membakar hanya sekitar 1 hektar (Gambar 11).

Gambar 12 Presentase luas lahan rata-rata yang dibakar

Lamanya pembakaran yang dilakukan masyarakat Desa Permata dari 27 responden yang melakukan pembakaran dalam penyiapan lahan hampir separuh responden melakukan pembakaran lahan kurang dari 6 jam, sekitar 20% melakukan pembakaran lebih dari 6 jam dan kurang dari 3 hari, sisanya melakukan pembakaran lebih dari 3 hari. Sama halnya dengan Desa Permata masyarakat Desa Radak II melakukan pembakaran lamanya kurang dari 6 jam, dan sekitar 20% lamanya kurang dari 3 hari dan lebih dari 3 hari. Sebenarnya lamanya pembakaran ditentukan oleh cuaca dan banyaknya bahan bakar yang dibakar, rata-rata masyarakat kedua desa tersebut membakar lahan sekitar 1 hektar dalam sekali bakar, sehingga waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama yakni sekitar 6 jam. Biasanya mereka membakar dari pagi hingga siang dan siang hingga sore dengan alasan bahwa pada waktu tersebut bahan bakar kering dan mudah untuk dibakar (Gambar 12).

Gambar 13 Presentase lama pembakaran yang dilakukan masyarakat 0% 20% 40% 60% 80% 100%

1 Ha > 1 Ha

Pr

e

sen

tase

Luas lahan

Presentase luas lahan yang dibakar

Desa Permata

Desa Radak II

0% 20% 40% 60% < 6 jam > 6 jam < 3 hari > 3 hari Pr e sen tase Lama pembakaran

Presentase lama pembakaran

Desa Permata


(30)

19 Masyarakat Desa Permata lebih dari separuh responden membuat parit atau sekat bakar untuk mencegah meluasnya api, sekitar 25% lebih memilih mengawasi pembakarn mereka, dan sekitar 7% responden memilih meminta bantuan teman dan menyiram sedikit air dipinggir pembakarannya agar api tidak menyebar, serta sisanya ada yang membakar ditempat aman seperti di pinggir sungai dan dipinggir lahan yang jauh dari lahan orang lain. Sedangkan di Desa Radak II sama halnya dengan Desa Permata, masyarakat Desa Radak II juga hampir 50% membuat sekat bakar atau parit agar api pembakaran mereka tidak menyebar. Sekitar 16% masing-masing ada yang diawasi dan ada yang mengumpulkan ilalang atau bahan bakar ditengah ladang kemudian dikakar ditengah ladang, cara seperti ini lebih dikenal masyarakat dengan istilah “dipandu” (Gambar 13).

Gambar 14 Presentase upaya agar api tidak menyebar

Alat yang digunakan oleh masyarakat Desa Permata untuk memadamkan api adalah lebih dari 60% menggunakan air, sekitar 30% lebih memilih membiarkan saja hingga apinya padam sendiri, dan sisanya menggunakan kayu log dan kepyok. Separuh responden Desa Radak II menggunakan api dalam memadamkan api, dan sekitar 30% dibiarkan saja dan sisanya menggunakan kepyok (Gambar 14).

Gambar 15 Presentase alat yang digunakan untuk memadamkan api 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% Membakar di pinggir sungai Disiram air sedikit-sedikit pinggirnya

Diawasi Membakar di pinggir lahan

Pr

e

sen

tase

Upaya yang dilakukan

Presentase upaya agar api tidak menyebar

Desa Permata Desa Radak II

0% 20% 40% 60% 80%

Air Dibiarkan saja

Kepyok Kayu/log

Per

sen

tase

Jenis alat yang digunakan

Presentase penggunaan alat untuk memadamkan api

Desa Permata Desa Radak II


(31)

20

Menurut keterangan masyarakat Desa Permata lebih dari 60% menyatakan bahwa di desanya tidak pernah diadakan penyuluhan mengenai Pembersihan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) baik dari pemerintah setempat ataupun perusahaan terdekat. Sekitar 20% mengaku pernah dilakukan sosialisasi di desanya mengenati PLTB namun kebanyakan dari mereka lupa kapan pernah diadakannya, sedangkan sisanya tidak tahu. Sama halnya dengan desa Permata, masyarakat Desa Radak II juga lebih drai 60% menyatakan tidak pernah ada penyuluhan mengenai PLTB, lebih dari 30% menyatakan pernah, dan sisanya tidak tahu ditunjukan pada Gambar 15.

Gambar 16 Presentase ada tidaknya penyuluhan Pembersihan Lahan Tanpa Bakar

Gambar 17 Pembakaran lahan yang dilakukan masyarakat (a) Desa Permata; (b) Desa Radak II

Desa Permata dengan mayoritas masyarakatnya adalah penduduk asli melayu yang masih menerapkan sistem perladangan berpindah. Ada 3 cara pembersihan lahan yang biasa diterapkan oleh masyarakat yaitu sistem bakar, semprot dengan racun dan sistem yang menggunakan drum yang diiisi air kemudian dilindaskan ke rumput. Masyarakat Desa Permata biasa menggilir lahan mereka 1─3 tahun, kemudian kembali lagi ke lahan awal, sehingga selama 3 tahun mereka membuka 3 lahan yang berbeda. Mayoritas masyarakat lebih

0% 20% 40% 60% 80%

Pernah Tidak pernah

Tidak tahu

Per

sen

tase

Ada tidaknya penyuluhan

Presentase ada tidaknya penyuluhan PLTB

Desa Permata


(32)

21 memilih menggunakan api untuk membakar karena cepat mudah dan praktis. Masyarakat Desa Permata sebenarnya sudah menerapkan pembakaran terkendali dengan sistem pembuatan parit di sekeliling lahan mereka. Namun, sering terjadi kebakaran diluar kendali saat mereka lengah tidak mengawasi sehingga api menyebar ke lahan orang lain. Walaupun lahan yang dibakar masyarakat hanya sekitar 1 hektar, akan tetapi yang melakukan pembakaran hampir 60% masyarakat sehingga meningkatkan potensi terjadinya kebakaran karena pembakaran kecil yang dilakukan oleh banyak orang.

Sekitar 84.4% masyarakat Desa Radak II adalah transmigran Jawa, setiap kepala keluarga diberi jatah lahan oleh pemerintah seluas 2 ha untuk bangunan rumah dan ladang untuk diolah. Hasil wawancara masyarakat desa Radak II yang melakukan pembersihan lahan dengan cara bakar mengaku bahwa mereka biasa melakukan pembakaran seperti melakukan pembakaran sampah rumah tangga yakni menggunakan minyak sebagai pemacu sumber api. Pembersihan lahan dengan pembakaran yang dilakukan masyarakat desa Radak II sebenarnya dilakukan secara terkendali, namun apabila proses pembakaran dilakukan secara bersamaan tetap saja menghasilkan asap yang tidak sedikit dan tentu saja akan mencemari lingkungan dan yang paling berbahaya adalah menyebarnya api ke areal yang lebih luas. Sering juga terjadi kebakaran di luar kemampuan mereka sebagai manusia karena adanya percikan api dari lahan/kebun yang dibakar singgah ke kebun lain sehingga api menyebar luas.

c) Indikasi Konflik sebagai Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di PT. WSL

Selain dari aspek curah hujan serta pembersihan lahan perusahaan dan desa sekitar, ternyata konflik sosial juga cukup memegang peranan dalam menyebabkan kebakaran hutan. Api tak jarang dijadikan penyelesaian masalah tanah dan pelampiasan terhadap kekecewaan dari salah satu pihak ke pihak lainnya.

Pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan mitra kerja yakni karyawan ataupun kontraktor akan memuluskan langkah kegiatan operasional. Seperti yang kita ketahui di Indonesia petir dan rokok tidak dapat dijadikan sebagai penyebab terjadinya kebakaran hutan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelusuran lebih jauh mengenai penyebab terjadinya kebakaran hutan di PT.WSL, karena berdasarkan wawancara dengan karyawan dan pengamatan di lapang ada indikasi manusialah yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan tersebut. Jika penelusuran tak kunjung dilakukan, kemungkinan terjadinya kebakaran hutan di masa yang akan datang tentu sangat berpeluang, sehingga potensi kebakaran hutan akan meningkat.

Hubungan baik juga harus terjalin dengan masyarakat sekitar, karena masyarakatlah yang lebih dahulu menempati wilayah tersebut, sehingga perlu dilakukan pendekatan-pendekatan agar tidak timbul masalah atau kekecewaan dari masyarakat yang bukan tidak mungkin akan berujung ke pembakaran sebagai pelampiasan kekecewaan mereka.

3. Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan yang dilakukan PT. WSL

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, kegiatan pengendalian kebakaran hutan terdiri dari


(33)

22

pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan. PT. WSL sebagai perusahaan yang diberikan izin usaha pemanfaat hutan memiliki sistem pengendalian kebakaran yang meliputi:

a. Pencegahan

Sesuai dengan PP No. 4 Tahun 2001 Pasal 13 ayat (2) dimana setiappenanggung jawab wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi wilayahnya. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PT. WSL:

1. Sistem deteksi dini untuk mengetahui terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan

PT. WSL khususnya Departemen S3F & L2E mempunyai sistem tersendiri untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kebakaran hutan yaitu lebih mengutamakan pencegahan daripada pemadaman dengan menerapkan sistem FDR (Fire Danger Rating). Ketentuan dalam perhitungan FDR sudah ditetapkan oleh perusahaan, dan Departemen S3F & L2E yang bertugas untuk menghitung penilaian bahaya kebakaran (FDR) yang dilakukan setiap hari. Berikut ini adalah ketentuan-ketuan dalam perhitungan penilaian bahaya kebakaran yang diterapkan oleh PT. WSL, ditunjukan oleh Tabel 4.

Tabel 4 Standar skor Fire Danger Rating (FDR) yang diterapkan PT. Wana Subur Lestari

No Pengamatan Indikator Nilai yang Diukur Skor

1. Kelembaban Relatif (%) Diukur pukul 13.30 >89 % 0

70-89% 40

60-69% 60

50-59% 80

45-49% 90

<45% 100

2. Jumlah Hari Tidak Hujan Jumlah curah hujan

sejak hari terakhir tidak hujan

1 hari 20

2 hari 40

3 hari 60

4 hari 80

>4 hari 100

3. Jumlah Curah Hujan

selama 15 hari terakhir

Curah Hujan diukur

menggunakan Omrometer

>80 mm 0

60-79 mm 20

40-59 mm 40

25-39 mm 60

15-24 mm 70

10-14 mm 80

6-9 mm 90

<5 mm 100

4. Kondisi Bahan Bakar Pengamatan pada

rumput/ranting-ranting yang kering

Hijau (0-4 hari) 0

Layu (5-9 hari) 50

Kering (10+ hari)

100

Sumber: PT. WSL

Ketentuan-ketentuan seperti pada Tabel 4 merupakan pedoman dalam perhitungan FDR yang dilakukan oleh PT. WSL. Hasil perhitungan FDR kemudian dilaporkan dan diterapkan melalui signboard FDR di 4 titik yaitu di

Base Camp Terentang, Blok C, Blok A, dan Blok D. FDR dihitung berdasarkan curah hujan, bahan bakar, jumlah hari tidak hujan (JHTH) dan kelembaban relatif


(34)

23 (RH). Indeks FDR terdiri dari 4 kategori yakni 0-40 rendah, 41-70 medium, 71-85 high, dan 86-100 ekstrim ditunjukan pada Gambar 17. Setiap kategori memiliki prosedur persiapan terhadap kebakaran masing-masing.

Gambar 18 Sign board Tingkat Rawan Kebakaran 2. Alat pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan

Dalam melakukan kegiatan pencegahan kebakaran hutan, tentu ada alat-alat yang digunakan seperti alat-alat untuk menangani kebakaran awal berupa mesin penyedot air (4 buah), selang (30 rol), cabang (5 buah) dan Alat Pemadam Api Ringan (13 buah).


(35)

24

3. Prosedur operasi standar untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan

Gambar 20 Operasi standar kebakaran hutan PT. WSL

4. Perangkat organisasi yang bertanggung jawab dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan


(36)

25 5. Pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan secara

berkala

Pelatihan pemadaman kebakaran dilakukan oleh secara berkala setiap 1 bulan sekali secara bergiliran di setiap departemen dan di camp-camp yang aktif di PT. WSL.

b. Pemadaman

Pemadaman dilakukan setelah kebakaran terdeteksi, kegiatan pemadaman menggunakan peralatan yang ada serta menggunakan sarana yang ada seperti kanal sebagai sumber air.

c. Penangangan pasca kebakaran hutan

Penangan pasca kebakaran yang dilakukan oleh PT. WSL adalah dengan penanaman kembali tanaman-tanaman yang terbakar seperti sedia kala.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Curah hujan rata-rata 5 tahun terakhir (2008─2012) PT. WSL adalah 3199 mm dan masuk dalam klasifikasi tidak rawan terhadap kebakaran. Peristiwa kebakaran hutan di PT. WSL 99.99% disebabkan oleh aktivitas manusia seperti membuang puntung rokok, membuat perapian, membakar sarang tawon, ataupun kesengajaan dari pihak-pihak tertentu.

2. Potensi sumber api dari pihak pengelola tergolong rendah karena pengelola menerapkan 100% sistem mekanis dalam pembersihan lahan. Potensi sumber api terbesar sekitar 60% dari masyarakat desa sekitar konsesi, dimana hampir setiap keluarga masih menerapkan sistem bakar dalam pembersihan lahan baik di Desa Permata maupun di Desa Radak II. Potensi sumber api yang bersumber dari konflik juga tergolong tinggi, baik dari dalam maupun pihak luar.

3. Upaya pengendalian kebakaran hutan yang dilakukan oleh PT. WSL yakni pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran hutan, namun pelaksanaanya masih kurang optimal.

Saran

1. Perlunya diadakan sosialisasi secara berkala (disarankan 3 bulan sekali) agar masyarakat sekitar konsesi mengerti dan paham akan bahaya pembersihan lahan menggunakan api. Pentingnya pertemuan dan juga berfungsi sebagai sarana silahturahmi dengan masyarakat sekitar agar hubungan dengan masyarakat terjalin harmonis sehingga dapat meminimalisir potensi terjadinya konflik yang juga akan meningkatakan potensi terjadinya kebakaran hutan.


(37)

26

2. Perlunya pengawasan dan pemberian sanksi tegas dari pengelola agar hal-hal seperti kasus penyiapan lahan untuk persemaian yang masih menggunakan api tidak terjadi pada masa yang akan datang.

3. Perlunya penambahan alat-alat pemadam kebakaran, regu pemadam kebakaran dan menara pengawas api (disarankan 1 blok 1 menara api), karena jumlahnya saat ini tidak seimbang dengan luas konsesi PT. WSL yang sangat luas. Potensi kebakaran hutan tentu akan meningkat jika sarana dan prasarana pendukungnya kurang memadai.

4. Indikasi kebakaran hutan yang disebabkan oleh konflik baik internal maupun eksternal cukup tinggi. Sehingga diperlunya jalinan komunikasi dan hubungan yang baik dengan para karyawan dan kontraktor agar tidak ada salah paham sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC, Suryadiputra INN, Saharjo BH, Siboro L. 2004. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Bogor (ID): Wetland International.

Brown and Davis et al. 1973. Forest Fire Control and Use. New York (US): Mc. Graw Hill Book Company Inc.

Irwanto. 2012. Manfaat Hutan. [internet]. 28 November 2012; Jakarta.

http://www.irwantoshut.net/manfaat_hutan.html.

ITTO. 1999. Dampak Sosial Ekonomi Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Bogor (ID). ITTO Project PD 12/93 Rev.

Muhadjir, N. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif. Telaah Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, Realisme Metaphisik. Yogyakarta (ID): Penerbit Rake Sarasin.

Pasaribu SM, Friyatno S. 2006. Memahami penyebab kebakaran hutan dan lahan serta upaya penanggulangannya : kasus di provinsi Kalimantan Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor (ID). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2001. Tentang

Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan. Jakarta (ID): Sekretariat Jendral Departemen Kehutanan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004. Tentang Perlindungan Hutan. Jakarta (ID): Sekretariat Jendral Departemen Kehutanan.

Saharjo BH. 2003. Sumber Api. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Hlm 147-149.

Setiyanto, A. dan SK Dermoredjo. 2000. Institutional Strengthening for Forest and Land Fire Prevention and Control in Indonesia. In Land Use Change and Forest Management (Proceeding). Bogor (ID). pp 225-261.


(38)

27 Susanty SC. 2009. Potensi kebakaran hutan di taman nasional Gunung Gede Pangrango berdasarkan curah hujan dan sumber api [skripsi]. Bogor (ID):. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Malang (ID): Bayumedia.

Wardani, A. 2012. Pendugaan Kandungan Karbon Pohon pada Tegakan Hutan Tanaman Industri (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex. Benth) Di Areal PT. WSL, Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor (ID):. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

World Bank. 2001. Indonesia Environment dan Natural Resource Management in a Time of Transition. Washington (USA): World Bank.


(39)

28


(40)

29 Lampiran 1 Kegiatan diskusi dengan sekretaris Desa Permata dan wawancara


(41)

30

Lampiran 2 Kegiatan diskusi dengan Kepala Desa Radak II mengenai pembersihan lahan dan wawancara dengan salah satu masyarakat Desa Radak II


(42)

31 Lampiran 3 contoh kuesioner yang diberikan kepada masyarakat

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Kuisioner Tata Cara Pembersihan Lahan Masyarakat Desa Permata dan Desa Radak II Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat

DAFTAR PERTANYAAN

NamaResponden: ... Alamat : Jl. ...

RT. ... / RW. ...

Desa ... Kecamatan ... Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

Pendidikan : ... Umur : ... Pekerjaan : ... Jumlah anggota keluarga: ... Luas kepemilikan lahan : ...

Penduduk : Asli Transmigran

Petunjuk pengisian : berilah tanda silang (x) atau lingkari salah satu jawaban yang sesuai.

I. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG HUTAN TANAMAN

INDUSTRI

1. Menurut Bapak/ Ibu/ Saudara apakah Hutan Tanaman Industri (HTI) ? a. Hutan belantara

b. Hutan berisi pohon-pohon yang sengaja ditanam c. Hutan alam

d. Lainnya, sebutkan : ...

2. Bagaimana pendapat Anda tentang keberadaan HTI PT. Mayangkara Tanaman Industri (MTI), apakah membantu kehidupan Anda ?

a. Setuju b. Tidak setuju, jika setuju jelaskan

... ... ... 3. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah masyarakat harus ikut berperan serta

dalam upaya melestarikan hutan?

a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu

(Jika ya, lanjut ke nomor berikutnya)

4. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apa bentuk peran masyarakat dalam upaya melestarikan hutan?

a. Ikut mengelola hutan sehingga mendatangkan manfaat ekonomi bagi


(43)

32

masyarakat

b.Turut mengawasi pengelolaan hutan agar tidak disalahgunakan pihak tertentu

c. Lainnya, sebutkan : ...

II.PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KEBAKARAN

HUTAN

1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui istilah kebakaran hutan ? a. Ya b. Tidak

jika Ya, kebakaran hutan adalah ... ... 2. Apakah di wilayah bapak/ibu/saudara pernah terjadi kebakaran hutan ?

a. Ya b. Tidak Jika Ya, kapan dan dimana ?

... 3. Apa penyebab terjadinya kebakaran tersebut ?

... 4. Apakah Anda ikut berpartisipasi untuk memadamkan kebakaran tersebut ?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, sebutkan bentuk partisipasi Anda... ... 5. Apakah Anda pernah membuka lahan dengan membakar (misalnya untuk

membuka ladang) ? a. Ya b. Tidak Jika Ya, apa alasannya ?

... 6. Apakah alasan Anda melakukan pembersihan lahan dengan cara

membakar ?

a. Mudah dan murah b. Lain-lain, jelaskan

Jawab... 7. Dari siapa Anda mengetahui teknik pembersihan lahan dengan cara

membakar ?

a. Turun temurun/orang tua b. Belajar sendiri, jika dari orang lain, dari siapa

Jawab... 8. Berapa kali dalam setahun Anda melakukan pembersihan lahan ?

a. 1 x b. > 2 x. Pada bulan apa... 9. Upaya apa yang Anda lakukan agar apinya tidak menyebar ke areal yang

lain ?

... 10. Apakah pernah ada tindakan membakar hutan ?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak Tahu

Jika pernah, Kapan..., Oleh Siapa..., Berapa kali...


(44)

33 11. Menurut Anda, kira-kira kebakaran hutan itu akan menimbulkan kerugian

apa saja?

... ... 12. Apakah Anda mengetahui bahwa masyarakat memiliki hak dan kewajiban

dalam pencegahan kebakaran hutan ? a. Tahu b. Tidak Tahu

13. Apakah Anda pernah melakukan pembukaan lahan ? a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu Jika pernah, Bagaimana caranya ?

... 14. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pembukaan

lahan ?

... 15. Apakah pembukaan lahan dilakukan dengan proses pembakaran ?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, Teknik pembakaran apa yang anda lakukan ?

... 16.Kapankah Anda melakukan pembersihan lahan dengan membakar ?

a. Pagi-siang hari b. Sore-malam hari, alasan

Jawab... 17. Berapa lama waktu yang diperlukan dalam pembakaran tersebut ?

... 18 Berapa luas lahan yang Anda bersihkan dengan cara membakar ?

a. < 1 ha b. > 1 ha, alasan

Jawab... 19.Apakah Anda membersihkan lahan dengan menggunakan api untuk semua

jenis tanaman ?

a. Ya b. Tidak, jika tidak, tanaman apa saja

Jawab... 20. Upaya apa yang Anda lakukan agar pembakaran tersebut berhasil ?

... 21.Alat apa saja yang Anda gunakan untuk memadamkan sehabis

membersihkan lahan ?

a. Kepyok, daun b. Lain-lain, jelaskan

Jawab... 22. Jika pembakaran tersebut gagal, faktor apa saja yang mempengaruhi hal

itu ?

... 23. Apakah ada jarak waktu antara pembakaran dan penanaman ?

a. Ada b. Tidak ada c. Tidak tahu Jika Ada, Berapa lama ?

... 24. Apakah Anda pernah melakukan pembukaan lahan tanpa menggunakan

api ?

a. Penah b. Tidak pernah c. Tidak tahu Jika Pernah, Bagaimana caranya ?


(45)

34

... 25. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui adanya sanksi terkait pembukaan

lahan dengan pembakaran ?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu Jika Ya, Berupa apa sanksinya ?

... 26. Apakah di wilayah Bapak/Ibu/Saudara pernah diadakan

penyuluhan/sosialisasi mengenai cara membersihkan lahan tanpa bakar ? a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

Jika Pernah, Berapa kali... Oleh siapa... Kapan... 27. Apakah Bapak/Ibu/Saudara pernah menemukan pemasangan poster-poster atau rambu-rambu peringatan terkait dengan pencegahan kebakaran hutan ?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

Jika Ya, Dimana... Kapan... Oleh siapa...


(46)

---35 Lampiran 4 Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 30 Oktober 1990, anak pertama dari pasangan suami istri Endang Mulyana dan Cicih Tresnaningsih.

Pendidikan formal penulis dimulai di SDN Lubang Buaya 09 Pagi (2007-2003), SMPN 49 Jakarta (2003-2006), dan pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 48 Jakarta dan masuk ke IPB melalui Ujian Talenta Mandiri (UTM) dan masuk ke Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan Divisi Kemahasiswaan periode 2010-2011, Tree Grower Community (TGC) 2 periode yakni periode 2010-2011 dan 2011-2012. Penulis mengikuti Praktek Pngenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Sawal-Pangandaran dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Profesi di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat pada tahun 2013.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan penulis menyusun karya ilmiah dengan judul “Potensi Kebakaran Hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari Kalimantan Barat” dibawah bimbingan bapak Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo M Agr.


(1)

30

Lampiran 2 Kegiatan diskusi dengan Kepala Desa Radak II mengenai pembersihan lahan dan wawancara dengan salah satu masyarakat Desa Radak II


(2)

31 Lampiran 3 contoh kuesioner yang diberikan kepada masyarakat

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Kuisioner Tata Cara Pembersihan Lahan Masyarakat Desa Permata dan Desa Radak II Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat

DAFTAR PERTANYAAN

NamaResponden: ... Alamat : Jl. ...

RT. ... / RW. ...

Desa ... Kecamatan ... Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

Pendidikan : ... Umur : ... Pekerjaan : ... Jumlah anggota keluarga: ... Luas kepemilikan lahan : ...

Penduduk : Asli Transmigran

Petunjuk pengisian : berilah tanda silang (x) atau lingkari salah satu jawaban yang sesuai.

I. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG HUTAN TANAMAN INDUSTRI

1. Menurut Bapak/ Ibu/ Saudara apakah Hutan Tanaman Industri (HTI) ? a. Hutan belantara

b. Hutan berisi pohon-pohon yang sengaja ditanam c. Hutan alam

d. Lainnya, sebutkan : ...

2. Bagaimana pendapat Anda tentang keberadaan HTI PT. Mayangkara Tanaman Industri (MTI), apakah membantu kehidupan Anda ?

a. Setuju b. Tidak setuju, jika setuju jelaskan

... ... ... 3. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah masyarakat harus ikut berperan serta

dalam upaya melestarikan hutan?

a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu

(Jika ya, lanjut ke nomor berikutnya)

4. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apa bentuk peran masyarakat dalam upaya melestarikan hutan?

a. Ikut mengelola hutan sehingga mendatangkan manfaat ekonomi bagi


(3)

32

masyarakat

b.Turut mengawasi pengelolaan hutan agar tidak disalahgunakan pihak tertentu

c. Lainnya, sebutkan : ...

II.PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KEBAKARAN HUTAN

1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui istilah kebakaran hutan ? a. Ya b. Tidak

jika Ya, kebakaran hutan adalah ... ... 2. Apakah di wilayah bapak/ibu/saudara pernah terjadi kebakaran hutan ?

a. Ya b. Tidak Jika Ya, kapan dan dimana ?

... 3. Apa penyebab terjadinya kebakaran tersebut ?

... 4. Apakah Anda ikut berpartisipasi untuk memadamkan kebakaran tersebut ?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, sebutkan bentuk partisipasi Anda... ... 5. Apakah Anda pernah membuka lahan dengan membakar (misalnya untuk

membuka ladang) ? a. Ya b. Tidak Jika Ya, apa alasannya ?

... 6. Apakah alasan Anda melakukan pembersihan lahan dengan cara

membakar ?

a. Mudah dan murah b. Lain-lain, jelaskan

Jawab... 7. Dari siapa Anda mengetahui teknik pembersihan lahan dengan cara

membakar ?

a. Turun temurun/orang tua b. Belajar sendiri, jika dari orang lain, dari siapa

Jawab... 8. Berapa kali dalam setahun Anda melakukan pembersihan lahan ?

a. 1 x b. > 2 x. Pada bulan apa... 9. Upaya apa yang Anda lakukan agar apinya tidak menyebar ke areal yang

lain ?

... 10. Apakah pernah ada tindakan membakar hutan ?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak Tahu

Jika pernah, Kapan..., Oleh Siapa..., Berapa kali...


(4)

33 11. Menurut Anda, kira-kira kebakaran hutan itu akan menimbulkan kerugian

apa saja?

... ... 12. Apakah Anda mengetahui bahwa masyarakat memiliki hak dan kewajiban

dalam pencegahan kebakaran hutan ? a. Tahu b. Tidak Tahu

13. Apakah Anda pernah melakukan pembukaan lahan ? a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu Jika pernah, Bagaimana caranya ?

... 14. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pembukaan

lahan ?

... 15. Apakah pembukaan lahan dilakukan dengan proses pembakaran ?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, Teknik pembakaran apa yang anda lakukan ?

... 16.Kapankah Anda melakukan pembersihan lahan dengan membakar ?

a. Pagi-siang hari b. Sore-malam hari, alasan

Jawab... 17. Berapa lama waktu yang diperlukan dalam pembakaran tersebut ?

... 18 Berapa luas lahan yang Anda bersihkan dengan cara membakar ?

a. < 1 ha b. > 1 ha, alasan

Jawab... 19.Apakah Anda membersihkan lahan dengan menggunakan api untuk semua

jenis tanaman ?

a. Ya b. Tidak, jika tidak, tanaman apa saja

Jawab... 20. Upaya apa yang Anda lakukan agar pembakaran tersebut berhasil ?

... 21.Alat apa saja yang Anda gunakan untuk memadamkan sehabis

membersihkan lahan ?

a. Kepyok, daun b. Lain-lain, jelaskan

Jawab... 22. Jika pembakaran tersebut gagal, faktor apa saja yang mempengaruhi hal

itu ?

... 23. Apakah ada jarak waktu antara pembakaran dan penanaman ?

a. Ada b. Tidak ada c. Tidak tahu Jika Ada, Berapa lama ?

... 24. Apakah Anda pernah melakukan pembukaan lahan tanpa menggunakan

api ?

a. Penah b. Tidak pernah c. Tidak tahu Jika Pernah, Bagaimana caranya ?


(5)

34

... 25. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui adanya sanksi terkait pembukaan

lahan dengan pembakaran ?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

Jika Ya, Berupa apa sanksinya ?

... 26. Apakah di wilayah Bapak/Ibu/Saudara pernah diadakan

penyuluhan/sosialisasi mengenai cara membersihkan lahan tanpa bakar ? a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

Jika Pernah, Berapa kali... Oleh siapa... Kapan... 27. Apakah Bapak/Ibu/Saudara pernah menemukan pemasangan poster-poster atau rambu-rambu peringatan terkait dengan pencegahan kebakaran hutan ?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

Jika Ya, Dimana... Kapan... Oleh siapa...


(6)

---35 Lampiran 4 Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 30 Oktober 1990, anak pertama dari pasangan suami istri Endang Mulyana dan Cicih Tresnaningsih.

Pendidikan formal penulis dimulai di SDN Lubang Buaya 09 Pagi (2007-2003), SMPN 49 Jakarta (2003-2006), dan pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 48 Jakarta dan masuk ke IPB melalui Ujian Talenta Mandiri (UTM) dan masuk ke Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan Divisi Kemahasiswaan periode 2010-2011, Tree Grower Community (TGC) 2 periode yakni periode 2010-2011 dan 2011-2012. Penulis mengikuti Praktek Pngenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Sawal-Pangandaran dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Profesi di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat pada tahun 2013.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan penulis

menyusun karya ilmiah dengan judul “Potensi Kebakaran Hutan di IUPHHK-HT

PT. Wana Subur Lestari Kalimantan Barat” dibawah bimbingan bapak Prof Dr Ir